KUDUS
NOMOR : 653/PER/RSI-SA/I/2014
TENTANG
PANDUAN DNR (DO NOT RESUCITATE)
RUMAH SAKIT AISYIYAH KUDUS
Ka Bid Pelayanan
Disiapkan Dr. Guntur Aryo Puntodewo 10 Januari 2014
Medis
1
Bismillaahirrahmaanirrohiim
2
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
10. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.07.06/III/2371/2009 tentang Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit
Aisyiyah
11. Surat Keputusan Pengurus Badan Yayasan Badan Wakaf Aisyiyah
Nomor 68/SK/YBWSA/V/2013 tentang Pengesahan Struktur
Organisasi Rumah Sakit Aisyiyah.
12. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf Aisyiyah
Nomor: 090/SK/YBWSA/XII/2009 tentang Pengangkatan Direksi
Rumah Sakit Aisyiyah Masa Bakti 2009-2013
MEMUTUSKA
N : MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Do Not Resucitate (DNR) Rumah Sakit Aisyiyah
sebagaimana
tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2
(dua)
tahun setelah tanggal kebijakan ini disetujui.
KETIGA : Apabila hasilpeninjauan mensyaratkan adanyaperbaikan maka akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di : Kudus
Tanggal : 13 Rabiul Awal 1435H
15 Januari 2014M
3
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
AISYIYAH
NOMOR : 653 /PER/RS-A/I/2014
TANGGAL : 15 JANUARI 2014
BAB I
DEFINISI
A. Pengertian
B. Tujuan
Untuk menyediakan suatu proses di mana pasien bisa memilih prosedur yang
nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti
jantung atau henti napas.
4
BAB II
RUANG LINGKUP
2. Pasien dewasa yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan menolak untuk dilakukan RJP.
3. Terdapat alasan yang valid, kuat dan dapat diterima mengenai pengambilan
keputusan untuk tidak dilakukan RJP.
4. Terdapat instruksi DNAR sebelumnya secara valid, lengkap dan alasan kuat.
5. Pasien berada pada fase terminal penyakitnya dimana tindakan RJP tidak
dapat menunda fase terminal pasien dan tidak memberikan keuntungan
terapeutik (risiko bahaya melebihi keuntungannya).
3. RJP bertentangan dengan keputusan awal yang dibuat oleh pasien yang
bersifat valid dan matang mengenai
5 penolakan semua tindakan untuk
mempertahankan hdup pasien.
BAB III
TATALAKSANA
A. Penatalaksanaan DNAR
a. Secara hukum, yang berwenang untuk membuat keputusan DNAR adalah:
1. Pasien dewasa yang kompeten secara mental.
2. Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental). Misalnya:
pada pasien anak dengan usia kurang dari 18 tahun wali sahnya adalah
orang tua pasien.
3. DPJP yang bertindak dengan mempertimbangkan tundakan terbaik untuk
pasien (jika belum ada keputusan DNAR awal oleh pasien atau wali
sahnya).
b. Sedangkan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan instruksi DNAR
adalah DPJP.
c. Sebelum pengambilan keputusan DNAR, DPJP harus melakukan poses
assesmen terhadap pasien tersebut. Melakukan assesmen mengenai tidak
adanya pernafasan dan atau denyut jantung.
d. Kemudian DPJP menyampaikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai
kondisi dan penyakit pasien, prosedur dan hasil yang mungkin
terjadi,termasuk informasi tentang RJP dan DNAR. Informasi disampaikan
kepada pasien dan atau keluarga pasien. Pastikan bahwa semua keluarga
pasien mengetahui tentang instruksi DNAR tersebut.
e. DPJP berdiskusi dengan pasien dan atau keluarga pasien tentang pengambilan
keputusan DNAR.
1. Diskusi dapat juga dilakukan oleh dokter jaga dan atau perawat yang
bertugas, kemudian hasil diskusi tersebut dilaporkan kepada DPJP.
2. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan dengan
orang tua atau wali sah dari pasien dengan mempertimbangkan kondisi
dan keinginan pasien.
3. Jika tidak terdapat orang tua/wali yang sah, maka keputusan diambil oleh
DPJP.
4. Jika ditemukan hambatan dalam komunikasi, misalnya pada pasien asing
atau luar negri dan populasi etnis minoritas dimana terdapat kesulitan
pemahaman bahasa, maka diperlukan penerjemah yang kompeten.
5. Pada pasien anak (usia<18tahun)
6 pertimbangkan kondisi emosional dan
tumbuh kembang anak.
6. Beberapa kondisi dimana perlu dilakukan diskusi dengan pasien, yaitu:
1) Pasien yang kompeten secara mental yang menyatakan bahwa
mereka ingin mendiskusikan tindakan DNAR dengan dokternya.
2) Usaha RJP dianggap memiliki hsrspsn untuk berhasil, tetapi dapat
mengakibatkan kualitas yang buruk bagi pasien.
3) Hal yang mendasari keputusan DNAR adalah ada tidaknya
keuntungan dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk
membuat pasien dan atau keluarga pasien menyadari, memahami dan
menerima kondisi penyakitnya setelah menerima hasil keputusan
yang sudah didiskusikan. Diskusi juga membahas mengenai
manajemen paliatif dan prognosis secara keseluruhan.
7. Beberapa kondisi dimana TIDAK perlu dilakukan diskusi dengan pasien,
yaitu:
1) Jika RJP dinsnggsp tidak ada gunanya.
2) Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya
pasien menjadi depresi.
3) Pasien yang kompeten secra mental menyatakan bahwa mereka tidak
ingin mendiskusikan hal tersebut.
4) Pasien mengalami deteorisasi, misalnya pasien berada dalam kondisi
sekarat/terminal dan penyakinya.
5) Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk
mengambil keputusan.
f. Jika terdapat perbedaan pendapat antara DPJP dengan pasien mengenai
instruksi DNAR, DPJP dan tim medis harus menghargai keinginan pasien
(pasien yang kompeten secara mental).
g. Pada pasien yang tidak kompeten secara mental, misal pada pasien anak jika
masih belum ditemukan kesepakatan antara DPJP dan orang tua atau wali sah
dari pasien, maka dilakukan proses peninjauan ulang (review) oleh DPJP
untuk menentukan apakah DNAR perlu atau tidak, seperti tercantum berikut:
1. DPJP beserta tim medis melakukan konfirmasi bahwa terdapat
kesepakatan diantara anggota timnya mengenai keputusan DNAR pada
pasien.
2. Meminta pendapat dokter lain (second opinion) mengenai RJP pada
pasien ini bersifat non terapeutik/membahayakan.
3. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNAR, maka DPJP
menyampaikan hasil second opinion tersebut kepada orang tua/wali sah
pasien.
4. Jika orang tua/wali sah pasien tidak setuju dengan keputusan DNAR,
maka DPJP harus menghargai keinginan orang tua/wali sah pasien
7
h. Pada pasien yang tidak kompeten secara mental tetapi tidak ada orang
tua/wali sah pasien dan atau keluarga pasien, maka DPJP menginstruksikan
DNAR berdasarkan dua hal berikut:
1. Instruksi pasien sebelumnya.
2. Keputusan dua orang dokter bahwa RJP tidak akan memberikan hasil
yang tidak efektif.
i. Jika pengambilan keputusan DNAR sudah didiskusikan, pasien/wali sah
pasien dan atau keluarga pasien memahami dan mnyetujui keputusan DNAR
terhadap pasien tersebut, maka DPJP menulis instruksi DNAR di formulir
DNAR dalam rekam medis, dengan catatan kenapa DNAR dilakukan, kondisi
spesifik lain yang menyebabkan keterbatasan intervensi, hasil diskusi dengan
pasien dan/atau keluarga pasien. DNAR verbal tidak diperbolehkan.
j. Instruksi pembatasan terapi harus mencantumkan instruksi mengenai
intervensi kegawatdaruratan spesifik yang mungkin dibutuhkan, termasuk
penggunaan agen vasopresor, ventilasi mekanis, produk darah, atau antibiotik.
Instruksi DNAR harus menyebutkan secara spesifik intervensi mana yang
ditunda. Instruksi
DNAR tidak serta merta mencakup intervensi lain seperti pemberian cairan
parenteral, nutrisi, oksigen, analgesik, sedasi, antiaritmia, atau vasopresor,
kecuali intervensi ini masuk dalam instruksi DNAR tersebut. Beberapa pasien
mungkin memilih untuk diterapi dengan defibrilasi dan kompresi dada tetapi
tidak bersedia di intubasi dan ventilasi mekanis. Instruksi DNAR tidak
membawa implikasi pada terapi lain, dan aspek lain dari rencana terapi harus
didokumentasikan secara terpisah dan dikomunikasikan kepada tenaga medis
yang lain.
k. Kemudian perawat memasang identifikasi alert DNAR pada gelang
identifikasi pasien sesuai panduan pemasangan identifikasi alert DNAR.
l. Pada situasi emergensi: tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya
karena mencari ada tidaknya instruksi DNAR pasien jika tidak terdapat
indikasi jelas bahwa instruksi tersebut ada.
m. Keputusan DNAR harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat:
dokter, perawat, dan para pemberi asuhan yang lain. Jika dilakukan transfer,
maka tim transfer termasuk petugas ambulans harus mengetahui akan
instruksi DNAR ini. Keputusan DNAR harus diberitahukan saat pergantuan
petugas/pengoperan pasien ke petugas/unit lainnya.
1
2
G. INSTRUKSI DNAR PADA PASIEN DI LUAR RUMAH SAKIT
1. Pada situasi kasus emergensi yang terjadi di luar rumah sakit, usaha RJP
memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan usia
sangat lanjut atau memiliki penyakit berat/terminal.
2. Saat ini, banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk
meninggal dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang agresif,
seperti RJP. Banyak juga pasien yang memilih dirawat di rumah samapai
akhir usianya.
3. RJP ditijukan kepada semua pasien yang mengalami henti jantung dan/atau
henti napas, kecuali pasien telah ditemukan meninggal sebelumnya dengan
tanda-tanda kematian yang jelas atau pasien memiliki instruksi tertulis DNAR
yang valid dan ditandatangani oleh dokter.
1
3
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir instruksi DNAR adalah formulir yang berisi tentang instruksi dokter
(DPJP) dimana tenaga medis dan tim kegawatdaruratan medis tidak boleh
melakukan resusitasi (RJP) bila pasien tersebut mengalami henti napas (tidak ada
pernapasan spontan) atau mengalami henti jantung (tidak ada denyut nadi).
Formulir ini juga menginstruksikan kepada tenaga medis dan tim
kegawatdaruratan medis untuk tetap melakukan intervensi atau pengobatan atau
tata laksana lainnya sebelum terjadi henti napas atau henti jantung.
2. Formulir DNAR berisi tentang:
a. Identitas pasien : nama lengkap pasien, tempat dan tanggal lahir pasien
b. Pernyataan dan Instruksi Dokter (tandai salah satu):
1) Usaha komprehensif untk mencegah henti napas dan/atau henti jantung
TANPA melakukan intubasi. Jika terjadi henti napsd atau henti jantung
TIDAK melakukan RJP (DO NOT ATTEMPT RESUSCITATION)
2) Usaha suportif sebelum terjadi henti napas atau henti jantung yang
meliputi pembukaan jalan napas secara non invasif, pemberian oksigen,
mengontrol perdarahan, memposisikan pasien dengan nyaman, bidai,
obat-obatan anti nyeri. TIDAK melakukan RJP bila henti napas atau henti
jantung.
c. Hasil diskusi tentang instruksi DNAR dan inform consent diperoleh dari:
1. Pasien sendiri
2. Wali yang sah atas pasien (termasuk yang ditunjuk pengadilan)
3. Anggota keluarga pasien
Jika tidak dimungkinkan, maka dokter memberika perintah DNAR berdasarkan
pada:
1) Instruksi pasien sebelumnya
2) Keputusan dua orang dokter bawha RJP akan memberikan hasil yang
tidak efektif
d. Identitas dokter, meliputi : nama lengkap dokter, jabatan, nomor telepon yang
bisa dihubungi, tanda tangan dokter.
e. Tanggal dan jam menyatakan instruksi DNAR
3. Formulir ini dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dan disertei inform consent yang terisi lengkap
dan ditandatangani oleh pasien atau waliu sah pasien dan saksi. Formulir DNAR
disimpan di rekam medis pasien.
4. Selain formulir DNAR tersebut, dalam Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi (CPPT) dicatat alasan diputuskannya tindakan DNAR, hasil diskusi
dengan pasien/wali sah dan/atau keluarga mengenai keputusan untuk tidak
melakukan resusitasi.
1
4
DAFTAR PUSTAKA
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3
2
4
2
5
2
6