Anda di halaman 1dari 44

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pre-Eklampsia

2.1.1 Pengertian

Pre-eklampsia adalah suatu kondisi spesifik kehamilan dimana

hipertensi terjadi setelah 20 minggu pada wanita yang sebelumnya

memiliki tekanan darah normal. (Bobak, 2010)

Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20

minggu kehamilan disertai dengan protein urinaria. (Prawiroharjo,

2010; 531)

Pre-eklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel

(Cunningham, 2012; 59).

Sedangkan menurut Kurniawati. D, Mirzanie H Pre-eklampsia

adalah kelainan spesifik pada kehamilan, yang ditandai dengan

terjadinya hipertensi dan proteinuria setelah usia kehamilan 20

minggu. (Prawirohardjo, 2010; 573)

Perkataan “eklampsia“ berasal dari bahasa Yunani yang berarti

“halilintar“ karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan

menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Dikemukakan

beberapa teori yang dapat menerangkan kejadian preeklampsia dan

eklampsia sehingga dapat menetapkan upaya promotif dan preventif.

(Manuaba, 2012; 40)


2.1.2 Etiologi

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara pasti, banyak

teori yang coba dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab,

namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang

dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun teori ini juga belum

mampu menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit

ini. (Mochtar, 2011; 73). Para ahli percaya bahwa masalah kelainan

plasenta merupakan faktor utama yang menyebabkan pre eklampsia.

Namun, penyebab pasti pre-eklampsia tidak diketahui. Kemungkinan

penyebab Pre-eklampsiaa sebagai berikut :

1. Gangguan aliran darah ke plasenta atau uterus

2. Kerusakan pada pembuluh darah plasenta

3. Gizi buruk

4. Penyakit autoimun

5. Lemak tubuh yang tinggi

6. Gen

(Prawirohardjo, 2010; 282-283)

2.1.3 Patofisiologi

Pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai

retensi garam dan air. Pada biopsy ginjal ditemukan spasme hebat

arterioli glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arterioli sedemikian

sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi

jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan


darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan

perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan

oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intersitisal belum

diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Protein

urine dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi

perubahan pada glomerulus. (Mochtar, 2011; 279)


Kegagalan migrasi trophoblas interstitial sel dan
endotelial trofoblast ke dalam arterioli miometrium

Faktor trofoblast
Penyakit maternal :
Faktor immunologis berlebihan
- Hipertensi
Kebutuhan darah, nutrisi, dan O2 - Hamil ganda
- Kardiovaskuler
tidak terpenuhi setelah 20 mg - Mola hidatidosa
- Penyakit ginjal
- Hamil + DM

Eskemia regio uteroplasenter

Terapi HDK : Perubahan terjadi : Bahan toksis


Medikamentosa menurut : - Bahan toksis Sitokin
- Vasokonstriksi - Aktifitas endotelium Lipid peroksid
- Pritchard meningkat Kreatinin naik
- Zuspan atau sibal - Perlu endotel
Terminasi kehamilan

Hipertensi Permeabilitas kapiler Perlukaan endotel


meningkat

Timbunan trombosit
Iskemia organ vital, edema Perlekatan fibrin
dan nekrosis perdarahan Terjadi fibrinolisis
Menimbulkan gangguan
fungsi khusus darahnya : Trombositopenia
- Hemokonsentrasi Tromboksan A2
- Hipovolumia meningkat

Hemolisis
darah/ eritrosis

Preeklampsia/
HELLP sindrom
eklampsia

Sembuh baik ANC Terminasi hamil Kematian maternal & perinatal :


teratur persalinan - Impending - Dekompensasio kordis
berencana eklampsia - Acute vaskuler accident
- Fetal distress - Kegagalan organ vital
- Solusio plasenta - Perdarahan
- Kriteria eden - IUGR asfiksia
- Biofisik profit fetal
buruk

Sumber : Manuaba, 2012

Gambar 2.1 Skema patofisiologi pre eklampsia


2.1.4 Tanda dan Gejala

Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan:

pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti oedema, hipertensi,

dan akirnya proteinuria. Pada umumnya diagnosis preeklampsia

didasarkan dengan adanya trias tanda utama :

1. Sistolik 140 mmHg atau lebih/kenaikan 30 mmHg di atas tekanan

yang biasa, tetapi tidak lebih dari 160 mmHg.

Diastolic 90 mmHg atau lebih/kenaikan 30 mmHg di atas tekanan

yang biasa, tetapi tidak lebih dari 110 mmHg.

Tekanan darah yang meninggi ini, sekurang-kurangnya diukur 2

kali dalam selang waktu 6 jam.

2. Proteinuria lebih dari 0,3 gr/L dalam urine 24 jam /lebih dan 1

gr/L pada urine yang sembarangan.

Proteinuria ini harus ada pada 2 hari berturut-turut/lebih.

Proteinuria pre-eklampsia ringan – proteinuria

3. Oedema pada umur kehamilan > 20 minggu pada daerah libis,

tungkai dan muka. Sedangkan kenaikan berat badan > 500

gr/minggu, 2000 gr/bulan, atau 13 kg selama masa kehamilan. Jika

dari hasil pemeriksaan ditemukan hasil yang melebihi dari

kenaikan berat badan > 500 gr/minggu, 2000 gr/bulan, atau 13 kg

selama masa kehamilan dalam pre-eklampsia ringan serta timbul

komplikasi-komplikasi lain, maka gejala dan tanda tersebut telah

memasuki tahap pre-eklampsia berat dengan tanda dan gejala

seperti oliguria < 400 ml/jam, koma, trombosit < 100. 000, leterus,
perdarahan retina dan beberapa keluhan subjektif lain, di

antaranya adalah :

a. Nyeri epigastrium

b. Gangguan penglihatan, matanya kabur (diplopia)

c. Nyeri kepala hebat terutama di daerah frontalis

d. Edema paru dan sianosis/ sesak nafas

e. Gangguan kesadaran

f. Terdapat mual dan muntah

g. Hiperrefleksia/ kejang serta koma

(Wiknjosastro, 2010:287-288)

2.1.5 Faktor predisposisi/ risiko dan penyebab

Hingga saat ini penyebab preeklampsia dan eklampsia belum

diketahui dengan pasti , penyakit ini masih disebut Disease of theory.

Namun demikian, perhatian harus ditujukan terutama pada penderita

yang mempunyai faktor predisposisi terhadap preeklampsia. Menurut

Wiknjosastro (2010) faktor predisposisi/risiko tersebut antara lain :

1. Usia/ umur : primigravida dengan usia di bawah 20 tahun dan

semua ibu dengan usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan.

Preeklampsia yang meningkat di usia muda dihubungkan belum

sempurnanya organ-organ yang ada ditubuh wanita untuk

bereproduksi, selain itu faktor psikologis yang cenderung kurang

stabil juga meningkatkan kejadian preeklampsia di usia muda.

Bertambahnya umur wanita berkaitan dengan perubahan pada

system kardiovaskulernya dan secara teoritis preeklampsia


dihubungkan dengan adanya patologi pada endotel yang

merupakan bagian dari pembuluh darah. Preeklampsia-eklampsia

hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.

Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim,

yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur

lebih dari 35 tahun mempunyai resiko 3-4 kali lipat mendapatkan

preeklampsia dibandingkan usia lebih muda

2. Paritas : primigravida memiliki insidensi hipertensi hampir dua

kali lipat. Impalantasi fetoplasenta ke permukaan miometrium

membutuhkan beberapa elemen, yaitu toleransi imunologi antara

fetoplasental dan maternal, pertumbuhan trofoblas yang akan

melakukan invasi ke dalam lumen arteria spiralis dan

pembentukan sistem pertahanan sistem imun. Komponen

fetoplasental yang melakukan invasi ke miometrium melalui

arteria spiralis secara imunologi akan menimbulkan dampak

adaptasi atau maladaptasi yang sangat penting dalam proses

kehamilan. Penyimpangan adaptasi pada sistem imunitas akan

menyebabkan suatu mal adaptasi dari sistem imun maternal yang

secara klinis akan menyebabkan preeklampsia. Menurut

penelitian, telah diketahui bahwa umur reproduksi sehat pada

seorang wanita berkisar antara 20-30 tahun. Artinya melahirkan

setelah umur 20 tahun, jarak persalinan sebaiknya 2-3 tahun dan

berhenti melahirkan setelah umur 30 tahun. Berarti jumlah anak

cukup 2-3 orang. Telah dibuktikan bahwa kelahiran ke empat dan


seterusnya akan meningkatkan kematian ibu dan janin (Roeshadi,

2014). Menurut Prawirohardjo (2010-168) paritas 2 merupakan

paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas

satu dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka maternal

lebih tinggi primigravida dan gravida pada usia di atas 35 tahun

merupakan kelompok resiko tinggi untuk preeklampsia-eklampsia.

3. Faktor keturunan (genetic) : bukti adanya pewarisan secara

genetik paling mungkin disebabkan oleh turunan resesif. Menurut

Chapman, (2013) ada hubungan genetik yang telah ditegakkan,

riwayat keluarga ibu atau saudara perempuan meningkatkan risiko

empat sampai delapan kali. Faktor risiko terjadinya komplikasi

hipertensi pada kehamilan dapat diturunkan pada anak

perempuannya (Manuaba, 2012; 278).

4. Status sosial ekonomi : preeklampsia dan eklampsia lebih umum

ditemui pada kelompok sosial ekonomi rendah. Status ekonomi

yang rendah juga merupakan salah satu faktor predisposisi

kejadian preeklampsia. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa

sosial ekonomi yang baik mengurangi terjadinya preeklampsia.

5. Komplikasi obstetrik : kehamilan kembar, kehamilan mola atau

hidrops fetalis. Preeklampsia lebih besar kemungkinan terjadi

pada kehamilan kembar. Selain itu, hipertensi yang diperberat

karena kehamilan banyak terjadi pada kehamilan kembar. Dilihat

dari segi teori hiperplasentosis, kehamilan kembar mempunyai

resiko untuk berkembangnya preeklampsia. Kejadian


preeklampsia pada kehamilan kembar meningkat menjadi 4-5 kali

dibandingkan kehamilan tunggal. Selain itu, dilaporkan bahwa

preeklampsia akan meningkat pada kehamilan kembar tiga dan

seterusnya (Karkata, 2011).

6. Riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya : hipertensi,

Diabetes mellitus, penyakit ginjal, system lupus erytematosus

(SLE), sindrom antifosfolipid antibody.

2.1.6 Frekuensi

Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6 % dari

seluruh kehamilan dan 12 % pada kehamilan primigravida. Menurut

beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan sekitar 1-3 % lebih banyak

dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama

primigravida usia muda. (Mochtar, 2011; 273)

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasarkan :

1. Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan,

edema, hipertensi, pertensi, dan timbul protein urine

2. Gejala subyektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrum,

gangguan visus : pengelihatan kabur, skotoma, diplopia, mual dan

muntah, gangguan serebral : oyong, reflex meningkat dan tidak

tenang

3. Pemeriksaan :tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan protein

urine pada pemeriksaan laboratorium.

(Mochtar, 2011; 47)


2.1.8 Klasifikasi Pre-Eklampsia

1. Pre eklampsia

a. Tensi meningkat

Kenaikan tekanan darah sistole > sama dengan 30 mmHg atau

diastole > sama dengan 15 mmHg (dari tekanan darah sebelum

hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau sistole >

sama dengan 140 (<160 mmHg), diastole > sama dengan 90

mmHg (< 110 mmHg)

b. Proteinuria

Protein urine 0,3 gr/L dalam 24 jam atau secara kualitatif (++)

c. Edema pada :

1) Pretibia

2) Dinding perut

3) Lumbosakral

4) Wajah/tangan

2. Pre eklampsia berat

a. Tekanan darah

Darah sistolik > sama dengan 160 mmHg, diastolik >sama

dengan 110 mmHg

b. Proteinuria

Protein urine > sama dengan 5 g/24 jam atau kualitatif 4+

c. Produksi urine

Oliguria jumlah produksi urine < sama dengan 500 cc/24 jam

atau disertai kenaikan kadar kreatinin darah


d. Adanya gejala-gejala impending eklampsia :

Gangguan visus, gangguan serebral, nyeri epigastrium,

hiperrefleksia

e. Adanya sindroma HELLP

H : Hemolisis, EL : Elevated Liver Enzime, LP : Low Platele

Count

3. Eklampsia

a. Usia kehamilan

Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas

b. Tanda-tanda preeklampsia

Hipertensi, edema, proteinuria

c. Kejang atau koma kadang disertai gangguan fungsi organ

(Surabaya Obstetri & Gynekologi Update, 2016)

2.1.9 Perubahan Sistem Organ Pada Pre-Eklampsia

1. Otak

Pada preeklampsia aliran darah dan pemakaian oksigen

tetap dalam batas-batas normal. Pada preeklampsia resistensi

pembuluh darah meninggi ini terjadi pula pada pembuluh darah

otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan

serebral dan gangguan visus bahkan pada keadaan lanjut dapat

terjadi perdarahan

2. Plasenta dan Rahim

Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan

gangguan plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin


dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada

preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus

rahim dan kepekaan terhadap rangsangan sehingga terjadi partus

prematurus

3. Ginjal

Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal

menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium glomerulus

menurun sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air.

Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga

dapat terjadi pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.

4. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya

disebabkan olehedema paru yang menimbulkan dekompensasi

kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pneumonia atau abses

paru.

5. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme

pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut maka harus

dicurigai terjadinya pre ekalmsi berat. Pada eklampsia dapat

terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi

kehamilan. gejala lain yang dapat menunjukan tanda preeklampsia

berat yang mengarah pada preeklampsia adalah adanya skotoma,

diplopia dan amblyopia. Hal ini disebabkan oleh adanya


perubahan peredaran darah dalam pusat pengelihatan di korteks

serebri atau di dalam retina.

6. Keseimbangan air dan elektrolit

Pada preeklampsia ringan biasanya tidak dijumpai

perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid

dan protein serum. Jadi tidak terjadi gangguan keseimbangan

elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH darah

berada pada batas normal. Pada preeklampsia berat dan eklampsia

kadar gula naik sementara, asam laktat dan asam organik lainnya

naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya

disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat

organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi

dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan

demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.

7. Janin

Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk

pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi

utero plasenta, hipovolomia, vasopasme dan kerusakan sel endotel

pembuluh darah plasenta. Dampak preeklampsia dan eklampsia

pada janin adalah :

a. Intra uterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion

b. Kenaikan morbilitas dan mortilitas janin serta secara tidak

langsung akibat intrauterine growth restriction, prematuritas,


oligohidramnion, dan solusio plasenta (Prawiroharjo 2010;

537-541)

2.1.10 Pencegahan

Yang dimaksud dengan pencegahan adalah upaya untuk

mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang

mempunyai resiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsiaa adalah

suatu sindrom dari proses implantasi sehingga tidak secara

keseluruhan dapat dicegah. Pencegahannya dapat dilakukan dengan

nonmedical dan medical.

1. Pencegahan dengan nonmedical

Dengan tidak memberikan obat. Cara yang paling

sederhana ialah melakukan tirah baring. di Indonesia tirah baring

masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi

terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti

mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan

preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya

preeklampsia. Hendaknya diet ditambah suplemen yang

mengandung : minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak

jenuh, misalnya omega -3 PUFA, antioksidan, vitamin C, vitamin

E, B-karoten, asam lipoik dan elemen logam : zinc, magnesium,

kalsium. Cukup istirahat minimal 10 jam sehari, yaitu tidur siang

minimal 2 jam dan tidur malam minimal 8 jam.


2. Pencegahan dengan medical

Dengan pemberian obat, meskipun belum ada bukti yang

kuat dan akurat. Pemberian diuretic tidak terbukti mencegah

terjadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia.

Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.

Pemberian kalsium 1. 500 – 2. 000 mg/hari dapat dipakai sebagai

suplemen pada resiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu

dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari. Magnesium 365 mg/hari.

Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia

ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari atau

dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan mislanya

vitamin C, vitamin E, asam lipoik. (Prawiroharjo, 2010; 542)

2.1.11 Penanganan Preeklampsia

1. Penanganan pre eklampsia

a. Rawat jalan :

1) Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

2) Diet tinggi protein rendah karbohidrat

3) Dilakukan pemeriksaan USG dan NST tiap 2 minggu

4) Pemeriksaan lab: PCV, Hb, trombosit

5) Obat-obatan: roboransia, vitamin, aspirin dosis rendah

sekali sehari

6) Control 1 minggu kemudian


b. Rawat inap

1) Kriteria rawat inap: kecenderungan memiliki resiko terjadi

PEB

2) Pengobatan dan evaluasi

a) Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

b) Diet tinggi protein rendah karbohidrat

c) Dilakukan pemeriksaan USG dan NST tiap 2 minggu

d) Pemeriksaan lab : PCV, Hb, trombosit

e) Obat-obatan: roboransia, vitamin, aspirin dosis rendah

sekali sehari

2. Penatalaksanaan Preeklampsia berat

a. Konservatif

1) Indikasi

Pada umur kehamilan < 34 minggu (estimasi berat janin <

2000 gr tanpa ada tanda impending eklampsia)

2) Pengobatan

a) Di kamar bersalin :

(1) Tirah baring

(2) Infus RL yang mengandung dextrose 5% 60-125

cc/jam

(3) 10 gr MgSO4 50% im setiap 6 jam s/d 24 jam

pasca salin

(4) Nifedipin 5-10 mg tiap 8 jam, dapat diberikan

bersama dengan metildopa 250-500 mg tiap 8 jam.


Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5-10 mg

dalam waktu 30 menit pada keadaan tekanan

sistolik > 180 mmHg atau diastolic > atau sama

dengan 110 mmHg

(5) Pemeriksaan lab RFT dan LFT dan produksi urine

24 jam

(6) Konsultasi bagian lain: mata, jantung, bagian lain

sesuai indikasi

b) Pengobatan dan evaluasi selama rawat inap di kamar

bersalin

(1) Tirah baring

(2) Roboransia

(3) Aspirin dosis rendah 87,5 mg sehari sekali

(4) Nifedipin 5-10 mg setiap 8 jam atau metildopa 250

mg tiap 8 jam)

(5) Penggunaan atenolol dan B bloker dapat

dipertimbangkan pada pemberian kombinasi

(6) Pemeriksaan lab: Hb, PCV, hapusan darah tepi,

trombosit

(7) Diet tinggi protein rendah karbohidrat

Perawatan konservatif dianggap gagal apabila

(1) Ada tanda impending eklampsia

(2) Kenaikan tekanan darah yang progresif

(3) Ada sindroma HELLP


(4) Ada kelainan fungsi ginjal

(5) Penilaian NST menunjukkan hasil jelek

b. Perawatan aktif

1) Indikasi

a) Hasil NST menunjukkan hasil jelek

b) Ada gejala impending eklampsia

c) Ada sindroma HELLP

d) Kehamilan late preterm (> 34 minggu estimasi berat

janin > 2000 gr)

e) Apabila perawatan konservatif gagal

2) Medikamentosa

a) Segera rawat inap

b) Tirah baring miring ke satu sisi

c) Infus RL yang mengandung dextrose 5% dengan 60-

125 cc/jam

d) Pemberian anti kejang MgSO4

3) Dosis awal

MgSO4 20% 4gr i.v

MgSO4 50% 10gr i.m

Pada bokong kanan/kiri masing-masing 5 gr

4) Dosis ulangan

MgSO4 50% 5 gr i.m diulang tiap 6 jam setelah dosis awal

s/d 6 jam pasca persalinan


5) Syarat pemberian

Reflex patella (+)

Respirasi >16 kali/menit

Urine sekurang-kurangnya 150 cc/6 jam

6) Antihipertensi dipertimbangkan bila systole >180 mmHg

dan diastole >120 mmHg. Berikan nifedipin 5-10 mg tiap 8

jam atau metyldopa 250 mg tiap 8 jam

3. Penanganan eklampsia

a. Infus Rd 5

b. Furosemide 2 ampul i.v

c. Digoxin/Cedilanid 1 ampul i.v

d. Bila perlu pemberian morphin inj

e. Pertimbangkan pemberian vasodilator (dopamine) untuk

perfusi jaringan

f. Terapi suportif

g. Anti MgSO4

h. Terminasi:

1) Eklampsia krusial, dilakukan SC : terutama janin hidup

estimasi berat janin 1800-2000 gr

2) Eklampsia klasik persalinan pervaginam (prostaglandin,

drip oksitosin, diharapkan persalinan selesai dalam waktu

24 jam)

i. CT-Scan kepala bila kejang > 4x

j. Bila edem otak pertimbangakan pemberian manitol


k. Obat anti kejang MgSO4 (Magnesium Sulfat):

1) Dosis awal: 4 gr 20% i.v pelan-pelan selama 3 menit atau

lebih, disusul 10 gr 50% i.m

2) Sebagai anti kejang pada eklampsia post partum dapat

dipikirkan pemberian Phenylhidantoin 100 mg parenteral

(diencerkan dalam 25 cc dan diberikan dalam waktu 5

menit) diulang tiap 6 jam

3) Setelah pemberian, kurang lebih 4-5 jam berikutnya

dilakukan penilaian tanda vital

(Surabaya Obstetri & Gynekologi Update, 2016)

2.1.12 Akibat Preeklampsia Pada Ibu dan Janin

Akibat dari preeklampsia sangat besar pengaruhnya pada ibu

maupun janin. Pada kondisi preeklampsia pada wanita hamil,

berkurangnya aliran darah ke plasenta dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan janin, lahir prematur, atau janin meninggal dalam

kandungan. Selain itu plasenta dapat lepas sebelum waktunya. Yang

lebih ekstrim adalah terjadi eklampsia, yaitu preeklampsia yang

disertai kejang. Keadaan ini sangat berbahaya karena dapat

menimbulkan kerusakan organ seperti hati, ginjal, dan otak, yang

berakhir dengan kematian. Sementara preeklampsia pada wanita hamil

akan menyebabkan janin yang dikandung hidup dalam rahim dengan

nutrisi dan oksigen di bawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena

pembuluh darah yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit.

Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat sehingga


terjadi bayi dengan berat lahir yang rendah. Bisa juga janin dilahirkan

kurang bulan (prematur), biru saat dilahirkan dan sebagainya. (Bobak,

2010; 93)

2.2 Konsep Dasar Persalinan

2.2.1 Pengertian Persalinan

Persalinan adalah suatu serangkaian kejadiaan yang berakhir

dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan,

disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu

(Curningham, 2012).

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika

prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37

minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Depkes RI, 2014 : N18)

2.2.2 Patofisiologi persalinan

Penyebab terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang

ada hanyalah merupakan teori yang kompleks antara lain

dikemukakan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,

pengaruh tekanan pada saraf, dan nutrisi.

1. Teori penurunan hormon : 1-2 minggu sebelum partus mulai

terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron.

Progesteron bekerja sebagai penenang otot polos rahim dan akan

menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his

bila kadar progesteron turun.


2. Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar

estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan

pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.

3. Teori distensi rahim : rahim yang menjadi besar dan merenggang

menyebabkan iskemia otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi

utero plasenter.

4. Teori iritasi mekanik : di belakang serviks terletak ganglion

servikale (fleksus Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan

ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.

5. Induksi partus (induction of labour). Partus dapat pula

ditimbulkan dengan jalan :

a. Gagang laminaria : beberapa laminaria dimasukkan dalam

kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus

Frankenhause

b. Amniotomi : pemecahan ketuban.

c. Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan per

infus.

(Curningham, 2012)

2.2.3 Tanda permulaan persalinan

Persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita

memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala

pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda

sebagai berikut :
1. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun

memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada

multipara tidak begitu terlihat.

2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.

3. Susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh

bagian terbawah janin.

4. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi

lemah dari uterus disebut 'false labor pains".

5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya

bertambah bisa bercampur darah (bloody show)

(Prawirohardjo, 2014)

2.2.4 Tanda inpartu

1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan

teratur.

2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena

robekan kecil pada serviks

3. Kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4. Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah

ada.

(Prawirohardjo, 2014)

2.2.5 Kriteria lama persalinan dan fisiologi persalinan

Proses persalinan secara normal terdiri dari 4 (empat) kala

yaitu :
1. Kala I

Kala I merupakan kala pembukaan, diawali dengan inpartu

(partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah

(bloody show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan

mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh

darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika

serviks mendatar dan terbuka. Kala pembukaan ini dibagi menjadi

2 fase yaitu :

a. Fase laten

Fase ini merupakan pembukaan serviks yang

berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm berlangsung

dalam 7 sampai dengan 8 jam.

b. Fase aktif

Fase ini berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3

sub fase yaitu

1) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, dan pembukaan

menjadi 4 cm.

2) Periode dilatasi maksimal (stead): selama 2 jam

pembukaan berlangsung cepat yaitu menjadi 9 cm.

3) Periode deselarasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2

jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.

Fase diatas dikemukakan diatas dijumpai pada

primigravida. Bedanya dengan multigravida adalah :


Tabel 2.1 Beda waktu yang terjadi pada Kala I antara
primigravida dan multigravida

Primigravida Multigravida
Serviks mendatar dulu, baru Mendatar dan membuka bisa
dilatasi bersamaan
Berlangsung 13-14 jam Berlangsung 6-7 jam

Sumber: Mochtar, 2011

2. Kala II

Kala II atau yang dikenal dengan kala pengeluaran janin,

dalam kala ini his mulai terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama,

kira-kira 2 sampai dengan 3 menit sekali. Kepala janin telah turun

masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot dasar

panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.

Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air

besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin

mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan

his mengedan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh

seluruh badan janin. Kala II pada primi 1 ½ sampai 2 jam, pada

multi ½ sampai 1 jam, bila memanjang > 1 jam, bila cepat < ½

jam.

3. Kala III

Kala III merupakan kala pengeluaran urine, disini setelah

bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras

dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta yang

menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul

his pelepasan dan pengeluaran urine. Dalam waktu 1 sampai 5


menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan

akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simpisis

atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5 sampai

30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan

pengeluaran darah kira kira 100 sampai 200 cc.

Tabel 2.2 Lama persalinan primi dan multi

Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam ½ jam
Kala III ½ jam ¼ jam
Lama Persalinan 14 ½ jam 7 ¾ jam
Sumber: Mochtar, 2011

2.2.6 Beberapa istilah yang ada hubungannya dengan persalinan atau partus

1. Menurut cara persalinannya

Persalinan yang didasarkan atas caranya dapat dibedakan

menjadi dua yaitu :

a. Partus biasa atau persalinan normal yang sering diistilahkan

dengan partus spontan, adalah: proses lahirnya bayi yang

menggunakan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat alat serta

tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang

dari 24 jam.

b. Partus luar biasa (abnormal) adalah persalinan pervaginam

dengan bantuan alat atau melalui dinding perut dengan operasi

sesarae
2. Menurut tua (umur) kehamilan.

Persalinan ini dapat dikategorikan menjadi

a. Abortus atau keguguran yaitu berhentinya kehamilan sebelum

janin dapat hidup (viable) berat janin dibawah 1000 gr, tua

kehamilan dibawah 28 minggu.

b. Partus imaturus adalah penghentian kehamilan sebelum janin

viable atau berat janin kurang dari 1000 gr atau kehamilan di

bawah 28 minggu.

c. Partus prematurus adalah: persalinan dari hasil konsepsi pada

kehamilan 28 sampai 36 minggu, janin dapat hidup tetapi

prematur, berat janin antara 1000-2500 gr.

d. Partus matures atau aterm (cukup bulan) adalah: partus pada

kehamilan 37 sampai 40 minggu, janin matur, berat badan

diatas 2500 gr.

e. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi

2 minggu atau lebih dari partus yang ditaksir, janin disebut

postmatur.

f. Partus presipatatus adalah partus yang berlangsung cepat,

mungkin dikamar mandi, diatas becak dan sebagainya.

g. Partus percobaan adalah: suatu penilaian kemajuan persalinan

untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya disproporsi

sefalopevik. Abortus adalah penghentian atau pengeluaran

hasil konsepsi pada kehamilan 16 minggu atau sebelum

plasentasi selesai.
3. Menurut Gravida dan Para

Persalinan dalam istilah ini dapat dikategorikan menjadi :

a. Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil.

b. Primigravida adalah: seorang wanita yang hamil untuk

pertama kali

c. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang

dapat hidup (viable)

d. Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah

melahirkan bayi viable.

e. Primipara adalah: seorang wanita yang pernah melahirkan

bayi hidup untuk pertama kali.

f. Multipara atau pliuripara adalah: wanita yang pernah

melahirkan bayi viable beberapa kali sampai lima kali.

g. Grandemultipara adalah: wanita yang pernah melahirkan bayi

enam kali atau lebih dalam keadaan hidup atau mati

(Mochtar, 2011)

2.2.7 Faktor yang mempengaruhi kecepatan persalinan

1. Dukungan emosional dari keluarga

Kehamilan merupakan saat yang menyenangkan dan dinanti-

nantikan, tetapi juga dapat menjadi saat yang menggelisahkan dan

keprihatinan, jika menghadapi persalinan. Dalam menghadapi

proses persalinan dalam buku panduan praktis pelayanan

kesehatan maternal dan neonatal yang diterbitkan oleh Johnson

et.al bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI (2014)


mengingatkan bahwa pada saat ibu mengalami proses persalinan

dianjurkan untuk ditunggui oleh suaminya untuk mendapatkan

dukungan emosional sehingga dapat memperlancar proses

persalinan

2. Berat badan

Kehamilan dengan berat badan berlebih mempunyai

banyak resiko. mengingat trimester kedua dan ketiga, bisa terjadi

pada ibu hamil yang bertubuh subur akan mengalami beberapa

resiko antara lain :

a. Pre eklampsia

Kehamilan dengan berat badan berlebih atau terjadi

obesitas akan menimbulkan peningkatan kadar protein urine

yang tinggi serta terjadi peningkatan tekanan darah, yang

kedua gejala tersebut merupakan tanda preeklampsia. Bila

kehamilan mengalami preeklampsia akan memperlambat

proses persalinan (Depkes RI, 2014:34).

b. Diabetus mellitus

Kelebihan berat badan yang sampai obesitas memicu

timbulnya kencing manis atau diabetes mellitus. Dimana

kencing manis ini sangat berpengaruh terhadap proses

persalinan seorang ibu hamil. Pengaruh kencing manis

terhadap persalinan antara lain inersia uteri, distosia karena

janin (anak besar, bahu lebar), kelahiran mati, persalinan lebih

sering ditolong secara operatif, angka kejadian perdarahan dan


infeksi tinggi, mortalitas dan morbiditas ibu tinggi, ada

persalinan yang memerlukan tenaga ibu dan kerja rahim akan

memerlukan glukosa banyak, maka bisa terjadi hipoglikemia

atau koma (Mochtar, 2011:26).

3. Kecakapan petugas dalam melakukan asuhan persalinan

Memimpin persalinan secara normal seorang petugas harus

cakap, Dalam hal ini yang harus diterapkan oleh petugas ketika

mulai menolong persalinan adalah melihat kembali catatan

pelayanan antenatal untuk mempelajari kembali keadaan ibu dan

janin selama kehamilan. Selain menggunakan kartu ibu untuk

mencatat pertolongan persalinan, diperlukan juga partograf untuk

memantau kemajuan persalinan (Depkes RI, 2014:19).

4. Pendidikan dan Pengetahuan Ibu

Menurut Notoadmodjo (2012:35), bahwa pendidikan

merupakan faktor yang dapat merubah kepercayaan masyarakat

yang salah menjadi perilaku yang positif. Pengaruh pendidikan

terhadap persalinan sangat erat sekali karena pendidikan yang

berhubungan dengan perawatan saat hamil, proses persalinan, dan

pada saat nifas sangat membantu untuk menurunkan stress

sehingga proses persalinan menjadi lancar.

2.2.8 Faktor yang berperan dalam persalinan

1. Kekakuan mendorong janin keluar

a. His (kontraksi uterus)

b. Kontraksi otot dinding perut


c. Kontraksi diagram

2. Faktor janin

Ukuran besarnya janin yang dilahirkan.

3. Faktor jalan lahir

Pada waktu ini persalinan akan terjadi perubahan-perubahan pada:

uterus, serviks, vagina dan dasar panggul

(Notoadmodjo, 2012)

2.2.9 Komplikasi pada persalinan

Komplikasi pada saat persalinan yaitu : pada tahap Kala I

sampai IV. Komplikasi yang sering muncul pada Kala I sampai Kala

IV adalah :

1. Ruptura uteri

Permasalahan ruptur uteri pada saat ibu bersalin masih

merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwa ibu dan

janin.

2. Ruptura uteri spontannea

a. Karena dinding yang lemah atau cacat, misalnya pada bekas

seksio sesarea, miomektomi, perforasi waktu keratase,

histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga

pada graviditas pada kornu yang rudimeter dan grafiditas

interstitialis, kelainan kongenental dari uterus, seperti

hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim,

misalnya mola destruens, adenomiosis, dan lainnya atau pada

gemeli dan hidramnion, dimana dinding rahim tipis dan

regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada

panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar

seperti janin penderita diabetes mellitus, hidrops fetalis,

postmaturitas grandemultipara. Juga dapat karena kelainan

konginental dari janin : hidrosefalus, monstrum, torakofagus,

anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin, letak

lintang dan presentasi rangkap, atau mal posisi dari kepala,

letak defleksi, letak tulang ubun dan pada putar paksi. Selain

itu karena adanya tumor pada jalan lahir, rigid cervix,

conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri

gravida dengan sakulasi, grandemultipara dengan perut

gantung (pendulum), atau juga pimpinan partus yang salah.

3. Ruptura uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan trauma

lain seperti :

a. Ekstrasi forsep

b. Versi dan ekstrasi

c. Embriotomi

d. Versi Braxton Hicks

e. Sindroma tolakan

f. Manual plasenta

g. Kuretase

h. Ekspresi Kristeller atau Crede


i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan

j. Trauma tumpul dan tajam dari luar

(Notoadmodjo, 2012)

2.3 Konsep Dasar Sectio Caesarea

2.3.1 Definisi

Sectio Caesaria (SC) adalah suatu tindakan untuk melahirkan

bayi dengan berat diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding

uterus yang masih utuh (Prawirohardjo, 2014).

Sectio Caesaria (SC) adalah suatu pembedahan guna

melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn

& Forte, 2010).

Sectio Caesaria adalah suatu cara untuk melahirkan janin

dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan

perut atau vagina (Mochtar, 2012).

Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut (Sofian,

2012).

2.3.2 Tipe-tipe Sectio Caesaria

Menurut Oxorn & Forte (2012), tipe-tipe Sectio Caesaria yaitu :

1. Segmen bawah : insisi melintang

Tipe Sectio Caesaria tipe ini memungkinkan abdomen dibuka dan

uterus di singkapkan. Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang

terletak dengan sambungan segmen atas dan bawah uterus


ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari

segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih di dorong ke

bawah serta ditarik agar tidak menutupi lapang pandang.

a. Keuntungan :

1) Insisinya ada pada segmen bawah uterus

2) Otot tidak dipotong tetapi dipisah kesamping, cara ini

mengurangi perdarahan

3) Insisi jarang terjadi sampai placenta

4) Kepala janin biasanya dibawah insisi dan mudah diektraksi

5) Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih

mudah dirapatkan kembali dibanding segmen atas yang

tebal.

b. Kerugian :

1) Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti pada kasus

bayi besar.

2) Prosedur ini tidak dianjurkan kalau terdapat abnormalitas

pada segmen bawah.

3) Apabila segmen bawah belum terbentuk dengan baik,

pembedahan melintang sukar dikerjakan.

4) Kadang-kadang vesica urinaria melekat pada jaringan

cicatrix yang terjadi sebelumnya sehingga vesica urinaria

dapat terluka.
2. Segmen bawah : insisi membujur

Insisi membujur dibuat dengan skalpel dan dilebarkan dengan

gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan

tipe ini yaitu dapat memperlebar insisi ke atas apabila bayinya

besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin

seperti letak lintang atau adanya anomali janin seperti kehamilan

kembar yang menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi

sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot.

3. Sectio Caesaria Klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam

dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah

dengan gunting berujung tumpul.

Indikasi :

a. Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah yaitu adanya

pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior, vesica

urinaria yang letaknya tinggi dan melekat dan myoma segmen

bawah.

b. Bayi yang tercekam pada letak lintang

c. Beberapa kasus placenta previa anterior

d. Malformasi uterus tertentu Kerugian :

e. Myometrium harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka,

dan perdarahannya banyak


Bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga kemungkinan

aspirasi ciran ketuban lebih besar

a. Apabila placenta melekat pada dinding depan uterus, insisi

akan memotongnya dan dapat menimbulkan kehilangan darah

dari sikulasi janin yang berbahaya

b. Insidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih

tinggi

c. Insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi

4. Sectio Caesaria Extraperitoneal

Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya

histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas

dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat

fatal. Tehnik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja

masuk ke dalam cavum peritonei dan insidensi cedera vesica

urinaria meningkat.

5. Histerektomi Caesaria

Pembedahan ini merupakan sectio caesaria yang dilanjutkan

dengan pengeluaran uterus.

Indikasi :

a. Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal

b. Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus

plasenta previa dan abruptioplacenta tertentu

c. Pada kasus-kasus tertentu kanker servik atau ovarium


d. Rupturi arteri yang tidak dapat diperbaiki

e. Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus

Komplikasi :

a. Angka morbiditasnya 20 persen

b. Darah lebih banyak hilang

c. Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk

pembentukan fistula

d. Trauma psikologis akibat hilangnya rahim

Sedangkan menurut Rustam Mochtar (2002), jenis-jenis Sectio

Caesaria adalah :

a. Sectio Caesaria Transperitoneal

1) Sectio Caesaria klasik atau korporal yaitu dengan

melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan

ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar bayi.

2) Sectio Caesaria ismika atau profunda yaitu dengan

melakukan sayatan atau insisi melintang dari kiri kekanan

pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.

b. Sectio Caesaria ektra peritonalis yaitu tanpa membuka

peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum

abdominal.

2.3.3 Indikasi Sectio Caesaria

Tindakan seksio sesaria dilakukan apabila tidak

memungkinkan dilakukan persalinan pervaginal disebabkan adanya

resiko terhadap ibu atau janin, dengan pertimbangan hal-hal yang


perlu tindakan seksio sesaria seperti proses persalinan normal lama

atau kegagalan proses persalinan normal (Dystasia) (Saifudin, 2012).

Menurut Mochtar & Sarwono Prawirohardjo (2014), beberapa

indikasi dilakukannya Sectio Caesaria yaitu :

1. Plasenta previa, terutama plasenta previa totalis dan subtotalis

2. Panggul sempit

3. Rupturi uteri mengancam

4. Partus lama

5. Tumor yang menghalangi jalan lahir

6. Kelainan letak atau bayi besar

7. Keadaan dimana usaha-usaha untuk melahirkan anak pervaginam

gagal

8. Kematian janin

9. Gemeli

10. Komplikasi pre eklampasia dan hipertensi.

11. Distosia jaringan lunak.

12. Disproporsi kepala panggul (CPD / FPD)

13. Disfungsi uterus.

2.3.4 Keuntungan dan kerugian Sectio Caesaria.

1. Keuntungan seksio sesaria adalah :

Seksio saesaria lebih aman dipilih dalam menjalani proses

persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang

mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan

dilakukannya sectio caesaria, yaitu bilamana didiagnosis panggul


sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi Ibu yang

paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio saesaria adalah pilihan

yang tepat dalam menjalani proses persalinan, karena diberi

anastesi atau penghalang rasa sakit (Fauzi, 2014).

2. Kerugian sectio caesaria.

Sectio caesaria mengakibatkan komplikasi diantaranya

yaitu kerusakan pada vesika urinaria dan uterus, komplikasi

anastesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian pada

ibu lebih besar pada persalinan sectio caesaria dibandingkan

persalinan vaginam. Takipneu sesaat bayi baru lahir lebih sering

terjadi pada persalinan sectio caesaria dan kejadian trauma

persalinan pun tidak dapat disingkirkan. Resiko jangka panjang

yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusi

plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri (Rasjidi, 2010).

2.3.5 Komplikasi

Menurut Oxorn dan Forte (2010), komplikasi yang serius pada

operasi Sectio Caesaria yaitu :

1. Perdarahan

Perdarahan pada sectio caesaria terjadi karena adanya atonia uteri,

pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan plasenta dan

hematoma ligamentum latum.

2. Infeksi

Infeksi sectio caesaria bukan hanya terjadi daerah insisi saja, tetapi

dapat terjadi di daerah lain seperti traktus genetalia, traktus

urinaria, paru-paru dan traktus respiratori atas.


3. Thromboplebitis

4. Cedera, dengan atau tanpa fistula bisa terjadi di traktus urinaria

dan usus.

5. Dapat mengakibatkan obstruksi usus baik mekanis maupun

paralitik.

2.3.6 Perawatan Post Sectio Caesaria

Menurut Rasjidi (2009), pasien pasca operasi perlu

mendapatkan perawatan sebagai berikut :

1. Ruang pemulihan

Di ruang pemulihan, pasien dipantau dengan cermat jumlah

perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk

memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu,

pemberian cairan intravena juga dibutuhkan. Kebutuhan akan

cairan intravena termasuk darah sangat bervariasi. Wanita dengan

berat badan rata-rata dengan hematokrit kurang dari atau sama

dengan 30 dan volume darah serta cairan ekstraselular yang

normal umumnya dapat mentoleransi kehilangan darah sampai

2.000 ml.

2. Ruang perawatan

Beberapa prosedur yang dilakukan di ruang perawatan adalah :

a. Monitor tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah,

nadi, jumlah urin, jumlah perdarahan, status fundus uteri dan

suhu tubuh.
b. Analgesik.

Untuk pasien berat dengan berat badan rata-rata, dapat

diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk menghilangkan

nyeri. Sedangkan pada pasien yang menggunakan opioid,

harus diberikan pemeriksaan rutin tiap jam untuk memantau

respirasi, sedasi dan skor nyeri selama pemberian dan

sekurangnya 2 jam setelah penghentian pengobatan.

c. Terapi cairan dan makanan.

Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3

liter cairan memadai untuk 24 jam pertama setelah tindakan,

namun apabila pengeluaran urin turun, dibawah 30 ml/jam,

wanita tersebut harus segera dinilai kembali.

d. Pangawasan fungsi vesika urinaria dan usus.

Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu

12 jam setelah operasi atau keesokan pagi setelah pembedahan

dan pemberian makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam,

bila tidak ada komplikasi.

e. Ambulasi.

Waktu ambulasi diatur agar analgesik yang baru diberikan

dapat mengurangi rasa nyeri.

f. Perawatan luka.

Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit (atau klip)

pada hari keempat setalah pembedahan. Pada hari ketiga pasca


persalinan, mandi dengan pancuran tidak membahayakan luka

insisi.

g. Pemeriksaan laboratorium.

Hematokrit diukur setiap pagi hari setelah pembedahan.

Pemeriksaan ini dilakukan lebih dini apabila terdapat

kehilangan darah yang banyak selama operasi atau terjadi

oliguria atau tanda-tanda lain yang mengisyaratkan

hipovolemia.

h. Menyusui.

Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi seksio sesaria.

i. Pencegahan infeksi pasca operasi.

Morbiditas demam cukup sering dijumpai setelah seksio

sesaria. Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab

tersering dari demam dan tetap terjadi pada sekitar 20 persen

wanita walaupun mereka telah diberi antibiotik profilaksis

2.4 Hubungan Antara Kejadian Pre Eklampsia Dengan Tindakan SC

2.4.1 Teori

Pre-eklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel

(Cunningham, 2012; 59).

Sectio Caesaria (SC) adalah suatu tindakan untuk melahirkan

bayi dengan berat diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding

uterus yang masih utuh (Prawirohardjo, 2014).


2.4.2 Studi terdahulu

Berdasarkan Penelitian Prasetyowati dan Supriatiningsih tahun

2011 tentang Hubungan Antara Preeklampsi Dengan Persalinan

Tindakan pada ibu bersalin di RSUD A. Yani Metro. Pada persalinan

yang tidak dapat berjalan normal, perlu dilakukan persalinan tindakan

untuk mempercepat persalinan. Persalinan tindakan dapat

menimbulkan komplikasi pada ibu dan bayi. Komplikasi ini

menyebabkan ibu trauma persalinan dan meningkatnya asfiksia pada

bayi. Salah satu indikasi persalinan tindakan adalah pre eklampsi. Di

Indonesia jumlah persalinan dengan tindakan di rumah sakit

pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan. Di RSUD A.

Yani Metro tahun 2009 terdapat 17,49%persalinan tindakan, dari

jumlah persalinan tindakan tersebut 10,96% karena preeklampsi.

Tahun 2010 persalinan tindakan mengalami peningkatan 22,02%, dan

14,81% karena preeklampsi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan preeklampsi dengan Persalinan Tindakan di

RSUD. A. Yani Metro Tahun 2011.Penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan menggunakan metode analitik dengan pendekatan

kasus kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu

bersalin yang berjumlah 972 orang,yang terdiri dari 185 persalinan

tindakan dan 787 persalinan spontan. Sampel terdiri dari 78 kasus dan

78 kontrol yang diambil menggunakan teknik systematic random

sampling. Data diperoleh dengan cara studi dokumentasi. Selanjutnya

data diolah dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat


dengan menggunakan chi Square. Hasil analisis univariat

menunjukkan proporsi ibu bersalin pada kelompok kasus terdapat 17

orang (21,8%) yang mengalami pre eklampsi dan pada kelompok

kontrol terdapat 10 orang (12,8%) yang mengalami pre eklampsi.

Hasil analisa bivariat didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan

antara pre eklampsi dengan persalinan tindakan (p-value = 0,204).

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang

signifikan antara pre eklampsi dengan persalinan tindakan pada ibu

bersalin di RSUD A. Yani Metro Tahun 2011, sehingga bagi tenaga

kesehatan diharapkan untuk mendeteksi secara dini adanya pre

eklampsi melalui ANC, serta dilakukannya pengawasan khusus dan

penatalaksanaan yang tepat pada ibu hamil yang mengalami

preeklampsia agar tidak menjadi preeklampsi berat, dan pengambilan

keputusan terminasi secara spontan ataupun persalinan tindakan

tindakan harus selalu diutamakan untuk keselamatan ibu

dan kesejahteraan bayi.

Anda mungkin juga menyukai