Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa untuk mewujudkan status kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya,
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat yang ditujukan kepada
seluruh anggota masyarakat.
Sebelum Deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang Perawatan Kesehatan Utama
(PHC), Indonesia telah mengembangkan berbagai bentuk Puskesmas di beberapa daerah.
Berdasarkan penelitian pada tahun 1976 diketahui bahwa 200 kegiatan kesehatan
berbasis (CBHA) telah diterapkan dan dilaksanakan dalam masyarakat
Seiring waktu, Puskesmas telah berkembang pesat dalam berbagai bentuk CBHA
dan salah satu dari itu dicatat sebagai Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Aktivitas itu
meliputi lima program utama, yaitu keluarga perencanaan, kesehatan ibu dan anak,
perbaikan gizi, imunisasi dan diare pencegahan. Selain Posyandu, ada rumah sakit
bersalin desa (VMH) yang dikelola oleh bidan desa sebagai cara untuk membuat
kesehatan ibu dan anak dekat dengan masyarakat jasa
Pada tingkat visi misi pusat dan nilai-nilai Depkes dirumuskan dan dijelaskan ke
4 strategi utama yaitu:
1. Untuk mengaktifkan dan memberdayakan masyarakat hidup sehat
2. Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas
3. Untuk meningkatkan sistem informasi surveilans, monitoring dan kesehatan
4. Untuk meningkatkan pembiayaan kesehatan
Semua strategi di atas terkait dengan Primary Health Care, dua yang pertama
pada nomor 1 dan 2 erat terkait dengan perawatan kesehatan primer. Hal itu
menunjukkan peran pentingnya Primary Health Caredalam pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Oleh sebab itu, maka kami merangkum berbagai hal yang terkait dengan konsep
Primary Health Care ini bertujuan untuk membuka wawasan para pembaca yang
membutuhkan informasi ini yang sekaligus dalam rangkuman ini membahas tentang
bagaimana aplikasi Primary Health Care itu sendiri di Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui contoh penerapan
cir – ciri kegiatan PHC dalam tindak lanjut melalui kegiatan puskesmas dengan sasaran
keluarga yang memiliki masalah TB Paru
C. Manfaat
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini diantaranya melalui
media literatur perpustakaan dan elektronik.
D. Sistematika Penulisan
Secara umum makalah ini terbagi menjadi empat bagian yaitu; Bab I
pendahuluan, Bab II konsep teori, Bab III pembahasan dan Bab IV kesimpulan dan
saran.
BAB II
KONSEP TEORI
A. Latar Belakang PHC
World Health Essembly tahun 1977 telah menghasilkan kesepakatan global untuk
mencapai “Kesehatan Bagi Semua atau Health for All” . Pada tahun 2000 (KBS 2000 /
HFA by The Year 2000), yaitu tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
Selanjutnya pada tahun 1978, konferensi di Alma Ata menetapkan Primary
Health Care (PHC) sebagai pendekatan atau strategi global untuk mencapai kesehatan
bagi semua (KBS) atau Health for All by The Year 2000 (HFA 2000). Dalam konferensi
tersebut Indonesia juga ikut menandatangani dan telah mengambil kesepakatan global
pula dengan menyatakan bahwa untuk mencapai kesehatan bagi semua tahun 2000
(HFA 2000) kuncinya adalah PHC (Primary Health Care) dan bentuk operasional dari
PHC tersebut di Indonesia adalah PKMD (Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa).
Hal tersebut disadari bahwa kesehatan adalah kebutuhan dasar dan modal utama
untuk hidup, karena setiap manusia berhak untuk hidup dan memiliki kesehatan.
Kenyataannya tidak semua orang memperoleh atau mampu memiliki derajat kesehatan
yang optimal, karena berbagai masalah bersama secara global, diantaranya adalah
kesehatan lingkungan yang buruk, sosial ekonomi yang rendah yang menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan gizi, pemeliharaan kese hatan, perididikan dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya.Oleh karena itu Primary Health Care merupakan salah satu
pendekatan dan alat untuk mencapai Kesehatan Bagi Semua Pada Tahun 2000 sebagai
tujuan pembangunan kesehatan semesta dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Di Indonesia bentuk operasional PHC adalah PKMD dengan berlandasakan kepada
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan ketetapan MPR untuk
dilaksanakan dengan melibatkan kerjasama lintas sektoral dari instansi-instansi yang
berwenang dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 1981 setelah diidentifikasi tujuan kesehatan untuk semua dan strategi
PHC untuk merealisasikan tujuan, WHO membuat indikator global untuk pemantauan
dan evaluasi yang dicapai tentang sehat untuk semua pada tahun 1986. indikator tersebut
adalah :
1. perkembangan sosial dan ekonomi
2. penyediaan pelayanan kesehatan status kesehatan
3. kesehatan sebagai objek atau bagian dari perkembangan sosial ekonomi.
Pemimpin perawat yang menjadi kunci dalam mencetuskan usaha perawatan
PHC adalah Dr. Amelia Maglacas pada tahun 1986.

B. Pengertian PHC
Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan
kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum
baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka
sepenuhnya, serta biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk
memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri
(self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination).
Pelayanan kesehatan primer / PHC merupakan strategi yang dapat dipakai untuk
menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua penduduk. PHC
menekankan pada perkembangan yang bisa di terima, terjangkau, pelayanan kesehatan
yang diberikan adalah essensial bisa diraih dan mengutamakan pada peningkatan serta
kelestarian yang di sertai percaya pada diri sendiri disertai partisipasi masyarakat dalam
menentukan sesuatu tentang kesehatan.
C. Tujuan PHC
1. Tujuan umum
Mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang
diselenggarakan, sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang
menerima pelayanan.
2. Tujuan khusus
a. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani
b. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
c. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani
d. Pelayanan harus secara maksimum menggunakan tenaga dan sumber sumber
daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

D. Unsur Utama Dalam PHC


Tiga unsur utama yang terkandung dalam PHC adalah sebagai berikut :
1. Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
2. Melibatkan peran serta masyarakat
3. Melibatkan kerjasama lintas sektoral
E. Prinsip PHC
Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Ata ditetapkan prinsip-prinsip PHC
sebagai pendekatan atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua. Lima
prinsip PHC sebagai berikut :
1. Pemerataan upaya kesehatan
Distribusi perawatan kesehatan menurut prinsip ini yaitu perawatan primer
dan layanan lainnya untuk memenuhi masalah kesehatan utama dalam masyarakat
harus diberikan sama bagi semua individu tanpa memandang jenis kelamin, usia,
kasta, warna, lokasi perkotaan atau pedesaan dan kelas sosial.
2. Penekanan pada upaya preventif
Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang meliputi segala usaha, pekerjaan
dan kegiatan memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dengan peran serta
individu agar berprilaku sehat serta mencegah berjangkitnya penyakit.
3. Penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan
Teknologi medis harus disediakan yang dapat diakses, terjangkau, layak dan
diterima budaya masyarakat (misalnya penggunaan kulkas untuk vaksin cold
storage).
4. Peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian
Peran serta atau partisipasi masyarakat untuk membuat penggunaan maksimal
dari lokal, nasional dan sumber daya yang tersedia lainnya. Partisipasi masyarakat
adalah proses di mana individu dan keluarga bertanggung jawab atas kesehatan
mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka dan mengembangkan kapasitas
untuk berkontribusi dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi bisa dalam bidang
identifikasi kebutuhan atau selama pelaksanaan.
Masyarakat perlu berpartisipasi di desa, lingkungan, kabupaten atau tingkat
pemerintah daerah. Partisipasi lebih mudah di tingkat lingkungan atau desa karena
masalah heterogenitas yang minim.
5. Kerjasama lintas sektoral dalam membangun kesehatan
Pengakuan bahwa kesehatan tidak dapat diperbaiki oleh intervensi hanya
dalam sektor kesehatan formal; sektor lain yang sama pentingnya dalam
mempromosikan kesehatan dan kemandirian masyarakat. Sektor-sektor ini
mencakup, sekurang-kurangnya: pertanian (misalnya keamanan makanan),
pendidikan, komunikasi (misalnya menyangkut masalah kesehatan yang berlaku dan
metode pencegahan dan pengontrolan mereka); perumahan; pekerjaan umum
(misalnya menjamin pasokan yang cukup dari air bersih dan sanitasi dasar) ;
pembangunan perdesaan; industri; organisasi masyarakat (termasuk Panchayats atau
pemerintah daerah , organisasi-organisasi sukarela , dll).

F. Program PHC
Dalam pelaksanaan PHC harus memiliki 8 Program PHC yaitu :
1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
2. Peningkatan penyedediaan makanan dan perbaikan gizi
3. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
4. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB
5. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama
6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
7. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa
8. Penyediaan obat-obat essensial

G. Tanggungjawab Tenaga Kesehatan dalam PHC


1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan implementasi
pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan
2. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga, dan individu
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada
masyarakat
4. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan dan
kepada masyarakat
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat.

H. Perkembangan PHC di Indonesia


PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, pengalaman dalam pembangunan
kesehatan di banyak negara yang diawali dengan kampanye massal pada tahun 1950-an
dalam pemberantasan penyakit menular, karena pada waktu itu banyak negara yang tidak
mampu mengatasi dan menanggulangi wabah penyakit TBC, campak, diare dan
sebagainya.
Pada tahun 1960 teknologi kuratif dan preventif dalam struktur pelayanan
kesehatan telah mengalami kemajuan. Sehingga timbulah pemikiran untuk
mengembangkan konsep “Upaya Dasar Kesehatan”.
Pada tahun 1972/1973, WHO mengadakan studi dan mengungkapkan bahwa
banyak negara tidak puas atas sistem kesehatan yang dijalankan dan banyak issue tentang
kurangnya pemerataan pelayanan kesehatan di daerah – daerah pedesaan. Akhirnya pada
tahun 1977 dalam sidang kesehatan dunia (World Health Essembly) dihasilkan
kesepakatan “Health for All by The Year 2000 atau Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000
dengan sasaran semesta utamanya adalah : “Tercapainya Derajat Kesehatan yang
Memungkinkan Setiap Orang Hidup Produktif Baik Secara Sosial Maupun Ekonomi”.
Oleh karena itu untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan perubahan orientasi dalam
pembangunan kesehatan yang meliputi perubahan-perubahan dari :
1. Pelayanan Kuratif ke promotif dan preventif
2. Daerah perkotaan ke pedesaan
3. Golongan mampu ke golongan masyarakat berpenghasilan rendah
4. Kampanye massal ke upaya kesehatan terpadu
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum TB
1. Patogenesis dan Penularan TB
a. Kuman Penyebab TB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,
antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga
dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium
selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis)
yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron dan lebar 0,2
2) 0,8 mikron.
3) Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen,
berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.
4) Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa.
5) Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
6) Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.
Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-
37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
7) Kuman dapat bersifat dorman.
b. Penularan TB
Sumber penularan adalah pasien TB, terutama pasien yang
mengandung kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei /
percik renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang
mengandung percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500
M.tuberculosis. Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500–
1.000.000 M.tuberculosis.

B. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia.


Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit, tahapan tersebut meliputi
tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai berikut:
a. Paparan
Peluang peningkatan paparan terkait dengan:
1) Jumlah kasus menular di masyarakat.
2) Peluang kontak dengan kasus menular.
3) Tingkat daya tular dahak sumber penularan.
4) Intensitas batuk sumber penularan.
5) Kedekatan kontak dengan sumber penularan.
6) Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah infeksi. Lesi
umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung dari daya tahun tubuh
manusia. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.
c. Sakit TB
Faktor Risiko menjadi sakit TB
1) Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
2) Lamanya waktu sejak terinfeksi
3) Usia seseorang yang terinfeksi
4) Tingkat daya tahan tubuh seseorang.
Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB aktif
(sakit TB).
d. Meninggal dunia
Faktor resiko kematian karena TB:
1) Akibat dari keterlambatan diagnosis.
2) Pengobatan tidak adekuat.
3) Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.
4) Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan risiko
ini meningkat pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula pada ODHA, 25%
kematian disebabkan oleh TB.
C. Situasi TB di Dunia dan Indonesia
Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah dilaksanakan
di banyak negara sejak tahun 1995.
Menurut laporan WHO tahun 2017, ditingkat global diperkirakan 10.900.000
kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan, dan 1.400.000 juta
kematian karena TB. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1.170.000 (12%) HIV positif
dengan kematian 390.000 orang. TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000
orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15
tahun) dan 140.000 kematian/tahun.
Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara lain:
1. Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena
masih kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan, dan
pendanaan untuk operasional, bahan serta sarana prasarana.
2. Belum memadainya tata laksana TB terutama di fasyankes yang belum
menerapkan layanan TB sesuai dengan standar pedoman nasional dan ISTC
seperti penemuan kasus/diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang tidak
baku, tidak dilakukan pemantauan pengobatan, tidak dilakukan pencatatan dan
pelaporan yang baku.
3. Masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas sektor dalam
penanggulangan TB baik kegiatan maupun pendanaan. Belum semua
masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah Terpencil,
Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), serta daerah risiko tinggi seperti daerah
kumuh di perkotaan, pelabuhan, industri, lokasi permukiman padat seperti
pondok pesantren, asrama, barak dan lapas/rutan.
4. Belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar baik dalam penemuan
kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan, pencatatan dan
pelaporan. Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa berpengaruh terhadap
risiko terjadinya TB secara signifikan seperti HIV, gizi buruk, diabetes mellitus,
merokok, serta keadaan lain yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.
5. Meningkatnya jumlah kasus TB Resistant Obat (TB-RO) yang akan
meningkatkan pembiayaan program TB.
6. Faktor sosial seperti besarnya angka pengangguran, rendahnya tingkat
pendidikan dan pendapatan per kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan
pangan yang tidak memadai yang berakibat pada tingginya risiko masyarakat
terjangkit TB.
D. Program Penanggulangan TB di Indonesia
Jumlah kasus TB di Indonesia (WHO tahun 2017), diperkirakan ada 1.020.000
kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun
(41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan 78.000 kasus TB dengan HIV positif (10 per
100.000 penduduk), mortalitas 26.000). Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya
314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB
diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO diperkirakan sebanyak 10.000 kasus
yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari
TB dengan pengobatan ulang.
Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus menetapkan target
Penanggulangan TB tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan
Strategi Nasional Penanggulangan TB sebagaimana dimaksud terdiri atas:
1. Penguatan kepemimpinan program TB;
2. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu;
3. Pengendalian faktor risiko TB;
4. Peningkatan kemitraan TB;
5. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB; dan
6. Penguatan manajemen program TB.
Tujuan , melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak terjadi
kesakitan, kematian dan kecacatan.
Target Program Nasional Penaggulangan TB sesuai dengan target eliminasi
global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050.
Eliminasi TB adalah tercapainya cakupan kasus TB 1 per 1 juta penduduk.
Tahapan pencapaian target dampak:
1. Target dampak pada 2020
a. Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 30% dibandingkan angka
kesakitan pada tahun 2014 dan
b. Penurunan angka kematian karena TB sebesar 40% dibandingkan angka kematian
pada tahun 2014.
2. Target dampak pada tahun 2025
a. Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 50% dibandingkan angka
kesakitan pada tahun 2014 dan
b. Penurunan angka kematian karena TB sebesar 70% dibandingkan angka kematian
pada tahun 2014
3. Target dampak pada 2030
a. Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 80% dibandingkan angka
kesakitan pada tahun 2014 dan
E. Strategi dan Kebijakan
1. Strategi
Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian Eliminasi Nasional TB meliputi:
a. Penguatan kepemimpinan Program TB di Kabupaten/ Kota.
b. Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial, regulasi, dan
peningkatan pembiayaan, Koordinasi dan sinergi program.
c. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu.
d. Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (public-private mix).
e. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Peningkatan kolaborasi
layanan melalui TB-HIV, TB-DM, MTBS, PAL, dan lain sebagainya.
f. Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/saran diagnostik yang baru.
g. Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien atau Case holding.
h. Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam rangka Cakupan Layanan
Semesta (health universal coverage).
i.Pengendalian faktor risiko
j.Promosi lingkungan dan hidup sehat.
k. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.
l.Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB.
m. Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan cakupan dan
keberhasilan pengobatan yang tinggi.
n. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB.
o. Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di pusat.
p. Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di daerah
q. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB.
r. Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan masyarakat.
2. Kebijakan
a. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab
menyelenggarakan Penanggulangan TB.
b. Penyelenggaraan Penanggulangan TB dilaksanakan melalui upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorang.
c. Penanggulangan TB harus dilakukan secara terintegrasi dengan
penanggulangan program kesehatan yang berkaitan.
d. Program kesehatan yang meliputi program HIV dan AIDS, Diabetes Melitus,
serta program kesehatan lain.
e. Penanggulangan TB secara terintegrasi dilakukan melalui kegiatan
kolaborasi antara program yang bersangkutan.
f. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam
kerangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat
manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana
dan prasarana).
g. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan Pedoman Standar
Nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global untuk
PenanggulanganTB.
h. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi
Puskesmas, Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi: Rumah Sakit
Pemerintah, non pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai
Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM). Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) untuk penanggulangan TB disediakan oleh pemerintah dan diberikan
secara cuma-cuma.
i. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak dipisahkan
dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien memiliki hak dan
kewajiban sebagaimana individu yang menjadi subyek dalam
penanggulangan TB.
j. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan
kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan
masyarakat melalui Forum Koordinasi TB.
k. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan memberikan
kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan nasional.
l. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif, efektif,
responsif, profesional dan akuntabel.
m. Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan komitmen
pemerintah daerah dan pusat terhadap keberlangsungan program dan
pencapaian target strategi global penanggulangan TB yaitu eliminasi TB
tahun 2035.
n. Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, dan dukungan
pengobatan TB.
o. Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di upaya kesehatan berbasis
keluarga dan masyarakat.
p. Penguatan manajemen program (health system strenghtening)
1) SDM
2) Logistik
3) Regulasi dan pembiayaan
4) Sistem Informasi, termasuk mandatory notification
5) Penelitian dan pengembangan inovasi program
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
World Health Essembly tahun 1977 telah menghasilkan kesepakatan global untuk
mencapai “Kesehatan Bagi Semua atau Health for All” . Pada tahun 2000 (KBS 2000 /
HFA by The Year 2000), yaitu tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi.
Hal tersebut disadari bahwa kesehatan adalah kebutuhan dasar dan modal utama
untuk hidup, karena setiap manusia berhak untuk hidup dan memiliki kesehatan.
Kenyataannya tidak semua orang memperoleh atau mampu memiliki derajat kesehatan
yang optimal, karena berbagai masalah bersama secara global, diantaranya adalah
kesehatan lingkungan yang buruk, sosial ekonomi yang rendah yang menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan gizi, pemeliharaan kese hatan, perididikan dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya.Oleh karena itu Primary Health Care merupakan salah satu
pendekatan dan alat untuk mencapai Kesehatan Bagi Semua Pada Tahun 2000 sebagai
tujuan pembangunan kesehatan semesta dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Di Indonesia bentuk operasional PHC adalah PKMD dengan berlandasakan
kepada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan ketetapan MPR
untuk dilaksanakan dengan melibatkan kerjasama lintas sektoral dari instansi-instansi
yang berwenang dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

B. Saran
Dengan adanya tulisan ini, diharapkan bisa bermanfaat bagi pembaca dengan
dapat lebih memahami apa itu Primary Health Care dan bagaimana penerapannya di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

e- book Peraturan Menteri Kesehatan TB No.67, 2016, Penanggulangan Tuberkulosis

Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2015-2019

Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2015-2019

Dikutip dari http://ompuheso.wordpress.com/2012/11/05/primary health-care-phc/. Diakses


tanggal 18 oktober 2018, pukul 20:19 WIB

Suparyanto. 2010. Dikutip dari http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/01/phc primary-


health-center.html. Diakses tanggal18 oktober 2018, pukul 21.00WIB

http://kamarudin.blogdetik.com/2009/04/12/pelayanan-kesehatan- primer-primary-health-
care-phc/. Diakses tanggal 18 oktober 2018, pukul 21:30 WIB

http://artikelprofesikesehatan.blogspot.com/2012/11/konsep primary-health-care-
phc.html. Diakses tanggal 20 oktober 2018, pukul 17:50 WIB

Anda mungkin juga menyukai