Anda di halaman 1dari 43

BAB I

A. LATAR BELAKANG

Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu


penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi, 2007). DHF
disebabkan oleh penularan virus yang dibawa oleh virus yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegepty betina. Cara penularannya adalah apabila anak yang sakit
DHF di dalam darahnya mengandung virus. Bila anak digigit nyamuk aedes aegepty maka
bibit penyakit itu terhisap masuk dalam tubuh nyamuk. Dan bila nyamuk tersebut menggigit
anak lain (anak sehat) maka anak itu akan dapat tertular penyakit ini.

Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinik, yaitu: demam tinggi dan mendadak yang
dapat mencapai 400C atau lebih dan terkadang disertai dengan kejang, demam, sakit
kepala,anoreksia, mual muntah, epigastrik, discomfort, nyeri perut kanan atas atau seluruh
bagian perut dan pendarahan, terutama pendarahan kulit, walaupun hanya berupa uji
tourniquet positif.

Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya
memberikan rangsangan pada area preopetik hipotalamus agara menurunkan suhu tubuh.
Sinyal hangat yang di bawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area
preopetik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak mealalui dua
mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (potter & perry, 2005).

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melaporkan asuhan keperawatan pada pasien DHF dan mampu
mengaplikasikan kompres air hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam
dalam asuhan keperawatan anak D dengan DHF di ruang ismail 2 Rumah Sakit Roemani
Semarang.

1
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pad pasien demam
b. Penulis mampu merumuskan masalah diagnosa keperawatan pada pasien demam
DHF
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien yang demam
DHF
d. Pemnulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan demam dan DHF
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pad pasien demam DHF
f. Penulis mampu mengaplikasikan kompres dengan air hangat terhadap penurunan
suhu tubuh pada anak Demam.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

KONSEP DASAR DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot / nyeri sendi yang disertai
leukopenia ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik (Sudoyo Aru,
dkk. 2009).
Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi,
2007).
Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur, 2005).
Dengue haemoragic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropodborn virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus
dan Aedes aegypti) (Ngastiyah, 2005).

2. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.

3
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
d. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah dengue. Dengue syok
sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang
menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan
klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan
dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini
dan adekuat.

3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese
encehphalitis dan west nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di
dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada
artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (
stegomyia ) dan toxorhynchites. ( Suhendro,2007).
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe

4
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Sudoyo Aru, dkk. 2009).

4. Epidemiologi
a. Jenis-jenis nyamuk
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara asean dan pasific barat.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aedes, di
indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes yaitu :
1) Aedes aegypti
Paling sering di temukan, nyamuk aedes aegypti adalah nyamuk yang hidup di
daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat
penampungan air jernih atau tempat penampungan air di sekitar rumah. Nyamuk ini
sepintas lalu nampak berlurik, berbintik bintik putih, biasanya menggigit pada siang
hari, terutama pada pagi dan sore hari, Jarak terbang 100 meter.
2) Aedes albopictus
Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohon
pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon pisang, pandan,
kaleng bekas, dll. Menggigit pada waktu siang hari, jarak terbang 50 meter.
b. Pola Epidemiologis
Interaksi Virus
Untuk memahami berbagai situasi epidemiologis yang muncul, penting untuk
mengenali beberapa aspek dasar interaksi virus. Aspek – aspek tersebut meliputi:
1) Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak
2) Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, yang infeksi tersebut
: pada beberapa epidemi rasio kesakitan yang tampak hamir mencapai 1. Akan
tetapi, beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada
anak mauun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan
menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat.
3) Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin menimbukan
perdarahan gastrointestinal yang parahbegitu juga kasus peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan, banyak orang dewasa yang

5
mengalai pedarahan yang berat yang di hubungkan dengan DEN -1 juga mengalami
penyakit ulkus peptikum.
c. Siklus Penularan
1) Vektor : Aedes aegypti, spesies Aedes (Stegomyia) lain
2) Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 – 10 hari
3) Infeksi virus dengue pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk
4) Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 – 13 hari (rata – rata 4 – 7 hari )
5) Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung selama rata – rata lima
hari setelah awitan
6) Penularan vertikan dapat terjadi, yang mungkin penting bagi kelangsungan hidup
virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi

5. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi
– virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga
terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+
dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati.
Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi
shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya
tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi
terjadi hipoxia jaringan. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen
sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas

6
kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular,
(2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda
dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2)
kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati
(Price, 2006).

6. Pathways

Terlampir

7. Manifestasi klinik
a. Demam
Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 – 7 hari
b. Perdarahan
Petekia, purpura, ekimosis,epistaksis, gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau
melena.
c. Uji torniquet positif
Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik
tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan
positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut
biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil
uji mungkin negatif atau agak positif selama fase syok yang dalam. Hasil tersebut
kemudian akan menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah
pulih dari syok.
d. Pembesaran hati (hepatomegali)
Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 – 98 % pada anak anak di
thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi.

7
e. Syok
Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang menurun
( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang lembab, dingin, dan
gelisah.
f. Temuan laboratorium
1) Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
2) Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.
3) Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada )
dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma.
Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan / atau mengalami
perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan
trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. ( WHO, 2005).

8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan masih
dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis
kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia
darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGPT, SGOT,
ureum dan pH darah mungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
b. Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke – 5
dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali
normal untuk semua sistem.

8
d. Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu :
1) Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan
masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue
sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK
), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2) Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer
tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot
yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM
antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.

9. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ). Penatalaksanaan
pada DHF ialah :
a. Tirah baring
b. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24
jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya
perdarahan.
d. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu :
1) Keadaan umum memburuk
2) Hati semakin membesar
3) Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
4) Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala

9
Dalam hal ini ditemukan tanda – tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 – 6 jam
pada hari – hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Terapi untuk DSS
bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskuler dengan pemberian
segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila
terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah
cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah
diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.Pada kasus dengan
renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, di
usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat
hemasel dengan jumlah 15 – 29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan
asidosis yang harus dikoreksi dengan Na – bikarbonas. Pada umumnya untuk menjaga
keseimbangan volume intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk
elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi.
1) Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan melena )
2) Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan
Ht.
3) Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan
renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab
utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC,
heparin perlu diberikan.

10
B. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Umur
DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan kematian pada
anak, remaja dan dewasa
b. Jenis kelamin
secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF. Tetapi kematian
lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
c. Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja,
kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di
pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit kepala, lemah,
nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
b. Riwayat penyakit sekarang
Sering terdapat riwayat sakit kapala, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan,
panas.Sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati, mual, muntah dan penurunan
nafsu makan.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada hubungan antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan penyakit
DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF, penyakit itu
bisa terulang dengan strain yang berbeda.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini tidak ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu.Riwayat
adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal didalam satu rumah
atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat menentukan karena
penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

11
3. Pengkajian tumbuh kembang
a. Tahap Pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan
umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun :
14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra
sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan
tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur (
tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4
tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 –
7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap Perkembangan
1) Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya
insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak
merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang
menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
2) Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik (
3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin
berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra
komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
3) Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase
preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap
ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar
dan magical thinking.
4) Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan
kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari
teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
5) Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau
guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
6) Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-
nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya
dengan kelompoknya.

12
7) Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana
sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan
sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau
tidak protes.
8) Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada
akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa
menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama
temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
9) Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih
banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan
mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
10) Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai
permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan
motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
4. Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG,
POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
5. Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
a. Perpisahan
1) Protes : pergi, menendang, menangis
2) Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
3) Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
b. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini
akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.
c. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.
d. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.

13
6. Pemeriksaan fisik dan pengkajian persistem
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi
pleura (crackless).
b. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I : uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan spontan dan
hemokonsentrasi.Pada grade II disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain. Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
(tachycardia),tekanan nadi sempit, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-
jari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
c. Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan IV gelisah, rewel,
cengeng → apatis → sopor → coma. Grade 1 sampai dengan IV dapat terjadi kejang,
nyeri kepala dan nyeri di berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di
belakang bola mata.
d. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama pada grade III, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan
nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah
(melena).
f. Sistem integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam makulopapular

14
7. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
(viremia).
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
d. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
e. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.

8. Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue (viremia).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam suhutubuh
kembali normal suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan
tindakan perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37, membran mukosa basah, nadi dalam batas
normal (80-100 x/mnt).
Intervensi :
1) Berikan kompres hangat
R/: Kompres hangatakanmempercepat penurunan panas
2) Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi
)
R/: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
3) Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat pada klien.
R/: Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan
tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

15
4) Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam
sekali atau lebih sering.
R/: Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
5) Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai
program.
R/: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi.
Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam rasa nyeri
berkurang
Kriteria hasil : Rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1) Kajilah tingkat nyeri yang dialami pasien ( PQRST )
R/: untuk mengetahui berat nyeri yang dialami pasien
2) Berikan posisi yang nyaman dan usahakan situasi yang tenang
R/: untuk mengurangi rasa nyeri
3) Berikan suasana yang gembira pada pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
( libatkan keluarga )
R/: untuk mengurangi serta meringankan rasa nyeri dan memberikan suasana yang
nyaman
4) Berikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan teman – temannya
R/: menghilangkan rasa jenuh saat hospitalisasi
5) Berikan obat – obatan analgetik ( kolaborasi dengan dokter )
R/: analgetik dapat menekan atau mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien

16
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam tidakterjadi
devisit voume cairan / tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria hasil : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70
mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat,
Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.

Intervensi :
1) Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering
R/:Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairanintravaskuler
2) Observasi capillary Refill
R/: Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3) Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
R/: Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
4) Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
R/: Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
5) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
R/: Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya
hipovolemic syok.
d. Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam tidak
terjadi syok hipovolemik
Kriteria hasil : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien
R/: Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat
terdiperdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok/syok
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
R/: Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok / syok

17
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan
R/: Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat
segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
R/: Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara
hebat.
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
R/: Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan
untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
e. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam tidak terjadi
gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan,
Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan
klien, mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
R/: Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/: Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
3) Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
R/: Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
4) Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan ataumakan
diantara waktu makan
R/: Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan
juga mencegah distensi gaster.

18
5) Berikan dan Bantu oral hygiene.
R/: Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
6) Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
R/: Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi muntah..
7) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
R/: menambah nafsu makan

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PENGKAJIAN An. D DENGAN DHF

1. Pengkajian
Identitas
Nama Anak : An. d
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Nama Orangtua/ Wali : Ny. N
Alamat : Wonodri
Suku : Jawa
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal Pengkajian : 16 Maret 2017
Pemberi Informasi : Ny. N
Hubungan dg Anak : Ibu

A. Keluhan Utama
Keluarga mengatakan anaknya demam dan batuk serta pusing sejak hari senin,
kemudian keluarga membawa anaknya kerumah sakit roemani selasa malam
kemudian setelah itu di beri obat dan pulang. Tetapi panasnya dirumah tidak turun
kemudian keluarga membawa anaknya kembali ke RS roemani hari rabo sore dan
anaknya di rawat di ruang ismail 2.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Awitan
Tanggal Awitan : Mulai dari tangal 13 maret 2017
2. Karakteristik
Lokasi : badanya panas

20
C. Riwayat Masa Lalu
1. Kehamilan Ibu
a. Gestasi : Aterm
b. Usia ibu saat hamil : 38 tahun
c. Kesehatan ibu saat hamil : Ibu sehat dalam masa kehamilan, selalu kontrol ke
yankes terdekat.
d. Obat – obatan yang digunakan : -
2. Persalinan
a. Tipe persalinan : normal
b. Tempat melahirkan : rumah sakit
c. Obat – obatan :-
3. Penyakit atau operasi sebelumnya
a. Penyakit/ operasi sebelumnya :-
b. Insiden penyakit pada anggota keluarga lain : Keluarga tidak ada yang
mengalami kejadian seperti yang diderita pasien.
c. Respon emosi pada hospitalisasi sebelumnya : -
4. Obat – obatan
a. Nama obat : -
b. Dosis :-
c. Respon :-
5. Alergi : Tidak ada alergi terhadap obat-obatan atau makanan
6. Imunisasi
Jenis Imunisasi Pemberian
BCG Sudah
DPT 1 Sudah

HEP B Sudah

POLIO Sudah

CAMPAK Tidak di imunisasi


DPT 2 Sudah

21
7. Pengkajian Fisik
1. Pengukuran Umum
a. Berat Badan : 42 kg
b. Tinggi / panjang badan : 145 cm
c. Lingkar kepala : 56 cm
d. Lingkar dada : 78 cm
e. LILA : 26 cm
f. Ketebalan lipatan kulit : -
2. Tanda Vital
a. Suhu : 38,1 oC
b. Frekuensi jantung : 98 x/mnt
c. Frekuensi pernafasan : 20 x/mnt
d. Tekanan darah : -
3. Kepala
a. Bentuk kepala : Simetris
b. Fontanel anterior : Tertutup
c. Fontanel posterior : Tertutup
d. Kontrol kepala : Ya
e. Warna rambut : Hitam
f. Tekstur rambut : Halus
g. Bentuk wajah : Simetris

4. Kebutuhan Oksigenasi
Hidung
a. Patensi nasal : Paten
b. Rabas nasal : Paten
c. Bentuk : Simetris
d. Tes penciuman : Dalam Batas Normal
Dada
a. Bentuk : Simetris
b. Retraksi interkosta : Tidak ada

22
c. Suara perkusi dinding dada : Sonor
d. Fremitus Vokal : Vibrasi simetris
e. Perkembangan dada : Simetris
Paru – Paru
a. Pola pernafasan : Reguler
b. Suara nafas tambahan : Tidak ada
5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Mulut
a. Membran mukosa : kering
b. Gusi : Pink
c. Jumlah gigi :-
d. Warna gigi : Putih susu
e. Warna lidah : Pink
f. Gerakan lidah : Terkontrol
g. Tonsil : Tidak ada pembesaran
h. Tes pengecapan : Dalam Batas Normal
Abdomen
a. Bentuk : Simetris
b. Umbilicus : Bersih
c. Bising usus : 5 – 15 x/m
d. Pembesaran hepar : Ada pembesaran hepar
e. Pembesarah limpa :-
f. Perkusi dinding perut : Hipertympani
Pola nutrisi dan cairan Sehat Sakit
Jam Makan pagi 07.00 08.00
makan Makan siang 12.00 13.00
Makan malam 18.00 18.00
Porsi makanan Satu porsi (1 centong) 1-2sendok sisa
makanan ¾ porsi
Jenis makanan pokok Nasi dan sayuran Bubur dan sayuran
Jenis makanan selingan Jajanan dan buah buah

23
Makanan kesukaan Nasi ayam Tidak suka makan
Makanan yang tidak disukai - -
Jumlah air yang diminum 6-8 gelas air putih 6-8 gelas air putih
Istilah yang digunakan anak Minum+makan Minum+makan
untuk makan dan minum

6. Kebutuhan Eliminasi
Pola buang air besar (BAB) Sehat Sakit
Frekuensi 1x 1x
Warna kuning Coklat
Keluhan saat BAB - -
Konsistensi Lembek lembek
Istilah yang digunakan anak Eek Eek
untuk BAB

Pola buang air kecil (BAK) Sehat Sakit


Frekuensi 4-5 x 2-3 x / shift
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Volume - -
Keluhan saat BAK - -
Istilah yang digunakan untuk Pipis Pipis
BAK

7. Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat


Pola aktivitas Sehat Sakit
Bermain Banyak bermain/ aktif Tidak mau bermain
Temperamen anak Baik Agak rewel

24
Pola tidur Sehat Sakit
Jam tidur - bangun Malam 21.00 – 05.00 21.00 – 05.00
Terbangun jam 05.00 – (mudah terbangun)
06.00
Siang 13.00 – 16.00 14.00 – 16.30
Ritual sebelum tidur - -
Enuresis - -
Gangguan tidur Lingkungan gaduh Lingkungan gaduh

8. Kebutuhan Interaksi dan Komunikasi


a. Anak – Orangtua : interaksi dan komunikasi baik
b. Anak – Teman : baik
c. Anak – Keluarga : baik
Anak – Orang lain : Anak agak sulit beradaptasi dengan orang baru

Bicara
a. Ketidakfasihan ( gagap ) : Bicara normal tidak gagap
b. Defisiensi artikulasi : Jelas artikulasi
c. Gangguan suara : -Tidak ada ganggan suara
Bahasa
a. Memberikan arti pada kata – kata :-
b. Mengatur kata-kata kedalam kalimat :-
9. Kebutuhan Higyene Personal
a. Frekuensi mandi : 2x sehari
b. Tempat mandi : Ditempat tidur ( sibin)
c. Kebiasaan mandi : Partial
d. Frekuensi sikat gigi : Partial
e. Berpakaian : Partial
f. Berhias : Partial
g. Keramas : Partial
h. Kuku

25
1. Warna kuku : Normal
2. Higiene : Bersih
3. Kondisi kuku : Pendek
i. Genetalia :-

10. Organ Sensoris Mata


a. Penempatan dan kesejajaran : Simetris
b. Warna sklera : Putih
c. Warna iris : Hitam
d. Konjungtiva : Merah muda
e. Ukuran pupil : Simetris
f. Refleks pupil : Rangsang terhadap cahaya baik
g. Refleks kornea : Dalam batas normal
h. Refleks berkedip : Dalam batas normal
i. Gerakan kelopak mata : Dalam batas normal
j. Lapang pandang : Dalam batas normal
k. Penglihatan warna : Dalam batas normal
l. Jarak pandang : Dalam batas normal
Telinga
a. Penempatan dan kesejajaran pinna : Sejajar
b. Higine telinga : Kanan + kiri : bersih
c. Rabas telinga : Kanan + kiri bersih
d. Tes pendengaran : Dalam batas normal
Kulit
a. Warna kulit : sawomatang bersih
b. Tekstur : Halus
c. Kelembaban : Lembab
d. Turgor : Baik
e. Integritas kulit : Utuh
f. Edema :-
g. Capillary refill : Kurang dari 2 detik

26
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tanggal HB HT Trombosit lekosit

15 maret 2017 12,3 gr/dl 37,3 % 148.000 /mm3 8.100 /mm3

16 maret 2017 11,5 gr/dl 33,9 % 117.000 /mm3 5.400 /mm3

17 maret 2017 12,6 gr/dl 37,1 % 112.000 /mm3 3.400 /mm3

18 maret 2017

9. TERAPI
a. RL
b. Ranitidin 50 mg/8jam
c. Ondansentron 5 mg/8jam
d. Dexametason 1 amp/12 jam
e. Fimbroxol 1 cth/8jam
f. Lampifed ¾ cth/8jam
g. Paracetamol 2 cth/8jam
10. DIIT
Lunak

PENGELOMPOKAN DATA

TANGGAL DATA (DS & DO) TT


Kamis DS :
16 – 3 – 2017 a. ibu mengatakan anaknya demam tinggi
b. an. D mengatakan kepalanya pusing
c. Ibu mengatakan anakanya nyeri di ulu hati
d. Ibu mengatakan anaknya, mual- mual, susah
makan
e. Ibu mengatakan anaknya batuk
f. Ibu mengatakan anaknya tidak mau makan

27
g. An D mengatakan tidak nafsu makan
DO :
a. Pasien rewel
b. Makanan di meja tersisa ¾ porsi
c. Susah makan dan minum ASI
d. Suhu : 38,1 oC
e. Pasien tampak lemah
f. HB : 11,5 gr/dl
g. Ht : 33,9 %
h. Trombosit :117.000 /mm3
i. Lekosit : 5.400 /mm3

ANALISA DATA

DATA (DS & DO) MASALAH ( P ) ETIOLOGI (E)


DS :
a. Ibu mengatakan
Hipertermi Proses infeksi virus
anaknya demam
dengue.
DO :
a. Pasien rewel
b. Suhu : 38,1 oC

DS : Ketidakseimbangan nutrisi Intake nutrisi yang tidak


a. Ibu mengatakan kurang dari kebutuhan tubuh adekuat
anaknya mual –
mual, tidak mau
makan
b. An D mengatakan
tidak nafsu makan
DO :
a. Susah makan
b. Anak lemas
c. Makan hanya habis
2-3 sendok
d. Makanan sisa ¾
porsi

28
A: BB : 42 kg TB:
145 cm,
B: HB:11,5 HT:
33,9
C: anak tampak
lemah
D: diit lunak

PATHWAYS KEPERAWATAN KASUS

Nyamuk aedes aegepty

Infeksi Virus Dengue

Hipertermi Perbanyak diri di hepar

Hepatomegali

Mual -muntah

Kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

2. Diagnosa keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan Proses infeksi virus dengue.


b. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake nutrisi
yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun, dan diare.

3. Perencanaan

29
NO WAKTU TUJUAN & KH INTERVENSI TT
(TGL&JAM) (NOC) (NIC)
1. Kamis 1. Tanda – tanda vital 6) Berikan kompres
hangat
16-03-2017
R/ Kompres hangat
Setelah dilakukan akan mempercepat
penurunan panas
tindakan keperawatan
7) Berikan / anjurkan
selama 3 x 24 jam klien pasien untuk banyak
minum
tidak menunjukkan
R/ Untuk mengganti
penurunan suhu tubuh cairan tubuh yang
hilang akibat
. Dengan KH :
evaporasi
a. Suhu tubuh antara
8) Observasi intake dan
36 – 37, membran
output, tanda vital (
mukosa basah, suhu, nadi, tekanan
darah ) tiap 3 jam
nadi dalam batas
sekali atau lebih
normal (80-100 sering
x/mnt).
R/ Mendeteksi dini
kekurangan cairan
serta mengetahui
keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam
tubuh. Tanda vital
merupakan acuan
untuk mengetahui
keadaan umum
pasien.
9) Berikan pendidikan
kesehatan cara
mengopres yang
benar
R:/ agar keluarga
dapet melakukan
kompres hangat
dengan benar

10) Kolaborasi :
pemberian cairan
intravena dan
pemberian obat

30
antipiretik sesuai
program

R/ Pemberian cairan
sangat penting bagi
pasien dengan suhu
tubuh yang tinggi.
Obat khususnya untuk
menurunkan suhu
tubuh pasien.
2. kamis Status gizi : Asupan gizi a. Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makanan
16-03- 2017
yang disukai
Setelah diberikan R/ Mengidentifikasi
defisiensi, menduga
tindakan keperawatan
kemungkinan
selama 3 x 24 jam status intervensi
b. Observasi dan catat
nutrisi adekuat.
masukan makanan
Dengan KH : pasien
a. BB stabil R/ Mengawasi
b. Tidak terjadi mal masukan
kalori/kualitas
nutrisi kekurangan konsumsi
c. Masukan nutrisi makanan

adekuat c. Berikan / Anjurkan


pada klien untuk
makanan sedikit
namun sering dan
ataumakan diantara
waktu makan
R/ Makanan sedikit
dapat menurunkan
kelemahan dan
meningkatkan
masukan juga
mencegah distensi
gaster
d. Sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ menambah nafsu
makan

31
A. Implementasi

NO WAKTU TINDAKAN RESPON PASIEN TT


(TGL&JAM) KEPERAWATAN
16/03/2017
1,2 08.00 1. Monitor KU pasien S: -
O : anak D tampak
lemah

2 09.00 2. Kolaborasi pemberian S:an.D mengatakan


injeksi ranitidin 50 mg mau di injeksi
O : injeksi ranitidin
masuk 50 mg

2 09.00 3. Kolaborasi pemberian S:an.D mengatakan


injeksi dexamethason mau di injeksi
O : injeksi ranitidin
masuk 50 mg

4. Monitor suhu pasien, RR


1 10.00 S: an.d mengatakan
dan TD
mau di priksa
O: S: 38,1 RR: 20
x/menit, 98 x/menit

1,2 10.20 5. Memberikan cairan infus S: -


RL 85 tpm O: cairan infus
masuk 85 tpm

1 11.00 6. Memberikan edukasi cara S: keluarga an.d


mengompres dengan air mengatakan mau
hangat untuk di berikan
edukasi dan di ajari
mengopres
O: keluarga pasien
tampak
memperhatikan

1 11.10 7. Melakukan pengukuran S: -


suhu sebelum di kompres O : 37,6 derajat
celcius

32
1 11.20 8. Melakukan kompres S: anak D
hangat mengatakan mau di
kompres di leher
dan ketiak
O: kompres air
hangat di leher dan
di ketiak

1 12.00 9. Mengukur suhu pasien S: anak mau di


setelah dilakukan ukur suhunya
kompres O: suhu 37,1
derajat celcius

2 12.20 S: anak d
10. Menganjurkan pasien mengatakan tidak
makan sedikit tapi sering mau makan
O: makanan di
meja tampak masih
utuh 1 porsi

11. Melakukan pengukuran S: anak d mau


2 12.25 BB, LILA,LK lingkar untuk di ukur
dada O: BB:42 kg, LK:
56 cm, LILA: 26
cm, lingkar dada :
78 cm

13.00 12. Memberikan obat peroral S: anak d


ambroksol dan lampifed mengatakan mau
minum obat
O: anak d tampak
meminum obat

17/03/2017
1,2 08.30 1. Monitor KU pasien S: -
O : anak D tampak
lemah

2 09.00 2. Kolaborasi pemberian S:an.D mengatakan


injeksi ranitidin 50 mg mau di injeksi
O : injeksi ranitidin
masuk 50 mg

33
1 09.00 3. Kolaborasi pemberian S:an.D mengatakan
injeksi dexamethason mau di injeksi
O : injeksi ranitidin
masuk 50 mg

1 10.00 4. Monitor suhu pasien, RR S: an.d mengatakan


dan TD mau di priksa
O: S: 38 RR: 20
x/menit, 98 x/menit

1 11.00 5. Memberikan cairan infus S: -


RL 85 tpm O: cairan infus
masuk 85 tpm

1 11.10 6. Melakukan pengukuran S: -


O : 37,6 derajat
suhu sebelum di kompres
celcius

1 11.11 7. Melakukan kompres S: anak D


hangat mengatakan mau di
kompres di leher
dan ketiak
O: kompres air
hangat di leher dan
di ketiak

1 12.00 8. Mengukur suhu pasien S: anak mau di


setelah dilakukan ukur suhunya
kompres O: suhu 36,9
derajat celcius

2 12.10 S: anak d
9. Menganjurkan pasien
mengatakan tidak
makan sedikit tapi sering
nafsu makan ,
makan cuman 2
sedok saja
O: makanan di
meja tampak masih

34
utuh 3/4 porsi

13.00 S: anak d
10. Memberikan obat peroral
mengatakan mau
ambroksol dan lampifed minum obat
O: anak d tampak
meminum obat

18/03/2017
1.2 08.30
1. Monitor KU pasien S: -
O : anak D tampak
lemah
1 09.00
2. Kolaborasi pemberian S:an.D mengatakan
injeksi ranitidin 50 mg mau di injeksi
O : injeksi ranitidin
masuk 50 mg
1 09.00
3. Kolaborasi pemberian S:an.D mengatakan
injeksi dexamethason mau di injeksi
O : injeksi ranitidin
masuk 50 mg

1 10.30 4. Monitor suhu pasien, RR


dan TD S: an.d mengatakan
mau di priksa
O: S: 37.8 RR: 20
x/menit, 98 x/menit

1.2 11.00
5. Memberikan cairan infus
S: -
RL 180 tpm
O: cairan infus
masuk 85 tpm

6. Menganjurkan pasien S: anak d


2 13.00 makan sedikit tapi sering mengatakan tidak
nafsu makan ,
makan cuman 2
sedok saja
O: makanan di
meja tampak masih
utuh 3/4 porsi

35
7. Memberikan obat S: anak d
1 13.00 paracetamol mengatakan mau
minum obat
O: anak d tampak
meminum obat
8. Memberikan obat peroral
ambroksol dan lampifed
S: anak d
mengatakan mau
minum obat
O: anak d tampak
meminum obat

B. Evaluasi

No dx Evaluasi TT

16/3/17 S: an.d mengatakan badanya masih demam dan masih lemah


O: - anak d tampak lemah
1 - Akral hangat
- RR: 20x/ menit N: 98 x/menit
- Suhu 37,1 derajat celcius
A: masalah sebagian teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Kompres air hangat
- Anjurkan banyak minum
- Kolaborasi pemberian obat paracetamol

2 S: an.d mengatakan tidak mau makan, tidak mau ngemil


O: makanan di meja tampak utuh 1 porsi
A: masalah belum teratasi
P: lanjutklan intervensi
- Menganjurkan makan sedikit tapi sering
- Menganjurkan makan makanan yang di sukai
- Menganjurkan makan buah

36
17/3/17

1 S: an.d mengatakan badanya masih demam dan masih lemah


O: - anak d tampak lemah
- Akral hangat
- RR: 20x/ menit N: 98 x/menit
- Suhu 37,1 derajat celcius
A: masalah sebagian teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Kompres air hangat
- Anjurkan banyak minum
- Kolaborasi pemberian obat paracetamol

S: an.d mengatakan mau makan tapi sedikit, dan mau makan pisang
2 O: makanan di meja tampak masih banyak 3/4 porsi
A: masalah belum teratasi
P: lanjutklan intervensi
- Menganjurkan makan sedikit tapi sering
- Menganjurkan makan makanan yang di sukai
- Menganjurkan makan buah

18/3/17 S: an.d mengatakan badanya masih demam dan masih lemah


O: - anak d tampak lemah
1 - Akral hangat
- RR: 20x/ menit N: 98 x/menit
- Suhu 37,8 derajat celcius
A: masalah sebagian teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Kompres air hangat
- Anjurkan banyak minum
- Kolaborasi pemberian obat paracetamol

S: an.d mengatakan mau makan tapi sedikit, dan mau makan pisang
dan buah
O: makanan di meja tampak masih banyak 3/4 porsi
2 A: masalah belum teratasi
P: lanjutklan intervensi
- Menganjurkan makan sedikit tapi sering
- Menganjurkan makan makanan yang di sukai
- Menganjurkan makan buah

37
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
Bab ini penulis akn membahas prosexs keperawatan pada tanggal 16 maret 2017 – 18 maret
2017 di ruang ismail 2 RS Roemani semaranag. Prinsip pembahasan ini dengan memperhatikan
teori proses keperwatan yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperwatan dan analisa
sintesa justifikasi evidence based nursing practice. .
A. Identitas pasien
Identitas pasien An. D (9 tahun), berjenis kelamin perempuan, alamat wonodri semarang,
masuk rumah sakit pada hari rabo sore tanggal 15 maret 2016 dengan diagnosa medis DHF.
Penanggung jawab di rumah sakit adalah ibunya Ny. N 47 tahun.

B. Data fokus pasien


An. D 9 tahun di rawat di ruang ismail 2 RS Roemani Semaranag sejak hari rabo 15 maret
2017dengan diagnosa medis DHF. Anak mengeluh badanya panas dan sudah minum obat
sebelumnya tetapi belum turun juga panasnya. RR: 20 x/menit, HR: 98 x/menit, S: 38,1
celcius.

C. Diagnosa keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan penyakit, proses infeksi virus dengue.

D. Analisa sintesa justifikasi


Nyamuk aedes aegepty

Infeksi virus dengue

Hipertermi

Dilakukan pemberian kompres dengan air hangat, pada pembuluh darah besar akan
merangang pada area preopetik hiphotalamus agar menurunkan suhu tubuh

38
Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hiphotalamus pada areapreotik

Mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor

Sinyal ini akan menyebabkan pengeluarkan panas tubuh melalui 2 mekanisme yaitu dilatasi
pembuluh darah ferifer dan berkeringat

Panas berkurang

39
BAB V
PEMBAHASAN
A. Justivikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing practice
Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur, 2005). Demam merupakan salah satu sebab yang
sering membuat orang tua segera membawa anaknya berobat. Sebenanya panas bukan
penyakit melainkan gejala suatu penyakit sebagai reaksi tubuh untuk melawan infeksi atau
penyakityang bisa disebabkan oleh bakteri atau virus. Ketika melawan penyakit/ infeksi
yang masuk, tubuh akan mengeluarkan sejumlah panas ke kulit tubuh. Demam adalah
proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. ( surinah, 2009, hal
214).
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk membuat suhu tubuh anak yang mengalami
demam. Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya
memberikan rangsangan pada area preopetik hipotalamus agara menurunkan suhu tubuh.
Sinyal hangat yang di bawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area
preopetik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak mealalui dua
mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (potter & perry, 2005).
Sebagian besar tindakan penatalaksanaan dengan kompres yang dilakukan oleh orang tua
terhadap anak yang mengalami demam berdasarkan kebiasaan dan bersifat turun menurun.

B. Mekanisme penerapan evidence based nursing practice pada kasus


Hal yang harus dilakukan pertama yaitu fase orientasi dengan memperkenalkan diri,
memberi salam, menjelaskan maksud dan tujuan serta kontrak waktu. Selanjutnya masuk ke
fase kerja pemberian kompres. Sebelum dilakukan kompres hangat harus di ukur dahulu
suhu tubuh pasien, kompres hangan di berikan 1-2 jam sebelum obat di berikan, agar tidak
berpengaruh pad reaksi obat, siapkan air hangat dan waslap, rendam waslam dengan air
hangat tersebut, kemudian peras dan tempelkan waslap tersebut pada bagian tubuh yang
menjadi inti suber panas, seperti leher ketiak dan lipat paha serta dahi, karena pemberian
kompres pada pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsanagan pada area

40
peroptik hipothalamus agar menurunkan suhu tubuh, rendam kembali waslap sudah kering,
ulangi secara berkala agara suhu cepat turun. Stelah dilakukan kompres dengan
mengunakan air hangat selama 1-2 jam maka lakukan pengukuran suhu tubuh pasien untuk
mengetahui apakah ada penurunan suhu tubuh.

C. Hasil yang dicapai


Evaluasi hasil penerapan evidence based nursing practice
- Sebelum dilakukan penerapan kompres hangan pada tanggal 16 maret 2016 suhu tubuh
klien adalah 37,6 derajat celcius, kemudian di berikan kompres hangat suhu turun
menjadi 37,1 derajat celcius
- Sebelum dilakukan kompres hangat pada tanggal 17 maert 2016 suhu tubuh klien adalah
37,6 derajat celcius, kemudian di berikan kompres hangar suhu tubuh turun menjadi 36,9
derajat celcius.

D. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan yang ditemui selama aplikasi evidence
based practice
1. Kelebihan dari kompres hangat
Penerapan aplikasi evidece based nursing practice kompres hangat mudah dilaksanakan
dan tidak memerlukan banyak peralatan dan dapat dilakukan secara mandiri dirumah.
2. Kekurangan dari kompres hangat
Penererapan aplikasi evidece based nursing practice kompres hangat tidak dapat
menurunkan panas secara langsung, diperlukan waktu yang agak lama dan bertahap
dibandingkan dengan pemberian obat penurun panas.

41
BAB VI
A. KESIMPULAN
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak
yang mengalami demam. Pemberian komopres hangat pada daerah pembuluh darah besar
merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar
menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus
akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor.
Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak
melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (potter &
perry, hal 758). Sebagian besar tindakan penatalaksanaan demam dengan kompres yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak yang mengalami demam berdasarkan kebiasaan dan
bersifat turun menurun.
Hasil yang didapatkan dari terapi tersebut yaitu ada penurunan suhu tubuh pada
pasien yang mengalami hipertermi stelah dilakukan kompres hangat, namun kompres
hangat tidak dapan menurunkan panas secara langsung, diperlukan waktu yang agak lama
dibandingkan dengan mengunakan obat penurun panas.

B. SARAN
1. Mahasiswa
Bagi penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
penderita DHF serta mampu melakukan penerapan evidance based nursing.
2. Rumah sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan agar dapat mempertahankan dalam
penerapan pemberian kompres hangat dan tidak selalu dengan obat-obatan namun di
barengi dengan nonfarmakologi.
3. Profesi keperawatan
Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu dikembangkan untuk
memberikan pelayanan pad pasien dengan Demam pada penderita DHF yang lebih
berkualitas dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marlynn dkk (2000) Rencana Asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaaan
dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, alih bahasa: I made kariasa dan Ni
Made S. Jakarta : EGC
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nanda International (2009). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2009-2011.
Penerbit buku kedokteran. Jakarta: EGC
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. (2004). Nursing Out Comes (NOC), United States Of
America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4. Jakarta :
EGC
Sudoyo Aru, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Internal
Publishing
Suriadi. Yuliani, Rita. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Sagung Seto. Jakarta : PT.
Fajar Luterpratama

43

Anda mungkin juga menyukai