BAB 1
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
maka perlu dilakukan suatu upaya kesehatan. Pelaksanaan upaya kesehatan dapat dilakukan dalam
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan
oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Apoteker memegang peranan penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pemuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dengan demikian, seorang apoteker dapat
mengabdikan dirinya pada Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi (PBF), PBF adalah perusahaan berbentuk badan hokum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai salah satu unit terpenting dalam
kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai kepada masyarakat. Apoteker sebagai
penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF
dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan
kesehatan.
Sebagai unit penyaluran sediaan farmasi, baik PBF maupun PBF cabang wajib menerapkan
pedoman teknis cara distribusi obat yang baik (CDOB). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman
Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik, CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan
obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya. Dengan menerapkan pedoman CDOB dapat menjamin mutu obat
sepanjang jalur distribusi tetap terjaga agar obat yang sampai ke konsumen adalah obat yang aman
dan efektif serta menjamin distribusi tidak keluar jalur atau obat didistribusikan ke unit pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan persyaratan.
Sebagai calon apoteker yang akan berperan pada bagian tersebut, maka diperlukan adanya
pemahaman mengenai CDOB secara teoritis dan praktis sehingga Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Sanata Dharma (PSPA USD) bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Trading and
Distribution dalam menyediakan ruang bagi mahasiswa PSPA USD untuk mempelajari dan
memahami praktik ilmu kefarmasian secara nyata di PBF melalui kegiatan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA).
PKPA dilaksanakan di Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Yogyakarta pada tanggal 7-16
Mei 2018. Diharapkan melalui praktik kerja profesi apoteker di PT. Kimia Farma Trading and
Distribution, calon apoteker mampu melaksanakan pekerjaan kefarmasian, menerapkan ilmunya
dengan mengamati, melatih diri, dan melakukan aktivitas yang dilakukan di PBF melalui aspek
manajemen persediaan obat dan administrasi, aspek distribusi sediaan farmasi, dan aspek evaluasi.
A. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF KFTD cabang Yogyakarta bertujuan agar
calon apoteker mampu:
1. Memahami peran dan tugas apoteker penanggung jawab di PBF KFTD.
2. Memahami penerapan aspek manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF KFTD.
3. Memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian di bidang distribusi farmasi.
B. Manfaat
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF KFTD cabang Yogyakarta diharapkan
dapat bermanfaat agar calon apoteker:
1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian di PBF.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di PBF.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di PBF.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang professional di PBF.
BAB 2
Tinjauan Pustaka
e. Peningkatan laba
Dengan adanya peningkatan jumlah konsumen yang loyal maka akan
meningkatkan laba perusahaan.
f. Perusahaan semakin besar
Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya
lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.
2C. Evaluasi
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhuan terhadap
pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua
aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur
tertulis. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang
dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak
terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka
penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA (Corrective Action and Preventive Action) yang
harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
KFTD cabang Yogyakarta melakukan inspeksi diri dengan tujuan untuk memantau pelaksanaan dan
kepatuhan penerapan CDOB dalam keseluruhan aspek kegiatan distribusi. Inspeksi diri dilakukan
setiap 6 bulan sekali. Hasil dari inspeksi diri berupa laporan CAPA digunakan untuk mencari akar dari
suatu masalah, mencari penyelesaian dari masalah, melakukan aksi untuk memperbaiki dan mencegah
masalah muncul kembali. Sedangkan audit mutu dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk evaluasi
kinerja karyawan pada setiap unit apakah telah sesuai SOP yang berlaku dengan job desk. SOP dibuat
dengan mengacu pada CDOB.
Audit sediaan farmasi pada KFTD cabang Yogyakarta dilakukan untuk memastikan kesesuaian obat
yang disimpan dengan obat yang didistribusikan sesuai aturan yang berlaku yang dilakukan setiap 3
bulan sekali. Proses audit dilakukan dengan melihat bentuk fisik dari jumlah sediaan yang tertulis
pada kartu stok dan sistem, pengecekan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor batch, dan kesesuaian
kondisi suhu penyimpanan. Bila terdapat perbedaan selisih jumlah sediaan fisik dengan kartu stok dan
data pada sistem komputer, maka dilakukan tindak lanjut pengecekan dan investigasi. Hasil audit
seidaan farmasi yang berupa laporan mutasi akan dikirim ke Kimia Farma Pusat serta BPOM setiap
tiga bulan sekali.
Audit SOP manajemen pada KFTD cabang Yogyakarta dilakukan dengan tujuan untuk evaluasi
keefektivan SOP manajemen (apakah SOP dijalankan dengan baik atau tidak), dan akan dievaluasi
apabila SOP yang diterapkan tidak dijalankan secara efektif. SOP manajemen dibuat berdasarkan job
desk masing-masing divisi. Audit SOP manejemen dilakukan pada seluruh aspek manajemen, meliputi
bagian penjualan, tata usaha, keuangan, dan logistik.
Audit SOP distribusi pada KFTD cabang Yogyakarta dilakukan untuk memeriksa kesesuaian kegiatan
distribusi dengan CDOB. Audit ini dilakukan secara periodic. SOP distribusi KFTD dikerjakan oleh
pusat dan didistribusikan ke cabang.
Daftar Pustaka
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI. No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman
Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI.