Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PNEUMONIA

Oleh :

Diyah Sasmi Kurnia


10542 0252 10

Pembimbing :
dr. Hj. Ratna Hafid, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Diyah Sasmi Kurnia

NIM : 10542 0252 10

Judul Laporan kasus : Pneumonia

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2018

Pembimbing,

(dr. Hj. Ratna Hafid, Sp.A)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya

serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga penulis bisa

menyelesaikan laporan kasus dengan judul Pneumonia. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat

dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus. Namun berkat

bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini

dapat terselesaikan. Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada dr. Hj. Ratna Hafid, Sp.

A , selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam

membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga

selesai.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari yang diharapkan oleh karena

itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi perbaikan dan

kesempurnaan tugas ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Agustus 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut pada bagian kantung kecil paru-paru (alveoli).
Alveoli akan dipenuhi nanah dan cairan sehingga bernapas menjadi sakit karena asupan oksigen
terbatas. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh agent infeksi dan dapat menyebar dengan cara
yang berbeda seperti batuk dan bersin. Pneumonia salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) penyebab kematian utama pada anak usia dibawah lima tahun (balita). World Health
Organization (WHO) memperkirakan kematian balita karena pneumonia di seluruh dunia
sebesar 15%, dan pada tahun 2015 diperkirakan aka nada 922.000 kematian balita yang sebabkan
oleh pneumonia. Lebih dari dua juta anak meninggal karena pneumonia, hal ini menunjukkan
bahwa satu dari lima balita meninggal dunia karena pneumonia. United Nations International
Children’s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan pneumonia sebagai “ The Forgotten Killer
of Children” atau pembunuh anak paling utama yang terlupakan. Hal ini dikarenakan masih
sedikit perhatian yang diberikan pada penyakit ini.1

Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru (alveoli) yang
disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Terjadinya pneumonia pada anak balita seringkali
bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia.
Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara
mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih
pada umur balita <2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang
dari 1 tahun. Dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
Pneumonia yang menyerang bayi dan balita bisa menyebabkan kematian yang cepat bila tidak
segera diobati.2

Pneumonia menduduki peringkat kedua penyebab kematian bayi (12,3%) dan balita
(13,2) setelah diare. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita
antara lain : karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang pneumonia, pekerjaan
ibu), faktor pada anak balita (peberian ASI eksklusif, status imunisasi anak balita, status gizi
anak balita, (BBLR dan jenis kelamin anak balita), faktor lingkungan (kepadatan hunian,
pencemaran udara dalam rumah, jarak ke fasilitas kesehatan.2

4
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien

Nama : An. FN

Tanggal Lahir : 31/08/2016

Umur : 1 Tahun, 11 Bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Lantebung

Agama : Islam

Ruangan : Perawatan 2

2. Identitas Orangtua / wali

Ayah Nama : Tn.R

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Karyawan

Ibu Nama : Ny.J

Umur : 25 tahun

Pekerjaan : IRT

3. Anamnesis

Keluhan Utama : Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk RS. Syekh Yusuf Gowa dengan keluhan Batuk (+) sejak 2 minggu

yang lalu, dan memberat 3 hari yang lalu, dengan dahak (+), flu (+) darah (-). Sesak (+).

5
Muntah (+) yang dialami sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk RS dengan frekuensi >5x

dalam seharian. Demam tinggi (+) sejak sehari sebelum masuk RS. Sakit kepala (-), nyeri

menelan (-), sakit perut (-). Anak tampak gelisah

Selera makan : Kurang

Selera minum : Baik

BAB : Lancar

BAK : Lancar

Riw. Penyakit Dahulu

- Riwayat batuk (+) hilang timbul

- Riwayat penggunaan obat tidak ada

- Riwayat alergin obat dan susu formula tidak ada

- Riwayat penyakit asthma tidak ada

Riw. Keluarga

- Riwayat kontak dengan penderita TB di keluarga maupun lingkungan sekitar tidak ada

- Riwayat alergi, asma, penyakit jantung tidak ada

- Riwayat keluarga merokok disangkal

Riw. Persalinan

Anak perempuan lahir dari ibu P1A0, lahir secara spontan di Rs,

anak lahir langsung menangis, warna kulit kemerahan, berat badan lahir 2800 gram. Tidak

terdapat riwayat kuning, kebiruan, sesak, kejang, dan pucat pada saat lahir.

Kesan : Bayi tunggal, cukup bulan, sesuai masa kehamilan

6
Riw. Imunisasi :

Status Imunisasi Belum Pernah 1 2 3 4 Tidak tahu

BCG 

Polio    

Difteri   

Hep. B    

Campak  

4. Pemeriksaan fisik (tanggal 10-8-2018)

a. Status Present

K.U : Sakit Sedang/Gizi baik/Composmentis

BB : 10 kg

PB : 68 cm

b. Tanda Vital

Tekanan Darah : (-)

Suhu : 380C

HR : 128 x/menit

RR : 62 x/menit

Skor dehidrasi : 11(dehidrasi ringan - sedang)

- KU : lemas

- Mata : cekung (-)

- Mulut : Kering(-)

- Turgor : Baik

7
5. Status Generalis

Pucat (-) Telinga: Otorrhea (-)

Cyanosis (-) Mata : Cekung (-), anemis (-)

Tonus : Normal Hidung : Rhinorea (+)

Ikterus (-) Bibir : Kering (-)

Turgor : baik Lidah : Kotor (-)

Busung (-) Sel. Mulut : Stomatitis (-)

Kepala : kesan normal Leher : Kaku kuduk (-)

Muka : Simetris kiri dan kanan Kulit : Tidak ada kelainan

Rambut : Hitam halus, tidak mudah Tenggorok : Hiperemis (-)

dicabut Tonsil : Tidak dievaluasi

Ubun ubun besar: Menutup

Thorax Jantung

Inspeksi Inspeksi:

 Simetris kiri dan kanan  Ictus cordis tidak tampak

 Retraksi dinding dada (+) Palpasi :

Perkusi:  Ictus cordis tidak teraba

 Sonor kiri dan kanan Perkusi :

Auskultasi :  Batas kiri :

 Bunyi Pernapasan : Linea midclavicularis sinistra

bronkovesikuler  Batas kanan :

8
 Bunyi tambahan: Linea parasternalis dextra

Rh (+/+) Wh (-)  Batas atas :ICS III sinistra

Auskultasi :

 Bunyi Jantung I dan II regular,

bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Alat kelamin :

 Perut datar, ikut gerak napas  Dalam batas normal

 Massa tumor (-) Anggota gerak :

Palpasi :  Dalam batas normal

 Limpa : tidak teraba Tasbeh (-)

 Hati : Hepatomegali (-) Col. Vertebralis : Skoliosis (-)

 Nyeri tekan (-) KPR : +/+ kesan normal

APR : +/+ kesan normal

Perkusi : TPR : +/+ kesan normal

 Tympani (+) BPR : +/+ kesan normal

Auskultasi

 Peristaltik normal

9
6. Follow up pasien

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter

Dari UGD: Terapi Ugd

A : susp Pneumonia  IVFD Asering 16 tpm

P : Rawat Inap  Ondansentron /iv

 Paracetamol syr 3x1cth

 Domperidon syr 3x1/2cth

10/08/2018 S : Pasien masuk RS. Syech Yusuf Obat dari dokter

Gowa dengan keluhan Batuk (+) sejak  IVFD Asering 16 tpm


2 minggu yang lalu, dan memberat 3  O2 0,5-1 LPM
hari yang lalu, dengan dahak (+),
 Ampicilin 4x200mg/iv
darah (-) flu (+). Sesak (+). Muntah
 Gentamisin 2x25mg/iv
(+) yang dialami sejak 3 hari yang lalu
 Dexametason 2x2,5mg/iv
sebelum masuk RS dengan frekuensi
 Nebulizer NaCL/6j
>3x dalam seharian. Demam tinggi
 Foto thorax
(+) sejak sehari sebelum masuk RS.
 Pem. DR
Sakit kepala (-), nyeri menelan (-),

sakit perut (-).

Selera makan : Kurang

Selera minum : Baik

BAB : Baik

BAK : Lancar

10
Riwayat alergi : -

O : KU: lemas

N : 128 x/menit

P : 62 x/menit

S : 380C

A : Pneumonia

P : Rawat Inap

11/08/2018 S : Batuk (+), dahak (+), muntah (-),  IVFD Asering 16 tpm

sesak (+) berkurang, demam (-)  O2 0,5 LPM

Selera makan : Berkurang  Ampicilin 4x200mg/iv

Selera minum : Baik  Gentamisin 2x25mg/iv

BAB : Lancar  Dexametason 2x2,5mg/iv


BAK : Lancar  Nebulizer NaCL/6j
O : KU: membaik

N : 100 x/menit

P : 60 x/menit

S : 37,6 0C

A : pneumonia dextra

P : Rawat Inap

12/08/2018 S : batuk (+), dahak (+). Sesak (+)  IVFD Asering 16 tpm

berlurang, demam (-), muntah (-).  O2 0,5 LPM

Selera makan : Baik  Ampicilin 4x200mg/iv

Selera minum : Baik  Gentamisin 2x25mg/iv

11
BAB : Biasa  Dexametason 2x2,5mg/iv

BAK : Lancar  Nebulizer NaCL/6j

O : KU: membaik

N : 120 x/menit

P : 50 x/menit

S : 36.6 0C

A : Pneumonia dextra

P : Rawat Inap

13/08/2018 S : batuk (+) dahak (+), sesak (-),  IVFD Asering 16 tpm

demam (-), mual (-) muntah (-)  Ampicilin 4x250mg/iv

Selera makan : Baik  Gentamisin 2x25mg/iv

Selera minum : Baik  Dexamethason 2x2,5mg/iv

BAB : Lancar

BAK : Lancar

O : KU: membaik

N : 124 x/menit

P : 40 x/menit

S : 36.9 0C

A : Pneumonia dextra

P : Rawat Inap

14/08/2018 S : batuk (+) dahak (+), sesak (-),  IVFD Asering 16 tpm

demam (-), mual (-) muntah (-).  Ampicilin 4x250mg/iv

Selera makan : Kurang  Gentamisin 2x25mg/iv

12
Selera minum : Baik  Ambroxol syr 3x3/4 cth

BAB : Lancar

BAK : Lancar

O : KU: membaik

N : 120 x/menit

P : 48 x/menit

S : 37,2 0C

A : Pneumonia dextra

P : Rawat inap

15/08/2018 S : batuk (+) berkurang, dahak (+),  Ambroxol syr 3x3/4 cth

sesak (-), demam (-), mual (-) muntah  Cefixime 2x50mg/puyer

(-).

Selera makan : Baik

Selera minum : Baik

BAB : Lancar

BAK : Lancar

O : KU: membaik

N : 116 x/menit

P : 42 x/menit

S : 36,9 0C

A : Pneumonia dextra

P : KRS

13
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 10 Agustus 2018)
- Pemeriksaan darah rutn
Hasil Unit

WBC 10.2x103 /uL

RBC 5.07x106 /uL

HGB 12.4 g/dL

HCT 38.1 %

MCV 75.1 fL

MCH 24.5 pg

MCHC 32.5 g/dL

Trombosit 316x103 /uL

- Pemeriksaan radiologi

Foto thorax posisi AP

Kesan:

 Bronchopneumonia

 Hilar lymphadenopathy

 Efusi pleura sinistra

8. Diagnosis kerja

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,

pasien mengalami : Diagnosis Masuk : susp. pneumonia

Diagnosis Keluar : Pneumonia dextra

14
9. Resume

Pasien masuk RS. Syech Yusuf Gowa dengan keluhan Batuk (+) sejak 2 minggu

yang lalu, dan memberat 3 hari yang lalu, dengan dahak (+), flu (+) darah (-). Sesak (+).

Muntah (+) yang dialami sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk RS dengan frekuensi >3x

dalam seharian. Demam tinggi (+) sejak sehari sebelum masuk RS. Sakit kepala (-),

nyeri menelan (-), sakit perut (-). Selera makan berkurang, selera minum baik, BAK

lancar, status gizi baik, suhu 380C, heart rate 128 x/menit, respiratory rate 62 x/menit,

skor dehidrasi 10 (dehidrasi ringan-sedang), keadaan umum lemas, mata cekung (-),

mulut kering (-), turgor baik, bunyi pernapasan bronkovesikuler, bunyi tambahan Rh(+)

Wh(-), peristaltik kesan normal.

10. Pengobatan

- IVFD Asering 16 tpm

- O2 0,5-1 LPM

- Ampicilin 4x200mg/iv

- Gentamisin 2x25mg/iv

- Dexametason 2x2,5mg/iv

- Nebulizer NaCL/6j

- Ambroxol syr 3x3/4 cth

- Cefixime 2x50mg/puyer

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
AA.3,4

EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya sangat
tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di Negara maju seperti Amerika, Kanada dan
Negara-negara Eropa lainnya. Di Amerika pneumonia merupakan penyebab kematian nomor
satu setelah kardiovaskuler dan TBC. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang
anak balita. Tahun 2007 1,2 juta orang di Amerika Serikat dirawat di rumah sakit dengan
pneumonia dan lebih dari 52.000 orang meninggal akibat penyakit ini. Di daerah Eropa dan
Amerika Utara kejadian pneumonia 34-40 kasus per 1.000 anak, kebanyakan kasus pneumonia
pada anak usia prasekolah yaitu, empat bulan sampai lima tahun. Di dunia setiap 20 detik
seorang anak meninggal akibat pneumonia dan setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita
meninggal karena pneumonia (1 balita /15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Berdasarkan
data WHO dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008, pneumonia yang
merupakan salah satu jenis ISPA ialah penyebab banyak kematian balita di dunia dan juga di
Indonesia. Berdasarkan data WHO tahun 2015 pneumonia menyumbang 15% dari seluruh
kematian anak di bawah 5 tahun, menewaskan sekitar 922 000 anak-anak. Berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, angka kematian balita akibat penyakit
sistim pernapasan adalah 4,9/1.000 balita, yang berarti terdapat sekitar 5 dari 1.000 balita yang
meninggal setiap bulan akibat pneumonia, atau berarti tiap tahun terdapat 140.000 balita yang
meninggal akibat pneumonia. Data ini juga berarti bahwa rata-rata 1 anak balita Indonesia
meninggal akibat pneumonia dalam setiap 5 menit.8
Diperkirakan 70% kematian anak balita akibat pneumonia di seluruh dunia terjadi di
Negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara dengan angka kematian balita di atas 49
per 1000 kelahiran hidup (15-20%), distribusi penyebab kematian pada anak balita sebesar 22%
diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Pneumonia menduduki peringkat kedua penyebab
kematian bayi (12,3%) dan balita (13,2%) setelah diare. Pneumonia termasuk dalam sepuluh

16
penyakit terbanyak penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010. Di provinsi Riau, Case
Detection Rate (CDR) tahun 2011 masih di bawah target nasional yaitu 87%. Penderita
pneumonia anak balita di Prov. Riau sebanyak 66.806 penderita atau 8651 kasus pneumonia
(13%). Pneumonia di Kabupaten Kampar menduduki urutan ketiga terbanyak dengan jumlah
penderita sebanyak 7081 atau 717 kasus pneumonia (10,1%).1,3
Sampai saat ini, penyakit pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di
dunia. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia,
melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberculosis. Di Indonesia, pneumonia juga
merupakan urutan kedua penyebab kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia sebulan terakhir (period prevalence)
mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1 % menjadi 2,7 % pada tahun 2013.
Kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia tahun 2007 sempat tinggi, yaitu sebesar
15,5%. Demikian juga hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ) , yang
melaporkan bahwa prevalnesi pneumonia dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu 7,6 % pada
tahun 2002 menjadi 11,2 % pada tahun 2007. 4
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan
gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Persentasenya yaitu 19% dari semua penyebab
kematian balita, kemudian disusul diare 17%, sehingga World Health Organization (WHO)
menyebutnya sebagai pneumonia is the leading killer of children worldwide. Setiap tahun di
dunia diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9
juta total kematian balita. Diantara lima kematian balita, satu disebabkan oleh pneumonia.
Namun tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini sehingga pneumonia disebut juga
pembunuh balita yang terlupakan atau the forgotten killer of children.6
Penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut khususnya pneumonia tiap
tahunnya menyebabkan kematian lebih dari 2 juta anak di dunia. Kasus kematian tersebut
umumnya terjadi di Negara miskin. Sedangkan di Negara berkembang, diketahui bahwa 1 dari 5
balita meninggal karena penyakit tersebut. Walaupun demikian, perhatian yang diberikan untuk
mengatasi masalah kesehatan tersebut dirasa masih kurang. Penyakit pneumonia merupakan
salah satu penyakit yang dianggap serius di Indonesia. Sebab, dari tahun ke tahun penyakit
pneumonia selalu berada di peringkat atas dalam daftar penyakit penyebab kematian bayi dan
balita. Bahkan berdasarkan hasil Riskesdas 2007, pneumonia menduduki peringkat kedua pada

17
proporsi penyebab kematian anak umur 1-4 tahun dan berada di bawah penyakit diare yang
menempati peringkat pertama. Oleh karena itu terlihat bahwa penyakit pneumonia menjadi
masalah kesehatan yang utama di Indonesia.7

ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan oleh bakteri gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri Gram negative sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif. 8
Tabel 1. Penyebab Pneumonia yang lazim di berbagai usia9
Usia Bakteri Virus Lain-lain
Neonatus Streptokokus grup B, CMV,Herpesvirus, Mycoplasma
bakteri koliformis enterovirus Hominis, Ureaplasma
ueralyticum
4-16 Minggu Staphylococcus aureus, CMV, Chlamydia
Haemophilus influenza, RSV, Trachomatis,U.
Streptococcus Virus urealyticum
pneumonia influenza,
virus para
influenza
Sampai dengan usia S. pneumonia, S. RSV, Adenovirus, virus
5th aureus, H. influenza, influenza
streptokokus grup A
Diatas 5th S. Pneumoniae, H. Virus influenza, Mycoplasma
Influenzae varisela, adenovirus pneumonia, Chlamydia
pneumonia, Legionella
pneumophila

CMV, sitomegalovirus; HIV, virus imunodefisiensi manusia; RSV, respiratory syncytial virus.

18
KLASIFIKASI
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi subkosta
untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut
mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala
malaria.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut12 :

Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun


Pneumonia  Kesadaran turun,  Kesadaran turun, letargis
Sangat Berat letargis  Tidak mau minum
 Tidak mau menetek /  Kejang
minum  Sianosis
 Kejang  Malnutrisi
 Demam atau
hipotermia
 Bradipnea atau
pernapasan ireguler
Pneumonia  Napas cepat  Retraksi (+)
Berat  Retraksi yang berat  Masih dapat minum
 Sianosis (-)
Pneumonia  Takipnea
Ringan  Retraksi (-)
Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.2

Berdasarkan lokasi lesi di paru (9)


a) Pneumonia lobaris
b) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
c) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
Berdasarkan asal infeksi (9)

19
a) Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired
pneumonia=CAP)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital acquired
pneumonia/nosocomial pneumonia)
Berdasarkan mikroorganisme penyebab (9)
a) Pneumonia bakteri:
Diplococcus pneumoniae, Pneumococus, Streptococcus aureus,
Streptococcus hemolyticus, Hemophilus influenza, Bacillus
Friedlander, Mycobacterium tuberculosis
b) Pneumonia virus:
Respiratory syncytical virus, virus influenza, adenovirus, virus
sitomegalo
c) Pneumonia mikoplasma
d) Pneumonia jamur:
Histolplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces
dermatitides, Coccidoides immitis, Aspergillus species, Candida
albicans
Berdasarkan karakteristik penyakit (9))
a) Pneumonia tipikal
b) Pneumonia atipikal
Berdasarkan lama penyakit (9)
a) Pneumonia akut
b) Pneumonia persisten

Patogenesis11
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara

20
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

21
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

22
MANIFESTASI KLINIS 9
Gambaran klinis pneumonia karena virus atau bakteri biasanya berbeda, walaupun
perbedaan tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Takipnea, batuk, malaise demam, nyeri dada,
pleuritis, dan retraksi sering terjadi pada keduanya.
Pneumonia virus lebih sering disertai dengan batuk, mengi, atau stridor, demam kurang
menonjol disbanding dengan pneumonia bakteri. Roentgenogram dada menunjukkan infiltrate
bronkopneumonia bergaris-garis difus, dan jumlah leukosit sering tidak meningkat (limfosit
merupakan tipe sel yang dominan).
Pneumonia bakteri biasanya disertai dengan batuk, demam tinggi, menggigil, dyspnea,
dan temuan-temuan auskultasi berupa konsolidasi paru (misalnya, penurunan suara pernapasan
atau pernapasan bronkial, perkusi redup, dan egofoni pada daerah terlokalisasi). Roentgenogram
dada sering menunjukkan konsolidasi lobaris (pneumonia bundar) serta efusi pleura (10-30%),
dan jumlah leukosit perifer meningkat (>15.000-20.000/mm3), dengan dominasi neutrophil.
Pada sekitar 75% infeksi streptokokus grup B awitan dini, ada satu faktor risiko maternal atau
lebih, termasuk ketuban pecah, demam, atau korioamnionitis. Gejala ditemukan pada 60-70%
bayi dalam 6 jam setelah persalinan. Gawat napas berat adalah tanda khas penyakit ini, dengan
dengkuran saat ekspirasi, retraksi interkosta dan sternum, takipnea, dan sianosis progresif. Dalam
beberapa jam setelah awitan gejala-gejala tersebut, hipoksemia dan hiperkarbia biasanya menjadi
jelas. Pelepasan tromboksan dan mediator lain menyebabkan vasokonstriksi pulmonal dan pintas
kanan ke kiri setingkat duktus dan foramen ovale, yang pada akhirnya menjadi hipoksemia
23
progresif. Bayi yang terinfeksi cepat menderita gawat napas, dan walaupun sudah diberi tekanan
inspirasi dan ekspirasi akhir yang sangat tinggi, pertukaran gas napas biasanya tidak dapat
terpengaruh.
Banyak kasus pneumonia mempunyai sifat-sifat yang berada antara dua gambaran khas
pneumonia virus dan bakteri. Pneumonia lobus bawah dapat terasa seperti nyeri abdomen.

DIAGNOSA
Anamnesis
Non-respiratorik
Demam, sakit kepala, kuduk kaku terutama bila lobus kanan atas yang
terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut dan distensi abdomen
terutama pada bayi. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa
demam dan batuk.
Respiratorik
Batuk, sesak napas, sakit dada. (1,4)

Pemeriksaan fisis
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Takipnea, grunting, pernapasan cuping hidung, retraksi subkostal, sianosis,
auskultasi paru crackles.

Takipnea berdasarkan WHO:


Usia < 2 bln : ≥ 60 x/mnt
Usia 2-12 bln : ≥ 50 x/mnt
Usia 1-5 thn : ≥ 40 x/mnt
Frekuensi pernapasan normal usia 6 thn - pubertas : 16-20x/mnt (4)

Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis.Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, sianosis, batuk, panas dan iritabel. (1)

24
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding
dada. Pada kelompok anak sekolahan dan remaja, dapat dijumpai demam, batuk (non
produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua
kelompok umur, akan dijumpai adanya pernapasan cuping hidung. (1)

Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles (ronki
basah halus) yang khas pada anak besar, biasa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain
pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vocal fremitus menurun, suara
napas menurun, dan terdengar fine crackles (ronki basah halus) di daerah yang
terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada. Bila berat, gerakan dada
menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa
nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.(1)

Hepatomegali terjadi akibat perubahan letak diafragma yang tertekan kebawah oleh
hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung kongestif. (4)

Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Dua tipe radiografi ditemukan pada bayi dengan pneumonia streptococcus grup B.
sekitar setengah dari bayi yang terkena (biasanya mereka yang dengan berat badan lahir
paling rendah) menunjukkan temuan yang serupa dengan temuan pada bayi dengan gawat
napas neonates atau HMD. Paru tampak opasifikasi granular, halus,difus, dengan garis
bronkus yang sangat jelas. Tepi diafragma dan tepi jantung buram, dan volume paru
tampak sedikit berkurang. Timus biasanya kecil. Keseragaman proses menunjukkan
bahwa paru terinfeksi dalam rahim oleh mikroorganisme yang dibawa darah, atau
mikroorganisme dihirup ketika paru masih terisi cairan. Gambaran radiografi tipe kedua
adalah bercak infiltrate, biasanya paling nyata pada basis. Kadang-kadang, ada cairan
dalam fissure dan sudut costophrenicus; pola ini serupa dengan pneumonitis aspirasi.
Kebocoran paru dengan pneumatokel dan pneumomediastinum juga merupakan
komplikasi penatalaksanaan ventilasi yang sering ditemukan. 10

25
Laboratorium
Hitung lekosit dapat membantu membedakan antara pneumonia viral dan
pneumonia bakteri. Pada pneumonia viral, hasil pemeriksaan leukosit bisa normal
atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3), limfosit predominan. Pada
pneumonia bakteri, hasil pemeriksaan leukosit meningkat (15.000-40.000/mm3),
neutrofil predominan.(1,4)

Laju endap darah (LED) dan C reactive protein juga tidak menunjukkan
gambaran khas. Trombositopeni biasa didapatkan pada 90% penderita pneumonia
dengan empiema.(1)

Pemeriksaan sputum kurang sempurna, biakan darah jarang positif, hanya


positif pada 3-11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H.Influenza
kemungkinan positif adalah 25-95%. Rapid test digunakan untuk deteksi antigen
bakteri mempunyai spesifitas dan sensitivitas rendah. Pemeriksaan serologi juga
kurang manfaat.(1)

Diagnosis definitif pneumonia bakterial adalah dengan isolasi


mikroorganisme dari paru, cairan pleura, atau darah. Namun pengambilan
specimen dari paru sanagt invasif dan tidak rutin diindikasikan. (4)

PENATALAKSANAAN
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Bayi Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis
Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50 kali/menit

26
Distres pernapasan, apnea intermiten, Distres pernapasan
atau grunting
Tidak mau minum/menetek Grunting
Keluarga tidak bisa merawat di rumah Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tabel 5. Kriteria rawat inap pneumonia12

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus
ditanggulangi dengan adekuat.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan
oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena tidak tersedianya
uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman empiris yakni
didasrkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta epidemiologis.
 Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat
diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Dosis yang
digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau
Amoksisilin (25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol ulang anaknya
setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak memburuk, tidak bisa minum atau
menyusu.
Ketika anak kembali :

27
- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
- Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke
antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman di
bawah ini.

 Pneumonia rawat inap


Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), harus
dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan respons yang baik maka
diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat (tidak
dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak
sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai alternatif,
beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7,5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan
klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3
minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
 Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar, harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat

28
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien (Paracetamol
10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali,
termasuk pemerikaan saturasi oksigen

 Nutrisi
- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral, harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus
diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak
dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan
yang terkecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi karena
pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik
 Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol dan kondisi
rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari pneumonia adalah :
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

29
 Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Tabel 1.2 Diagnosa Banding Pneumonia 9
Kelainan Herediter
Fibrosis kistik
Penyakit sickle cell
Kelainan Imunitas
AIDS
Agamaglobulinemia Bruton
Defisiensi subkelas IgG selektif
Sindrom imunodefisiensi variable biasa
Sindrom imunodefisiensi kombinasi berat
Kelainn Leukosit
Penyakit granulomatosa kronik
Sindrom hiperimunoglobulin E (Sindrom Job)
Defek adhesi leukosit
Kelainan Silia
Sindrom silia imotil
Sindrom Kartagener
Kelainan Anatomi
Pengasingan
Emfisema lobaris
Refluks esophageal
Benda asing
Fistula trakeoesofagus (tipe H)
Refluks gastroesofageal
Bronkiektasis
Aspirasi (inkoordinasi orofaring)

30
PROGNOSA
Kebanyakan anak sembuh dari pneumonia dnegan cepat dan sempurna, an temuan-temuan
roentgenografi akan kembali normal dalam 6-8 minggu. Pada beberapa anak, pneumonia dapat
menetap lebih dari satu bulan atau dapat berulang. Pada kasus demikian, kemungkinan penyakit
yang mendasari harus diamati lebih lanjut. Evaluasi kemudian dapat dilakukan dengan uji kulit
tuberculin, penentuan klorida keringat, immunoglobulin serium dan penetuan subkelas IgG,
bronkoskopi dan penelanan barium. 9

PENCEGAHAN
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati
secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh
kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi
dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lainnya.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
 Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan 2 kali
dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis
ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur
di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.

31
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

1. PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan Batuk (+) sejak 2 minggu yang lalu, dan memberat 3

hari yang lalu, dengan dahak (+), darah (-). Sesak (+). Muntah (+) yang dialami sejak 3 hari yang

lalu sebelum masuk RS dengan frekuensi >5x dalam seharian. Demam (+) sejak sehari sebelum

masuk RS. Sakit kepala (-), nyeri menelan (-), sakit perut (-). Gejala pada kasus tersebut

mengarah ke gangguan respiratorik yang dimana juga pada pemeriksaan fisik yaitu auskultasi di

dapatkan bunyi ronkhi basah halus pada lapangan paru. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan

fisik, dapat disimpulkan bahwa diagnose pneumonia dapat ditegakkan.

Pada kasus, pemeriksaan radiologi didapatkan kesan pneumonia dextra untuk

menegakkan diagnose pneumonia yang dimana hasilnya nampak konsolidasi inhomogen pada

apex paru kanan yang silhouette sign (+) terhadap jantung yang dimana dalam teori gambaran

foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga

konsolidasi luas pada kedua paru. pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada

anak terbanyak berada di paru kanan, terutama lobus atas.

32
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan sesuai protokol terapi pneumonia yakni

diberikan IVFD Asering 16 tpm untuk mencukupi gizi dan nutrisi pasien, O2 0,5-1 LPM untuk

mengatasi sesak pada pasien, Ampicilin 4x200mg merupakan antibiotik untuk infeksi bakteri

khususnya infeksi pada saluran pernapasan seperti pada kasus, yang diberikan melalui injeksi.

Gentamisin 2x25mg yang merupakan antibiotic spectrum luas yang biasanya diberikan secara

bersamaan dengan golongan penisilin, yang diberikan melalui injeksi. Dexametason 2x2,5mg

sebagai golongan kortikosteroid yang dimana dapat mengurangi inflamasi dengan menekan

migrasi inflamasi, yang diberikan secara injeksi. Nebulizer NaCL/6j. Ambroxol syr 3x3/4 cth

sebagai golongan mukolitik untuk mengatasi gangguan pernapasan akibat dahak yang

berlebihan.

2. KESIMPULAN

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai

peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi

bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Diagnosis pneumonia dapat ditegakkan sesuai dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah didapatkan.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, Herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD

2. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta : IDAI.

3. Latief, Abdul, dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta

: Depkes

4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.

Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

5. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta : RSCM

6. Rahajoe, Nastini.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1. Jakarta : IDAI

7. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.

8. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in infants and

children. Am fam physician 2004;20:899-908

9 Garna H., dan Nataprawira H.M.D., Pedoman Diagnosis Dan Terapi; Ilmu Kesehatan

Anak.. In Pulmologi; Pneumonia. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Universitas Padjajaran, RS Dr Hassan Bandung, Jl. Pasteur No. 38 Bandung. Edisi ke-3.

2005. p. 403-409

10.Behrman R.E., dan Kliegman R.M., Nelson Esenso Pediatri. In Sistem Pernapasan;

Pneumonia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, P.O. Box 4276/ Jakarta 10042. Edisi ke-4. 2010.

p. 585-587.

34
35

Anda mungkin juga menyukai