Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Manajemen Risiko

Menurut peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 18 /pojk.03/2016 tentang


penerapan manajemen risiko bagi bank umum, menyebutkan bahwa manajemen risiko adalah
serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.
Manajemen risiko merupakan proses dalam mengelola, mengontrol ketidakpastian yang
berkaitan dengan risiko. Ada saatnya perbankan dihadapkan dengan berbagai risiko yang
semakin kompleks sehingga perbankan diharuskan meningkatkan penerapan manajemen
risiko untuk meminimalisir risiko yang terjadi seperti krisis perbankan.

Untuk mengatasi krisis tersebut, bank menggunakan Standar Based II dimana


terdapat 8 jenis alternatif penilaian profil risiko yang wajib dikelola dan dilaporkan oleh
seluruh bank yaitu penilaian risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional,
risiko hukum, risiko stratejik, risiko reputasi dan risiko kepatuhan. Untuk mengelola risiko
kredit, bank menerapkan manejemen risiko kredit dan wajib melaporkannya dalam laporan
tahunan bank dengan harapan peluang atas kredit macet dapat diminimalisir. Sedangkan
untuk mengelola risiko pasar yakni dengan melakukan inovasi secara terus-menerus terhadap
model yang telah digunakan sesuai dengan standar yang ada.

Dalam pengelolaan risiko stratejik, bank harus mengidentifikasi analisis risiko yang
membutuhkan banyak sumber daya yang berisiko tinggi. Bank juga harus memantau dan
mengendalikan pengembangan implementasi stratejik secara berkala. Dalam pengelolaan
risiko reputasi, bank harus mencatat setiap kejadian yang terkait dengan risiko reputasi
seperti jumlah potensi kerugian yang diakibatkan oleh kejadian tersebut.

B. Jenis-jenis Risiko dalam Perbankan

Menurut peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 18 /pojk.03/2016 tentang


penerapan manajemen risiko bagi bank umum, menyebutkan ada 8 jenis risiko yang dihadapi
oleh bank yaitu :
a. Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada Bank, termasuk Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko konsentrasi kredit,
counterparty credit risk, dan settlement risk.

b. Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif, termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk
Risiko perubahan harga option.

c. Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi


kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan Bank.

d. Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya


proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian
eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

e. Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan.

f. Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.

g. Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku


kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.

h. Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau


pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis.

C. Fungsi Manajemen Resiko dalam Perbankan

Manajemen resiko tidak hanya diperlukan dalam dunia perbankan saja. Namun juga
dapat diterapkan di berbagai bidang usaha atau aktivitas. Masing-masing bidang memiliki
faktor resiko yang beragam. Dalam perbankan, manajemen resiko merupakan hal yang
sangat krusial karena faktor resiko yang muncul dapat bersumber dari berbagai faktor, serta
definisi resiko yang hanya terbatas pada kerugian yang timbul di masa mendatang. Karena itu
penerapan manajemen resiko dalam perbankan diharapkan dapat mengendalikan resiko serta
kerugian yang mungkin terjadi.

Penerapan manajemen resiko pada perbankan akan meningkatkan shareholder value,


menyediakan informasi pada pengelola bank kemungkinan terjadinya kerugian di masa
datang, meningkatkan metode dan pengambilan keputusan yang sistematis berdasarkan
informasi yang tersedia. Informasi ini digunakan sebagai landasan dalam melakukan
pengukuran kinerja bank yang labih akurat, menilai resiko kegiatan usaha bank, serta
menciptakan infrastruktur manajemen resiko yang kuat untuk meningkatkan daya saing bank.
Sedangkan bagi otoritas pengawasan perbankan, dengan diterapkannya manajemen resiko
akan mempermudah melakukan penilaian dalam hal resiko kerugian yang dihadapi bank
yang dapat mempengaruhi permodalan, serta sebagai dasar penilaian dalam menentukan
strategi dan pengawasan bank.

Dalam dunia perbankan, resiko merupakan kejadian yang memiliki potensi yang
dapat diperkirakan dan tidak diperkirakan yang dapat memberikan dampak dengatif pada
pendapatan dan permodalan bank. Karena itu, pada tahap awal penerapan manajemen resiko,
bank harus dapat mengindentifikasi resiko secara mendalam, baik yang sudah ada atau yang
mungkin akan timbul. Setelah proses identifikasi secara menyeluruh, langkah selanjutnya
bank melakukan pengukuran, pemantauan, dan pengendalian resiko. Pengukuran bertujuan
agar bank dapat memperhitungkan resiko yang dihadapi usahanya sehingga dapat
memperkirakan dampak terhadap permodalan. Untuk melakukan pemantauan resiko, bank
mengevaluasi eksposur resiko, terutama yang bersifat material atau yang dapat
mempengaruhi permodalan bank.

Hasil evaluasi tersebut kemudian disajikan tepat waktu, akurat, dan informatif yang
digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindak lanjut. Dari
hasil pantauan tersebut, bank akan melakukan pengendalian resiko melalui penambahan
modal, melindungi nilai, atau menerapkan teknik lainnya. Seiring dengan perkembangan
dunia bisnis, resiko bisnis yang dihadapi juga turut berkembang, seperti resiko kredit, resiko
pasar, resiko likuiditas, dan sebagainya. Untuk meminimalisir resiko kerugian, bank harus
melaksanakan transaksi tersebut dengan mengacu pada kebijakan dan pedoman manajemen
resiko yang sudah ditetapkan yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian.

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya sitem perbankan yang
sehat dan stabil, tapi yang dianggap memiliki peran yang krusial adalah penerapan sistem
pengawasan bank yang efektif. Untuk mengatasi masalah tersebut, Basel Committee on
Banking Supervision menetapkan prinsip – prinsip dasar pengawasan bank yang efektif yang
digunakan sebagai acuan bagi otoritas pengawas bank dalam melakukan pengawasan bank
yang efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas sistem pengawasan bank meliputi:

1. Kebijakan ekonomi makro yang stabil

2. Ketersediaan infrastruktur yang memadai, seperti hukum, prinsip akuntansi keuangan,


akuntan publik yang kredibel, ketentuan pasar modal dan pembayaran

3. Disiplin pasar yang efektif

4. Prosedur penyelesaian permasalahan yang efektif

5. Penyediaan jaring pengaman yang memadai

Inti dari penerapan manajemen resiko adalah pemenuhan terhadap prosedur dan
metode pengelolaan resiko sehingga operasional bank tetap terkendali pada batasan yang
dapat diterima bank. Namun, karena perbedaan kondisi pasar, struktur, dan kompleksitas
usaha bank yang beragam, maka tidak ada suatu sistem manajemen resiko yang dapat
diterapkan oleh seluruh bank. Karena itu bank harus menetapkan sistem manajemen resiko
yang sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen resiko dalam bank.

Anda mungkin juga menyukai