Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL REHABILITASI FRAKTUR PADA LANSIA

Oleh:
Robiatul adawiyah
G1A114054

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016/2017
REHABILITASI FRAKTUR PADA LANSIA

Lebih dari 250.000 orang di Amerika Serikat patah tulang pinggul mereka
setiap tahun, dengan banyak mengalami parah konsekuensi jangka panjang.1-
3Twoyears setelah pinggul patah tulang, lebih dari separuh pria dan 39% wanita
meninggal atau tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang.4 Banyak dari pasien ini
tidak lagi mampu melengkapi fungsi dasar secara mandiri tugas yang bisa mereka
lakukan sebelum melakukan fraktur, begitulah seperti berjalan 1 blok (> 80% tidak
mampu) atau mendaki 5 langkah (90% tidak mampu) 2 tahun setelah fraktur. Pada
tahun 2003, umur yang bisa diatribusikan biaya patah tulang pinggul diperkirakan
mencapai $ 81 300, dengan hampir setengah (44%) dari biaya ini merupakan hasil
perawatan jangka panjang biaya. Sebuah penelitian di tahun 2004 menemukan
peningkatan intensif selama 6 bulan program rehabilitasi yang dilakukan dalam
rangkaian rawat jalandalam memperbaiki fungsi, mobilitas, dan hasil lainnya dari
studi ini, sudah selesai program latihan intensif dan terawasi dapat dihasilkan dalam
keuntungan fungsional tambahan setelah patah tulang pinggul. studi ini menunjukkan
potensi pasien dengan patah tulang pinggul untuk memperbaiki fungsinya, paling
manjur program pada intinya merupakan kelanjutan dari standar dengan pengawasan
ketat dan sering. Mengingat kenaikannya dalam biaya perawatan postacute untuk
patah tulang pinggul, itu akan sulit untuk adda jumlah besar fraktur perpanjangan
terapi perpanjangan pengobatan.

Fraktur merupakan salah satu masalah musculoskeletal (tulang dan otot) yang
sering terjadi pada manusia lanjut usia, dan fraktur yang berhubungan dengan
osteoporosis dianggap yang paling menyebabkan morbiditas dan disalbilitas pada
lanjut usia. Pada tulisan ini, penulis akan mencoba membahas tiga jenis fraktur
berdasarkan lokasinya yang sering terjadi pada lansia yaitu (1) fraktur kompresi
Vertebra, (2) fraktur panggul, dan (3) fraktur pinggul .Fraktur ini menyebabkan sakit
punggung yang merupakan gejala osteoporosis yang paling sering dijumpai. Gejala
yang mungkin terjadi paling awal adalah nyeri akut pada bagian tengah sampai
bagian bawah vertebra toraksika selama aktifitas harian rutin.

Focus pada perawatan fraktur kompresi akut ini adalah mengurangi gejala
sesegera mungkin dengan bedrest pada posisi apapun untuk memberikan kenyamanan
maksimum pada klien. Relaksan untuk otot seperti panas dan analgesic juga dapat
digunakan bila ada indikasi, karena penggunaan relaksan otot jangka pendek dalam
jumlah sedikit dapat mengurangi spasme otot yang sering menyertai fraktur-fraktur
seperti ini.

Setelah nyeri berkurang, segerakan klien untuk mencoba bangun dari tempat
tidur secara perlahan dan dengan dibantu oleh perawat. Latihan dengan bantuan ini
diharapkan dapat memperbaiki deformitas postural dan dapat meningkatkan tonus
otot. Selain itu klien juga harus diajarkan tentang cara mencegah ketegangan
punggung dengan menghindari gerakan berputar atau pergerakan yang kuat atau
membungkuk secara mendadak. Tindakan yang berhubungan dengan cara
mengangkat dan membawa barang-barang juga perlu dijelaskan.

Fraktur Panggul
Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena terjatuh. Walaupun hanya
3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cidera ini diperhitungkan
menimbulkan 5 sampai 20 % kematian diantara lansia akibat fraktur. Fraktur panggul
adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur tersebut dapat juga menyebabkan
cedera intraabdomen yang serius, seperti laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan
intrapelvis, dan ruptur uretra serta kandung kemih.

Fraktur Pinggul
Hoolbrook (1984) melaporkan bahwa 1 dari 20 klien yang berusia lebih dari
65 tahun yang baru saja dirawat di rumah sakit mengelami penyembuhan dari fraktur
pinggul, dan pada klien yang berasal dari panti werda, 70% tidak bertahan hidup 1
tahun, hanya sepertiga dari klien yang dapat bertahan hidup setelah mengalami
fraktur pinggul dapat kembali ke gaya hidup dan tingkat kemandirian yang dapat
dibandingkan dengan kondisi sebelum klien mengalami fraktur tersebut.Antara 75
dan 80% dari semua fraktur tulang pinggul mempengaruhi wanita, dan hampir
setengahnya terjadi pada seseorang yang berusia 80 tahun atau lebih. Manifestasi
klinis dari fraktur tulang pinggul ini adalah rotasi eksternal, pemendekan ekstremitas
yang terkena, dan nyeri berat serta nyeri tekan di lokasi fraktur.

Penatalaksanaan
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang
jika tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik
terhadap klien.

Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami
cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien harus
diajrakna menggunakan trapeze yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi
pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk membantunya dalam mengubah posisi,
klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah
ke kursi.
Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan,
mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan
pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka
terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi fraktur,
akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan gerakan. Tungkai
klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir dapat sangat membantu
untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami rotasi eksterna. Untuk
menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat menggunakan
transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS).
Untuk mencegah dislokasi prosthesis, perawat harus senantiasa menggunakan
3 bantal diantara tungkai klien ketika mengganti posisi, pertahankan bidai abductor
tungkai pada klien kecuali pada saat mandi, hindari mengganti posisi klien ke sisi
yang mengalami fraktur. Menahan benda/beban yang berat pada ekstremitas yang
terkena fraktur tidak dapat diizinkan kecuali telah mendapatkan hasil dari bagian
radiologi yang menyatakan adanya tanda-tanda penyembuhan yang adekuat,
umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan.

Rehabilitasi dan Perawatan

Rehabilitasi setelah patah tulang pinggul harus dilakukan sedini mungkin,


yang meningkatkan penyembuhan cacat tulang dan mencegah perkembangan
komplikasi.Ketika metode konservatif terapi dilakukan senam pada minggu pertama
setelah aplikasi gipsum atau traksi skeletal.Mengembangkan latihan untuk semua
kelompok otot sesuai dengan istirahat dan aktivitas fisik terbatas kaki yang rusak.
Bawah pengawasan dokter rehabilitasi membuat Mahi tangan, menarik di tempat
tidur untuk sabuk melekat tempat tidur palang, ternyata pada sisinya.Lakukan latihan
pernapasan untuk mencegah pneumonia kongestif.Menetapkan pijat kaki yang sehat
dan sakit untuk pencegahan trombosis dari ekstremitas bawah dan terjadinya
tromboemboli pembuluh arteri pulmonalis. Terapi fisik dan pijat diberikan pada
periode pasca operasi dini.Aktivitas fisik mencegah ankilosis sendi dan otot atrofi
ekstremitas bawah.Untuk setiap pasien mengembangkan program pelatihan individu,
tergantung pada tingkat keparahan cedera dan selama periode pemulihan.Rehabilitasi
setelah patah tulang pinggul melibatkan pengangkatan fisioterapi (magnetotherapy,
elektroforesis, UHF), yang menormalkan aliran darah dan metabolisme di daerah
kerusakan.

Dalam kasus pasien istirahat berkepanjangan membutuhkan perawatan setelah keluar


dari rumah sakit di rumah sakit dan di rumah:

 pencegahan luka baring;


 kebersihan tubuh;
 perubahan tepat waktu sprei;latihan pernapasan
 sesi fisioterapi
 lengkap diet kaya serat (sayuran, biji-bijian) dan kalsium (keju, yogurt, keju).

keperawatan benar membantu meningkatkan hasil pengobatan dan untuk mencegah


kematian dini pada pasien usia lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stevens JA, Rudd RA. The impact of decreasing US hip fracture rates on future hip
fracture
estimates. Osteoporos Int. 2013;24(10):2725-2728.

2. Brauer CA, Coca-PerraillonM, Cutler DM, Rosen AB. Incidence and mortality of
hip fractures in theUnited States. JAMA. 2009;302(14):1573-1579.

3. Kammerlander C, Gosch M, Kammerlander-Knauer U, Luger TJ, BlauthM, Roth


T. Long-term functional outcome in geriatric hip fracture patients. Arch Orthop
Trauma Surg. 2011;131(10):1435-1444.

4. Fransen M,WoodwardM, Norton R, Robinson E, ButlerM, Campbell AJ. Excess


mortality or
institutionalization after hip fracture: men are at greater risk than women. J
AmGeriatr Soc.
2002;50(4):685-690.

5. Magaziner J, HawkesW, Hebel JR, et al. Recovery from hip fracture in eight areas
of
function. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2000;55(9):M498-M507.

6. Braithwaite RS, Col NF,Wong JB. Estimating hip fracture morbidity, mortality and
costs. J AmGeriatr Soc. 2003;51(3):364-370.

7. Binder EF, Brown M, Sinacore DR, Steger-May K, Yarasheski KE, Schechtman


KB. Effects of extended outpatient rehabilitation after hip fracture: a randomized
controlled trial. JAMA.
2004;292(7):837-846.

8. AuaisMA, Eilayyan O, Mayo NE. Extended exercise rehabilitation after hip


fracture improves
patients’ physical function: a systematic review and meta-analysis. Phys Ther.
2012;92(11):1437-1451.

9. Handoll HH, Sherrington C, Mak JCS. Interventions for improving mobility after
hip
fracture surgery in adults. Cochrane Database SystRev. 2011;(3):CD001704.
10. Chandra A, DaltonMA, Holmes J. Large increases in spending on postacute care
in Medicare point to the potential for cost savings in these settings. Health Aff
(Millwood). 2013;32(5):864-872.

11. Helmi ZN. Buku Ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta: Salemba


Medika. 2011. p411-55

12. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures in
Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331

13. Sjamsuhidayat, de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH EDISI 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG. 2011. p959-1083

14. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System Third
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417-498

15. Nayagam S. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D, Nayagam S.


Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. London: Hodder
Education. 2010. p687-732

16. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Dalam:
Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Washington Manual of
Surgery, The 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2008. p578-597

Anda mungkin juga menyukai