Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN NSTEMI

DI RUANG ICU RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO

I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan
suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner
akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan
jaringan. (Sylvia, 2008)
NSTEMI adalah oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG.
2. Etiologi
Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) dapatdisebabkanolehadanyaaterioklerosis, spasme arteri
koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.Faktorresikopada
SKA (Muttaqin, 2009) dibagimenjadi :
a. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Riwayatkeluarga
4) Sukubangsa
b. Faktor resiko yang dapat dirubah:
1) Merokok
2) Hiperlipidemia
3) Diabetes mellitus
4) Hipertensi
5) Obesitas
6) Inaktifitas fisik
7) Stres psikologis berlebihan
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris
tidak stabil :
a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab
angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau
total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung
banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang
tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan
lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi
segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.
b. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,
makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam
pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan
sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi
faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah,
faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade
reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang
lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik
dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan
koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada
angina tak stabil.
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif
yang diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus
pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir
seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil,
dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
d. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot
polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan
keluhan iskemia.
e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi
sistemik.

Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression danComplication)


PadaPlak Aterosklerosis.

3. Manifestasi klinik
Keluhan utama pada ACS umumnya berupa nyeri dada yang timbul
karena iskemia miokardium. Biasanya mempunyai karakteristik berupa:
a. Lokasi biasanya didada, substernal, restrosternal, prekordial dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari
bagian ulnar, punggung/pundak kiri.
b. Kualitas nyeri berupa nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/tertekan
benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, diperas, dipelintir didada.
c. Nyeri berhubungan ditimbulkan oleh aktivitas, latihan fisik, stress
emosi, udara dingin; hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
d. Dapat disertai dengan gejala berupa mual, muntah, sulit bernafas,
keringat dingin dan lemas.

4. Komplikasi
a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang
terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah
respon letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi.
Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami
kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk
menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi
kebutuhan energinya.
b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih
sering didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila
curah jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap
aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau
sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal
jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang
lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung
akibat cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.
5. Patofisiologi dan pathway
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya
ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai
inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang
tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai
sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada
ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan
karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner
(arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang
bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis. Pada saat beban
kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat.
Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-
arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami
kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian
akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium. Adanya
endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid)
yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan
tidak adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan
timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena
suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum
menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila
penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka
suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel
miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi
kebutuhan eneginya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien
dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina
pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai
oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam
laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina
pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan
yang berlangsung singkat.

PATWAY

Sumber : Nathania, S (2010)


6. Penatalaksanaan ( medis dan keperawatan )
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan
oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih
merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan
arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload
sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen
(Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan
vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian
intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat
diganti dengan per oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi
miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol,
metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta
antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat
dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit
dan efek inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang
berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam
pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST
segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat
seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun
non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak
stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur
hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80
sampai 325 mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang
merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila
pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus
diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang
dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari
tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok,
infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300
mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah
ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP
IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan
fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada
saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak
stabil maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama
pada kasus-kasus angina tak stabil. 21
2) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat
dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor
Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga
diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya
kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida
heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH
mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas
lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin,
nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian
LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan
secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan
karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah,
tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.
Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard,
tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui
untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin
(HIT).
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada
pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3
pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan
operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan
penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau
bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat
menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik
didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam
arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah
berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter
digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan
arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat,
dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke
bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh
baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena
safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau
stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan
dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner
menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi
mortalitas jangka-panjang.
Terapi Non Medika Mentosa
1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah
(penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat
(penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja
jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk
adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya
berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi
peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah
jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit sekarang, dulu, dan keluarga
b. Pengkajian fokus
1) Bone
2) Bowel
3) Bladder
4) Brain
5) Blood
6) Breathing

2. Diagnosa keperawatan
a) Ketidakefektifan pola napas bd keletihan otot pernapasan
b) Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung
c) Nyeri akut b.d agen cidera biologis
3. Perencanaan keperawatan / intervensi
No. Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi TTD
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor ku dan vs
keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor pernapasan
diharapkan tidak terjadi 3. Berikan posisi nyaman
ketidakefektifan pola napas dan terapi oksigen sesuai
Dengan kriteria hasil : anjuran dokter
Mekanik dewasa (2301) 4. Kolaborasi dengan
- Kesulita bernapas sendiri dari dokter dalam pemberian
skala 2 besar ke skala 5 tidak terapi obat
ada
- Gangguang pernapasan dari
skala 2 besar ke skala 5 tidak
ada
- Kegelisahan dari skala 2 besar
ke skala 5 tidak ada
- Saturasi O2 dari skala 2 besar
ke skala 5 tidak ada

2. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor ku dan vs


keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor gaangguan pada
diharapkan tidka terjadi pernapasn
penurunan curah jantung 3. Beri tahu klien dan
Dengan kriteria hasil : keluarga untuk
Ketidakefektifan pola jantung mengurangi aktifitas
(0400) 4. Lakukan pemeriksaan
- Tekanan darah dari skala 2 EKG rutin
besar ke skala 5 tidak ada 5. Kolaborasi dengan
- Sesak dari skala 2 besar ke dokter dalam pemberian
skala 5 tidak ada terapi obat
- Pucat dari skala 2 besar ke skala
5 tidak ada
Status sirkulasi (0401)
- Spo2 dari skala 2 besar ke skala
5 tidak ada
- Rekam jantung dari skala 2
besar ke skala 5 tidak ada

3. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara


keperawatan selama 3x24 jam komperhensif
diharapkan nyeri berkurang dari 2. Beri posisi nyaman dan
skala nyeri 8 menjadi skala nyeri teknik
3 3. Beri tahu kepada klien
Dengan kriteria hasil : dan keluarga untuk
Kontrol nyeri (1605) mengurangi aktifitas
- Mengenali kapan nyeri terjadi 4. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
Tingkat nyeri (2102)
terapi obat
- Nyeri yang dilaporkan menjadi
ringan
DAFTAR PUSTAKA

Joewono Budi Prasetyo (2003), Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University


Press, Surabaya
Joyce Levefer (1997), Buku Saku Pemeriksaan Labotatorium dan Diagnostik
dengan Implikasi Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim Harmani, dkk (2004), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST
Elevasi, PERKI
Pratanu Sunoto (2000), Kursus EKG, PT Karya Pembina Swajaya, Surabaya
Ruhyanudin Faqih (2006), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler, UMM Press, Malang
Smeltzer, C. S & Bare, G. B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Sudoyo Aru W , Setiyohadi B dkk, (2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
ke Empat-Jilid III. Universitas Indonesia.Jakarta
Wilkinson, Judith M. Ahren, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosisi
Keperawatan, Edisi 9. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai