Riwayat pengobatan selama 6 bulan disangkal pasien. Riwayat alergi obat disangkal, riwayat DM dan HT disangkal
Tujuan :
Pasien, TN YB datang ke RSUD Labuha dengan keluhan batuk selama kurang 1 bulan, batuk terus menerus, saat istirahat batuk tidak
berkurang ,dahak (+), dahak terkadang warna kuning dan merah kecoklatan, pasien juga mengeluhkan demam menggigil terutama saat
malam hari, demam tidak diukur di rumah dan turun setelah minum obat penurun panas, nyeri dada disangkal, mual muntah disangkal,
pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di punggung belakang sebesar bola pingpong, benjolan bertambah besar dalam beberapa
bulan terakhir, nyeri (-), pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun semenjak sakit, makan dalam 1 hari hanya 1x itupun hanya 2-3
sendok, pasien juga merasa berat badan menjadi turun semenjak sakit ,pasien menyangkal sebelum mengalami keluhan serupa, di rumah
pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa, pasiennya sebelumnya kerja di luar kota sebagai buruh cuci di Kalimantan kurang
lebih 3 bulan. BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien tidak merokok dan tidak memiliki riwayat asma saat kecil
Riwayat pengobatan selama 6 bulan disangkal pasien. Riwayat alergi obat disangkal, riwayat DM dan HT disangkal
3. Riwayat Penyakit :TB Paru (-), DM (-) Hepatitis (-), keganasan (-), Sakit jantung (-), Asma (-)
4. Riwayat Keluarga : TB paru di keluarga (-) DM (-), Hipertensi (-) Asma (-)
6. Kondisi Lingkungan Sosial : Os tinggal di wayamiga Memiliki1 anak, serumah dengan keluarga berjumlah 6 orang
7. Lain – lain
Objective
Kondisi Umum : compos mentis, tampak sakit sedang, tampak sesak
GCS : E4 V5 M6.
TB : 150cm
BB : 45 kg
Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg, Nadi : 110 x/menit, isi cukup, regular, RR : 30 x/menit, tipe Thoraco-Abdominal. Suhu :
38,4ºC SpO2 : 95 %
Status Generalis :
Kulit : Sawo matang, turgor baik
Kepala : Normosefal, tidak ada deformitas
Rambut : warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : conjungtiva anemis (-/-), Sclera icteric (-/-), pupil bulat isochor
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Deviasi (-), Sekret (-)
Tenggorokan : Tonsil T1 / T1, Mukosa Faring tidak Hyperemis
Gigi dan Mulut : mukosa mulut tenang.
Leher : JVP < 5 cmH2O Pembersaran KGB (-), tidak ada deviasi trakea
Paru
Inspeksi : frekuensi pernapasan : 30x/ menit, tipe Thoraco-Abdominal. Pergerakan pola napas simetris, penggunaan
otot bantu pernapasan (-).Barrel chest (-), sela iga tidak melebar
Palpasi : Simetris, Vocal vremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Ronchi paru kanan (+)/ Rhonki paru kiri (+). pleural friction rub (-) , Wheezing -/- dikedua lapang paru
Jantung :
Inspeksi : Ictus Cordis 1 cm LMCS
Palpasi : Ictus cordis 1cm LMCS
Perkusi : Batas jantung normal.
Auskultasi : S1 – S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak Terdapat deformitas dan efloresensi yang bermakna, ascites -, sagging of flank -
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Abdomen timpani.
Palpasi : Supel,Nyeri Tekan -. Hepar / Lien tak teraba.
Punggung :
Terdapat benjolan di th-10 sebesar 3x3x2cm, konsistensi lunak, mobile (+) nyeri tekan (-)
Nyeri ketok CVA -/-
Ekstermitas : Edema tungkai negatif di 4 ekstremitas
Kekuatan otot : 5/5, tonus otot : normotonus, CRT < 2 detik.
Diagnosis Utama : TB paru kasus baru + suspek spondylitis Tb
Manajemen Terapi
1. O2 Nasal kanul 2-3lpm dengan target SpO2 95%
2. IVFD RL 1000cc/24jam
3. Injeksi Parasetamol 1g per 4 jam
4. Rencana foto thoraks PA/Lateral; Pemeriksaan darah lengkap, cek sputum BTA
Hasil Pembelajaran :
Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara
menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien
menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait,
pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.
Penatalaksanaan TB dimulai dari penemuan pasien TB yang terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien. Setelah pasien masuk dalam klasifikasi yang telah ditentukan, barulah pengobatan yang tepat dapat dilaksanakan.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
3. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Pada kasus-kasus tertentu, terkadang terjadi Multy Drugs Resistence. Untuk menangani kasus ini dapat maka dapat digunakan OAT
lini ke-2. Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu
Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin 600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari).
Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa
sampai 24 bulan.
International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi guideline program penanggulangan
tuberkulosis nasional yang konsisten dengan rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan baru di launching pada bulan
Februari 2006.
International Standard for Tuberculosis Care terdiri dari 17 standar yaitu 6 estándar untuk diagnosis , 9 stándar untuk pengobatan
dan 2 standar yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
Prognosis :
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Qou ad Functionam : Dubia Ad bonam
Qou ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium Tuberkulosis. Surabaya, Des. 1982 : 11-20.
2. Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of Tuberculosis JAMA 1995 ; 273 : 220-26.
3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.
4. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam and in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran
1993 ; 63 : 3 –7.
5. Hudoyo, A. Penerapan Strategi DOTS bagi Penderita TB, Dalam Simposium dan Semiloka TB Terintegrasi. RSUP Persahabatan,
Jakarta, 1999.
6. Broekmans, JF. Success is possible it best has to be fought for, World Health Forum An International Journal of Health
Development. WHO, Geneva, 1997 ; 18 : 243 – 47.
7. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei
1989 1-6.
8. Suryatenggara, W. Peranan pyrazinamide dalam pengobatan tuberkulosis Yogyakarta 1984 : 43-55. paru jangka pendek.
Simposium Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis Paru Bandung, 57-63.
9. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta. 2002.
10. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4.
11. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan Dalam Pemberantasan Tuberkulosis. IPB, Bogor.
2004.
12. Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi,
Dan Keluarga FKUI. 2002.