LP Strok Hemorajik Dayutu
LP Strok Hemorajik Dayutu
Oleh :
SEMESTER V
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
1) PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau
perdarahan intraserebral.
2) PSA sekunder, yakni perdarahan yang berasal di luar
subaraknoid umpamanya dari perdarahan intraserebral atau dari
tumor otak.
2. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit
jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000
penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat
menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non
hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke
embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke
embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-
35%. ± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral,
dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke
hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-
95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang
usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per
1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian
mencapai 40-60%. Dua per tiga kasus stroke terjadi pada orang yang
berusia lebih dari 65 tahun. Berdasarkan data dari seluruh dunia,
statistiknya bahkan lebih mencolok yaitu bahwa penyakit jantung
koroner dan stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan
kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab
kecacatan.
3. Etiologi
a. Perdarahaan Intraserebrum (PIS)
Stroke PIS biasanya terjadi pada saat seseorang sedang aktif
bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik voluntar karena
perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam yang berdekatan
dengan ganglia basalis dan kapsula interna.Gangguan yang terjadi
pada PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks
motorik.Beberapa penyebab Perdarahaan Intraserebrum (PIS):
1) Perdarahan intracerebrum hipertensif
2) Perdarahan subaraknoid (PSA)
a) Ruptura aneorisma sakular (berry)
b) Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
c) Trauma
3) Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4) Perdarahan akibat tumor otak
5) Infark hemoragik
6) Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
Faktor Keterangan
resiko
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda
untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita. Tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan
pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih
muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi.
Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia
lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih
besar.
Keturuan, Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
sejarah stroke berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung
dalam diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. gaya dan pola
keluarga hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk
pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik
yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke
lainnya.
2) Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:
4. Pathway
5. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya
arteripenetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial
dan berjalantegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya
berupa anyamankapiler. Dengan menambah Na+/K +-ATPase, defisiensi
energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+di dalam sel, serta
meningkatkan konsentrasi K + ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan
pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melaluimasuknya
Na+dan Ca2+.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi,meskipun pada kenyataannya penyebab primernya
telah dihilangkan.Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga
merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh
tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh
pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkankelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnyaadalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik,gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.Penyumbatan arteri serebri anterior
menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan
berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan
terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior
menyebabkanapatis karena kerusakan dari sistem limbik.Penyumbatan
arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsiakontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi
kehilangan memori.Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat
menyebabkan defisit didaerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan
anterior. Jika arteri koroidanterior tersumbat, ganglia basalis
(hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arterikomunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit
sensorik.Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang
arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon,
pons, danmedula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan:
1) Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya,
saraf vestibular).
2) Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral
dantetraplegia (traktus piramidal).
3) Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di
bagianwajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf
trigeminus [V] dantraktus spinotalamikus).
4) Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf
traktussalivarus), singultus (formasio retikularis).
5) Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner,
padakehilangan persarafan simpatis).
6) Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis
ototlidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial
[VII]),strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
7) Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namunkesadaran tetap dipertahankan).
a. Patofisiologi PIS
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi
kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik
pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri
media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna.
Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media
dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan
aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh
darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari
pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam
substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua,
PIS dapat disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA).
Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein β-amyloid didalam
dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan
sedang. Penumpukan protein β-amyloid ini menggantikan kolagen dan
elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan
lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan.
Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat
menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel
atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas
menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini
memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan
perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy.
Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous
malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan
perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena
stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya
perdarahan dari suatu AVM.
b. Patofisiologi PSA
Aneurisma hampir selalu terletak dipercabangan arteri,
aneurisma itu manifestasi akibat suatu gangguan perkembangan
emrional, sehingga dinamakan juga aneurisma sakular (berbentuk
seperti saku) kongenital. Aneurisma berkembang dari dinding arteri
yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat ini
merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris
resaistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi dapat
menggembung dan terbentuklah aneurisma. Aneurismna dapat juga
berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung bersambung
dengan vena, sehingga membentuk ”shunt” arterivenous.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan
intraabdominal, aneurisma intraserebral itu pecah, maka terjadilah
perdarahan yang menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai
perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcot-
Bouchard. Pada umumnya faktur presipitasi tidak jelas, oleh karena
tidak teringat oleh penderita.
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya
kesadaran dalamwaktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang
irreversibel terjadi setelah tujuhhingga sepuluh menit. Penyumbatan
pada satu arteri menyebabkan gangguan diarea otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selaludefisiensi energi
yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkaniskemia
dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
6. Gejala Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien Stroke Hemoragic seperti:
a. Pengaruh terhadap status mental:
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-
80%)
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai
(30%-80%)
2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer
mana yang terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan
menelan, emosi labil)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium:mengarahpada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan
bergesernya struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya
ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya
hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin adanya daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat
pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak
(arteriosklerotik).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis
sebagai berikut :
1) Menstabilkan tanda – tanda vital
a) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan
penghisapan yang dalam, trakeotomi, pasang alat bantu
pernafasan bila batang otak terkena)
b) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing –
masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi
maupun hipertensi.
2) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang
kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar –
masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif
setiap 2 jam
b) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif
penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk
mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah
kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
b. Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti
agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan
pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA.
1) Pentoxifilin:Mempunyai 3 cara kerja:
a) Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
b) Meningkatkan deformalitas eritrosit
c) Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2) Neuroprotektan:
a) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya
neotropil. Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan
meningkatkan sintesis glikogen
c. Terapi Medis
1) Neuroproteksi. Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan.
Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme
dan kebutuhan sel-sel neuron.
2) Antikoagulasi. Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih
tinggi (INR 3,0 – 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup
prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat
untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin
tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi
anti trombotik awal untuk profilaksis stroke.
3) Trombolisis Intravena. Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh
US Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi stroke
iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk
rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar
perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan
gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah
perdarahan intraserebrum.
4) Trombolisis Intraarteri. Pemakaian trombolisis intraarteri pada
pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian, walaupun saat
ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar
mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National
Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan
waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa
darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.\
5) Terapi Perfusi. Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus
vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid.
6) Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum. Oedema otak
terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik,
terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria
serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit
dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.
7) Terapi Bedah. Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis
yang masih menjalani uji klinis yang dicadangkan untuk stroke
yang paling masif.
Penilaian Nilai
Respon Mata (Eyes: S):
Spontan 4
Dengan bicara (panggilan) 3
Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf supraorbita/ kuku 2
jari)
Tidak ada reaksi 1
Respon Verbal (V)
Orientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu 5
dimana ia berada, waktu, hari
Kacau (dapat menjawab namun disorientasi waktu dan tempat) 4
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa 3
kalimat dan tidak tepat)
Mengerang (tidak mengucapkan kata-kata, hanya suara 2
mengerang)
Tidak ada respon 1
Respon Motorik (M)
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri (apabila ada respon yang bermaksud 5
untuk menampis nyeri)
Menghindar 4
Fleksi (respon fleksi saat diberikan nyeri) 3
Ekstensi (respon ekstensi saat diberikan nyeri) 2
Tidak ada respon 1
KETERANGAN:
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat.
b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
d. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan neurologis
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan
fungsi nervus hipoglosus.
f. Risiko kerusakan integritas kulit ditandai dengan immobilisasi
fisik.
g. Gangguan eliminasi urin (incontinensia uri) berhubungan dengan
gangguan sensori motorik
h. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran.
i. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler.
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi
3. Evaluasi
( Poer,2012 )
DAFTAR PUSTAKA