PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat sedang
hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di
dunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia
tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005,
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendral PPM & PL di
lima rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI, 2011). Menurut Riset
Kesehatan Dasar, pada tahun 2007 angka kematian akibat PPOK menduduki
1
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2
batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK
ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn ASM
Usia/Jenis kelamin : 80 tahun/Laki-laki
MRS melalui : IGD
Rawat IGD : 17 November 2018 jam 22.14 WITA
Rawat diruang : Komodo
No. MR : 013091
Agama : Kristen Protestan
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan :-
Alamat : Kuanino
II. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
a. Keluhan Utama : Sesak napas 1 hari sebelum masuk rumah sakit
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak napas sejak kemarin sebelum masuk rumah sakit,
kemudian setelah itu pasien mengeluh terasa sesak semakin memberat
sehingga pasien diantarkan oleh keluarga ke IGD RSU Prof.W. Z
Johannes. Menurut pasien sesak saat saat beristrahat, semakin memberat
ketika beraktivitas. Gejala lainnya yakni batuk (+) kering. Pasien
memiliki riwayat penyakit jantung dan sesak napas sebelumnya. Menurut
pasien sebelumnya pernah merokok pada waktu masih muda dan untuk
saat ini pasien telah berhenti merokok.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat sakit CAD+PPOK+CHF
d. Riwayat Penyakit Keluarga
DM (-), hipertensi (-), alergi makanan (-)
g Riwayat di IGD
3
Hasil pemeriksaan di IGD menunjukkan pasien sesak dan pasien
diberikan nebu combivent + NaCl 3%, O2 masker 8 LPM, captopril 2x25
mg, ambroxol 3x1 tab, ca glukonas 2x1 amp bolus pelan, NS 20 tpm dan
balance cairan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Tanda Vital : Suhu = 36,50 C
TD = 130/90
Nadi = 82 kali/menit, regular, kuat angkat
Pernafasan = 20 kali/menit, regular, normal,
torakoabdominal
Kulit : tidak pucat, tidak sianosis, turgor kulit baik.
Kepala : Bentuk normal, rambut uban, tidak mudah tercabut
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Deformitas (-/-), Nyeri tekan mastoid (-/-)
Hidung : Septum : deviasi (-)
Sekret : sekret (-/-)
Mukosa : merah muda
Epistaksis: (-/-)
Mulut : Bibir : lembab
Mukosa : merah muda
Lidah : plak (-)
Leher : pembesaran KGB (-), struma (-).
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS
5 linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea
parasternal sinistra
4
Batas bawah : ICS 5 linea
midklavikula sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea
parasternal Dextra
Batas kiri : ICS 5 linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Paru Anterior
Inspeksi : pengembangan dada simetri, otot bantu pernafasan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), vocal fremitus D=S
Perkusi : Sonor Seluruh lapangan paru
Auskultasi :
Suara Napas Ronki Wheezing
V V - - - -
V V - - - -
V V - - - -
Paru Posterior :
Inspeksi : Tulang – tulang vertebra dbn
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), vocal fremitus D=S
Perkusi : Sonor Seluruh lapangan paru
Auskultasi :
Suara Napas Ronki Wheezing
V V - - - -
V V - - - -
V V - - - -
Abdomen :
Inspeksi : Datar, supel
Auskultasi : BU (+), 8 x / menit
5
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
edema motorik 5 5
5 5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 24 November 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI
MCH, MCHC
6
Eosinofil 3,8 % 0-4 H
7
V. POMR
N Clue & Cue Problem List DD Planning Planning Plannig
o. Diagnosis Terapi edukasi
Suhu: 36,5 C
Nadi: 82x/m
RR : 20x/m
Ronki
- -
Wheezing
- -
- -
8
BAB III
Pembahasan
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik didefinisikan sebagai
kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya. Sedangkan emfisema didefinisikan sebagai suatu kelainan
anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal,disertai kerusakan dinding alveoli.Pada prakteknya cukup banyak
penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk
penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel
penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.4
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
-Bekas perokok
9
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan :0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
3.Hipereaktiviti bronkus
C. Patogenesis4
10
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
11
Pada gambaran foto toraks diatas terlihat gambaran hiperinflasi pada paru
danhemidiafragma yang mendatar. Pada proyeksi lateral terlihat peningkatan
diameter anteroposterior“barrel chest” karena peningkatan udara di ruang
retrosternal.
Gambar di atas merupakan foto toraks seorang pria dengan riwayat merokok
lama. Terlihat gambaran lusen pada lapangan atas paru kiri dan kanan
12
Gambar di atas menunjukkan foto toraks penderita emfisema tipe bullous.
Tanda panah menunjukkan dinding bula yang terlihat seperti garis lengkung
13
D. Faktor Imunologi Pada PPOK
IV. PATOGENESIS
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil
yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon
inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous
akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus
menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran
nafas, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan
risiko lingkungan utama terjadinya COPD. Paparan kronik partikel inhalasi akibat
merokok memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta
aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor Kβ. Perubahan patologik dan
gejala klinik merupakan hasil interaksi antara faktor host dengan faktor
lingkungan. Interaksi ini merupakan trias patologik COPD yang terdiri atas;
14
inflamasi persisten yang ditandai dengan peningkatan netrofil, makrofag dan
faktor ini menyebabkan metaplasia dan hiperplasia sel goblet, hipersekresi mukus,
yang saling terintegrasi pada mekanisme pertahanan mukosa saluran napas pada
respon awal dari paparan partikel inhalasi akibat merokok. Innate immunity
terhadap mikroba pathogen dan inhalasi toksin atau gas berbahaya. Epitel
15
saluran napas transforming growth factor-β (TGF-β) dependent signaling
kemokin seperti IL-8 dan chemokine (c-c motif) ligand 20 ( CCL20) yang
b. MAKROFAG ALVEOLAR
makrofag pada jaringan paru dan mempunyai korelasi yang kuat terhadap
CXCL11.
c. SEL DENDRITIK
16
Sel dendritik merupakan sel “sentinel” pada respons innate immunity dan
perantara antara innate dan adaptive immunity. Sel dendritik terletak pada
Tcells.
IV b. ADAPTIVE IMMUNITY
a. T Cells
pada COPD.
b. B Cells
respons CD4+ Tcell dan produksi autoantibodi. Pada emfisema CD4 Tcells
17
parahnya penyakit. Peningkatan kadar elastin specific autoantibodies
penyakit COPD. Paparan terhadap rokok, partikel atau gas berbahaya dapat
dan kemokin yang berperan terhadap terjadinya inflamasi kronik dan kerusakan
sinyal kemotaktik yang berperan pada rekruitmen neutrofil yaitu LTB4, IL-8, dan
CXC kemokin yang terdiri atas; CXCL1, CXCL8, GRO-a (growth related
18
Mediator ini berasal dari makrofag alveoli dan sel epithelial., sedangkan
mediator ini berperan pada destruksi alveolar, selain itu serine protease
E. Diagnosis
1. Gambaran klinis
19
pasca TB Paru. Penegakkan diagnosis PPOK secara klinis dilaksanakan di
puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri.6
Anamnesis7,8
Pasien biasanya mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk
bernapas, rasa berat saat bernapas, gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul
secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah gejala awal perkembangan
PPOK. Gejala ini juga biasanya merupakan gejala klinis yang pertama kali
disadari oleh pasien. Batuk kronis pada PPOK bisa juga muncul tanpa adanya
dahak. Faktor risiko PPOK berupa merokok, genetik, paparan terhadap partikel
berbahaya, usia, asma/ hiperreaktivitas bronkus, status sosioekonomi, dan infeksi.
Riwayat Penyakit7,8
Pada penderita PPOK baru diketahui atau dipikirkan sebagai PPOK, maka riwayat
penyakit yang perlu diperhatikan diantaranya:
• Faktor risiko terpaparnya pasien seperti rokok dan paparan lingkungan ataupun
pekerjaan.
• Riwayat penyakit sebelumnya termasuk asma bronchial, alergi, sinusitis, polip
nasal, infeksi saluran nafas saat masa anak-anak, dan penyakit respirasi lainnya.
• Riwayat keluarga PPOK atau penyakit respirasi lainnya.
• Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat di rumah sakit untuk penyakit respirasi.
• Ada penyakit dasar seperti penyakit jantung, osteoporosis, penyakit
musculoskeletal, dan keganasan yang mungkin memberikan kontribusi
pembatasan aktivitas.
• Pengaruh penyakit pada kehidupan pasien termasuk pembatasan aktivitas,
pengaruh pekerjaan atau ekonomi yang salah.
• Berbagai dukungan keluarga dan sosial ekonomi pada pasien
• Kemungkinan mengurangi faktor risiko terutama menghentikan merokok.
Pemeriksaan Fisik4
20
Jika PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
Inpeksi
Pursed-lipsbreathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest Penggunaan otot bantu napas
Hipertrofi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi: Pada emfisema fremitusnya melemah
Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
Suara napas vesikuler normal atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa.
2. Pemeriksaan Penunjang4,9
a. Faal Paru
Spirometri
Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1 dan
FVC dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator
dibagi menjadi GOLD 1, 2, 3, dan 4. Pengukuran spirometri
harus memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan secara
paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity
(FVC)), kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama
21
(Forced Expiratory Volume in one second(FEV1)), dan rasio
kedua pengukuran tersebut (FEV1/FVC).
Uji brokodialtor
Dilakukan dengan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
FEV1atau APE <20% nilai awal dan <200 ml
Uji bronkodilator pada PPOK stabil
b. Laboratorium: meliputi darah lengkap dan analisis gas darah.
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru yang lain.
Emfisema
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye
drop appearance)
22
Bronkitis kronik
Normal
Peningkatan corakan bronkovaskular
3. Klasifikasi6
1. PPOK Ringan
Gejala klinis:
– Dengan atau tanpa batuk
– Dengan atau tanpa produksi sputum.
– Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
– VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
– VEP1 / KVP < 70%
2. PPOK Sedang
Gejala klinis:
– Dengan atau tanpa batuk
– Dengan atau tanpa produksi sputum.
– Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
– VEP1 / KVP < 70% atau
– 50% < VEP1 < 80% prediksi.
3. PPOK Berat
Gejala klinis:
– Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
– Eksaserbasi lebih sering terjadi
23
– Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
– VEP1 / KVP < 70%,
– VEP1 < 30% prediksi atau
– VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah, dengan kriteria:
– Hipoksemia dengan normokapnia atau
– Hipoksemia dengan hiperkapnia
E. Diagnosis Banding
24
Gagal jantung Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal, bisa terdapat
kongestif gallop dan murmur
Tabel 2. Perbedaan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri pada PPOK, asam
bronkial dan gagal jantung kronik6
F. Penatalaksanaan
- Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut7 :
- Berhenti Merokok
- Terapi farmakologis dapat mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan
beratnya eksaserbasi dan memperbaiki status kesehatan dan toleransi
aktivitas.
- Regimen terapi farmakologis sesuai dengan pasien spesifik, tergantung
beratnya gejala, risiko eksaserbasi, availabilitas obat dan respon pasien.
25
- Vaksinasi Influenza dan Pneumococcal.
- Semua pasien dengan napas pendek ketika berjalan harus diberikan
rehabilitasi yang akan memperbaiki gejala, kualitas hidup, kualitas fisik
dan emosional pasien dalam kehidupannya sehari-hari.
c. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi adalah meningkatkan tolerasi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang
26
dimasukkan dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai:
1) Beta 2-agonist
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptor β2 adrenergik dengan meningkatkan
C-AMP dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap
bronkokontriksi.
Efek bronkodilator dari short acting β2 agonist biasanya dalam
waktu 4-6 jam. Penggunaan β2 agonis secara reguler akan
memperbaiki FEV1 dan gejala.
Long acting β2 agonist inhalasi memiliki waktu kerja 12 jam atau
lebih. Formoterol dan salmeterol memperbaiki FEV1 dan volume
paru, sesak napas, quality of life dan frekuensi eksaserbasi secara
signifikan, tetapi tidak mempunyai efek dalam penurunan mortalitas
dan fungsi paru.
27
Efek samping adanya stimulasi reseptor β2 adrenergik dapat
menimbulkan sinus takikardia saat istirahat dan mempunyai potensi
untuk mencetuskan aritmia. Tremor somatic merupakan masalah
pada pasien lansia yang diobati obat golongan ini.
2) Antikolinergik
28
Pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid oral tidak
direkomendasikan
d. Phosphodiesterase 4 inhibitors
Diberikan pada pasien PPOK berat dan memiliki riwayat
eksaserbasi dan bronkitis kronik.
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan
menghambat pemecahan intraselular C-AMP.
efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut,
diare, gangguan tidur dan sakit kepala
e. Antimuskarinik
Obat antimuskarinik bekerja untuk menghambat efek
bronkokonstriktor asetilkolin pada resptor muskarinik M3 yang
diekspresikan pada saluran napas.
Selain sebagai bronkodilator, antimuskarinik juga dapat
mengurangi sekresi lendir.
Terdapat 2 jenis yakin short-acting (SAMA) dan long-acting
(LAMA)
Efek yang merugikan: efek terpenting yakni mulut kering, retensi
urin, konstipasi, sakit kepala dan nausea
f. Kombinasi beta 2-agonist dan antimuskarinik
Keduanya saling memperkuat efek bronkodilator.
Kombinasi lebih sederhana dan mempermudah pasien.
g. Antibiotik
Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial yang
mencetuskan eksaserbasi
Antibiotik lini pertama pada PPOK adalah golongan sefalosporin
seperti Cefotaxim 1 gr IV tiap 8-12 jam dan golongan
Floroquinolon yaitu Levofloxacin 500 mg IV 1 kali per hari.
h. Mukolitik dan antioksidan
29
Pasien PPOK dapat diberikan mukolitik seperti Ambroksol, erdostein,
carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein sehingga dapat
mengurangi eksaserbasi dan meningkatkan derajat kesehatan.
i. Terapi oksigen
Manfaat terapi oksigen
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktivitas
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi
PaO2<60 mmHg atau SaO2 <90%
PaO2 antara 55-59 mmHg atau SaO2>89% disertai korpulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda-tanda gagal jantung
kanan, sleep apnea dan penyakit paru lain.
G. Manajemen PPOK Stabil
Kriteria PPOK stabil adalah4:
Tidak dalam kondisi gagal napas akut
Dapat dalam kondisi gagal napas kronik yakni AGD menunjukan
pH normal, PCO2>60 mmHg dan PaO2<60 mmHg
Dahak tidak berwarna atau jernih
Aktivitas terbatas tidak disertai sesak derajat berat
Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
Tidak ada penggunaan bronkodilator
30
3. Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau tubuhaler
karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi
neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang.
4. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif
5. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus.
Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi,
penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.
6. Terapi oksigen. Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat.
Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul
sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat
berat yaitu terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus
menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen
tidak lebih dari 2 liter.
7. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa
penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah.
8. Rehabilitasi penyesuaian aktivitas
9. Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif "Pursed-lips breathing"
10. Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas
11. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :
-Tanda eksaserbasi
-Efek samping obat
atau atau
31
SAMA prn LABA
atau
Teofilin
Atau
Atau
32
LAMA dan PDE-4
inhibitor
I. Komplikasi
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti:
1. Gagal napas4
Gagal napas kronik
33
Penatalaksanaannya:
Jaga keseimbangan tekanan PaO2 dan PaCO2
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktivitas atau
tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
34
itu adanya hiperinflasi dan penggunaan ventilasi mekanik meningkatkan risiko
terjadi pneumotoraks.4
35
DAFTAR PUSTAKA
36
obstructive pulmonary disease: GOLD executive summary. Am J Respir
Crit Care Med. 2014;187(4):347 - 65.
11. WHO. Global status report on noncommunicable diseases 2010 :
Description of the global burden of NCDs, their risk factors and
determinants. 2011
12. ASPEK IMUNOLOGI CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY
DISEASES (COPD) Rosa Dwi Wahyuni Departemen Ilmu Patologi Klinik
FKIK Universitas Tadulako;2017
37