Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIC

Pembimbing :

dr.Ahmad Muzayyin, Sp. S, M. Kes

Disusun oleh :

Pahlevi Yudha Prihatama, S.Ked

J510185006

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

RSUD Ir. SOEKARNO SUKOHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIC

OLEH:

Pahlevi Yudha Prihatama, S.Ked J510185006

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing:

dr.Ahmad Muzayyin, Sp. S, M. Kes. (.................................)

Dipresentasikan dihadapan:

dr.Ahmad Muzayyin, Sp. S, M. Kes. (.................................)


BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bentakan Baki, Sukoharjo
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
No. RM : 383xxx
Tanggal masuk RS : 23-09-2018

B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Tiba-tiba kelemahan anggota gerak kiri
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada hari Minggu 23
September 2018 jam 19.17 WIB dengan keluhan tiba-tiba kelemahan anggota
gerak kiri sejak tadi sore. Keluhan dirasakan muncul secara mendadak,
diseluruh anggota gerak kiri, keluhan dirasakan setelah pasien pulang dari
sawah. Keluhan ini disertai dengan adanya nyeri kepala, bicara pelo, dan
muntah. Penurunan konsentrasi disangkal, BAB dan BAK normal, riwayat
Hipertensi diakui, riwayat stroke diakui, riwayat trauma
sebelumnya disangkal, riwayat Penurunan BB dalam waktu singkat
disangkal, riwayat pingsan sebelumnya terjadi pada saat pasien mengalami
trauma, riwayat nyeri kepala yang menahun disangkal, riwayat sakit kencing
manis disangkal, riwayat alergi disangkal, riwayat kejang disangkal, riwayat
sakit gigi disangkal, riwayat sinusitis disangkal.

3. Riwayat penyakit dahulu


a. Riwayat penyakit serupa : diakui
b. Riwayat penyakit Hipertensi : diakui
c. Riwayat penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
d. Riwayat penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit Paru : disangkal
f. Riwayat Stroke : diakui

4. Riwayat penyakit keluarga


a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat penyakit Hipertensi : disangkal
c. Riwayat penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
d. Riwayat penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit Paru : disangkal
f. Riwayat Stroke : disangkal

5. Anamnesis Sistem
a. Serebrospinal : penurunan kesadaran (-), pusing berputar (-
), nyeri kepala (+), kejang (-)
b. Cardiovaskular : nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
c. Respirasi : batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
d. Gastrointestinal : mual (-), muntah (+), nyeri perut (-)
e. Muskuloskletal : kelemahan anggota gerak (+) S, nyeri otot (-
)
f. Integumentum : ruam (-), gatal-gatal (-)
g. Urogenital : disuria (-), inkontenisia (-)

6. Resume Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada hari Minggu 23
September 2018 jam 19.17 WIB dengan keluhan tiba-tiba kelemahan anggota
gerak kiri sejak tadi sore. Keluhan dirasakan muncul secara mendadak,
diseluruh anggota gerak kiri, keluhan dirasakan setelah pasien pulang dari
sawah. Keluhan ini disertai dengan adanya nyeri kepala, bicara pelo, dan
muntah. Riwayat hipertensi diakui, stroke diakui, diabetes, disangkal.
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Keadaan umum : Sedang, GCS E4V5M6
b. Vital sign
Tekanan darah : 170/90 mmhg
Heart rate : 82 x/menit
Respiratory rate : 30 x/menit
Suhu : 36,20 C
2. Status generalis
a. Kepala : bentuk normocephal, deformitas(-) bentuk dan ukuran
normocephal,simetris,pulsasi/berdenyut(+),nyeri tekanan(-)
b. Mata : oedem palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil ishokor (+/+)
c. Leher : pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tyroid (-),
peningkatan JVP (-), kaku kuduk (-), brudzinski 1 (-)
d. Thorak :
1). Pulmo
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan
Inspeksi Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada ketingglan
gerak, pelebaran costa (-), retraksi (-), bentukdada
normal
Palpasi Tidak ada nafas yang tertinggal, fremitus dada kanan
dan kiri sama
Perkusi Sonor di paru kanan dan kiri
Auskultasi Terdengar suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-
), Ronkhi (-/-)

2). Jantung
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan
Inspeksi Ictus cordis tak tampak
Palpasi Ictus cordis tak kuat angkat, teraba di SIC V mid
clavicula sinistra
Perkusi Bunyi : redup
Batas jantung :
Batas kiri jantung
Atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung
Atas : SIC II linea parasternalis dextra
Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Auskultasi BJ I/II murni reguler, bising systole (-), gallop (-)

3). Abdomen
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan
Inspeksi Luka (-), sikatrik (-)
Auskultasi Suara peristaltik normal, Suara tambahan (-)

Palpasi Nyeri tekan (+), defans muskular (-), hepar dan lien
tidak teraba (-)
perkusi Asites (-), timpani pada 4 kuadran

4). Ekstremitas
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan
Ekstremitas superior Akral hangat (+), edem (-), gerakan
dextra terbatas (-)
Ekstremitas superior Akral hangat (+), edem (-), gerakan
sinistra terbatas (+)
Ekstremitas inferior Akral hangat (+), edem (-), gerakan
dextra terbatas (-)
Ekstremitas inferior Akral hangat (+), edem (-), gerakan
sinistra terbatas (+)

5). Status neurologis


a). Kesadaran
Kuantitatif : GCS E4V5M6
Kualitatif : Compos mentis
b). Orientasi : tempat,waktu,orang dan sekitar baik
c). Jalan pikiran : baik
d). Daya ingat : jangka panjang dan pendek baik
e). Kemampuan bicara : berbicara tidak jelas (pello/tidak normal)
f). Sikap tubuh : sulit dinilai
g). Cara berjalan : sulit dinilai
h). Gerakan abnormal : tidak ada

6). Nervi Cranialis


N I (Olfaktorius) Daya pembau dan penciuman kanan dan
kiri dbn
N II (Opticus) Daya penglihatan (+/+), pengenalan
warna (+/+), medan penglihatan dbn
N III (Oculomotorius) Ptosis (-/+), gerak mata atas, medial,
bawah (+/-), ukuran pupil ishokor (+/+),
reflek cahaya (+/+), strabismus (-/-),
diplopia (-/-)
N IV (Trokhlearis) Gerak mata ke lateral bawah (+/-),
strabismus (-/-), diplopia (-/-)
N V (Trigeminus) Membuka mulut (+/+), mengigit (+/+),
reflek kornea (+/+), trismus (-)
N VI (Abdusen) Gerak mata ke lateral (+/-), strabismus (-/-
), diplopia (-/-)
N VII (Fasialis) Kerutan dahi (-), kedipan mata (-), sudut
mulut simetris (-), mengerutkan dahi dan
alis (-), meringis (+), menutup mata (+),
menggembungkan pipi (+), tiks fasial (-)
N VIII Telinga Berdenging (-)
(Vestibulococlearis)
N IX (Glosofaringeus) Tersedak (-)
N X (Vagus) Bersuara (+), menelan (+)
N XI (Aksesorius) Memalingkan kepala (+), mengangkat
bahu (-), trofi otot bahu normal (eutrofi)
N XII (Hipoglosus) Menjulurkan lidah (+), trofi otot lidah
(eutrofi), lidah tremor (-)

7). Anggota gerak


Anggota gerak atas
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Drop hand (-), Claw Drop hand (+), claw
hand(-),derfomitas/ hand (+),
fraktur(- derfomitas/ fraktur (-),
),keterlambatan gerak keterlambatan gerak (+)
(-)
Palpasi Normal Normal
Gerak Normal Negatif
Kekuatan 5 3
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas Normal Negatif

Aggota gerak bawah


Pemeriksaan Kanan Kiri
Ispeksi Drop foot (-), Drop foot (+),
deformitas/fraktur (-), deformitas/fraktur (-),
keterlambatan gerak (-) keterlambatan gerak (+)
Palpasi Normal Normal
Gerak Normal Negatif
Kekuatan 5 1
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas Normal Negatif

Reflek fisiologis
- Reflek biseps : +/-
- Reflek triseps : +/-
- Reflek patella : +/-
- Reflek achiles : +/-
Reflek patologis
- Reflek hoffman-Tromer : -/+
- Reflek Babinski : -/+
- Reflek chaddock : -/+
- Reflek oppenheim : -/+
- Reflek gordon : -/+
- Reflek scaefer : -/+
Pemeriksaan Rangsang Menigeal
- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
- Brudzinski III : (-)
- Brudzinski IV : (-)
- Tanda kernig : (-)
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan 24-09-2018
Kimia klinik
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

KIMIA KLINIK

Gula Darah Puasa 106 mg/dl 70,0 – 100,0


Asam Urat 6,2 mg/dl 3,4 – 7,0
Cholesterol Total 188 mg/dl 0 – 265
HDL Cholesterol 40,5 mg/dl 28,0 – 63,0
LDL Cholesterol 132,5 H mg/dl < 130
(Direct)
Trigliserida 133 mg/dl < 160

E. Resume Pemeriksaan
Pada pemeriksaan keadaan umum didapatkan kondisi pasien sedang
dengan GCS 15 (E4V5M6) pasien sadar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 82x/menit, pernapasan 30x/menit dan suhu
36,20C. Hasil pemeriksaan Laboratorium menunjukan LDL meningkat. Hasil
pemeriksaan CT Scan Kepala adalah gambaran oedem cerebri dan gambaran
sinusitis maxillaris bilateral. Pada status motoric didapatkan kelemahan anggota
gerak kiri. Pada pemeriksaan Nervus Cranialis (terdapat perbedaan hasil antara
kiri dan kanan pada N III, IV, VI, VII, XI), reflex fisiologis (negative pada
anggota gerak kiri) dan reflek patologis (positif pada anggota gerak kiri). Pada
pemeriksaan rangsang menigeal Kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II
(-), Brudzinski III (-) , Brudzinski IV(-), Tanda kernig(-).

F. Diagnosis
1. Diagnosis klinis : Tiba-tiba kelemahan anggota gerak kiri, nyeri
kepala, muntah dan bicara pelo
2. Diagnosis topic : Hemiparesis Sinistra
3. Diagnosis etiologi : Stroke Hemoragic

G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
- Ranap
- O2 3 liter permenit
- Inf. Tutofusin 20 tpm
- Inj. Citicholin 1000mg / 8 jam
- Inj. Ondancentron / 8 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg / 8 jam
- Pasang DC
- Head CT Scan Polos

FOLLOW UP
Follow up 25 September 2018
S :Pasien mengeluhkan anggote gerak kiri lemah, A :
pusing, bicara pelo, badan terasa pegal. Stroke Hemoragic
Hipertensi
O: P:
GCS : E4M6V5 (15) a) Inf. Asering 16 tpm
TD :220/110 mmHg b) Inj. Citicoline 500mg /12
HR : 88x/menit jam
RR :20 x/menit c) Inf Mannitol 125cc /8 jam
S :36.70C d) Inj. Asam Tranexamat
MMT 5/2 500mg / 8 jam
5/2 e) Amlodipine 1x5mg

Hasil:
 Tak tampak soft tissue swelling extracranial
 Gyri, sulci dan fissure sylvii tampak prominent
 Batas kortex dan medulla megabur
 Tampak lesi hyperdens batas tegas bentuk amorf di lobus temporo-parietalis
sampai thalamus dextra
 Tampak lesi hyperdens intra ventrikel lateralis dextra
 Midlne ditengah, tak terdeviasi
 Air cellulae mastoidea dan sinus paranasal normodens
 Tak tampak discontinuitas pada sisterna tulang
Kesan:
 Gbr ICH di lobus temporo-parietalis sampai thalamus dextra
 Gbr IVH intra ventrikel lateralis dextra

Follow up 26 September 2018

S :Pasien mengeluhkan susah tidur, bicara pelo, A :


kelemahan anggota gerak kiri, pusing Stroke Hemoragic
Hipertensi
O: P:
GCS : E4M6V5 (15) a) Inf. Asering 16 tpm
TD :140/80 mmHg b) Inf. Citicoline 500mg /12
HR :88x/menit jam
RR :18x/menit c) Inf, Mannitol 125cc / 8 jam
S :36.80C d) Inj. Asam Tranexamat
MMT 5/2 500mg /8 jam
5/2 e) Inf. Paracetamol ½ fl / 8 jam
f) Amlodipine 1x5mg

Follow up 27 September 2018

S :Pasien mengeluhkan pusing, bicara pelo, A :


kelemahan anggota gerak kiri. Stroke Hemoragic
Hipertensi
O: P:
GCS : E4M6V5 (15) a) Inf. Asering 16 tpm
TD :140/90 mmHg
HR :86x/menit b) Inf. Citicoloine 500mg / 12
RR :18x/menit jam
S :36.50C c) Inf, Mannitol 125cc / 8 jam
MMT 5/3 d) Inj, Asam Tranexamat
5/3 500mg / 8 jam
e) Paracetamol ½ fl / 8 jam
f) Amlodipine 1x5mg

Follow up 28 September 2018

S :Pasien mengeluhkan pusing, bicara pelo, A :


kelemahan anggota gerak kiri Stroke Hemoragic
Hipertensi
O: P:
GCS : E4M6V5 (15) a) Inf. Asering 16 tpm
TD :160/90 mmHg b) Inf. Citicoline 500mg / 12
HR :80x/menit jam
RR :18x/menit c) Inf, Mannitol 125cc / 8 jam
S :36.50C d) Inj, Asam Tranexamat
MMT 5/3 500mg / 8 jam
5/3 e) Paracetamol ½ fl / 8 jam
f) Amlodipine 1x5mg

Follow up 30 September 2018

S :Pasien mengeluhkan pusing, bicara pelo, A :


kelemahan anggota gerak kiri Stroke Hemoragic
Hipertensi
O: P:
GCS : E4M6V5 (15) a) Inf. Asering 16 tpm
TD :140/90 mmHg b) Inj, Citicoline 500mg / 12
HR :80x/menit jam
RR :18x/menit c) Inf, Paracetamol ½ fl / 8 jam
S :36.50C d) Amlopdipine 1x5mg
MMT 5/3 e) Phenytoin 2x1
5/3 f) Dulcolax supp 1x1

Follow up 1 Oktober 2018

S :Pasien mengeluhkan kepala pusing berkurang, A :


bicara pelo, kelemahan anggota gerak kiri Stroke Hemoragic
Hipertensi
O: P:
GCS : E4M6V5 (15) a) Amlodipine 1x10mg
TD :190/100 mmHg b) Phenytoin 3x1
HR :88x/menit c) Paracetamol 3x1
RR :18x/menit d) Hydrochlorothiazide 1x1
S :36.70C BLPL
MMT 5/3+
5/3+
PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan anamnesa didapatkan bahwa pasien mengeluhkan adanya kelemahan


mendadak anggota gerak bagian kiri sejak tadi sore. Keluhan tersebut disertai
dengan bicara pelo, muntah dan nyeri kepala. Keluhan pasien ini termasuk ke dalam
stroke. Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah
stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan
otak.
Dari keseluruhan kasus stroke, mortalitas dan morbiditas pada stroke
hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada
sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan
dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.3
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. Diagnosis stroke
hemoragik dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT
scan, dan MRI. 1
Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi
perdarahan yang terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral,
penatalaksanaan yang diberikan berupa terapi hemostatik, penghentian pemberian
antikoagulan, dan penatalaksanaan bedah bila terdapat indikasi. Pada stroke
hemoragik dengan perdarahan subarakhnoid, penatalaksanaan yang diberikan
berupa penatalaksanaan dini di ruang gawat darurat, pencegahan perdarahan ulang,
pencegahan vasospasme, pengobatan antifibrinolitik, antihipertensi, hiponatremi,
kejang, hidrosefalus, dan terapi tambahan berupa terapi simtomatik dan terapi
suportif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pengertian Stroke Hemoragik


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12

3.2. Epidemiologi Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2
Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya
akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan
kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari
keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9%
(sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke
iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita
dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60
tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2

3.3. Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat
tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan
arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir,
luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan
dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.7

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan
karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai
stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul
pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah
bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau
di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi
biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk
bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke
arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri
kemudian dapat melemah dan pecah.7

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik,
hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih
umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal
ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat
adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan
nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian
hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri.
Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah,
hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua
empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.2,9

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang,
dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk
menit.2,9

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:2,9
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter
segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal
sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau
tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam
beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan
sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: 2,9
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada
pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.11
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi
mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan
berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan
keluaran pasien. 10
Sistem grading yang dipakai antara lain :

 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

 WFNS SAH grade


WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -

 Modified Hijdra score

 Fisher grade

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu
modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai
pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,
kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi
intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual
hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi
malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome
yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk
untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan
O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di
ruang gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam
pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada
operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan
hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi
terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan
embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure
12-14 mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD
lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan
vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari
risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai
profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat
terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali
sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk
dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
BAB III
KESIMPULAN
Pasien 59 tahun datang dengan keluhan tiba-tiba kelemahan anggota
gerak kiri sejak tadi sore. Keluhan dirasakan muncul secara mendadak,
diseluruh anggota gerak kiri, keluhan dirasakan setelah pasien pulang dari
sawah. Keluhan ini disertai dengan adanya nyeri kepala, bicara pelo, dan
muntah. Penurunan konsentrasi disangkal, BAB dan BAK normal, riwayat
Hipertensi diakui, riwayat stroke diakui, riwayat trauma
sebelumnya disangkal, riwayat Penurunan BB dalam waktu singkat
disangkal, riwayat pingsan sebelumnya terjadi pada saat pasien mengalami
trauma, riwayat nyeri kepala yang menahun disangkal, riwayat sakit kencing
manis disangkal, riwayat alergi disangkal, riwayat kejang disangkal, riwayat
sakit gigi disangkal, riwayat sinusitis disangkal.

Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada pasien ini didapatkan


kelainan-kelainan neurologis, begitu juga dengan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan dan didapatkan LDL meningkat. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien ini mengalami
kelainan atau penyakit stroke yang mengarah kepada stroke hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.


[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3.


Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.

4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in


Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi
8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular
Disease. McGraw Hill: New York, 2005.

7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New


York. Thieme Stuttgart. 2000.

8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.

9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:


http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei
2010].

10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM,


2007. Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u
uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik
%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]

11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.


Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara
hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
[Tanggal: 24 Mei 2010]
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.
EGC, Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai