Anda di halaman 1dari 11

JURNAL PSIKOLOGI

2000, NO. 2, 73 - 83

KONSEPSI GURU TENTANG


BELAJAR DAN MENGAJAR DALAM PERSPEKTIF
BELAJAR AKTIF
Pardjono
Universitas Negeri Yogyakarta

ABSTRACT

This case study was carried out in 1998 by employing a qualitativ-


interpretive tradition to invstigate teacher’s conception of the nature of learning
and teaching from the Active Learning point of view. The eight school were
selected from kecamaan Sewon, Bantul and Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta
based on the Sub-district educaional Authority. Teachers selected to participate
in this study were the best teachers in term of their impleentation of Active
Learning in the classroom from each of those schools as recommended by the
Principal. Data were gathered by interviewing teachers sample. The data
gathered was transcribed then sent to the interviewee for validation, then coded
and analyzed. The grounded theory principles of coding were used in analyzing
data. This study identified three types of teacher’s conception of learning and
teaching from Active Learning approach perspectives: the traditional views,
process skill views and constructivist view. It is suggested for further research
aimed at investigating to what extent are the teachers able to implement their
beliefs and conception of the nature of learning ang teaching into classroom
practice.
Keywords: theory of learning-active, learning-educational philosophy

LATAR BELAKANG penyimpangan dalam penerapannya karena


konsep esensial pendekatan ini tidak
Hasil evaluasi terhadap Proyek
ditangkap sepenuhnya. Akibatnya banyak
penerapan CBSA di Cianjur yang
kritik dan dampak lebih lanjut, CBSA
dilakukan pada tahun 1984 oleh British
menjadi stigma, sehingga ada usulan CBSA
Council dan BP3K Depdikbud adalah
dihapus. Para ahli yang pro CBSA
berhasil baik dan mampu mengaktifkan
mengusulkan istilah CBSA tidak dipakai
siswa melalui kerja kelompok (Moegiadi,
lagi dan diganti dengan belajar aktif saja.
Tangyong & Gardner, 1984), sehingga
Karena pendekatan ini pada dasarnya baik
perlu disebarluaskan ke daerah lain. Proses
untuk meningkatkan proses belajar
penyebaran CBSA berlangsung secara
mengajar di kelas, maka CBSA tetap
masif dan cepat, sehingga banyak terjadi

ISSN : 0215 - 8884


74 PARDJONO

dianjurkan pemerintah untuk diterapkan di aktif pada dasarnya: memandang belajar


sekolah-sekolah seperti di dalam kurikulum sebagai pemberian makna secara
1994 pada semua jenjang sekolah “konstruktivistik” oleh pebelajar pada
(Mendikbud, 1993), meskipun memakai pengalaman belajarnya dan dengan
istilah yang lebih singkat yaitu belajar dituntun oleh prinsip “tut wuri handayani”.
aktif. Prinsip pertama pada dasarnya berkaitan
dengan hakekat belajar, yaitu mengikuti
KAJIAN PUSTAKA prinsip belajar konstruktivisme. Sedangkan
prinsip yang kedua berkaitan dengan
Konsep dasar dari belajar aktif secara peranan guru di dalam kelas, yaitu
evolutif bisa dibagi menjadi tiga tahap, mengikuti prinsip “tut wuri handayani”,
yaitu versi Cianjur, versi Keterampilan dimana guru berperan sebagai fasilitator
Proses dan versi Konsorsium Pendidikan dalam belajar, dengan mendorong,
(Pardjono, 1999). Proyek Cianjur, sebagai membimbing, memberi model tanpa
awal diterapkannya prinsip belajar aktif, bermaksud untuk mendominasi kegiatan di
dimaksudkan untuk menerapkan prinsip- kelas. Dalam hal ini peran guru berubah
prinsip belajar kooperatif ke dalam proses dari pemberi pengetahuan menjadi
pembelajaran dikelas agar siswa aktif baik fasilitator bagi terjadinya proses konstruksi
fisik maupun mentalnya (Moegiadi, pengetahuan anak.
Tangyong & Gardner, 1994).
Pendekatan ketrampilan proses, pada Belajar Aktif dalam Perspektif Global
awalnya merupakan pendekatan pem-
belajaran sain pada Proyek Sain Sekolah Dewey (1933) mengkritik proses
Dasar tahun 1980 (Yulaelawati, 1995), pembelajaran tradisional sebagai proses
yang antara lain meliputi: melengkapi belajar yang secara pasif menerima
pengajaran sain dengan Lembar Kerja pengetahuan yang diberikan guru, dan
untuk mengembangkan keterampilan pengetahuan diasumsikan sebagai sosok
proses. Semiawan dkk. (1985) menyatakan informasi dan keterampilan yang telah
bahwa ketrampilan proses adalah ketram- dihasilkan pada waktu yang lampau dengan
pilan mengamati, menghitung, mengukur, standar tertentu. Pendidikan progresif
mengelompokkan, menentukan hubungan meliputi tiga aspek perubahan, yaitu:
antara ruang dan waktu, membuat hakekat ilmu pengentahuan, belajar dan
hipotesis, merumuskan penelitian dan mengajar. Menurut Dewey (1933), dalam
eksperimen, mengendalikan variabel, belajar aktif pengetahuan merupakan
menginterpretasikan data, menyimpulkan, pengalaman pribadi yang diorganisasikan
meramalkan, menerapkan dan mengkomu- dan dibangun melalui proses belajar bukan
nikasikan temuan. dari guru. Sedangkan mengajar merupakan
upaya menciptakan lingkungan agar siswa
Sedangkan versi Konsorsium
dapat memperoleh pengetahuan melalui
Pendidikan, yang diwakili oleh pendapat
keterlibatan secara aktif dalam kegiatan
Raka Joni (1993) menginterpretasikan
belajar.
belajar aktif sebagai suatu pendekatan. Ia
memberikan rambu-rambu bahwa belajar Seperti Dewey, Piaget juga menolak
metode tradisional, karena ia tidak setuju

ISSN : 0215 - 8884


KONSEPSI GURU TENTANG BELAJAR DAN MENGAJAR . . . 75

dengan pengaruh behaviorisme bahwa menekankan pada perkembangan yang


pengetahuan itu berasal dari luar diri siswa berdimensi sosial dan kultural (Blanck,
(Labinowicz, 1990). Menurut Piaget (1971) 1990). Hal inilah yang membedakan
semua organisme dilahirkan dengan dengan konsep Dewey maupun Piaget yang
kecenderungan untuk mampu beradaptasi memfokuskan analisisnya pada
dengan lingkungan melalui proses adaptasi perkembangan berdimensi individu. Dalam
biologis. Dalam konteks manusia belajar, menentukan tingkat perkembangan anak,
mekanisme dasar dari proses adaptasi maka seseorang harus melihat paling tidak
adalah perkembangan kognitif yang terdiri dua aspek, yaitu tingkat riil dan tingkat
dari dua proses yang saling komplementer, yang potensial untuk dicapai (van Geert,
yaitu proses asimilasi dan akomodasi. 1994). Di antara dua aspek ini ada spek
Menurut Royer dan Feldman (1984) intermediasi yaitu yang disebut “zone of
asimilasi adalah proses memahami proximal development” atau zona
pengalaman belajar yang sesuai dengan perkembangan (Vygotsky, 1978), yaitu
struktur kognitifnya. Pada dasarnya jarak antara tingkat perkembangan yang riil
seseorang akan melihat sesuatu yang baru dalam pemecahan masalah secara bebas
dengan memakai kacamata pengetahuan- dengan tingkat perkembangan potensial
nya. Kalau toh ada perbubahan, maka karena adanya bimbingan orang dewasa.
perubahan struktur kognitif itu sangat kecil. Jadi perkembangan anak tidak bisa
Sedangkan proses akomodasi adalah proses dipahami hanya dengan mempelajari
perubahan struktur berfikir yang ada karena pribadi seseorang.
merespon stimulus (Royer & Feldman, Teori belajar lain adalah teori
1984). Dalam proses akomodasi terjadi konstruktivisme. Teori ini berkaitan dengan
perubahan besar karena struktur kognitif teori asimilasi dan akomodasi Piaget yang
yang ada tidak mampu menampung telah didiskusikan sebelumnya. Teori
stimulus yang baru. Menurut Piaget yang konstruktivisme meletakkan dasarnya pada
dikutip oleh Page (1990) ada empat prinsip dua prinsip seperti yang dikemukakan oleh
belajar aktif, yaitu: siswa harus mem- von Glasserfeld (1989), yaitu pertama,
bangun pengetahuannya sendiri sehingga bahwa pengetahuan tidak secara pasif
menjadi bermakna, cara belajar yang paling diterima tetapi secara aktif dibangun oleh
baik adalah jika mereka aktif dan subyek yang sadar dan yang kedua fungsi
berinteraksi dengan objek yang konkrit, dari kognisi adalah adaptif dan
belajar harus terpusat pada siswa dan mengorganisasi dunia pengalaman, bukan
bersifat pribadi, dan interaksi sosial dan pencarian realita ontologis. Prinsip kedua
kerja sama harus diberi peranan penting mempunyai pengertian bahwa fungsi dari
dalam kelas. kognisi bukannya menemukan realitas
Ahli teori tidak hanya menaruh objektif yang sudah ada tetapi menyesuai-
perhatian pada aktivitas mental saja seperti kan konsep realitas yang diajukan dengan
Dewey dan Piaget tetapi juga aspek sosial sesuatu yang berdasarkan pengalaman.
anak yang belajar adalah Vygotsky (1978). Murid bukan memindahkan pengetahuan
Ia memandang bahwa siswa merupakan dari dunia eksternal ke dalam memori
pengorganisasi pengalaman yang aktif dan mereka seperti pada pandangan tradisional,

ISSN : 0215 - 8884


76 PARDJONO

tetapi mereka membangun dengan Data hasil wawancara ditranskrip


mengiterpretasikan dunia berdasarkan segera setelah wawancara dilakukan dan
pengalaman dan struktur pengetahuannya dibuat ringkasannya, terutama mengenai
secara terus menerus. substansi yang menjadi fokus penelitian,
kemudian dikirim ke responden untuk
METODE validasi, apakah isi wawancara substansi-
nya sesuai dengan apa yang dimaksud,
Studi kasus ini menggunakan metode yang telah disampaikan melalui wawancara
kualitatif dengan tradisi interpretif. Sekolah itu.
sampel dipilih dari Kabupaten Bantul dan
Data yang telah ditranskrip kemudian
Kodya Yogyakarta masing-masing 2 SD
dianalis dengan cara mengelompokkan,
terbaik dan 2 sekolah SD imbasnya.
mengkategorikan dan membuat kode-kode
Sekolah-sekolah sampel adalah sekolah
untuk setiap kategori. Data dikelompokkan
yang baik berdasarkan rekomendasi dari
menjadi tiga kelompok: konsepsi guru
Kakandep setempat. Partisipan dalam
tentang belajar aktif yang meliputi konsepsi
penelitian sebanyak 16 orang yang teridiri
mereka tentang hakekat belajar dan
dari guru SD di Kabupaten Bantul
mengajar. Proses “coding” mengikuti
sebanyak 8, guru SD di Kodya Yogyakarta
prosedur coding yang digunakan dalam
sebanyak 8. Guru yang menjadi partisipan
analisis penelitian “grounded theory”.
dalam penelitian dipilih guru yang terbaik
dalam menerapkan belajar aktif atas
rekomendasi Kepala Sekolah. Hasil Penelitan
Metode pengumpulan data digunakan Meskipun Belajar aktif telah dikenalkan
wawancara dengan menggunakan pedoman di Indonesia sejak tahun 1978 dan secara
wawancara dan alat perekam suara. luas sejak tahun 1984, sebagian guru masih
Sebelum digunakan untuk mengumpulkan mempunyai pandangan tradisional tentang
data pedoman wawancara diuji cobakan belajar mengajar.
dahulu kepada satu guru SD di Indonesia
untuk menguji teknis penggunaannya.

Tabel 1. Konsepsi Guru terhadap Belajar Aktif


Sekolah Perkotaan Sekolah Pedesaan
Jenis Sekolah Sekolah Inti Sekolah Imbas Sekolah Inti Sekolah Imbas
I II I II I II I II
Guru Kelas Atas AW BS SM MD PJ MS SH RE
Guru Kelas Bawah JM SA RK SD SJ ST KS TS
Keterangan: Kelas Atas : Kelas 4,5 dan 6 Kelas Bawah: Kelas 1,2 dan 3
AW, BS, JM dst. Adalah inisial partisipan
Kategori 1: Tradisional
Kategori 2: Ketrampilan Proses
Kategori 3: Konsep Konsorsium

ISSN : 0215 - 8884


KONSEPSI GURU TENTANG BELAJAR DAN MENGAJAR . . . 77

Sebagian guru sudah berubah keya- Pandangan ini juga mempunyai asumsi
kinannya, yaitu mereka tidak lagi yang sama dengan pandangan guru
mempunyai konsepsi tradisional namun sebelumnya, yaitu bahwa pendidikan itu
belum seperti apa yang diharapkan karena harus mulai dari what to teach apa yang
masih tidak sesuai dengan prinsip belajar diajarkan atau subject-centered education.
aktif. Tetapi ada juga yang sudah Kata-kata “sampai sekarang” menunjukkan
mempunyai pandangan yang progresif bahwa keyakinan MD tentang belajar dan
tentang belajar dan mengajar sesuai dengan mengajar masih belum berubah meskipun
konsep yang dikembangkan oleh mereka sudah pernah mengikuti penataran
Konsorsium yaitu konstruktivisme. tentang belajar aktif. Ia masih mempunyai
keyakinan bahwa belajar itu adalah
Pandangan Tradisional Tentang Belajar menerima ilmu dari guru dan guru memberi
ilmu kepada muridnya.
Ada tiga guru dari 16 yang mempunyai
pandangan tradisional tentang belajar aktif
Konsepsi Tentang Belajar Sebagai
(AW, MD dan SD). Guru dalam kategori
Ketrampilan Proses
ini pada dasarnya mempunyai pandangan
bahwa belajar menurut konsep belajar aktif Kategori kedua adalah guru yang
adalah menerima pengetahuan dari guru berpandangan bahwa belajar aktif itu
dan mengajar adalah memberi pengetahuan sebagai pendekatan ketrampilan proses,
kepada murid yang belum memiliki. yaitu ada 6 guru (JM, BS, SM, RK, ST dan
Contoh, AW guru kelas 6 mengatakan RE). Tidak seperti pada kelompok pertama,
bahwa: kelompok ini menunjukkan perubahan
Mengajar itu menurut saya adalah pandangan guru tentang belajar dan
memberikan informasi [kepada anak], mengajar. Mereka bahkan mampu
sehingga anak itu bertambah membedakan antara pandangan tradisional
pengetahuannya. (Transkrip wawancara dengan pandangan mereka sendiri. Suatu
dengan AW, h.2). contoh JM seorang guru yang sudah cukup
pengalaman mempunyai pandangan
Konsepsi ini jelas mengekspresikan
sebagai berikut:
keyakinan pada metafora bahwa mengajar
itu seolah-olah memasukkan air dalam Kalau saya, mengajar itu condong
botol kosong. Dalam menjawab pertanyaan mengarahkan, Tetapi itu tadi, kalau
peneliti, guru lain yang tergabung dalam banyak muridnya yaa… susah. Jadi
kategori ini yaitu, MD mengatakan: kalau mengarahkan, [karena] anak itu
sebenarnya sudah mempunyai modal-
Sementara saya masih beranggapan
nya, kita tinggal menambah yang belum
bahwa mengajar itu memberi ilmu
tahu. Dan anak mestinya mencari.
kepada anak. Karena materinya harus
Kalau dulu [tradisional] kan anak
diberikan. Ya… itu menurut saya
seperti disuapi, gurunya berkuasa.
sampai sekarang ini. Dan anak-anak
(Transkrip wawancara dengan JM, h.4).
sebagai orang yang belum mempunyai
ilmu kita berikan lewat pengajaran itu Menurut JM, belajar menurut konsep
(transkrip wawancara dengan MD, h.3). tradisional adalah bahwa siswa disuapi,

ISSN : 0215 - 8884


78 PARDJONO

sehingga peran guru adalah menyuapi yang algoritmik, yang merupakan ciri khas
muridnya. Tetapi belajar aktif menurut JM pendekatan ketrampilan proses. Yang
adalah guru mengarahkan, tidak hanya menarik dari temuan ini, bahwa guru-guru
memberikan ilmu secara langsung. Ia ini mampu membedakan antara pendekatan
percaya bahwa siswa telah mengetahui tradisional dengan pendekatan keteram-
sesuatu sebagai pengetahuan awalnya dan pilan proses yang menurut mereka
tugas guru adalah hanya mengarahkan merupakan pendekatan belajar aktif.
untuk menemukan pengetahuan yang lain. Pendekatan ini telah digunakan di sekolah
ST mempunyai pandangan yang agak selama lebih dari satu dekade, sampai
berbeda dengan yang lain dalam kelompok konsep Konsorsium Pendidikan dikenalkan
ini. Dalam menjawab pertanyaan, beliau sekitar tahun 1922, sehingga sebagian guru
memberikan respon sebagi berikut: masih memegang keyakinan ini.
…..tetapi prinsip mengajar tidak seperti
ibaratnya anak akan makan ikan, kalau Belajar Aktif Menurut Konsep
hanya diberi ikan saja, kemudian Konsorsium
disuruh makan. Tidak. Tetapi anak Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa
kalau mau makan ikan kita beri menurut pendekatan belajar aktif, belajar
kailnya, untuk mencari sendiri. Jadi didefinisikan sebagai proses membangun
guru jadi pancing itu, juga umpannya pengetahuan, dan pemberian makna pada
dsb. Disitu perannya guru. Jadi pengalaman belajar anak, dan mengajar
memberikan arah bagaimana anak sebagai proses pembimbing dan
belajar agar mendapatkan ilmu. Kalau menyediakan lingkungan belajar agar anak
dulu kan dikenal dengan “3DH”: bisa membangun pengetahuannya sendiri.
datang, duduk, dengar dan hafal. Contoh dari pandangan belajar dalam
(Transkrip wawancara dengan ST, h.4). kelompok ini yang mirip dengan prinsip ini
adalah apa yang dikemukakan oleh SA
Dari sini nampak bahwa konsepsi ST
sebagai berikut:
tentang belajar dan mengajar telah berubah,
dalam arti ia tidak lagi memegang Belajar itu [selain] dari dasar-dasar
pandangan bahwa belajar itu menerima yang diperoleh dari gurunya supaya
pengetahuan secara pasif dan mengajar dia mandiri juga supaya bisa mencari
untuk kelanjutannya. Jadi tidak hanya
adalah memberikan ilmu pengetahuan
menunggu [dari guru]. Kalau saya
secara langsung kepada murid, tetapi
memang memberi tugas PR. Itu kita
belajar itu mencari pengetahuan sendiri, buat supaya dia tidak hanya
sedangkan mengajar memberikan petunjuk [mengharapkan] dari gurunya, tetapi
dan bimbingan agar anak itu memperoleh mencari kemana selain guru.
pengetahuan. (Transkrip wawancara dengan SA, h.6).
Pendapat JM dan ST menunjukkan
Menurut SA mengajar itu mempunyai
bahwa belajar itu suatu proses mencari
tujuan menjadikan siswa mandiri atau
ilmu melalui cara tertentu yang telah
“self-motivated student” untuk
dibingkai oleh guru, yang oleh Joni (1993)
mengembangkan apa yang sudah mereka
disebut sebagai prosedur pembelajaran

ISSN : 0215 - 8884


KONSEPSI GURU TENTANG BELAJAR DAN MENGAJAR . . . 79

ketahui. Mereka harus memulai dari yang berlatih sendiri. Ini semuanya mesti
mereka ketahui sebagai dasar untuk dengan bimbingan guru. Kalau
memperoleh pengetahuan berikutnya. Bagi mengajar adalah mengusahakan anak
SA, PR merupakan wahana pembentuk aktif untuk menemukan konsep-konsep
kepribadian agar siswa menjadi sadar sendiri dengan arahan guru, sehingga
bahwa belajar itu tidak tergantung guru. guru memberikan arahan-arahan
Pandangan ini agak berbeda dengan dengan tidak langsung, yaitu dengan
pendapat umum bahwa PR itu dimak- pancingan-pancingan. Kalau dulu
sudkan untuk memperbanyak kesempatan [tradisional] seolah-olah [guru]hanya
memberi ilmu pada anak, ibaratnya
untuk latihan. Pada kesempatan lain SA
seperti menyuapi. (Transkrip wawan-
memberikan pengertian tentang belajar.
cara dengan MS, h.3).
Kalau mengajar itu sebenarnya
….seharusnya tidak sekedar memberi Selain itu juga mencoba menjelaskan
tahu, tetapi harus meliputi [juga aspek] konsepsinya tentang peran guru menurut
lahir batinnya. Jadi harus memakai konsep pendekatan belajar aktif sebagai
[aspek] pendidikannya. Bagaimana berikut:
sikap anak itu saya siapkan dulu untuk Yaa…memang kalau dulu seolah-olah
menerima pelajaran itu. Nah untuk guru itu sebagai satu-satunya sumber
menyiapkan sikap-sikap itulah [aspek] ilmu. Kalau sekarang sumber ilmu
pendidikannya. (Transkrip wawancara mungkin ada dalam buku, dan mungkin
dengan SA, h.5). ada di luar kelas. Jadi sekarang guru
Jawaban ini menunjukkan bahwa sebagai fasilitator belajar siswa. Selain
konsepsi SA tentang belajar itu telah itu [guru] sebagai motivator misalnya
mendorong siswa untuk belajar.
berubah bukan lagi Tradisional, bahwa
Dengan belajar akif dan peran guru
mengajar itu bukannya hanya menceri-
sebagai fasilitator, anak akan menjadi
terakan. Tetapi penggunaan istilah
aktif dan antusias karena dimotivasi
“menyiapkan sikap anak menerima terus, dipancing-pancing jadi tidak
pelajaran” menunjukkan adanya inkonsis- pasif. Dan hasilnya akan lebih kreatif
tensi dengan konsepsi tentang hakekat dibanding dengan anak [yang diajar]
pengetahuan, yaitu merupakan sebagai dengan ceramah saja. Kadang anak-
“body of knowledge”, sosok pengetahuan anak bisa menemukan konsep. Buktinya
yang harus diberikan kepada siswa. kemarin kata Bapak, yang malah lihat
Guru lain yang termasuk dalam sendiri. (Transkrip wawancara dengan
kelompok ini adalah MS dan TS. Guru MS MS, h.3).
menjelaskan pandangannya tentang belajar TS mencoba membedakan antara
dan mengajar dengan lancar sebagai konsep belajar tradisional dengan konsep
berikut: belajar aktif sebagai pembelajaran yang
Belajar adalah mencari sendiri berpusat pada guru dan pembelajaran yang
informasi atau ilmu secara aktif berpusat pada siswa. Pendapat ini hampir
melakukan kegiatan belajar, misalnya sama dengan apa yang dikemukakan
[dengan] membaca mengamati, Dewey (1933) tentang pendidikan
menyelesaikan soal-soal latihan atau progresif. Ia mencoba menjelaskan posisi

ISSN : 0215 - 8884


80 PARDJONO

dan peran guru di dalam kelas yang dari hasil penelitian terhadap binatang,
berpusat pada guru dan pembelajaran yang yang dipakai juga pada manusia. Hal ini
berpusat pada siswa, yaitu ketika diperkuat oleh McCormick dan Pressley
memberikan informasi tentang istilah baru (1997) yang menyatakan bahwa konsep
peran guru tidak bisa diubah selain sebagai Thorndike merupakan konsep dasar dari
pemberi informasi. aliran behaviorisme yang telah
dikembangkan lebih jauh oleh Skinner.
PEMBAHASAN Konsep belajar ini lebih memusatkan
perhatiannya pada tingkah laku anak yang
Perubahan dari pendekatan lama ke bisa diamati dan diukur, dan tingkah laku
pendekatan baru merupakan peningkatan itu sebelumnya dideskripsikan agar dapat
paradigma, sehingga bagi guru memerlu- diukur tingkat keberhasilan pencapaiannya
kan perubahan besar, karena meliputi dalam proses belajar.
perubahan filosofi, keyakinan, tingkah laku
dan kebiasaan lama untuk diganti dengan
Keterampilan Proses
konsep yang sama sekali baru.
Kelompok kedua adalah pandangan
Pandangan Tradisional yang mirip dengan prinsip-prinsip belajar
menurut pendekatan keterampilan proses,
Kurikulum sekolah tahun 1975, yaitu bahwa belajar adalah suatu proses
mengadopsi prinsip-prinsip belajar untuk mencari ilmu dengan mengikuti
behaviorisme yang secara resmi dipakai prosedur atau arah yang telah ditentukan
sampai tahun 1984 dan pengajaran secara oleh guru sebelumnya dan mengajar adalah
langsung merupakan ciri khas dari upaya menentukan arah. Keterampilan
kurikulum 1975. Partisipan pada kelompok proses dimaksudkan untuk mengembang-
ini menginterpretasikan belajar menurut kan kemampuan ilmiah murid seperti
pendekatan belajar aktif adalah menerima kemampuan mengamati, menghitung,
secara pasif pengetahuan dari guru. mengukur, mengklasifikasi, merumuskan
Pandangan ini mirip dengan pendekatan hipotesis, dan mengkomunikasikan temuan.
pembelajaran terpusat pada materi atau Jadi menurut pandangan ini mengajar
“subject-centered” yang fokusnya adalah bukannya menyampaikan pengetahuan
mengajar suatu materi, bukan pembelajaran tetapi dengan menentukan langkah-langkah
terpusat pada siswa atau “student-centered” atau prosedur untuk memperoleh
yang fokusnya mengembangkan kemam- pengetahuan. Jadi menurut pendekatan
puan siswa. Pandangan ini mempunyai ketrampilan proses, peran guru yang paling
asumsi bahwa guru adalah sebagai sumber esensi adalah menyediakan petunjuk yang
pengetahuan dan perannya adalah jelas untuk siswa sebelum kegiatan belajar
memberikan ilmu kepada siswa. Menurut dimulai. Pandangan ini serupa dengan apa
Resnick dan Ford (1981), teori Edward yang disebut oleh Biggs (1971) dengan
Thorndike adalah awal dari era psikologi pendekatan belajar “directed discovery”.
pendidikan yang berakar pada “subject- Dalam “directed discovery” guru mem-
matter learning”. Pendapat Thorndike berikan pertanyaan-pertanyaan atau bahan-
tentang prinsip “reinforcement” ini ditarik bahan pelajaran yang telah dirancang

ISSN : 0215 - 8884


KONSEPSI GURU TENTANG BELAJAR DAN MENGAJAR . . . 81

secara matang biasanya dalam bentuk ketrampilan berpikir siswa dan mengarah-
lembar kerja. Dari sini nampak bahwa guru kan siswa untuk menguji dan meng-
selalu mengarahkan siswanya kepada konstruksi pemahaman mereka terhadap
tujuan yang ditentukan sebelumnya. Joni suatu konsep melalui kegiatan refleksi.
(1993) mengatakan bahwa pendekatan Peran guru menurut konsepsi ini berbeda
keterampilan proses itu meskipun sudah dengan peran guru dalam keterampilan
berdasarkan prinsip-prinsip kognitivisme proses, dimana guru memberikan petunjuk
namun masih mengikuti pola pembelajaran yang telah ditentukan terlebih dulu dan
algoritmik. Dari perspektif kognitivisme, siswa hanya mengikuti petunjuk dalam
seseorang memiliki kemampuan untuk lembar kerja.
menyimpan sejumlah besar informasi di Joni (1993) menyatakan bahwa struktur
dalam otak. Kajian-kajian teori kognitif kognitif akan dimodifikasi melalui proses
akhir-akhir ini didominasi oleh teori yang akomodasi, jika pengalaman baru
disebut dengan “information processing seseorang tidak sesuai dengan struktur
theory” yang dianalogikan bekerjanya kognitif yang ada. Konsep ini mirip dengan
komputer dalam melukiskan proses mental teori yang dikemukakan oleh Piaget, seperti
(Ernest, 1994). Informasi disimpan dalam yang dinyatakan oleh Noddings (1990)
otak ke dalam berbagai tingkatan makna. bahwa teori konstruksivisme dari Piaget
Semakin bermakna suatu pengalaman maka mengikuti proses mekanisme aktif dengan
semakin mudah pengalaman itu dipanggil membangun pengetahuan secara terus
kembali dan yang kurang bermakna menerus. Makna baru yang diciptakan oleh
semakin mudah dilupakan (Tennyson, siswa merupakan transformasi yang terjadi
1992). antara pengalaman belajar dengan
Kesimpulannya, bahwa dasar dari pengalaman sebelumnya. Bagi penganut
pendekatan ketrampilan proses adalah aliran konstruktivisme, belajar bukan
siswa belajar secara efektif dan mampu mengambil ilmu dari luar diri pebelajar,
mengingat pengetahuan yang diperoleh baik dari guru maupun dari buku, tetapi
lewat proses menemukan sendiri, kegiatan pengetahuan itu secara alami dibangun
observasi, mengukur, mengklasifikasi, secara terus menerus oleh siswa sendiri
menghitung dan sebagainya. Cara hafalan sehingga semakin luas, semakin dalam dan
perlu dikurangi dan kegiatan yang semakin kompleks serta saling terkait
berdasarkan penemuan ditingkatkan. maknanya.

Konsep Konsorsium KESIMPULAN


Guru dan kelompok ini memandang Dari penelitian ini ditemukan bahwa
belajar adalah menemukan pengetahuan diantara guru-guru, ada tiga macam
oleh siswa sendiri dan mengajar merupakan konsepsi yaitu konsepsi tradisional,
upaya guru untuk menyediakan lingkungan ketrampilan proses dan konstruktivisme
belajar sehingga dapat membangun yaitu konsep yang dikembangkan oleh
konsepnya dengan memberi pancingan- Konsorsium. Penelitian ini adalah
pancingan. Guru menggunakan pertanyaan penelitian kasus dengan sampel kecil sesuai
“socratic” dalam mengembangkan dengan metode kualitatif-naturalistik yang

ISSN : 0215 - 8884


82 PARDJONO

dipakai. Untuk selanjutnya perlu ada Page, M. (1990). Active learning:


penelitian lanjutan untuk menguji Historical and contemporary perspec-
“transferability” dari temuan ini pada tives. Unpublished doctoral paper:
konteks dan situasi lain. Selain itu perlu University of Massachusetts. ERIC
ada penelitian lanjutan tentang bagaimana Document ED. 338-339.
konsepsi model pembelajaran matematika Pardjono. (1999). The implementation of
dari guru itu diimplementasikan ke dalam Student Active Learning in primary
proses belajar mengajar di kelas. mathematics in Indonesia. Unpublished
Doctor of Philosophy dissertation.
DAFTAR PUSTAKA Geolong: Deakin University, Australia.
Biggs. E.E. (1971). The role of experience Piaget, J. (1971). The psychology of
in learning of mathematics. The intelligence. Sixth impression.
Arithmetic Teacher, 18,278-285. Translated from the French by Malcom
Blanck, G. (1990). Vygotsky: The man and Piercy. London: Routledge & Kegan
his cause. In Louis C. Moll (Ed), Paul.
Vygotksy and education: Instructional Raka Joni, T. (1993). Cara belajar siswa
implication and application of aktif: Acuan konseptual peningkatan
sociohistorical psychology. Cambrige, mutu kegiatan belajar mengajar. Dalam
New York: Syndicate of University of C.R. Semiawan dan T. Raka Joni
Cambrige. (Eds.), Pendekatan Pembelajaran:
Dewey, J. (1933). How we think. Boston: Acuan konseptual pengelolaan kegiatan
D.C. Heath. belajar-mengajar di sekolah. Jakarta:
Konsorsium Pendidikan.
Labinowicz, E. (1980). The Piaget
primer:Thingking, learning, teaching. Royer, J. & Feldman, R. (1984).
Ontario: Addison-Wesley. Educational psychology: Applications
and theory. New York: Alfred A.
Mendikbud (1993). Kurikulum pendidikan Knopf.
dasar: Garis-garis besar program
pengajaran. Jakarta: Depdikbud. Semiawan, C., Tangyong, A.F., Belen, S.,
Matahelemual, Y., & Suseloardjo
Moegiadi, Tangyong, A.F., & Gardner, R. (1985). Pendekatan keterampilan
(1994). The active learning through proses: Bagaimana mengaktifkan
professional support project in siswa? Jakarta: PT. Gramedia.
Indonesia. Dalam A. Little, W.
Hoppers, dan R. Gardner (Eds.). Tennyson, R.D. (1992). An educational
Beyond Jomtien: Implementing primary learning theory for instructional design.
education for all (pp. 45-67). London: Educational Technology, 32(1), 36-41.
Macmillan. Van Geert, P. (1994). Vygotskian dynamics
Noddings, D.(1990). Constuctivism in of development. Human Development
mathematics education. Journal for (37), 346-364.
Research in Mathematics Education: Von Glasersfeld, E. (1989). Learning as
Monograph, 22(1),7-18. constructive activity. Dalam Husen, T.

ISSN : 0215 - 8884


KONSEPSI GURU TENTANG BELAJAR DAN MENGAJAR . . . 83

and Postlethwaite, N. (Eds.), Scribner, & E. Souberman, Eds.).


International Encyclopedia of Cambrige, Massachusetts: Harvard
Education (Sumpplementary Vol.) University Press.
(pp.162-163). Oxford: Pergamon Press. Yulaelawati, E. (1995). New ways of
Vygotsky, L. (1978). Mind in society: The science teaching: The active and
development of higher psychological professional support project. ERIC
processes (M. Cole, V. John-Steiner, S. Document ED. 391 692.

ISSN : 0215 - 8884

Anda mungkin juga menyukai