atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang
keluhan dan penyakit yang diderita pasien
Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Auto-anamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena pasien dianggap
mampu tanya jawab
2. Allo-anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan
wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien.
3. Allo-anamnesa dilakukan karena ;
Kebutuhan fisioogis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan mutlak dipenuhi untuk memelihara
keseimbangan biologis dan kelangsungan kehidupan bagi tiap manusia. Kebutuhan ini merupakan syarat
dasar, apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka dapat mempengaruhi kebutuhan yang lain. Keadaan
fisik dari klien wajib diketahui dan dikaji oleh perawat / bidan maupun tenaga kesehatan lainnyayang
memberikan asuhan. Anamnesa dan pemeriksaan fisik merupakan salah satu data penunjang dan
mengetahui masalah apa yang dialami oleh klien agar diagnosa dapat ditegakkan.
A. Anamnesa
Pada umumnya kontak pertama antara seorang tenaga kesehatan dan pasien dimulai dari anamnesis. Dari
sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam memulai tahap-tahap
pemeriksaan berikutnya. Dalam menegakkan suatu diagnosis anamnesis mempunyai peranan yang sangat
penting bahkan terkadang merupakan satu-satunya petunjuk untuk menegakkan diagosis.
1. Pengertian
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang
dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien,
untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.
2. Tujuan
a. Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien.
b. Untuk membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya.
3. Jenis
a. Autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang
menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya.
b. Alloanamnesis atau Heteroanamnesis yaitu anamnesis yang didapat dari informasi orang lain
4. Persiapan
Anamnesis yang baik hanya dapat dilakukan apabila yang melakukan anamnesis tersebut menguasai
dengan baik teori atau pengetahuannya. Umumnya setelah selesai melakukan anamnesis sudah harus
mampu membuat kesimpulan perkiraan diagnosis atau diagnosis banding yang paling mungkin untuk
kasus yang dihadapinya.
5. Cara Melakukan Anamnesa
Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
a. Tempat dan suasana
Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan cukup nyaman bagi pasien.
Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana mendukung. Suasana diciptakan agar pasien
merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa diinterogasi.
b. Penampilan Tenaga Kesehatan
Penampilan seorang tenaga kesehatan juga perlu diperhatikan karena ini akan meningkatkan kepercayaan
pasiennya. Seorang tenaga kesehatan yang tampak rapi dan bersih akan lebih baik dari pada yang tampak
lusuh dan kotor. Demikian juga seorang tenaga kesehatan yang tampak ramah, santai akan lebih mudah
melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan tegang.
c. Periksa kartu dan data pasien
Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu atau data pasien dan cocokkan
dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien
atau mungkin juga kesalahan kartu data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau
mungkin saja ada 2 pasien dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data
pemeriksaan, diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna
untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.
d. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya
Pada saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat dengan leluasa
menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien,
jangan terus menerus memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila
diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih detail dari
keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur kemana mana.
e. Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti
Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat dimengerti pasien. Apabila
ada istilah yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berika penjelasan
atau deskripsi dari istilah tersebut.
f. Buat catatan
Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang tenaga kesehatan
melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang panjang.
g. Perhatikan pasiennya
Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak gerik pasien. Apakah pasien
dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis, apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah
tampak santai atau menahan sakit, apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat
panjang atau terputus-putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
h. Gunakan metode yang sistematis
Anamnesis yang baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut kerangka anamnesis yang baku.
Dengan cara demikian maka diharapkan tidak ada informasi yang terlewat.
6. Tantangan dalam Anamnesis
a. Pasien yang tertutup
Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan
tenaga kesehatannya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa cemas atau tertekan, tidak leluasa
menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang demikian karena gangguan depresi atau
psikiatrik. Tergantung masalah dan situasinya kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang
terdekat) untuk mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi kadang pula
lebih baik tidak ada seorangpun kecuali pasien dan dokternya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka
anamnesis dapat dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
b. Pasien yang terlalu banyak keluhan
Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke tenaga kesehatan dengan begitu banyak keluhan dari
ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter untuk memilah-milah keluhan mana yang
merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk
membedakan mana yang merupakan keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan
mengada-ada. Apabila benar-benar pasien mempuyai banyak keluhan harus dipertimbangkan apakah
semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit
yang sekaligus dideritanya.
c. Hambatan bahasa dan atau intelektual
Seorang tenaga kesehatan mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang mayoritas
penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat
menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis. Seorang dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut
agar dapat memperlancar anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan perawat atau petugas
kesehatan lainnya untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis. Kesulitan yang
sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat
memahami pertanyaan atau penjelasan dokternya. Seorang tenaga kesehatan dituntut untuk mampu
melakukan anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana agar dapat
dimengerti pasiennya.
d. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa
Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan dengan penderita gangguan
atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab
sebagaimana seharusnya. Justru di dalam jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-
petunjuk untuk menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam
melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
e. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan
Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam keadaan marah dan cenderung
menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan semua tenaga kesehatan yang pernah
memeriksanya, menyalahkan keluarga atau orang lain atas masalah atau keluhan yang dideritanya.
Umumnya ini terjadi pada pasien-pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang
dideritanya. Sebagai seorang tenaga kesehatan kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan
sejawat tenaga kesehatan lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang tenaga kesehatan juga tidak
boleh terpancing dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk
melakukan anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.
7. Sistematika Anamnesa
Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang baku sehingga mudah
diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang tenaga kesehatan tidak kehilangan
arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini juga berguna dalam
pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari
:
a. Data umum pasien
1) Nama pasien
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2) Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
3) Umur
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk menentukan dosis obat.
Juga dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penyakit yang diderita, beberapa penyakit khas
untuk umur tertentu.
4) Alamat
Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat sekarang saja tetapi
juga alamat pada waktu pasien merasa sakit untuk pertama kalinya.
Data ini kadang diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data
epidemiologi penyakit.
5) Pekerjaan
Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit pasien dengan pekerjaannya, maka
tanyakan bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
6) Perkawinan
Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien
7) Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan) seorang pasien
menurut agamanya.
8) Suku bangsa
Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan ras/suku
bangsa tertetu.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat sehingga mendorong pasien
datang berobat atau mencari pertolongan medis. Tidak jarang pasien datang dengan beberapa keluhan
sekaligus, sehingga seorang dokter harus jeli dan cermat untuk menentukan keluhan mana yang
merupakan keluhan utamanya. Pada tahap ini sebaiknya seorang dokter sudah mulai memikirkan
beberapa kemungkinan diagnosis banding yang berhubungan dengan keluhan utama tersebut. Pemikiran
ini akan membantu dalam mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya.
Pertanyaan diarahkan untuk makin menguatkan diagnosis yang dipikirkan atau menyingkirkan
kemungkinan-kemungkinan diagnosis banding.
c. Riwayat penyakit sekarang
Dari seluruh tahapan anamnesis bagian inilah yang paling penting untuk menegakkan diagnosis. Tahapan
ini merupaka inti dari anamnesis. Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang,
yakni : (1) kronologi atau perjalanan penyakit, (2) gambaran atau deskripsi keluhan utama, (3) keluhan
atau gejala penyerta, dan (4) usaha berobat. Selama melakukan anamnesis keempat unsur ini harus
ditanyakan secara detail dan lengkap.
Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama kali pasien merasakan munculnya keluhan atau
gejala penyakitnya. Setelah itu ditanyakan bagaimana perkembangan penyakitnya apakah cenderung
menetap, berfluktuasi atau bertambah lama bertambah berat sampai akhirnya datang mencari pertologan
medis. Apakah munculnya keluhan atau gejala tersebut bersifat akut atau kronik, apakah dalam perjalanan
penyakitnya ada faktor-faktor yang mencetuskan atau memperberat penyakit atau faktor-faktor yang
memperingan. Bila keluhan atau gejala tersebut bersifat serangan maka tanyakan seberapa sering atau
frekuensi munculnya serangan dan durasi atau lamanya serangan tersebut.
Keluhan atau gejala penyerta adalah semua keluhan-keluhan atau gejala yang menyertai keluhan atau
gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan usaha berobat yang sudah dilakukan untuk penyakitnya
yang sekarang. Pemeriksaan atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-obat apa saja yag sudah
diminum.
d. Riwayat penyakit dahulu
Seorang dokter harus mampu mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit dahulu secara lengkap,
karena seringkali keluhan atau penyakit yang sedang diderita pasien saat ini merupakan kelanjutan atau
akibat dari penyakit-penyakit sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga ini seorang dokter terkadang tidak cukup hanya
menanyakan riwayat penyakit orang tuanya saja, tetapi juga riwayat kakek/nenek, paman/bibi, saudara
sepupu dan lain-lain. Untuk beberapa penyakit yang langka bahkan dianjurkan untuk membuat susunan
pohon keluarga, sehingga dapat terdeteksi siapa saja yang mempunyai potensi untuk menderita penyakit
yang sama.
f. Riwayat kebiasaan/sosial
Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan dapat menjadi penyebab penyakit yang
kini diderita pasien tersebut. Biasakan untuk selalu menanyakan apakah pasien mempunyai kebiasaan
merokok atau minum alkohol. Tanyakan sudah berapa lama dan berapa banyak pasien melakukan
kebiasaan tersebut. Pada masa kini bila berhadapan dengan pasien usia remaja atau dewasa muda harus
juga ditanyakan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba, ekstasi dan
lain-lain.
8. Anamnesis Sistem
Anamnesis sistem adalah semacam review dimana seorang dokter secara singkat dan sistematis
menanyakan keluhan-keluhan lain yang mungkin ada dan belum disebutkan oleh pasien. Keluhan ini
mungkin saja tidak berhubugan dengan penyakit yang sekarang diderita tapi mungkin juga merupakan
informasi berharga yang terlewatkan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pengertian Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh
pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis.
Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan
perawatan pasien
2. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik
Adalah bagian integral dari segala upaya untuk memperoleh data tentang keadaan kesehatan diri pasien
dan lingkungan/keluargnya. Keadaan kesehatan pasien meliputi :
a. Riwayat kesehatan dan penyakit
b. Hasil pemeriksaan fisik
c. Data/hasil pemeriksaan penunjang seperti Lab/Ro./EKG,USG/CT.Scan
d. Catatan tentang obat-obat apa saja yang sedang/pernah diberikan.
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah :
a. Mengonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan
b. Membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaannya
c. Mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan
d. Menilai keadaan pasien dari hasil inspeksi umum
Seperti pasien tampak sakit ringan/sedang/berat/tidak sakit, pasien tampak bisa jalan/makan/gembira,
pasien tampak sesak/terpasang cairan infus, dll.
e. Menilai tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Respirasi, Nadi)
f. Menilai keadaan fisik tubuh, meliputi :
1) Keadaan rambut dan higiene kepala
Meliputi : warna rambut (hitam, merah, coklat, pirang), kerontokan rambut, kulit kepala kotor, berbau,
kadang ditemui lesi seperti vesicula, pustula, crusta.
2) Hidrasi dan keadaan kulit daerah dahi
Dengan palpasi yaitu penekanan ibu jari pada kulit dahi dengan hasil terdapat bekas ibu jari (finger
print)/tidak.
3) Palpebrae
Menunjukkan edema. Biasanya lebih tampak bila pasien bangun tidur atau berbaring lama. Hal tersebut
akan hilang/berkurang setelah pasien beraktivitas dengan posisi tegak.
Kelainan : Ptosis : keadaan dimana kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka.
Lagophtalmus : keadaan dimana kelopak mata yang tidak bisa menutup rapat.
4) Sclera dan conjungtiva
Sclera : terdapat/tidak ikterus dengan cara 2 jari menarik palpebrae dan pasien melihat ke bawah.
Conjungtiva : terdapat/tidaknya keadaan anemik dan radang.
5) Pupil dan refleks cahaya
6) Visus/ketajaman penglihatan
7) Rongga hidung dari depan/rhinoscopia anterior
8) Daun telinga, liang telinga dan membran tympani
9) Fungsi pendengaran
10) Higiene rongga mulut, gigi, lidah dan pharynk
11) Kelenjar getah benih leher, submandibula dan sekitar telinga
12) Kelenjar thyroid
13) Tekanan Vena Jugularis (JVP)
14) Kaku kuduk pada tengkuk
15) Thorax dan fungsi pernapasan
16) Jantung
17) Abdomen
18) Genetalia dan anus
19) Ektremitas
20) Payudara (Mamae)
3. Prinsip Dasar Pemeriksaan Fisik
Prinsip umum dari pemeriksaan fisik adalah dilakukan secara komprehensif. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan yaitu:
a. Penjagaan kesopanan
b. Cara mengadakan hubungan dengan pasien
c. Pencahayaan dan lingkungan yang memadai
d. Tahap pertumbuhan atauperkembangan pasien
e. Pencatatan data
f. Pengambilan tindakan yang sesuai dgn masalah klien
g. Pasien dalam posisi duduk atau sesuai jenis pemeriksaan
h. Hanya membuka bagian tubuh yang diperiksa, menutup bagian lain
i. Sistematis
j. Bandingkan satu bagian tubuh dengan bagian tubuh lain
k. Penjelasan sederhana kepada klien
l. Data didokumentasikan dengan tepat (DO & DS)
4. Teknik Pemeriksaan Fisik
Ada empat teknik pemeriksaan fisik, yang biasa disebut dengan teknik IPPA(Inspeksi, Palpasi, Perkusi &
Auskultasi) yaitu:
a. Inspeksi
Adalah pemeriksaan dengan cara melihat atua melakukan observasi terhadap keadaan klien. Tujuan dari
teknik ini ialah mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik. Teknik inspeksi
dilakukan ketika pertama kali bertemu klien dan yang diamati yaitu tingkah laku dan keadaan tubuh klien
serta hal umum dan khusus.
Langkah kerja:
1) Atur Pencahayaan
2) Suhu dan ruangan nyaman
3) Buka bagian yg diinspeksi
4) Bila perlu gunakan kaca pembesar
5) Jelaskan hasil pada klien dan keluarga
6) Perhatikan kesan pertama klien
7) Sistematis
b. Palpasi
Adalah teknik pemeriksaan fisik dengan sentuhan, rabaan maupun sedikit tekanan pada bagian tubuh yang
akan diperiksa dan dilakukan secara teroganisir dari satu bagian ke bagian yang lain. Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ. Dapat dilakukan bersamaan dengan
teknik inspeksi dan perkusi.
Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
1) Palpasi ringan
Caranya: ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan.Tangan diletakkan pada area
yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan-lahan sampai ada hasil.
2) Palpasi dalam (bimanual)
Caranya: untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan.Satu tangan untuk merasakan bagian yang
dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan
melekat pd jari2 pertama.
Langkah kerja:
1) Area palpasi terbuka
2) Cuci tangan
3) Beritahu klien
4) Dikerjakan semua jari tapi telunjuk dan ibu jari kurang sensitif.
5) Untuk mendeterminasi bentuk dan struktur organ gunakan jari 2,3, dan 4 bersamaan.
6) Untuk palpasi abdomen gunakan telapak tangan, beri tekanan ringan dengan jari-jari.
7) Sistematis, uraikan ciri-ciri tentang ukuran, bentuk, konsistensi dan permukaan.
c. Perkusi
Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan pemeriksaan perkusi yaitu menentukan batas-batas
organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang
diberikan ke bawah jaringan (udara, cairan, atau zat padat).
Langkah kerja:
1) Area terbuka
2) Luruskan jari tengah tangan kiri, tekan bag. Ujung jari dan letakkan dgn kuat pada permukaan diperkusi.
3) Upayakan jari – jari yg lain tidak menyentuh permukaan, konsisten pd permukaan yg diperkusi.
4) Lenturkan jari tengah tangan kanan ke atas dgn lengan bawah relaks.
5) Pertahankan kelenturan tangan pada pergelangan tangan.
d. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu stetoskop dengan tujuan
pemeriksaannya adalah untuk dapat mendengar bunyi jantung, paru-paru, bunyi usus serta untuk
mengukur tekanan darah dan nadi.
5. Pendekatan Pengkajian Fisik
Dapat menggunakan :
a. Head To Toe (Kepala ke Kaki)
Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki. Mulai dari : keadaan
umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru,
jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas.
b. ROS (Review of Sistem / sistem tubuh)
Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital, sistem
pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem
muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang didapat membantu perawat untuk
menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus.
c. Pola fungsi kesehatan Gordon (1982)
Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan
memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : persepsi kesehatan-penatalaksanaan
kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola eliminasi, pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-
pola berhubungan, aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi stress, nilai-
pola keyakinan.
d. Doengoes (1993)
Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan cairan, hygiene,
neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan, seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan /
pembelajaran.
6. Detail Pendekatan Pengkajian Pemeriksaan Fisik
Tingkatan kesadaran: Kesadaran adalah derajat hubungan antara Hemispherium Cerebri dengan Reticular
Activating System (di bagian atas pada otak). Terdapat 2 penilaian :
a. Penilaian kualitatif, meliputi :
1) Kompos Mentis : sadar Penuh
2) Apatis : acuh tak acuh, perhatian berkurang
3) Somnolen : dibangunkan dengan rangsangan, mudah tertidur walaupun sedang diajak
bicara
4) Delirium : berteriak-teriak, tidak sadar
5) Sopor/semikoma : tidak sadar tetapi masih merasakan rangsangan nyeri
6) Koma : tidak sadar.
b. Penilaian kuantitatif (menggunakan skala coma Glasglow), meliputi :
1) Respon motorik
Nilai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti mengangkat tangan,
melakukan gengaman
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat tempat rangsangan nyeri yang diberikan
seperti pada sternum, cubitan pada M. Traperius
Nilai 4 : Flesi menjauh dari rangsangan nyei yang diberikan tetapi tidak
menunjuk lokasi/tempat rangsangan dengan tangannya
Nilai 3 : Flexi abnormal
Bahu adduksi, flexi dan pronasi lengan bawah, flexi pergelangan
tangan dan tinju mengepal bila diberi rangsangan nyeri (decorticate
rigidity)
Nilai 2 : Extensi abnormal
Bahu adduksi dan rotasi interna, extensi lengan bawah, flexi
pergelangan tangan dan tinju mengepal bila diberi rangsangan nyeri
(decorticate rigidity)
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
2) Respon verbal / bicara
Diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun) dan pemeriksaan ini tidak berlaku bila pasien mengalami
trauma mulut, terpasang Intubasi Trachea (ETT) dan dysphasia/aphasia
Nilai 5 : Pasien orientasi penuh/baik dan mampu berbicara. Orientasi
meliputi waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada dimana, tanggal,
hari
Nilai 4 : Pasien “confuse”/tidak orientasi penuh
Nilai 3 : Bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik, tetapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
Nilai 2 : Bisa bersuara tetapi tidak dapat ditangkap jelas apa
artinya/nggereyem
Nilai 1 : Tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
3) Pembukaan mata
Periksalah rangsangan minimum apa yang bisa membuka satu dan kedua matanya dengan catatan mata
tidak dalam keadaan terbalut ataupun edema.
Nilai 4 : Mata membuka spontan, misalnya sesudah disentuh
Nilai 3 : Mata baru membuka kalau diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka hanya kalau dirangsang kuat/nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupun diberikan rangsangan nyeri