Anda di halaman 1dari 12

REFLEKSI KASUS BEDAH

SINDROM KOMPARTEMEN

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah


RS Bethesda pada Program Pendidikan Dokter
Tahap Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh:
Angelica Safilia Lentikasari (42170170)

Pembimbing:
dr. R. Purwaka Santosa, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RS BETHESDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
BAB I

STATUS PASIEN BEDAH

IDENTITAS PASIEN
Nama : Bpk. AK
Nomor RM : 02-06-12-11
Tanggal Lahir : 10/11/1984
Usia : 33 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Kayen 03/43 Condongcatur, Depok, Sleman
Ruang rawat : Ruang 6

ANAMNESIS
• Keluhan utama
Nyeri paha dan tungkai bawah kanan.
• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami kecelakaan tunggal pada tanggal 15 Februari 2018 dengan mengendarai
mobil. Mobil menabrak rumah di tepi jalan dengan kecepatan tinggi. Pasien mengaku
sedang akan menyalip mobil didepannya, namun kecelakaan terjadi. Pada saat kejadian
sekitar pukul 5 sore, pasien dalam kondisi mengantuk. Kaki pasien tertimpa dashboard
mobil dan reruntuhan rumah penduduk yang tertabrak selama 6 jam. Pasien mengatakan
saat tertimpa selama 6 jam, merasakan nyeri yang hebat dan kaki kanan yang tidak dapat
digerakkan. Setelah berhasil dievakuasi, pasien dibawa ke Rumah Sakit Palang Biru untuk
mendapat penanganan awal. Pada tanggal 16 Februari 2018, pasien dirujuk ke RS Bethesda
dengan alasan rujuk medis.

• Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-)
Diabetes mellitus (-)
Riwayat Operasi (-)
Asma (-)
• Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-)
Diabetes mellitus (-)
Penyakit jantung (-)

• Riwayat penggunaan obat : (-)


• Riwayat Alergi
Alergi obat (-)
Alergi makanan (-)

• Riwayat Gaya Hidup


Makan sehari-hari tidak teratur
Narkotika dan zat adiktif lain (-)
Rokok (+)
Konsumsi alkohol (-)

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS
Keadaan umum : lemah
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi : 93x/ menit
Suhu : 36,70 C
Nafas : 22x/ menit
Skala Nyeri :7
STATUS LOKALIS
• Kepala
Ukuran : Normocephali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-)
Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea (-)
Hidung : Bentuk normal, rhinorea (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
• Leher
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, benjolan (-)
Palpasi : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan limfonodi (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)

• Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Ketinggalan gerak napas (-), massa kulit (-), jejas (-), deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus normal (kanan dan kiri sama), pengembangan dada
simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di linea midclavikularis sinistra SIC VI
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal di linea parasternalis dextra – linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : Suara S1/S2 murni-reguler, murmur (-), gallop (-), S3/S4 (-)

• Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), massa (-), jejas (-)
Auskultasi: Peristaltik usus (+) normal pada keempat kuadran abdomen
Perkusi : Timpani pada seluruh region abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Hepar : massa (-), pembesaran hepar (-), nyeri tekan (-)
Lien : massa (-), pembesaran lien (-), nyeri tekan (-)

• Genitalia : Tidak dilakukan

• Ekstremitas atas
Akral hangat, Capillary refill < 2 detik, edema (+)
• Ekstremitas bawah
Fraktur femur (D) terbuka grade III, fraktur fibula (D) 1/3 proksimal, robek pada paha
kanan ± 5 cm sudah dijahit, robek pada lutut kanan ± 6 cm sudah dijahit, akral hangat,
SpO2 99%, edema (+)

Pemeriksaan regio femoral dextra :


Look : Memar (+), deformitas (+), pembengkakan (+), perdarahan (-), luka sobek
sudah dijahit.
Feel : Teraba hangat, nyeri tekan (+), krepitasi (+).
Movement : Tidak bisa melakukan gerak aktif dan ROM terbatas karena nyeri.

Pemeriksaan regio cruris dextra :


Look : Memar (+), deformitas (+), pembengkakan (+), perdarahan (-)
Feel : Teraba hangat, nyeri tekan (+), krepitasi (+).
Movement : Tidak bisa melakukan gerak aktif dan ROM terbatas karena nyeri hebat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Satuan Parameter
Hemoglobin 12,1 (L) g/dl 13.2 – 17.3
Hitung Jenis
Leukosit 23,09 (H) Ribu/mmk 4.5– 11.5
Eosinofil 0.0 (L) % 2-4
Basofil 0.2 % 0-1
Segmen Neutrofil 86,3 (H) % 50-70
Limfosit 6,1 (L) % 18-42
Monosit 7,4 % 2-8
Hematokrit 35,7 (L) % 40.0-54.0
Eritrosit 4,35 (L) Juta/mmk 4.50-6.20
RDW 11,8 % 11.5-14.5
MCV 82,1 fL 80.0-94.0
MCH 27,8 pg 26.0-32.0
MCHC 33,9 g/dL 32-36
Trombosit 195 ribu/mmk 150-450
MPV 10.5 fL 7.2-11.1
PDW 12.2 fL 9.0-13.0
Golongan Darah A

2. Pemeriksaan Radiologis
a. USG abdomen
HEPAR : densitas ekogenik parenkim hepar, normal, deferensiasi baik,
homogen, permukaan licin, sudut lancip, ukuran : 13,54 cm
V.FELEA : dinding licin, tidak tampak adanya batu/massa
PANCREAS-LIEN : densitas ekogenik, bentuk dan ukuran : dbn
Lnn Para Aorta : tidak tampak prominen
REN : densitas ekogenik kedua ren normal, deferensiasi baik, SPC kedua
ren tidak melebar, non shadowing hiperechoic : (+). Kontur kedua ren tegas,
ukuran , RD = ( 9,88 X 4,30 ) cm; RS = ( 9,43 X 4,17 ) cm.
Caecum : Peristaltik baik, Transduser sign : (-)
V.URINARIA : DC : (+) ; terisi urine minimal
PROSTAT : densitas ekogenik, bentuk dan ukuran : dbn
FREE FLUID : (0)
KESAN :
USG Abdomen : Susp.Calsium Plaque Renal Duplex, tidak tampak adanya
cairan bebas intra abdominal.
Hepar, VF, Pancreas dan Lien : sono anatomi dalam batas normal.
b. Cruris dextra AP/L
Terdapat fraktur os fibula 1/3 proksimal dengan fragmented (+), angulasi (+), contracted
(+), trabekulasi dalam batas normal.
Terdapat fraktur os fibula 1/3 proksimal tertutup.

RESUME PEMERIKSAAN
• Seorang laki-laki, usia 33 tahun rujukan dari RS Palang Biru. Awal masuk ke IGD
dengan keluhan nyeri paha dan tungkai bawah kanan post KLL sehari sebelum masuk
IGD, kemudian dirujuk ke spesialis bedah.
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran Compos
Mentis, GCS E4V5M6. Vital sign: tensi 110/80 mmHg, nadi 93x/menit, nafas
22x/menit, suhu 36,7ºC. Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada
ekstremitas bawah ditemukan memar, deformitas, edem, luka sobek sudah dijahit,
teraba hangat, nyeri tekan (+), krepitasi (+), tidak bisa melakukan gerak aktif, dan ROM
terbatas karena nyeri. Didapatkan fraktur femur (D) terbuka grade III, fraktur fibula (D)
1/3 proksimal, robek pada paha kanan ± 5 cm sudah dijahit, robek pada lutut kanan ± 6
cm sudah dijahit. Pemeriksaan fisik lain tidak ditemukan kelainan.

DIAGNOSIS KERJA : fraktur terbuka femur dextra grade III, fraktur fibula 1/3 proksimal
RENCANA TERAPI
- Infus RL
- Cefriaxon 1gr
- Asam tranexamat 50 mg
- ORIF femur dan fibula
- Fasiotomi
PROGNOSIS
• Quo ad vitam (hidup) : dubia ad bonam
• Quo ad fungtionam (fungsi) : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam (sembuh) : dubia ad malam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi saat tekanan
dalam ruang tertutup kompartemen otot meningkat sampai tingkat berbahaya.
Susunan otot manusia terdiri dari kelompok-kelompok otot yang dipisahkan oleh
sebuah lapisan tebal yang disebut fascia. Kelompok-kelompok otot ini terletak di
ruangan yang dikenal dengan istilah kompartemen. Peningkatan tekanan dalam
kompartemen otot biasanya diawali oleh proses trauma yang disertai fraktur.
Peningkatan ini dapat disebabkan oleh fraktur, ataupun oleh serangkaian tindakan
selama penanganan fraktur. Sindrom kompartemen terbagi menjadi akut dan
kronik. Sindrom kompartemen akut merupakan kegawatdaruratan bedah.
II. ANATOMI
Tungkai bawah terbagi menjadi 4 kompartemen yang dibentuk oleh otot dan fascia.
Fascia merupakan lapisan jaringan fibrosa yang membungkus otot. Fascia ini
membagi otot pada tungkai bawah menjadi 4 kelompok, yaitu kumpulan otot bagian
depan (kompartemen anterior), kumpulan otot bagian samping (kompartemen
lateral), dan kumpulan otot bagian belakang (kompartemen posterior) yang terbagi
menjadi bagian dalam (deep posterior compartment) dan bagian luar (superficial
posterior compartment). Setiap kompartemen tungkai bawah memiliki fungsi dan
peranan masing-masing.
 Kompartemen depan terdiri dari kelompok otot ekstensor yang berfungsi
untuk melakukan gerakan ekstensi
 Kompartemen lateral terdiri dari kelompok otot yang berfungsi untuk
melakukan gerakan eversi
 Kompartemen posterior terdiri dari kelompok otot dalam (deep) dan
kelompok otot luar (superficial).
III. EPIDEMIOLOGI
Sebanyak 75% kasus kompartemen sindrom diawali fraktur, terutama fraktur tibia
(tulang kering) pada 36% kasus. Sebagian besar kasus sindrom kompartemen terjadi pada
pria dewasa berusia 30-35 tahun, antara lain karena massa otot pada pria usia tersebut lebih
besar daripada wanita seusianya (10:1) dan lebih besar daripada pria berusia di atas 35
tahun.
IV. ETIOLOGI
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap;
dapat disebabkan oleh:
 Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah
mengisi ruang intra-kompartemen.
 Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan.
 Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang
intrakompartemen.
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen yang
tetap
 Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
 Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat
sehingga mengurangi ruang kompartemen.
V. PATOFISIOLOGI
Sindrom kompartemen utamanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan
intrakompartemen. Mekanisme yang menyebabkan meningkatnya tekanan
intrakompartemen ini tergantung pada peristiwa yang terjadi. Sindrom
kompartemen dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama berkaitan dengan proses
trauma yang mengenai kompartemen, seperti fraktur dan cedera otot. Tipe kedua
berhubungan dengan aktivitas fisik yang berulang. Dengan demikian, sindrom
kompartemen dapat dibedakan menjadi akut dan kronik.
Setelah terjadi trauma, darah dan cairan dapat terakumulasi di kompartemen
karena proses inflamasi. Dinding dari fasia tidak dapat dengan mudah
mengembang, maka tekanan intrakompartemen akan meningkat dan mencegah
aliran darah yang adekuat ke jaringan dalam kompartemen. Setiap jaringan,
termasuk tulang dan otot, memerlukan perfusi yang adekuat agar dapat tumbuh dan
berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila terjadi gangguan pada proses perfusi,
akan muncul tanda dan gejala tergantung derajat gangguan perfusi darah ke
jaringan tersebut. Kemampuan perfusi sangat tergantung pada perbedaan antara
tekanan perfusi kapiler dan tekanan cairan interstitial. Peningkatan tekanan pada
ruang tertutup, misalnya pada kompartemen tungkai bawah akan menyebabkan
tekanan vena ikut meningkat. Jika tekanan interstitial melebihi tekanan kapiler,
kapiler akan kolaps dan akan terjadi iskemi jaringan. Otot yang iskemia akan
melepaskan mediator yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Cairan
akan berpindah dari pembuluh darah ke interstitial, sehingga makin meningkatkan
tekanan dalam kompartemen dan memperburuk kondisi iskemia
VI. DIAGNOSIS
Pertama-tama akan muncul gejala sensasi nyeri seperti terbakar. Rasa nyeri
terasa di bagian dalam otot tungkai bawah dan akan terasa lebih nyeri saat
digerakkan. Nyeri harus dibedakan dari nyeri trauma primer akibat fraktur. Gejala
lain yang sering adalah rasa kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat
terjepitnya saraf perifer. Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada jari pertama
dan jari kedua kaki. Gejala klasik 5P (pain, pallor, parasthesia, pulselessness,
paralysis) tidak selalu dikenali. Gejala klasik ini sering muncul terlambat saat
periode emas penanganan sindrom kompartemen sudah terlewati. Selain itu,
pengukuran tekanan intrakompartemen akan menegakkan diagnosis dengan
meningkatnya tekanan yang mencapai 30-45 mmHg.
Cara Mengukur Tekanan Intrakompartemen
1. Siapkan alat pengukur Stryker Intracompartemental Pressure Monitors
System dan hubungkan dengan jarum infus ukuran 18 G.
2. Posisikan pasien senyaman mungkin dengan meletakkan posisi
kompartemen yang akan diukur sejajar jantung.
3. Lakukan prosedur septik dan aseptik pada daerah pengukuran, pilih
jaringan kulit pada kompartemen yang akan diukur dengan syarat kulit
intak dan bebas infeksi.
4. Lakukan prosedur pembiusan.
5. Masukkan jarum yang terdapat pada alat pengukur secara tegak lurus
sedalam 3 sentimeter pada kompartemen tungkai bawah yang diukur.
6. Gerakkan kaki pada posisi fleksi dan ekstensi untuk melihat peningkatan
tekanan intra-kompartemen dan memastikan ujung jarum sudah terletak
di dalam kompartemen.
7. Dalam posisi diam, baca angka pada alat pengukur yang menunjukkan
tekanan dalam kompartemen.
VII. TATALAKSANA
Tatalaksana harus sesegera mungkin. Prinsip utama penanganan sindrom
kompartemen tungkai bawah adalah dekompresi. Dekompresi dengan tujuan
menurunkan tekanan dalam kompartemen dapat dilakukan dengan cara:
 Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai bawah
 Letakkan tungkai pada posisi sejajar dengan jantung, karena posisi lebih
tinggi dari jantung dapat menurunkan aliran darah arterial ke otot dan akan
memperburuk keadaan iskemia.
 Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks; dengan menyangga
kaki dalam posisi sedikit fleksi plantaris (kaki condong ke arah bawah)
 Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada indikasi.
 Banyak peneliti menyatakan indikasi dekompresi dengan fasiotomi adalah
apabila tekanan kompartemen naik menjadi 30 mmHg.
Prosedur ini harus dilakukan sesegera mungkin karena kerusakan permanen otot
akan terjadi dalam 4-12 jam dan kerusakan permanen saraf akan terjadi dalam 12-
24 jam sejak terjadinya peningkatan tekanan intrakompartemen.
Fasiotomi
Fasiotomi merupakan tindakan operatif definitif dengan cara memotong fascia
untuk membuka ruang, sehingga tekanan dapat langsung berkurang. Pada tungkai
bawah, fasiotomi dilakukan dengan sayatan di sepanjang kompartemen tungkai
bawah dengan teknik insisi dobel. Dua sayatan sejajar sepanjang 15-20 sentimeter
dibuat di dua tempat. Tempat pertama adalah bagian tepi luar depan (anterolateral)
tungkai untuk dekompresi kompartemen anterior dan lateral, dan sayatan kedua
pada bagian tepi dalam belakang (posteromedial) tungkai untuk dekompresi
kompartemen posterior. Jangan lakukan tindakan fasiotomi apabila sindrom
kompartemen terdiagnosis pada hari ketiga atau keempat setelah onset. Fasiotomi
juga tidak boleh dilakukan apabila telah terjadi kematian jaringan otot yang ditandai
dengan rasa nyeri yang memburuk, perubahan warna otot menjadi lebih gelap,
perubahan warna urin menjadi kecoklatan (akibat kandungan mioglobin yang
meningkat), dan dapat disertai gangren serta gejala inflamasi sistemik lainnya.16
Hal ini karena jaringan otot yang telah nekrosis sangat rentan terhadap infeksi.
Apabila saat terjadinya sindrom kompartemen tidak diketahui pasti, tindakan
fasiotomi tetap dianjurkan.
VIII. KOMPLIKASI
 jaringan parut otot, kontraktur dan hilangnya fungsi tungkai;
 infeksi;
 amputasi;
 kerusakan saraf permanen;
 rhabdomyolysis dan kerusakan ginjal.
Komplikasi akibat sindrom kompartemen kronis atau olahraga jarang terjadi tapi
mungkin termasuk hal-hal di atas, terutama jika orang tersebut memerlukan
pembedahan untuk meringankan kondisi kronis.
IX. PROGNOSIS
Sindrom kompartemen dapat bersifat sangat destruktif. Prognosis baik dapat
dicapai dengan penanganan yang cepat dan apabila sindrom kompartemen dapat
dikenali sedini mungkin. Makin lambat ditangani, makin besar risiko kerusakan
permanen otot dan saraf.

Anda mungkin juga menyukai