Anda di halaman 1dari 7

HUKUM PEMILIHAN UMUM

SEJARAH DAN SISTEM KEPARTAIAN DI INDONESIA

KELOMPOK III

Ni Putu Maitri Suastini 1604551162

Ketut Bagus Wisnumurti Dewantara 1604551163

Sang Ayu Made Dhira Vidyasari 1604551168

KELAS B

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018
BAB I

1.1 Pendahuluan
Indonesia merupakan sebuah negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata “demos” yang berarti rakyat atau
penduduk di suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kedaulatan, jadi gabungan
kata ini berarti suatu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. 1 Salah satu pilar
demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi kekuasaan politik negara menjadi
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam pelaksanaan sistem ini menuju negara yang
demokratis tentu sangat memperhatikan aspirasi rakyat, dan orang-orang yang kemudian
duduk di lembaga kekuasaan negara tersebut juga dipilih oleh rakyat itu sendiri. Untuk
memilih orang-orang yang kelak menjadi wakil rakyat di lembaga negara ini melalui sebuah
sistem pemilihan yang disebut dengan Pemilihan Umum (selanjutnya disingkat Pemilu).
Pemilu sebagai bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat, dimana rakyat diberikan hak untuk
memilih perwakilannya dalam pemerintahan dan turut dalam menentukan jalannya politik
negara diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Oleh karena itulah sangat
penting untuk mengerti mengenai pemilu khususnya bagi rakyat di Indonesia yang diharapkan
dapat berperan aktif dalam menentukan arah negara kedepannya dengan memilih
perwakilannya di pemerintah dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam paper ini adalah :
1.2.1 Bagaimana sejarah kepartaian di Indonesia ?
1.2.2 Sistem kepartaian apa yang dianut di Indonesia ?
1.3 Teori dan Pendapat Teoritis
Partai politik (selanjutnya disingkat parpol) sebagai peserta pemilu menurut Ramlan
Surbakti2 adalah kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk
merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin materiil dan
idiil kepada para anggotanya yang terorganisasikan, bertindak sebagai suatu kesatuan politik,

1
Masykuri Abdillah, 1999, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia terhadap
Konsep Demokrasi 1966-1930, Yogyakarta: Tiara Wacana, h.7.
2
Ramlah Surbakti, 2010, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, h.397.
dan memanfaatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang mereka buat. Menurut Pasal 1
angka 1 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Parpol menyebutkan bahwa parpol adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan negara, serta emelihara keutuhan Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UUD NRI 1945.
Sistem kepartaian merupakan pola perilaku dan interaksi diantara sejumlah partai politik
dalam suatu sistem politk. Sistem kepartaian mengacu pada jumlah dan tipe partai yang bekerja
di dalam sistem politik. Cara paling umum untuk membedakan tipe sistem partai adalah dengan
referensi jumlah partai yang berkompetisi dalam memperebutkan kekuasaan. Dewasa ini
dikenal 4 sistem kepartaian, yakni (1) sistem satu partai, menurut Jerzy J. Wiatr dibagi menjadi
tiga subtype yakni (a) sistem monopartai, dimana hanya terdapat satu partai yang secara resmi
diijinkan berdiri, (b) sistem hegemoni, dimana ada beberapa partai yang diijinkan berdiri tapi
hanya dapat mengajukan kandidat apabila diijinkan melakukannya dan tidak diperbolehkan
ada persaingan antar partai, dan (c) sistem dominan, dimana ada beberapa partai yang boleh
mengorganisasi dan mengajukan kandidat. (2) sistem dua partai didominasi oleh dua partai
besar yang memiliki potensi yang seimbang menjadi pemerintah yang berkuasa, (3) sistem
partai dominan adalah sistem kepartaian yang kompetitif dalam pengertian bahwa sejumlah
partai berkompetisi pada pemilu reguler dan popular, tetapi didominasi oleh partai besar yang
tunggal yang secara konsekuen menikmati periode kekuasaan yang panjang, dan (4) sistem
multi partai bahwa sejumlah partai berkompetisi diantara lebih dari dua partai, mengurangi
kesempatan pemerintahan oleh satu partai dan meningkatkan kemungkinan koalisi,

BAB II

2.1 Sejarah Kepartaian Dan Sistem Kepartaian Di Indonesia


Sejarah kepartaian di Indonesia telah dimulai bahkan pada masa sebelum kemerdekaan,
berikut ini adalah periode sejarah perkembangan kepartaian di Indonesia :
2.1.1 Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda Indische partij merupakan parpol pertama di
Indonesia yang menjadi pelopor timbulnya organisasi-organisasi politik di zaman sebelum
kemerdekaan, baik organisasi politik yang bersifat ilegal maupun legal. Mengingat ekstrimnya
pemikiran partai kala itu, Indische Partij hanya bertahan 8 bulan saja, hal itu disebabkan karena
ketiga pemimpin mereka masing-masing dibuang ke Kupang, Banda dan Bangka, kemudian
diasingkan ke Nederland. Setelah beberapa tahun diasingkan, Ki Hajar Dewantara dan Dr.
Setyabudi kembali ke Indonesia untuk mendirikan partai politik yang dinamakan sebagai
National Indische Partij (NIP) pada tahun 1919 yang kemudian secara langsung mempelopori
lahirnya beberapa partai politik lain yakni Indische Social Democratische Verening (ISDV),
Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia dan Partai Indonesia Raya.
Partai – partai politik yang ada sebelum kemerdekaan tersebut, tidak semuanya
mendapatkan status badan hukum dari kolonial Belanda. Bahkan, partai – partai tersebut tidak
dapat beraktivitas secara damai dan lancar di zaman penjajahan Belanda. Maka dari itu, partai
yang bergerak atau menentang tegas pemerintahan belanda akan dilarang, dimana
pemimpinnya akan ditangkap, dipenjarakan atau diasingkan.3

2.1.2 Masa Penjajahan Jepang


Pada masa kependudukan Jepang, eksistensi partai politik sebagai suatu organisasi
tidak diakui, namun tokoh – tokoh politik masih berperan penting dalam proses mencapai
kemerdekaan. Hal tersebut dapat dilihat, pada saat terbentuknya BPUPKI dan PPKI oleh
pemerintahan Jepang, yang keanggotaannya di isi oleh tokoh – tokoh nasional yang
sebelumnya merupakan pimpinan partai politik. Hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk
membentuk partai Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi), yang lebih
banyak bergerak di bidang sosial.4
Partai – partai politik yang ada sebelum kemerdekaan pada umumnya bersifat
iedeologis serta memiliki fungsi dan program utama untuk mewujudkan kemerdekaan
Indonesia. Partai – partai tersebut menjalankan fungsi mengagresikan dan mengartikulasikan
aspirasi dan ideologi masyarakat untuk mencapai kemerdekaan, serta menjalakan fungsi
rekruitmen politik yang memunculkan tokoh nasional dan wakil rakyat yang menjadi anggota
Volksraad.

3
http://repository.unpas.ac.id/28315/4/BAB%20II.pdf
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik_di_Indonesia#cite_note-revisi-1
2.1.3 Masa Pasca Kemerdekaan
Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar
untuk mendirikan partai politik, sehingga munculah parti-partai politik Indonesia. Melalui
Maklumat Wakil Presiden X/1949 yang diumumkan oleh Bung Hatta pada 3 November 1949
berisi pernyataan bahwa pemerintah mendukung adanya eksistensi dari partai politik terkait
akan diselenggarakannya pemilihan umum. Ini menjadi tonggak awal tumbuhnya partai
politik pasca kemerdekaan.
Pemilu 1955 muncul 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa
tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai
politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem
parlementer. Sistem multi partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat
melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan
dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekret 5 Juli 1959, yang
mewakili masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan
di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan
NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada
masa Demokrasi Terpimpin ini tampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah
kuat, terutama melalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak
lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini
adalah munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada
pemilihan umum tahun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai
politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat
partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan Perti
(Persatuan Tarbiyah Islamiyah) bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan Partai
IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi
Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi kekuatan politik Indonesia dan
terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya
rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Dan
terus berlanjut hingga pemilu 2014.
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak
sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia
hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai
Demokrasi Indonesia. Setelah Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.

BAB III

3.1 Kesimpulan
1.) Sejarah kepartaian di Indonesia dimulai pada masa colonial Belanda yang ditandai dengan
berdirinya Indische partij yang kemudian menjadi pelopor munculnya 5 partai lain, namun
kemudian pada masa pendudukan jepang partai politik tidak diakui keberadaannya dan
hanya golongan islam yang diberikan kebebasan untuk membentuk partai politik. Pada
masa setelah kemerdekaan Indonesia berdasarkan atas Maklumat X yang dikeluarkan oleh
Bung Hatta perlahan partai-partai politik mulai bermunculan dan menjalankan fungsinya
dalam pemerintahan Indonesia.
2.) Sistem kepartaian yang dianut di Indonesia berubah-ubah sesuai dengan sistem
pemerintahan penjajah dan demokrasi yang dianut. Pada masa pendudukan Belanda,
Indonesia menganut sistem satu partai, yakni sistem dominan. Kemudian pada masa
pendudukan Jepang menganut sistem satu partai, yakni sistem monopartai. Sedangkan
setelah kemerdekaan ditahun 1945-1959 yakni masa demokrasi parlementer menganut
sistem multi partai, begitu pula tahun 1959-1965 yakni pada masa demokrasi terpimpin
menganut sistem multi partai. Pada masa orde baru terjadi penyederhanaan partai politik
seingga sistem kepartaian yang dianut adalah sistem partai dominan, dan dengan
berakhirnya masa orde baru sampai sekarang Indonesia menganut sistem multi partai.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah pemaksimalan dari sistem kepartaian di
Indonesia itu sendiri, sebab walaupun Indonesia menganut sistem multi partai, masih sangat
terlihat beberapa partai politik yang lebih menonjol daripada partai politik lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Masykuri Abdillah, 1999, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim


Indonesia terhadap Konsep Demokrasi 1966-1930, Yogyakarta, Tiara Wacana,
Ramlah Surbakti, 2010, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
http://repository.unpas.ac.id/28315/4/BAB%20II.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik_di_Indonesia#cite_note-revisi-1

Anda mungkin juga menyukai