PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai
dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu
albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal,
ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus.
Saat ini banyak studi menunjukkan bahwa prevalensi PGK meningkat di
berbagai wilayah di seluruh dunia. Prevalensi PGK derajat II sampai V terus
meningkat sejak tahun 1988 sejalan dengan peningkatan prevalensi penyakit
diabetes dan hipertensi yang juga merupakan penyebab PGK.
Prevalensi gagal ginjal kronik (sekarang disebut PGK) di Indonesia pada
pasien usia lima belas tahun keatas di Indonesia yang didata berdasarkan jumlah
kasus yang didiagnosis dokter adalah sebesar 0,2%. Prevalensi gagal ginjal kronik
meningkat seiring bertambahnya usia, didapatkan meningkat tajam pada
kelompok umur 25-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), umur 55-
74 tahun (0,5%), dan tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun (0,6%). Prevalensi
pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).
Prevalensi PGK di Sumatera Barat sebesar 0,2%. Prevalensi PGK tertinggi
sebanyak 0,4% yaitu di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok. Di Kota Padang
didapatkan prevalensi PGK sebesar 0,3%. Kejadian tertinggi PGK di Sumatera
Barat adalah pada kelompok umur 45-54 tahun sebanyak 0,6%. Perbandingan
PGK berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita adalah tiga berbanding dua.
Penyebab kerusakan ginjal pada PGK adalah multifaktorial dan
kerusakannya bersifat ireversibel. Penyebab PGK pada pasien hemodialisis baru
di Indonesia adalah glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati
lupus/SLE 1%, penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjal polikistik 1%, nefropati
asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis kronik/PNC 6%, lain-lain 6%,
1
dan tidak diketahui sebesar 1%. Penyebab terbanyak adalah penyakit ginjal
hipertensi dengan persentase 34 %.
Pada sepertiga penderita PGK mengeluhkan gejala berupa kekurangan
energi (76%), pruritus (74%), mengantuk (65%), dyspnea (61%), edema (58%),
nyeri (53%), mulut kering (50%), kram otot (50%), kurang nafsu makan (47%),
konsentrasi yang buruk (44%), kulit kering (42%), gangguan tidur (41%), dan
sembelit (35%).
Modifikasi faktor resiko PGK dilakukan pada hipertensi, obesitas morbid,
sindroma metabolik, hiperkolesterolemia, anemia, dan rokok. Menurut KDIGO,
PGK dengan tanda-tanda kegagalan ginjal (serositis, gangguan keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, pruritus), kegagalan pengontrolan volume dan tekanan
darah, gangguan status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif membutuhkan
terapi hemodialisis. Pada penderita yang sudah mencapai PGK derajat IV (eGFR
<30mL/menit/1,73m2) juga harus dimulai terapi hemodialisis.
Penyakit CKD merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan
penanganan seumur hidup. Fenomena yang terjadi banyak klien yang keluar
masuk Rumah Sakit untuk melakukan pengobatan dan dialisis. Oleh karena itu
peran perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
CKD, serta diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisik klien tetapi juga
psikologis klien.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan
keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia.
B. Etiologi CKD
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat
terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu.
Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan
disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut,
tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
b. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan
komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek
biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul
setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000). Glomerulonefritis kronik adalah
peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi
akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah
cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria
(darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang
sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan
menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami
hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang
kurang baik (Elizabeth, 2000).
c. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
4
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan
berubah ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan
arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri
yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan
segera terjadi gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau
kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal.
Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit
menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari
waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan
ginjal.
d. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus
sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.
e. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
h. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi
prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan
uretra).
C. Patofisiologi CKD
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil
5
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin
banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang
semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada
nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan
penyusutan progresif nefronnefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran
darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah,
kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun
secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon
terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada
mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja
ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi
tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang
terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup
berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga
tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75%
massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi
setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus
(keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh
tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi
maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit
perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut,
karena makin rendah GFR (yang berarti makin sedikit nefron yang ada) semakin
besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan
memekatkan atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada
nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab
gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006).
6
D. Manifestasi Klinis CKD
Karena pada gagal hginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari dan usia pasien.
1. Sistem integument
Gejala pada kulit sering menyebabkan gangguan fisik dan
psikologis, seperti kulit menjadi pucat dan adanya pigmentasi urokrom.
Kulit yang kering dan bersisik terjadi akibat atropinya kelenjar minyak,
menyebabkan gangguan penguapa sehingga terjadi penumpukan kristal
urea di kulit. Akibatnya kulit menjadi terasa gatal (pruritus). kuku dan
rambut juga menjadi kering dan pecah-pecah sehungga mudah rusak dan
patah. Perubahan pada kuku tersebut merupakan ciri khas kehilangan
protein kronik.
2. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi bisa terjadi akibat retensi cairan dan sodium. Hal
ersebut terjadi akibat gagal ginjal kronik menyebabkan aliran darah ke
ginjal menurun, sehingga mengaktivasi apparatus juxtaglomerular untuk
memproduksi enzim rennin yang menstimulasi angiotensin I dan II serta
menyebabkan vasokonstriksi perifer. Angiotensin II merangsang produksi
aldosteron dan korteks adreanl, meningkatkan reabsorbsi sodium dan
ginjal sehingga akhirnya meningkatkan cairan intersitiil dan sodium dalam
ginjal sehingga akhirnya meningkatkan cairan intersitiil dan sodium dalam
darah. Manifestasi lain yang dapat ditemukan adalah gagal jantung
kongestif dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh
toksin uremik).
3. Sistem respirasi
Gejala yang sering dtemukan adalah edem apulmoner dan
pneumonia yang sering menyertai gagal jantung akibat retensi cairan yang
berlebihan. Gejala lainnya adalah pernafasan kussmaul dan nafas berbau
uremik.
4. Sistem gastrointestinal
7
Gejala yang sering terjadi adalah anoreksia, mual, muntah,
kelaianan periodontal dan ulserasi pada saluran gastrointestinal.
Perdarahan saluran cerna juga bisa terjadi dan akan menjadi berbahaya
pada pasien dengan kelainan pembekuan darah.
5. Sistem sirkulasi dan imun
Pasien gagal ginjal kronis sering mengalami anemia dengan kadar
Hb <6 g/dL atau hematokrit <25-30%. Bagi pasien yang menjalani
hemodialisis, hematokrit berkisar antara 39-45%. Anemia terjadi sebagai
akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah mera, defisiensi nutrisi (seperti zat besi, asam folat dan vitamin
B12) atau kehilangan nutrisi selama hemodialisa dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Selain sering mengalami anemia, pasien gagal ginjal tahap
akhir juga renan terhadap infeksi akibat adanya defisiensi
immunoglobulin.
6. Sistem saraf
Retensi produk sampah dalam darah dan ketidakseimbangan
elektrolit menurunkan kemampuan neurotransmisi dalam berbagai oragan
yang bisa berlanjut kepada gangguan sistem saraf perifer yang
menyebabkan burning pain, restless leg syndrome, spasme otot dan kram.
7. Sistem reproduksi
Perubahan esterogen, progesteron dan testosteron menyebabkan
tidak teraturnya atau berhentinya menstruasi. Pada kaum pria bisa terjadi
impotensi akibat perubahan psikologis dan fisik yangmenyebabkan atropi
organ reproduksi dan kehilangan hasrat seksual.
8. Sistem muskuloskeletal
Kelainan yang terjadi berupa penyakit tulang uremik yang sering
disebut osteodistrofi renal, disebabkan karena perubahan kompleks
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
9. Penglihatan
8
Pasien gagal ginjal kronik bisa mengalami iritasi mata atau
sindrom mata merah akibat terjadinya deposit kalsium dalam konjunctiva.
Konjunctiva juga bisa mengalami edema akibat rendahnya kadar albumin.
10. Gangguan tidur
Pasien gagal ginjal tahap akhir sering mengalami uremia akibat
penimbunan sampah metabolisme. Uremia mengakibatkan gangguan
fungsi sistem saraf dan menyebabkan restless leg syndrome. Restless leg
syndrome merupakan salah satu bentuk gangguan tidur dan penyebab
insomnia pada pasien hemodialisis. Pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis sering mengalami gangguan tidur berupa kesulitan
memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini.
Pada gagal ginjal kronis akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR
menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan
menderita sindrom uremik, yaitu suatu komplek gejala yang diakibatkan atau
berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen akibat gagal ginjal. Manifestasi
sindrom uremik dapat dilihat pada Tabel.
Neuromuskuler Mudah lelah, otot mengecil dan lemah, SSP penurunan ketajaman
mental, konsentrasi buruk, kekacauan mental, koma, ototberkedut,
kejang.
9
Kardiovaskuler Hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi
berlebih, edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia.
Gangguan Hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme, deposit garam
kalsium kalsium pada sendi, pembuluh darah, jantung dan paru-paru,
konjungtivitis (uremia mata merah).
Kulit Pucat, pruritus, kristal uremia, kulit kering, dan memar
Hematologi Anemia, hemolisis, kecenderungan perdarahan, resiko infeksi.
E. Stadium CKD
Pada penderita chronic kindey disease, klasifikasi stadium ditentukan dua
hal, yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2009). Stadium yang
lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah
(K/DOQI, 2002).
10
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Doengoes, 2000:628) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di
lakukan pemeriksaan, yaitu :
1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus.
2. Natrium serum rendah / normal.
3. Kalium dan fosfat meningkat.
4. Hematokrit menurun pada animia Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
5. GDA : PH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2).
6. USG ginjal.
7. Pielogram retrograde.
8. Arteriogram ginjal.
9. Sistouretrogram.
10. EKG.
11. Foto rontgen.
12. SDM waktu hidup menurun pada defisiensi eritopoetin.
13. Urine :
Volume : oliguria, anuria
Warna : keruh.
Sedimen: kotor, kecoklatan.
BD : kurang dari 1,0125.
Klerin kreatinin menurun.
Natrium : lebih besar atau sama dengan 40 m Eq/L.
Protein : proteinuria.
11
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
H. Komplikasi CKD
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006)
yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi
eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian
eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar
besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik.
Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang
diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal
ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi
mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar
hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat
retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa
menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel.
Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi
ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
12
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan
air akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap
mempertahankan sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus,
sehingga mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan
dehidrasi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier
serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal
dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang
mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat Kristal ureum
pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat
timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih
sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi
normal. Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering
terjadi. Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya
dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai
urin.
6.Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan
libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada
wanita, sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan
infertilitas. Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut
berkontribusi dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan
kehilangan massa otot pada orang dewasa.
7.Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan,
kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi
neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus,
13
peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki,
hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas
Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang
tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada transport
kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan
neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang
tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang
merespons terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti
depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh
diri.
8.Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi
sering terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan
dialysis dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan
tidak tepat.
9.Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat
penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien
yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani
hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti
apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya
jika kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme
sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialysis
arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam
jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung yang dapat digunakan
oleh bagian tubuh yang tersisa.
14
I. WOC CKD
15
Retensi Na Sekresi eritropoitis menurun
Glomerulus filtrasi rate Sekresi protein Obstruksi saluran
dan Kalium
menurun terganggu kemih
- AGD abnormal
- pernafasan abnormal (kecepatan, kedalaman)
- nafas cuping hidung
16
2.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan Pada Pasien CKD
A. Fokus Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal
ginjal kronik menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai
macam, meliputi :
a. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal
kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak
perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi
kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol
tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi
dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri
ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan
diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhatihati/ distraksi, gelisah, penglihatan
17
kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan
khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental,
contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan
menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian Fisik
1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun, lingkar lengan atas (LILA)
menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema
periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan gusi.
6) Leher : pembesaran vena leher.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub
pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Genital : atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
f. Pemeriksaan Penunjang
18
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000) adalah
:
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi
natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang
dari 7-8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,35) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau
hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan
atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi
(batu).
b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
kedalam ureter dan retensi.
19
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doeges (2000),
dan Smeltzerdan Bare (2002)adalah :
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
2) Resiko Perubahan nutris ikurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat,mual,muntah,anoreksia,pembatasan diet dan penurunan
membrane mukosa mulut.
3) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi
jaringan lunak.
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
5) Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam
kulit dan gangguan turgorkulit, gangguan status metabolik.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedurdialisis.
7) Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal ginjal
kronik berhubungan dengan keterbatasan kognitif,salah interpretasi informasidan
kurangnya informasi.
8) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Penurunan Kesadaran.
20
pendek.
f. Melakukan hygieneoraldengansering
g. Melaporkan penurunan rasahaus.
h. Melaporkan berkurangnya kekeringan pada membrane mukosa mulut.
Intervensi :
1. Kaji satus cairan
a) Timbang berat badan harian
b) Keseimbangan masukandan haluaran
c) Turgorkulit dan adanyaedema
d) Distensivenaleher
e) Tekanan darah, denyut dan iramanadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasiintervensi
2. Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan masuk akan menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urine dan respons terhadap terapi.
3. Identifikasisumberpotensial cairan
a) Medikasidancairanyangdigunakanuntukpengobatan,oraldan intravena.
b) Makanan
Rasional : Sumber kelebihan cairan yang diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan padapasien dankeluargatentangpembatasan cairan.
Rasional :Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
5. Bantupasiendalammenghadapiketidaknyamananakibatpembatasan cairan.
Rasional :Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan
diet
6. Tingkatkan dan doronghygieneoral dengan sering.
Rasional :Hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut.
21
d. Menjelaskandengankata-katasendirirasionalpembatsandietdan
hubungannyadengan kadarkreatinin dan urea
e. Mengkonsulkan daftarmakananyangdapat diterima
f. Melaporkan peningkatannafsu makan
g. Menunjukkantidakadanyaperlambatanataupenurunanberatbadan yang cepat
h. Menunjukkanturgorkulityangnormaltanpaedema,kadaralbumin plasmadapat
diterima
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi
a) perubahan berat badan
b) pengukuran antropometrik
c) nilai laboratorium(elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan
kadarbesi).
Rasional:Menyediakandatadasaruntukmemantauperubahandan
mengevaluasiintervensi.
2. Kaji poladiet dan nutrisipasien
a) riwayat diet
b) makanan kesukaan
c) hitungkalori.
Rasional:Poladietsekarangdandahuludapatdipertimbangkan dalam menyusun
menu.
3. Kaji faktor-faktoryangdapat merubah masukan nutrisi:
a) Anoreksia, mual dan muntah
b) Dietyangtidak menyenangkan bagi pasien
c) Depresi
d) Kurangmemahami diet
Rasional:Menyediakaninformasimengenaifaktor lainyangdapat
diubahataudihilangkan untukmeningkatkanmasukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional : Mendorongpeningkatan masukan diet.
5. Tingkatkanmasukanproteinyangmengandungnilaibiologistinggi:telur, produk
susu, daging.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan
6. Anjurkan camilantinggi kalori, rendah protein, rendah natrium, diantarawaktu
makan.
Rasional:Mengurangimakanandanproteinyang dibatasidan menyediakan kalori
22
untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan
jaringan.
7. Ubahjadwalmedikasisehinggamedikasiinitidaksegeradiberikan sebelum
makan.
Rasional:Ingestimedikasisebelummakan menyebabkan anoreksia dan
rasakenyang.
8. Jelaskanrasionalpembatasandietdanhubungannyadenganpenyakit ginjal dan
peningkatan ureadan kadarkreatinin.
Rasional:Meningkatkanpemahamanpasiententang hubunganantara diet, urea,
kadarkreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakanjadwalmakananyangdianjurkansecaratertulisdananjurkan untuk
memperbaiki rasatanpamenggunakan natrium atau kalium.
Rasional:Daftaryang
dibuatmenyediakanpendekatanpositifterhadappembatasandietdanmerupakanre
ferensiuntukpasiendan keluargayangdapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkunganyangmenyenangkan selamawaktu makan.
Rasional:Faktoryangtidakmenyenangkanyang berperan dalam menimbulkan
anoreksia
11. Timbangberat badan harian.
Rasional : Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
12. Kaji bukti adanyamasukan proteinyangtidak adekuat :
a) Pembentukan edema
b) Penyembuhanyanglambat
c) Penurunan kadar albumin
Rasional:Masukanproteinyang tidak adekuatdapatmenyebabkan
penurunanalbumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan
penyembuhan.
3) Resikopenurunancurahjantungberhubungandenganketidakseimbangan
cairanmempengaruhisirkulasi,kerja miokardialdantahananvaskuler
sistemik,gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan
elektrolit hipoksia), akumulasi toksik(urea), kalsifikasijaringan lunak(deposit
Ca+fosfat)
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung dapat
dipertahankan
KriteriaHasil :
a. Tanda-tandavitaldalambatasnormal:tekanandarah:90/60-130/90 mmHg, nadi
60-80 x/menit, kuat, teratur.
b. Akral hangat
23
c. Capillaryrefill kurangdari 3 detik
d. Nilailaboratoriumdalambatasnormal(kalium3,5-5,1mmol/L,urea 15-39 mg/dl)\
Intervensi:
1. Auskultasibunyijantungdanparu,evaluasiadanyaedema periferatau kongesti
vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan postural
misalnya: duduk, berbaringdan berdiri.
Rasional:Mengkajiadanyatakikardi,takipnea, dispnea,gemerisik, mengi
danedema.
2. Evaluasibunyijantungakanterjadifrictionrub,tekanandarah,nadi perifer,
pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental. Rasional :
Mengkaji adanyakedaruratan medik.
3. Kaji tingkat aktivitas danrespon terhadap aktivitas.
Rasional:Ketidakseimbangandapatmengangu kondisidanfungsi jantung.
4. Kolaborasikan pemeriksaan laboratoriumyaitu kalium.
Rasional : Menurunkan tahanan vaskulersistemik.
24
3. Monitor adanya suara nafas abnormal
Rasional :Untuk mendeteksi adanya suara nafas abnormal
4. Kaji keperluan suction dengan melakukan auskultasi untuk mendeteksi
adanya creacles dan rhonchi di jalan nafas
Rasional :Memperlancar saluran pernafasan
5. Monitor warna kulit dan konjungtiva serta akral
Rasional :Mengetahui adanya gangguan sistem tubuh
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium AGD dan elektrolit Na setiap 12
jam
Rasional :Untuk mengetahui tekanan gas darah dan elektrolit dalam tubuh
5) Resikokerusakanintregitaskulitberhubungandenganakumulasitoksik
dalamkulitdangangguanturgorkulit(edema,dehidrasi),gangguanstatus metabolic,
sirkulasi(anemiadengan iskemiajaringan), neuropati perifer
Tujuan:Setelahdilakukantindakankeperawatantidakterjadiintegritaskulit
KriteriaHasil :
a. Klienmenunjukkanperilakuatautehnikuntukmencegahkerusakan atau
ciderakulit
b. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
c. Tidak terjadi edema
d. Gejalaneuropati periferberkurang
Intervensi:
1. Inspeksikulitterhadapperubahanwarna,turgordanperhatikanadanya kemerahan,
ekimosis, purpura.
Rasional:Mengetahuiadanyasirkulasiataukerusakanyang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus atau infeksi.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasikulit dan membran mukosa.
Rasional :Mendeteksiadanyadehidrasiatauhidrasiberlebihanyang
mempengaruhisirkulasidan integritasjaringan pada tingkat seluler.
3. Inspeksiareatubuh terhadap edema.
Rasional :Jaringan edemalebih cenderungrusakatau robek.
25
4. Ubahposisidenganseringmenggerakkankliendenganperlahan,beri bantalan
padatonjolan tulang.
Rasional : Menurunkan tekanan pada edema, meningkatkan aliran balik statis
vena sebagai pembentukan edema
5. Pertahankan linen kering, dan selidiki keluhan gatal.
Rasional : Menurunkan iritasidermal dan resiko kerusakan kulit.
6. Pertahankan kuku pendek
Rasional : Menurunkan resiko cederadermal.
6) Intoleransiaktivitasberhubungandengankeletihan,anemia,retensiproduk sampah
dan prosedurdialysis.
Tujuan :Berpartisipasidalam aktivitasyangdapatditoleransi
KriteriaHasil :
a. Menunjukkan perubahanpolahidupyangperlu.
b. Berpartisipasidalam program pengobatan.
c. Menunjukkan ekspresirileks dan tidak cemas.
Intervensi:
i. Kaji faktoryangmenyebabkan keletihan :
a) Anemia
b) Ketidakseimbangancairan dan elektrolit
c) Retensiproduk sampah
d) Depresi
Rasional : Menyediakaninformasitentangindikasi tingkat keletihan
ii. Tingkatkankemandiriandalamaktivitasperawatandiriyangdapatn ditoleransi,
bantu jikakeletihan terjadi.
Rasional:Meningkatkanaktivitasringan/sedangdanmemperbaiki hargadiri.
iii. Anjurkan aktivitas alternatifsambil istirahat.
Rasional:Mendoronglatitandanaktivitasdalambatas-batasyang dapat
ditoleransidan istirahatyangadekuat.
iv. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialysis.
Rasional:Dianjurkansetelahdialysis,yang bagibanyakpasiensangat melelahkan.
7) Kurangpengetahuantentangpencegahandanperawatanpenyakitgagal ginjalkronik
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasidan
kurangnyainformasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menyatakan pemahaman
tentang kondisi tau proses penyakit dan pengobatan.
KriteriaHasil :
26
a. Menunjukkan perubahanpolahidupyangperlu.
b. Berpartisipasidalam program pengobatan.
c. Menunjukkan ekspresirileks dan tidak cemas.
Intervensi:
1. Diskusikan tentang manifestasi klinik yang mungkin muncul pada klien dan
caraperawatannya.Rasional
:Mengurangikecemasankliendanmembeikanpemahaman dalam perawatannya
2. Kaji ulang tentang tindakan untuk mencegah perdaraha dan informasikan
padaklienmisalnyapenggunaansikatgigiyang halus,
memakaialaskakiatausandaljika berjalan-jalan,menghindari konstipasi, olah
raga atauaktivitasyangberlebihan.Rasional
:Menurunkanresikocederasehubungandenganperubahan faktorpembekuan
atau penurunan jumlah trombosit.
3. Kajiulangpembatasandiet,termasukfosfat(contoh:produksusu, unggas,jagung,
kacang)dan magnesium(contoh :produkgandum, polong-polongan).Rasional
: Pembatasanfosfat merangsangkelenjarparatiroid untuk
pergeserankalsiumdaritulang (osteodistrofiginjal)dan akumulasi magnesium
dapat mengganggu fungsineurologis dan mental.
4. Diskusikan tentangterapipengobatanyangdiberikan.
Rasional : Memberikan pemahaman tentang fungsi obat dan
memotivasiklien untukmenggunakannya
5. Identifikasikeadaanyangmemerlukan evaluasimedik segera.
Rasional:Memberipenanganansegeratentangkondisi-kondisiyang memerlukan
penangananmedik.
27
Rasional :Untuk mengetahui tanda kekeringan dan iritasi
5. Mulai program bowel
Rasional :Untuk mencegah konstipasi dan kemungkinan inpaction
6. Lakukan perawatan memandikan klien
Rasional :Untuk menjaga kebersihan tubuh klien
28
FORMAT PENGKAJIAN
NIM :
Ruangan : ICU
RIWAYAT KEPERAWATAN
2. Riwayat keluhan / penyakit saat ini : Tn. KS masuk ke IGD RSU Negara pada tanggal 21 Agustus jam 22.30 wita dengan keluhan dispnea, setelah
diberikan terapi oksigen NRM 8lpm di IRD dispnea tidak kunjung membaik bahkan terjadi penurunan kesadaran , setelah konsultasi ke SpAn akhirnya Tn. KS
masuk ke ICU pada tanggal 22 Agustus 2018 jam 00.15 wita.
3. Diagnosa medis saat ini :ARDS berat + susp VAP + oedema paru ec CKD std V + anemia + efusi pleura + asites
4. Riwayat penyakit terdahulu : Jantung Hipertensi DiabetesMelitus tipe I/II Kelainan Jiwa Stroke
Lainnya : CKD sejak 3 tahun yang lalu dan tidak mendapatkan pengobatan secara teratur
5. Riwayat MRS sebelumnya : √ Tidak Ya, lainnya : ………… hari, alasannya : ……………………………………
7. Riwayat penyakit keluarga : Jantung Hipertensi DiabetesMelitus tipe I/II Kelainan Jiwa Stroke
Lainnya : ………………
8. Riwayat Alergi : √ Tidak Ya : jenis alergi Obat Makanan lain-lain, sebutkan :…………………
Pengkajian nyeri ( Numeric Rating Scale untuk usia > 8 th. Penilaian Deskripsi Skor
Wong Baker Faces Pain Scale uuntuk anak usia 3 – 8 th / tidak Ekspresi Rileks 1
29
Tegang 3
Meringis 4
Tak bergerak 1
Nyeri dipengaruhi oleh budaya / sosial/ spiritual / Batuk tapi sebagian besar bertoleransi 2
Kepatuhan dengan
Keyakinan :……………………………………… dengan ventilasi
ventilasi
Kualitas Nyeri : (coret yang tidak perlu) Fighting dengan ventilator 3
Nyeri menjalar : Tidak Ya Kemana : …………………. Skor 5 – 7 ( Nyeri sedang ) Skor > 7 ( Nyeri Berat )
Timing Nyeri
30
2 Apakah asupan makanan pasien berkurang karena penurunan nafsu
makan/kesulitan menerima makan?
a. Tidak
b. Ya
Total Skor :
Kriteria Gizi: Resiko Rendah (0-1) Resiko Sedang (2-3) ResikoTinggi (4-5)
TOTAL SKOR: 0
KRITERIA STATUS FUNGSIONAL
31
12. ASESMEN RESIKO JATUH: MEMAKAI MORSE FALL SCALE
Faktor Resiko Skala Poin Skor
Riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0 0
Diagnosa sekunder (≥ 2 diagnosisi Ya 15 15
medis) Tidak 0
Alat bantu Berpegangan pada perabot 30
Tongkat/ alat penopang 15
Tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0 0
Terpasang infuse Ya 20 20
Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu 20
Lemah 10
Normal/tirah baring/imobilisasi 0 0
Siklus mental Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
Tidak Sadar akan kemampuan diri sendiri 0 0
Total Skor: 35
Kategori: Resiko tinggi (≥45) √ Resiko sedang (25-44) Resiko ringan (0-24)
PSIKOSOSIAL
Status pernikahan: Single Menikah Cerai
Kepercayaan/ Keyakinan:
OBSERVASI (yang relevan telah dilakukan dan didokumentasikan sesuai dengankondisi pasien
saat ini)
√ Vital Sign Neurological Neurovaskuler √ Gula Darah √ Berat Badan
32
Infus Intravena,dipasang di: subklavia dengan 3 cabang (distal, proxsimal, middle) tanggal:22
Agustus
Contact Multi-Resistent
Lain-lain, jelaskan
INTEGRITAS KULIT/LUKA
33
Tidak ada masalah Rash Lesi Parut Memar Pucat Kuning
Sianotik
Berkeringat banyak
BREATHING
Jalan Nafas: Paten √ Tidak paten Jenis: √ Dispnoe Kusmaul Cyene
Stoke
Retraksi Otot Bantu Nafas: √ Ada Tidak ada Pola: PC: TV: RR:
34
GCS : 1 Eye 1 Verbal 1
Motorik Kernig (=/-)
BLADDER
Nyeri pinggang : Ada Tidak dapat Frekwensi BAK : 350/24 jam Warna : Kuning
dikaji Pekat
Darah : Ada √ Tidak ada
BAK : Lancar Inkontinensia
Kateter : √ Ada
Anuri √ Oligouri
Tidak ada, Urine output
Nyeri BAK : Ada √ Tidak Ada
BOWEL
Nafsu Makan : Baik Perut kembung : √ Ya Tidak
Grade : Persentase : %
35
√ Pelayanan gizi √ Kebersihan kamar √ Rencana perawat
Hasil Lab :
DL Elektolit AGD
WBC : 14,6 Na : 156 (135- Ph : 7,4 (7,35-
(4000-10000) 145) 7,45)
……………………….
NIM.
36
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Analisa Data
Nama Pasien : TN.KS
Umur : 46 tahun
37
DO : Kesadaran
- Pasien tidak sadar
- Pasien terpasang ventilator
Kesadaran koma, GCS :3
4 DS : - Resiko Ketidakmampuan
DO : Ketidakseimbangan pemasukan atau
- Pasien tidak sadar Nutrisi Kurang Dari mencerna makanan
- Pasien terpasang ventilator Kebutuhan Tubuh atau mengabsorpsi
- Kesadaran koma, GCS :3 zat-zat gizi
38
3.2 Daftar Diagnosa Keperawatan Prioritas
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Gangguan Pertukaran Gas b/d Ketidakseimbangan Perpusi Ventilasi d/d Tampak
pernafasan dangkal dan cepat serta ada retraksi otot permafasan, akral dingin, suara
nafas ronchi (+/+), konjungtiva pucat, hasil AGD : Ph : 7.4, PCO2 : 24.9, HCO3 :
18.5, SO2 : 97.6, pemeriksaan Na: 156 (135-145).
2 Kelebihan Volume Cairan b/d Penurunan Haluaran Urine d/d Tampak oedema
anasarka tetapi tidak ada gangguan pada tulang, terpasang DC produksi 350/24 jam
warna kuning pekat (normal produksi urine : 1800/ 24 jam), pada hasil foto thorax
oedema paru + kardiomegali, TD :180/10 mmHg, BUN/SC : 144/66.
3 Defisit Perawatan Diri b/d d/d pasien tidak sadar, pasien terpasang ventilator.
4 Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat
gizi
39
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Nama Pasien : TN.KS
Umur : 46 tahun/bulan
DIAGNOSA MEDIS : ARDS berat + susp VAP + oedema paru ec CKD std V + anemia + efusi pleura + asites
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pola nafas 1. Untuk mendeteksi adanya gangguan
selama 3x24 jam diharapkan gangguan 2. Berikan posisi untuk memfasilitasi ventilasi yang pernafasan
pertukaran gas dapat teratasi dengan memadai 2. Posisi yang tepat menyebabkan
kriteria hasil : 3. Monitor adanya suara nafas abnormal berkurangnya tekanan diagfragma
4. Kaji keperluan suction dengan melakukan auskultasi sehingga klien bernafas leluasa
1. Tidak tampak pernafasan dangkal
untuk mendeteksi adanya creacles dan rhonchi di jalan 3. Untuk mendeteksi adanya suara nafas
2. Tidak ada retraksi otot
nafas abnormal
permafasan
5. Monitor warna kulit dan konjungtiva serta akral 4. Memperlancar saluran pernafasan
3. Tidak ada takipnea
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium AGD dan 5. Mengetahui adanya gangguan sistem
4. Akral teraba hangat
elektrolit Na setiap 12 jam tubuh
5. Tidak ada suara nafas ronchi
7. Kolaborasi dalam pemasangan ventilator 6. Untuk mengetahui tekanan gas darah dan
6. Hasil AGD dalam rentang normal :
8. Pantau mode ventilator elektrolit dalam tubuh
Ph : 7.35-7.45
9. Kolaborasi dalam pemberian obat CaCO3 500 mg/8 7. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
PCO2 : 35-45
jam pada klien
HCO3 : 80-100
40
SO2 : 22-26 8. Untuk mengetahui jika ada gangguan
7. Pemeriksaan Na dalam rentang dalam pernafasan
normal 135-145 9. Diberikan sebagai buffer dalam
penanganan asidosis metabolik
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor vital sign dan catat CVP 1. Untuk mengetahui salah satu indikator
3x24 jam diharapkan kelebihan volume 2. Monitor lokasi dan luas oedema anasarka peningkatan volume cairan intravaskuler
cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil : 3. Monitor intake dan output cairan dan distensi juguler eksternal serta vena
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan foto rontgen thorax abdominal dengan kongesti vaskuler
1. Oedema anasarka tampak
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium elektrolit 2. Untuk mengetahui adanya tanda gejala
berkurang
BUN/SC kelebihan volume cairan
2. Produksi urine normal : 1800/ 24
6. Kolaborasi dalam pemberian obat : candesartan 8 3. Umtuk mengetahui keseimbangan cairan
jam(tulis per kgBB/cc/jam)
mg/24 jam, furosemid 2.5 mg/jam, spironolacton 100 masuk dan cairan keluar pada klien
3. BUN/SC dalam rentang normal :
mg/24 jam 4. Untuk mengetahui adanya kelainan
30/1.5
organ-organ di dalam tubuh pada klien
4. Pada hasil foto thorax tidak ada
5. Untuk mengetahui kadar ureum dalam
oedema paru + kardiomegali
darah
5. TD dalam rentang normal : 110-
6. Untuk mengontrol edema dan asites dan
120/70-80 mmHg
tekanan darah
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan oral hygiene 1. Untuk mencegah membran mukosa
3x24 jam diharapkan defisit perawatan 2. Inspeksi dan rawat mata kering
diri dapat teratasi dengan kriteria hasil : 3. Berikan perawatan hidung 2. Untuk mencegah iritasi dan inflamasi
4. Inspeksi telinga 3. Untuk membersihkan kotoran dan
41
1. Mulut pasien tampak bersih 5. Mulai program bowel mencegah obstruksi
2. Tubuh pasien tampak bersih 6. Lakukan perawatan memandikan klien 4. Untuk mengetahui tanda kekeringan dan
iritasi
5. Untuk mencegah konstipasi dan
kemungkinan inpaction
6. Untuk menjaga kebersihan tubuh klien
4 Dilakukan perawatan setelah dilakukan 1. Kaji pemenuhan nutrisi klien 1. Mengetahui kekurangan nutrisi klien
perawatan tindakan keperawatan 3x24 2. Timbang BB pasien 2. Mengetahui adanya penurunan BB
jam diharapkan tidak terjadi 3. Kaji mukosa bibir klien 3. Untuk mengetahui adanya mukosa bibir
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 4. Kolaborasi dalam pemasangan NGT dan berikan sonde kering
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : susu nephrisol 100cc / 4 jam 4. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada
5. Kolaborasi dalam pemberian obat asam folat 1 mg/24 klien
1. Nutrisi pada klien terpenuhi
jam 5. Untuk meningkatkan jumlah sel darah
2. Tidak terjadi penurunan BB
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium GDS / 24 merah di dalam tubuh
3. Mukosa bibir tampak lembab
jam 6. Untuk mengetahui jumlah GDS pada
klien
42
3.4 Tindakan Keperawatan
43
22 Agustus 2018, I Memonitor pola nafas
pukul: 08.00 wita
S:-
S: -
S:-
S:-
09.20 wita II Mengkolaborasikan dalam pemberian obat CaCO3 500 mg/8 jam
S:-
44
09.25 wita II Memonitor vital sign dan catat CVP
S:-
S:-
O: 144/66.
S:-
45
alergi
S:-
S:-
S:-
S:-
S:-
S:
46
13.12 wita IV Mengkaji pemenuhan nutrisi klien
S:-
47
II Mengkolaborasikan dalam pemeriksaan laboratorium AGD dan
elektrolit Na setiap 12 jam
S:-
48
pernafsan
I
08.10 wita Memonitor adanya suara nafas abnormal
S: -
S: -
S:-
09.20 wita
II Mengkolaborasikan dalam pemberian obat CaCO3 500 mg/8 jam
S:-
09.25 wita
II Memonitor vital sign dan catat CVP
49
S:-
S:-
O: 144/66.
S:-
50
11.00 wita III Melakukan oral hygiene
S:-
S:-
S:-
S:-
S:-
S:
13.10 wita
51
S:-
S:-
16.00 wita III
O: nutrisi pasien sudah terpenuhi dengan pemenuhan sonde susu
nephrisol 100cc / 4 jam
52
S:-
S: -
53
Na: 156 (135-145).
09.20 wita II Mengkolaborasikan dalam pemberian obat CaCO3 500 mg/8 jam
S:-
S:-
10.00 wita
Mengkolaborasikan dalam pemeriksaan foto rontgen thorax
II
S: -
10.10 wita
Mengkolaborasikan dalam pemeriksaan laboratorium elektrolit
II BUN/SC
S:-
O: 144/66.
54
10.30 wita Mengkolaborasikan dalam pemberian obat : candesartan 8 mg/24
II jam, furosemid 2.5 mg/jam, spironolacton 100 mg/24 jam
S:-
11.00 wita
Melakukan oral hygiene
III
S:-
Menginspeksi telinga
III
S:-
11.30 wita
O: Perawatan sudah dilakukan dan telinga pasien tampak bersih
55
Mengkolaborasikan dalam pemasangan NGT
13.10 wita IV S:
IV S:-
13.12 wita O: nutrisi pasien sudah terpenuhi dengan pemenuhan sonde susu
nephrisol 100cc / 4 jam
S:-
14.00 wita IV
O: tidak tampak tanda – tanda malnutrisi
S:
14.20 wita IV
O: obat sudah diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi
S:
16.00 wita
O: GDS : 109 mg/dl
IV
Mengkaji pemenuhan nutrisi klien
17.00 wita
S:-
56
III
22.00 wita Mengkolaborasikan dalam pemberian obat CaCO3 500 mg/8 jam
S:-
S:-
II
O: Ph : 7.4, PCO2 : 24.9, HCO3 : 18.5, SO2 : 97.6, pemeriksaan
Na: 156 (135-145).
57
3.5 CATATAN PERKEMBANGAN
Umur : 46 tahun
22 Agustus I S:
2018
O:Tampak pernafasan dangkal dan cepat serta ada retraksi otot
Pukul 14.00 permafasan, akral dingin, suara nafas ronchi (+/+), konjungtiva
wita
pucat, hasil AGD : Ph : 7.4, PCO2 : 24.9, HCO3 : 18.5, SO2 :
97.6, pemeriksaan Na: 156 (135-145).
II S:-
Pukul 14.00
wita O: Tampak oedema anasarka tetapi tidak ada gangguan pada
tulang, terpasang DC produksi 350/24 jam warna kuning pekat
(normal produksi urine : 1800/ 24 jam), pada hasil foto thorax
oedema paru + kardiomegali, TD :180/10 mmHg, BUN/SC :
144/66.
Pukul 14.00
III
wita S:-
O: pasien tidak sadar, pasien terpasang ventilator.
Pukul 14.00
wita S:-
IV
O: Punurunan Kesadaran.
58
3.6 E V A L U A S I
Umur : 46 tahun
22 Agustus 2018 I S:
Pukul 14.00 wita O:Tampak pernafasan dangkal dan cepat serta ada retraksi otot
permafasan, akral dingin, suara nafas ronchi (+/+), konjungtiva
pucat, hasil AGD : Ph : 7.4, PCO2 : 24.9, HCO3 : 18.5, SO2 :
97.6, pemeriksaan Na: 156 (135-145).
A: Tujuan tidak tercapai, maslah belum semua teratasi atau
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor pola nafas
2. Berikan posisi untuk memfasilitasi ventilasi yang
memadai
3. Monitor adanya suara nafas abnormal
4. Kaji keperluan suction dengan melakukan auskultasi
untuk mendeteksi adanya creacles dan rhonchi di jalan
nafas
5. Monitor warna kulit dan konjungtiva serta akral
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium AGD dan
elektrolit Na setiap 12 jam
7. Kolaborasi dalam pemasangan ventilator
8. Pantau mode ventilator
9. Kolaborasi dalam pemberian obat CaCO3 500 mg/8
jam
Pukul 14.00 wita
II S:-
O: Tampak oedema anasarka tetapi tidak ada gangguan pada
59
tulang, terpasang DC produksi 350/24 jam warna kuning pekat
(normal produksi urine : 1800/ 24 jam), pada hasil foto thorax
oedema paru + kardiomegali, TD :180/10 mmHg, BUN/SC :
144/66.
A: Tujuan tidak tercapai, maslah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor vital sign dan catat CVP
2. Monitor lokasi dan luas oedema anasarka
3. Monitor intake dan output cairan
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan foto rontgen thorax
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium elektrolit
BUN/SC
6. Kolaborasi dalam pemberian obat : candesartan 8
mg/24 jam, furosemid 2.5 mg/jam, spironolacton 100
mg/24 jam
S:-
Pukul 14.00 wita
III O: pasien tidak sadar, pasien terpasang ventilator.
A: Tujuan tidak tercapai, maslah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Lakukan oral hygiene
2. Inspeksi dan rawat mata
3. Berikan perawatan hidung
4. Inspeksi telinga
5. Mulai program bowel lakukan perawatan memandikan
klien
60
3. Kaji mukosa bibir klien
4. Kolaborasi dalam pemasangan NGT dan berikan sonde
susu nephrisol 100cc / 4 jam
5. Kolaborasi dalam pemberian obat asam folat 1 mg/24
jam
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium GDS / 24
jam.
61
BAB IV
PEMBAHASAN
62
dari pembuluh darah kecil, kemudian mengumpul di alveoli sehingga dapat
terjadi ARDS.
c. Anemia, ginjal merupakan salah satu organ tempat produksi hormone
eritopoitin. Ketika ginjal rusak, ginjal tidak membuat cukup EPO
(Erythropoietin). Akibatnya, sumsum tulang membuat sel-sel darah merah
lebih sedikit, menyebabkan anemia. Ketika darah memiliki jumlah sel darah
merah yang lebih sedikit, hal itu menghalangi tubuh dari oksigen yang
dibutuhkan. Penyebab umum lainnya dari anemia pada orang dengan
penyakit ginjal termasuk kehilangan darah dari hemodialisis dan rendahnya
tingkat nutrisi berikut yang ditemukan dalam makanan seperti zat besi,
vitamin B12, asam folat. Sehingga dari hal – hal tersebut dapat menybabkan
pasien CKD mengalami anemia. Nilai Hb pasien yaitu 8,3 , dalam kondisi
CKD nilai Hb tersebut masih dapat dikatakan dalam rentang normal,
dikarenakan penurunan sekresi hormone eritropoitin.
d. Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada pleura, dimana pada kasus Tn.
KS yang telah mengalami CKD stadium V, tingkat GFR yang telah menurun
dapat menyebabkan penumpukan cairan didalam tubuh termasuk pada
pleura sehingga dapat mengalami efusi pleura.
e. Asites, dimana pada pasien CKD yang mengalami ketidak keseimbangan
cairan, dapat terjadi penumpukan cairan di dalam tubuh termasuk di rongga
perut.
4.2 Terapi
Terapi yang diberikan pada TN.KS, yaitu :
a) Ceftazidine 1gr@12jam : Pada kasus Tn.KS yang terdiagnosa susp VAP
yaitu Ventilator-associated pneumonia (VAP) yang merupakan pneumonia
yang diakibatkan pemasangan intubasi endotrakeal. Ceftazidine diberikan
untuk menghambat dinding sel bakteri, biasanya pada kondisi septicemia,
bakterimia, pneumonia, dan bronkopneumonia.
b) Furosemide 2,5 mg/jam : pada kondisi CKD pasien mengalami
pembengkakan pada jaringan lunak atau edema akibat retensi cairan di
tubuh. Cairan yang berlebihan tersebut harus dikeluarkan. Furosemide dapat
63
diberikan pada kondisi edema paru yang memerlukan dieresis, biasanya di
kombinasikan dengan diuretic lain seperti Spironolakton.
c) Asam folat 1 mg/24 jam : asam folat diberikan untuk memproduksi dan
mempertahankan sel – sel baru serta diberikan pada kondisi kekurangan
asam folat, dan mampu mengatasi beberapa jenis anemia.
d) CaCO3 500 mg/8jam : sebagai buffer dalam penanganan asidosis metabolic.
Dilihat dari kondisi pasien dimana nilai AGD : pH 7,4 pCO2 24,9 HCO3
18,5 , dari hasil tersebut terdapat gangguan pada metabolic dan respirasi.
e) Candesartan 8mg@24jam : yaitu obat penghambat reseptor angiotensin
(ARB) untuk menururunkan tekanan darah seingga komplikasi hipertensi
dapat dicegah seperti stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal kronik. Pada
kasus ini pasien mengalami hipertensi dengan TD 180/100 mmHg.
Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi pada ginjal dimana pada kondisi
hipertensi yang sudah menahun dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah diseluruh tubuh termasuk ginjal sehingga dapat menyebabkan gagal
ginjal, begitu pula sebaliknya pada kondisi gagal ginjal akan terjadi retensi
natrium sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada
kasus, TN.KS tidak memiliki riwayat hipertensi.sehingga dapat dikatakan
gagal ginjal yang menyebabkan komplikasi hipertensi.
f) Pantoperazole 40mg@12mg : adalah obat golongan inhibitor pompa proton
(PPI) yang bekerja dengan menurunkan jumlah asam yang diproduksi oleh
lambung. Pada TN. KS yang tidak sadar dan terpasang ventilator, sehingga
dalam pemenuhan nutrisi terpasang sonde dan mendapat pantoperazole
untuk mencegah peningkatkan jumlah asam lambung.
g) Ondansentron 4mg(kp) : adalah obat untuk mencegah mual dan muntah
yang disebabkan oleh pengobatan kanker, seperti kemoterapi dan terapi
radiasi. Obat ini juga digunakan untuk mencegah dan mengatasi muntah-
muntah usai operasi.
h) Morphin 20mg/24jam. : digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang
parah dan berkepanjangan atau kronis, morfin bekerja pada saraf dan otak
sehingga tubuh tidak merasakan rasa sakit. Obat ini dapat diberikan pada
kondisi gagal ginjal kronis untuk membantu mengurangi rasa nyeri.
64
i) CVC : Sebuah selang digunakan untuk memberikan cairan atau obat-obatan
tanpa perlu suntikan berulang-ulang. Ini dipasang di dalam pembuluh darah
dekat jantung dan sebagian selang ini terletak di luar tubuh
1) Distal untuk CVP : CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari
vena tepi sehingga ujungnya berada di dalam atrium kanan atau di muara
vena cava. CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis (KVS) untuk
mengetahui tekanan vana sentral. Menurut Gardner dan Woods nilai
normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg.
2) Proximal terpasang D5% : D5% infusion mengandung komposisi aktif
berikut: Dextrose Anhydrous and Sodium Chloride. Diindikasikan untuk
perawatan gagal ginjal, penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi
terhadap sukrosa, gagal ginjal, sirosis hati, tes toleransi glukosa dan
kondisi lainnya.
3) Middle terpasang RL : Di indikasikan untuk perawatan tetani
hypocalcemic, kekurangan kalium, ketidakseimbangan elektrolit, kadar
natrium yang rendah, kadar kalium rendah, kadar magnesium yang
rendah, tingkat kalsium yang rendah, darah dan kehilangan
cairan, aritmia, hipertensi dan kondisi lainnya.
4) Aminofluid : digunakan untuk pasien yang kesulitan menelan atau
mengunyah dan tidak nafsu makan. Biasa digunakan sebelum dan
sesudah operasi. Mengandung elektrolit, glukosa (gula), dan protein.
5) Midazolam 5mg/jam : termasuk dalam kelas obat yang disebut
benzodiazepin, yang menghasilkan efek menenangkan pada otak dan
saraf (sistem saraf pusat). Akibat hal tersebut pasien dalam kesadaran
DPO (dengan pengaruh obat) dan dipasang ventilator.
j) Susu nephrisol 100cc @4jam : Nephrisol merupakan Nutrisi / Makanan
khusus yang ditujukan bagi pasien ginjal kronis tahap 1-5 (belum dialisis).
Kandungannya yang rendah protein dan telah disesuaikan bertujuan
memperlambat laju perusakan ginjal.
65
4.3 Keterkaitan Dengan Pemeriksaan Penunjang
a) Foto thorax edema paru + kardiomegali
Pemeriksaan foto thorax perlu dilakukan pada kasus TN.KS karena
dilihat dari kondisi CKD yang telah masuk stadium V dengan laju filtrasi
glomerulus yang telah menurun menyebabkan retensi cairan di dalam tubuh
termasuk dalam paru – paru dan jantung, disertai dengan adanya berbagai
keluhan dalam system pernafasan sehingga dilakukannya pemeriksaan foto
thorax.
b) DL
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan karena pada kondisi CKD
produksi hormone eritropoitin untuk merangsang produksi eritrosit di
sumsum tulang belakang telah berkurang sehingga pasien beresiko
mengalami anemia. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk mengetahui kondisi pasien dan untuk menegakkan diagnose anemia.
Pada kasus TN.KS nilai WBC melebihi batas normal yaitu 14,6 , hal ini
terkait dengan kondisi pasien yang dicurigai mengalami pneumonia, sehingga
ada interaksi antigen dan antibody dan terjadi peningkatan leukosit.
c) Elektrolit
Pemeriksaan elektrolit sangat perlu dilakukan pada kasus CKD,
dimana CKD merupakan penyakit dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sehingga pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya retensi atau
kelebihan cairan dalam tubuh. Dimana pada kasus TN.KS terjadi retensi Na
dengan nilai 156, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh pada tekanan
darah, dimana pasien mengalami hipertensi 180/100 mmHg. Seseorang
dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam tubuhnya
turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145
mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas
normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hipoosmolalitas dan
hipernatremia berkaitan dengan hiperosmolalitas. Penyebab Hipernatremia
adalah akibat peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air
dan larutan ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau
66
karena kelebihan natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi
osmotik atau retensi air oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan
osmolaritas & konsentrasi natrium klorida dalam cairan ekstrasel.
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat terjadi bila ada
defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan
air yang kurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui
insensible water loss atau keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose
atau sorbitol, diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik, diuresis osmotik
akibat glukosa atau manitol, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat
tumor atau gangguan vascular (Yaswir & Ferawati, 2012). Komplikasi yang
sering ditemukan pada hipernatremia ialah terjadinya perubahan status
mental dan kejang. Umumnya, gangguan elektrolit yang sering ditemukan
dan harus dideteksi ialah SIADH, CSW, dan DI (Kembuan, 2013).
d) BUN/SC
Kadar urea darah bisa dicek lewat sebuah tes yang bernama tes
BUN. Urea adalah produk buangan dari hasil pencernaan protein makanan
yang kita makan. Protein mengandung nitrogen yang tidak bisa dicerna tubuh
dan harus dikeluarkan. Sebelum dikeluarkan, nitrogen akan diubah bentuknya
menjadi urea atau yang juga disebut sebagai nitrogen urea. Normalnya, urea
akan disaring oleh ginjal untuk kemudian dikeluarkan bersama urin.
Uji kreatinin, seperti blood urea nitrogen (BUN), umum digunakan
untuk mendiagnosis penurunan fungsi ginjal. Uji kreatinin dapat dilakukan
rutin sebagai bagian dari tes dasar biokimia dalam tubuh. Jumlah kreatinin
yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total
daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya
juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap,
kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang
menyebabkan kerusakan masif pada otot.
peningkatan kadar kreatinin; glomerulonephritis, pyelonephritis, nekrosis
tubular akut, gangguan saluran kandung kemih, penurunan laju darah
dalam fungsi ginjal (syok, dehidrasi, gagal jantung kongestif,
67
atherosclerosis), diabetes disebabkan oleh kerusakan ginjal, peradangan
ginjal, rhabdomyolysis, acromegaly
penurunan kadar kreatinin; depresi, pengurangan massa otot (distropi otot,
kerusakan otot)
Pada kasus TN.KS nilai BUN/SC yaitu 144/66, dimana nilai normal
BUN/SC 30/1.5, dapat dilihat bahwa nilai BUN/SC pasien diatas normal.
Urea adalah produk buangan dari hasil pencernaan protein makanan yang kita
makan. Protein mengandung nitrogen yang tidak bisa dicerna tubuh dan harus
dikeluarkan. Sebelum dikeluarkan, nitrogen akan diubah bentuknya menjadi
urea atau yang juga disebut sebagai nitrogen urea. Normalnya, urea akan
disaring oleh ginjal untuk kemudian dikeluarkan bersama urin. Terlalu
banyak urea yang tertinggal dalam darah bisa mencerminkan kondisi ginjal.
e) GDS
Pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
pasien mengalami hiperglikemia atau hipoglikemia. Salah satu penyebab
CKD adalah akibat diabetes mellitus, dimana kadar gula darah yang terlalu
tinggi dapat meningkatkan kerja ginjal, yaitu glomerulus dalam filtrasi,
sehingga membebani kerja ginjal, dan dapat terjadi kerusakan pada nefron
sehingga dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik. Dalam kasus ini nilai
GDS pasien dalam rentang normal. Saat seseorag mengalami diabetes
mellitus, akan mengalami hiperglikemia dimana kadar gula darah tinggi
dalam darah meningkatkan kerja ginjal dalam proses filtrasi, dapat terjadi
kebocoran protein albumin, tubuh mendapat banyak limbahsehingga
menurunnya fungsi filtrasi ginjal sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal.
f) AGD
Pemeriksaan Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui
darah arteri dengan tujuan mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam
tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam tubuh dan mengetahui kadar
karbondioksida dalam tubuh. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai
fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen kedalam sirkulasi
68
darah dan mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas darah
meliputi Ph, PCO2, HCO3.
Nilai AGD pada pasien adalah sebagai berikut
PCO2 : 24.9
pH : 7.4
HCO3 :18.5.
Dapat dilihat pada pH dalam rentang normal, PCO2 mengalami
penurunan, dan HCO3 mengalami penurunan. Sehingga dari hasil tersebut
pasien mengalami asidosis metabolic terkompensasi sempurna.
69
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan Perawat
dapat memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, diagnosa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Dalam kasus ini pasien diberikan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam berdasarkan atas empat diagnose keperawatan yang diangkat
yaitu gangguan pertukaran gas, kelebihan volume cairan, deficit perawatan diri,
dan resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Setelah
implementasi dilaksanakan diharapkan kondisi pasien mengalami perbaikan dan
lebih stabil sesuai dengan criteria hasil yang ingin dicapai.
70
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah)
(Suzanne & Brenda, 2002). Penyebab gagal ginjal kronik yaitu penyakit infeksi
tubulointerstitial, penyakit peradangan, gangguan vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan ikat , gangguan congenital, penyakit metabolic, nefropati toksik,
nefropati obstruktif. Manifestasi klinis dapat timbul pada setiap sistem tubuh
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien. Dalam kasus ini
pasien diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam berdasarkan atas empat
diagnose keperawatan yang diangkat yaitu gangguan pertukaran gas, kelebihan
volume cairan, deficit perawatan diri, dan resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Setelah implementasi dilaksanakan diharapkan
kondisi pasien mengalami perbaikan dan lebih stabil sesuai dengan criteria hasil
yang ingin dicapai.
5.2 Saran
Penyakit ginjal dapat terjadi pada orang yang memiliki ginjal sehat atau
pada seseorang yang sudah memiliki masalah ginjal sebelumnya. Anak-anak pun
juga dapat terkena penyakit ginjal. Meski pada anak-anak, penyakit ginjal lebih
disebabkan oleh kelainan ginjal bawaan atau kerusakan saluran kemih saat lahir.
Maka selain mulai menyusun menu makanan harian yang lebih sehat dan
bergizi, beberapa perubahan gaya hidu sederhana berikut ini juga dapat membantu
Anda dan sekeluarga mencegah penyakit ginjal. Hindarilah faktor-faktor yang
dapat mencetuskan munculnya penyakit yang dapat membuat Anda mudah
terkena penyakit ginjal, seperti diabetes dan hipertensi. Cukupi kebutuhan cairan
tubuh dengan mengonsumsi cairan yang cukup. Konsumsilah setidaknya 2 liter air
per hari. Ingat, cairan tidak hanya bisa Anda dapatkan dari minuman saja, namun
71
juga makanan seperti sup dan sayur serta buah-buahan segar yang mengandung
banyak air. Bila Anda termasuk aktif berolahraga, cukupi kebutuhan cairan dalam
jumlah yang lebih banyak. Lakukan olahraga secara teratur. Olahraga dapat
menjaga berat badan anda stabil dan menurunkan tekanan darah anda. Berhati-
hatilah dalam mengonsumsi obat-obatan dan suplemen. Beberapa suplemen
mengandung asam amino tinggi yang dapat mengganggu kerja ginjal. Bila anda
ingin mengonsumsi suplemen, konsumsilah sesuai aturan pakai yang tertera pada
kemasan. Pastikan pula obat-obatan yang Anda minum aman. Terutama bila Anda
meminum obat herbal apalagi yang berupa racikan, pastikan obat tersebut
terdaftar di BPOM. Hindari rokok karena dapat menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah anda. Tekanan darah yang
meningkat dapat menyebabkan terganggunya fungsi ginjal. Hindari stress dengan
melakukan hal-hal yang dapat membuat Anda senang, seperti berolahraga,
melakukan yoga, mendengarkan musik atau bahkan mengobrol dengan teman.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines
for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M.
Jakarta: EGC; 2000
Huda Amin, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2.. Yogyakarka: Mediaction
Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.
Tajjaly Arif, Wahab Zulfachmi, Fajar Ibnu. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Pasien
72
Hemodialisis Di RSUD Tugurejo Semarang. Semarang. [diakses tanggal 5
november 2018] tersedia dari
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/259
Yaswir, R., & Ferawati, I. (2012). T Tinjauan Pustaka Fisiologi dan Gangguan
Keseimbangan Natrium , Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan
Laboratorium, 1(2), 80–85.
73
74