Anda di halaman 1dari 8

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi Trauma Brain Injury (TBI) adalah cidera non degeneratif dan non kongenital yang terjadi
pada otak akibat benturan mekanis eksternal yang memungkinkan terjadinya kerusakan fungsi
kognitif, fisik, dan psikososial permanen yang diawali dengan penurunan kesadaran. Sedangkan ICH
(Intracerebral Haemorrhage) adalah perdarahan akut atau spontan yang terjadi di dalam otak.
Penyebab ICH ada dua yaitu traumatic dan non traumatic. Penyebab non traumatic ialah kronik
hipertensi dan cerebral Amyloid Angiopathy (CAA) sedangkan penyebab traumatic dari ICH salah
satunya ialah Trauma Brain Injury (TBI) (Chakrabarty & Shivane, 2008) . Glasgow Coma Scale (GCS)
menjadi indikator pertama dan utama untuk menilai tingkat keparahan TBI dalam waktu 48 jam
setelah cedera. Cedera kepala dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
menurut Dawodu (2015) yaitu: a. Cedera Kepala Ringan: GCS > 13 (tingkat kesadaran
komposmentis). Komposmentis ialah keadaan sadar penuh baik terhadap lingkugan maupun dirinya
sendiri, tidak terdapat kelainan pada CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, dan 48 jam
lama dirawat di Rumah Sakit. b. Cedera Kepala Sedang: GCS 9-12 (tingkat kesadaran somnolen,
delirium, dan apatis). Dikatakan somnolen apabila nilai GCS 9, delirium apabila nilai GCS 1011, dan
apatis apabila nilai GCS 12-13. Somnolen adalah Keadaan pasien mengantuk yang dapat pulih jika
dirangsang, tapi jika rangsangan itu berhenti pasien akan tidur kembali. Delirium adalah Keadaan
pasien mengalami penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik serta siklus tidur bangun yang
terganggu. Sedangkan apatis adalah keadaan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Tanda cedera
kepala sedang yang lainnya ialah ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan
operasi untuk lesi intrakranial, dan dirawat di Rumah Sakit setidaknya 48 jam. c. Cedera Kepala
Berat: Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS < 9, dimana tingkat kesadaran sopor
(stupor), semi koma (koma ringan), dan koma.

Dikatakan sopor (stupor) apabila nilai GCS 5-6, semi koma apabila nilai GCS 4, dan koma jika nilai GCS
3. Sopor adalah Keadaan pasien mengantuk yang dalam. Semi koma adalah keadaan pasien
mengalami penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons rangsang terhadap rangsang
verbal, serta tidak mampu untuk di bangunkan sama sekali, tapi respons terhadap nyeri tidak
adekuat serta refleks (pupil & kornea) masih baik. sedangkan koma ialah keadaan pasien mengalami
penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri serta tidak
ada gerakan spontan. Trauma Brain Injury juga diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu: a. Cedera fokal:
Meliputi cedera kulit kepala, fraktur tengkorak, dan kontraksi permukaan. b. Cedera yang membaur:
Termasuk cedera aksonal difus (DAI), kerusakan hipoksik iskemik, meningitis, dan cedera vaskular;
Biasanya disebabkan oleh akselerasideselerasi kekuatan (Dawodu, 2015). B. Anatomi dan Fisiologi
Susunan saraf merupakan jaringan sistem menungal dan terpadu. Basis anatomi secara global,
susunan saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu susunan saraf puat dan susunan saraf perifer.
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Masing-masing
dilindungi oleh tulang tengkorak dan kolumna vertebralis. Susunan saraf pusat merupakan sistem
sentral pengontrol tubuh yang menerima, menginterpretasi, dan mengintegrasi semua stimulus,
menyampaikan impuls saraf ke otot dan kelenjar, serta menciptakan aksi selanjutnya (Setyanegara,
Hasan, & Abubakar, 2010). OTAK Berat otak manusia sekitar 1400 gram, tersusun oleh sekitar 100
triliun neuron. masing-masing neuron mempunyai 1000 sampai 10.000 koneksi sinaps dengan sel
saraf lainnya. Otak merupakan jaringan yang konsistennya kenyal dan terletak di daam ruangan yang
tertutup oleh tulang yaitu kranium (tengkorak). Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung
yaitu rambut, kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meninges), dan cairan otak (liquour cerebro
spinalis). Selaput otak (meningens) terdiri dari tiga lapisan yaitu durameter adalah meningens terluar
yang merupakan gabungan dari dua lapisan selaput yaitu: lapisan bagian dalam (yang berlanjut ke
durameter spinal) dan lapisan bagian luar (yang sebetulnya merupakan lapisan periosteum
temgkorak. Arakhnoid merupakan lapisan tengah yang berada diantara durameter dan piameter.

Dibawahnya terdapat lapisan rongga subarakhnoid yang mengandung trabekula dan dialiri liquour
cerebro spinalis. lapisan yang terakhir yaitu piameter, lapisan selaput otak yang paling dalam yang
langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta mengikuti konvolusinya. Otak terdiri
dari empat bagian besar yaitu: serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), diensefalon, dan
batang otak (Truncus Cerebri) (Setyanegara, Hasan, & Abubakar, 2010). SEREBRUM (OTAK BESAR)
Serebrum merupakan bagian otak yang terbesar (85%) yang terdiri dari sepasang hemisfer.
Diensefalon tersusun oleh talamus, hipotalamus, epitalamus, dan subtalamus. Batang otak atau yang
dikenal dengan brain stem terdiri dari otak tengah (midbrain/mesensefalon), pons, dan medula
oblongata. Serebelum merupakan pusat koordinasi untuk gerakan otot dan terletak di belakang
batang otak. Serebrum terdiri dari 4 lobus: lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital, dan lobus
temporal (Setyanegara, Hasan, & Abubakar, 2010). Lobus Frontal: Lobus frontal adalah bagian
depan dari serebrum yang merupakan pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti kemampuan
berpikir abstrak dan nalar, motorik bicara, pusat penciuman, dan emosi. Selain itu pada lobus ini
juga menjadi pusat pengontrolan gerakan volunter (area motorik primer). Lobus Parietal: Lobus
parietal dikaitkan untuk evaluasi sensorik umum dan rasa kecap, di mana selanjutnya akan
diintregasi dan diproses untuk menimbulkan kesiagaan tubuh terhadap lingkungan eksternal. Lobus
Temporalis: Lobus temporalis merupakan lobus yang letaknya paling dekat dengan telinga dan
mempunyai peran fungsional yang berkaitan dengan pendengaran, keseimbangan, dan juga
sebagian dari emosi-memori, serta pengertian terhadap kata-kata pembicaraan. Lobus Oksipitalis:
Lobus oksipitalis berperan sangat penting sehubungan dengan fungsinya sebagai konteks visual.
lobus ini terdiri dari beberapa area yang mengatur penglihatan dan juga sebagai pusat asosiasinya
(Setyanegara, Hasan, & Abubakar, 2010).

C. Etiologi Penyebab Trauma Brain Injury (TBI) secara umum disebabkan oleh adanya benturan
benda dari luar tubuh seperti kecelakaan yang menyebabkan terjatuh dan benturan pada kepala
sedangkan Intracerebral Haemorrhage terdiri dari dua penyebab yaitu traumatic dan non traumatic.
Trauma Brain Injury (TBI) adalah salah satu contohnya penyebab traumatic ICH (Chakrabarty &
Shivane, 2008).

D. Manifestasi Klinis Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan trauma intrakranial ialah
kelainan fisik, kognitif, dan perilaku jangka panjang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Kraus et al. dari 235 pasien, gejala yang paling sering dilaporkan 6 bulan setelah TBI ringan adalah
keletihan (43%), kelemahan (43%), defisit memori (40%), sakit kepala (36%), dan pusing ( 34%)
(Dawodu, 2015). Pada umumya gejala yang dialami oleh pasien dengan Trauma Brain Injury ialah
gangguan kesadaran. Tingkat kesadaran yang terganggu meliputi kebingungan, disorientasi,
delirium, kelesuan, pingsan, dan koma. 1) Kebingungan Kebingungan ditandai dengan tidak adanya
pemikiran yang jelas dan bisa berakibat pada pengambilan keputusan yang buruk. 2) Disorientasi
Disorientasi adalah ketidakmampuan untuk memahami hubungan seseorang dengan orang lain,
tempat, objek, dan waktu. Tahap pertama disorientasi adalah saat seseorang bingung dengan waktu
(tahun, bulan, hari). Hal ini diikuti oleh disorientasi sehubungan dengan tempat yang berarti
seseorang mungkin tidak tahu di mana ia berada. Hilangnya memori jangka pendek mengikuti
disorientasi sehubungan dengan tempat. Bentuk disorientasi yang paling ekstrem adalah saat
seseorang kehilangan ingatan akan siapa ia sebenarnya. 3) Igauan Jika seseorang mengigau,
pikirannya bingung dan tidak masuk akal. Orang yang mengigau seringkali bingung. Respons
emosional mereka berkisar dari rasa takut hingga marah. Orang yang mengigau seringkali sangat
gelisah. 4) Kelesuan Kelesuan adalah keadaan kesadaran yang menurun yang menyerupai kantuk.
Jika seseorang lesu, ia mungkin tidak merespons stimulan seperti bunyi jam alarm atau adanya api.
5) Stupor Stupor adalah tingkat yang lebih dalam dari gangguan kesadaran di mana sangat sulit bagi
seseorang untuk merespon rangsangan apapun, kecuali rasa sakit.

6) Koma Koma adalah tingkat gangguan kesadaran terdalam. Jika seseorang dalam kondisi koma, ia
tidak dapat menanggapi rangsangan apapun, bahkan tidak merasakan sakit (Weatherspoon, 2015).
E. Pemeriksaan Penunjang 1. CT- SCAN: CT Scan untuk bagian kepala, atau juga disebut pemindaian
crania, adalah teknologi terkini sinar-X yang berfungsi untuk mengambil gambar dari kepala. CT Scan
atau pemindaian tomografi terkomputasi, tidak hanya terbatas untuk penggunaan pemindaian
kepala dalam menentukan diagnosa terkait gangguan yang terjadi akibat adanya cidera kepala 2.
Radiogram: memberikan informasi mengenai struktur, penebalan, dan klasifikasi 3.
Elektroensefalogram (EEG): memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
Elektroensefalogram (electroencephalogram/EEG) adalah rekaman aktivitas listrik otak, yang
digunakan untuk mendiagnosis kondisi neurologis seperti gangguan kejang (epilepsi). Tes
elektroensefalografi dilakukan dengan menyisipkan elektroda lempengan logam di kulit kepala. F.
Penatalaksanaan 1. Cedera kepala ringan: Pasien sadar, mungkin memiliki riwayat periode
kehilangan kesadaran. Amnesia retrograd terhadap peristiwa sebelum kecelakaan cukup signifikan.
2. Indikasi untuk rontgen tengkorak: hilang kesadaran atau amnesia, tanda-tanda neurologis, curiga
trauma intrakranial, dan sulit menilai pasien 3. Indikasi rawat: kebingungan atau GCS menurun,
fraktur tengkorak, tanda-tanda neurologis atau sakit kepala atau muntah, dan sulit menilai pasien.
4. Indikasi untuk merujuk ke bagian bedah saraf - Fraktur tengkorak + bingung/penurunan GCS -
Tanda-tanda neurologis fokal atau kejang - Menetapnya tanda-tanda neurologis atau kebingungan
>12 jam - Koma setelah resusitasi - Curiga cedera terbuka pada tengkorak - Terdapat perburukan 5.
Cedera kepala berat: Pasien akan datang dengan tidak sadar ke departement Kecelakaan dan
Kegawatdaruratan. Cedera kepala mungkin merupakan bagian dari trauma multipel. Lakukan ABC
(Airway management, Breathing, Circulation).

Intubasi dan ventilasi pasien-pasien tidak sadar untuk melindungi jalan napas dan mencegah cedera
otak sekunder akibat hipoksia. Resusitasi pasien dan cari tandatanda cedera lainnya, khususnya jika
pasien dalam keadaan syok. Cedera kepala dapat disertai dengan cedera tulang belakang servikal
dan leher harus dilindungi dengan cervical collar pada pasien-pasien ini. Obati masalah-masalah
yang mengancam hidup (misalnya ruptur limpa) dan stabilkan pasien sebelum dikirim ke unit bedah
saraf. Pastikan terdapat pengawasan medis yang adekuat (ahli anestesi dan perawat) selama
pengiriman. G. Komplikasi 1. Post traumatic seizures: penurunan kesadaran secara tiba-tiba. Hal ini
sering terjadi setelah mengalami TBI sedang atau berat 2. Hidrosefallus Hidrosefalus berasal dari
kata "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala. Kondisi terjadi akibat gangguan
aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal) atau akumulasi cairan serebrospinal dalam
ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Gangguan itu menyebabkan cairan
tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya
pusat-pusat saraf yang vital. 3. Trombosis vena Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena
dalam adalah penggumpalan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam. Kondisi ini
umumnya muncul pada pembuluh vena besar yang terdapat di bagian paha dan betis. Trombosis
vena juga dapat muncul di pembuluh darah vena lainnya, seperti lengan dan dapat menyebar hingga
ke paru-paru. 4. Agitasi Agitasi (keresahan atau kegelisahan) adalah suatu bentuk gangguan yang
menunjukkan aktivitas motorik berlebihan dan tak bertujuan atau kelelahan, biasanya dihubungkan
dengan keadaan tegang dan ansietas. 5. Ensefalopati Traumatik Kronis (CTE) Ensefalopati traumatik
kronis (CTE) menggambarkan degenerasi bertahap dalam fungsi otak karena cedera kepala berulang
yang menyebabkan gegar otak kedua dengan gejala dan gegar otak yang tidak menunjukkan gejala.
Setelah gejala awal gegar otak telah pudar, beberapa bulan atau tahun kemudian, gejala baru
muncul. Awalnya, mungkin ada masalah konsentrasi dan memori dengan periode disorientasi

dan kebingungan, pusing, dan sakit kepala. Hal ini seolah-olah gejala gegar otak mulai kembali
bahkan tanpa cedera kepala baru. Perilaku menjadi lebih tidak menentu, dengan agresi dan gejala
mirip dengan penyakit Parkinson. Akhirnya, proses berpikir menurun lebih jauh, yang mengarah ke
demensia dengan gejala Parkinson termasuk kelainan berbicara dan berjalan. Gejala tersebut
progresif dan tidak bisa dihentikan.

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan 1. Data Biografi Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat,
agama, penaggung jawab, status perkawinan. 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat medis dan kejadian
yang lalu b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya c.
Paparan radiasi. 3. Pemeriksaan fisik a. Aktifitas dan istirahat: penekanan perdarahan serebral
menyebabkan terjadinya penurunan tingkat kesadaran akibat hipoksia serebral b. Sirkulasi: Dapat
terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan
berkemih, retensi urine, distensi perut, gerak peristaltik usus d. Integritas ego : menyangkal, tidak
percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri. e. Pola makan: mengalami distensi
perut, peristaltik usus hilang f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL g.
Neurosensori : hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil,
gangguan penglihatan h. Nyeri/kenyamanan : nyeri kepala i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi,
pucat, sianosis j. Keamanan: suhu yang naik turun k. Pemeriksaan diagnostik 1. Elektroensefalogram
(EEG): memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron 2. CT- SCAN: dasar dalam
menentukan diagnosa dengan memperlihatkan lokasi hematoma dan juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan.

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman
& Kamitsuru, 2015) adalah : 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral 2. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hiperventilasi 3. Defisit
perawatan diri: Mandi berhubungan dengan kelemahan C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi


Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan keparahan cidera fisik DS: - Keluarga
mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma terjadi DO: - Keadaan
umum semi koma sampai koma - Penurunan kesadaran (GCS=3, E2M1VX) - Diagnosa medis:Tumor
Otak (Meningioma) - Tekanan Intrakranial >

NOC : Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
terkontrol, dengan kriteria hasil: 1. Status neurologi terkontrol yang ditandai dengan: Kesadaran
(GCS meningkat) Tekanan darah dalam rentang normal (Dewasa= 100-140/6090 mmHg) Pola
pergerakan mata 2. Perfusi serebral dalam kondisi normal yang ditandai dengan: Tekanan darah
sistolik (100-140 mmHg) Tekanan darah diastolik (60-90 mmHg) Kesadaran (GCS meningkat)

NIC : 1. Monitor Neurologis Monitor tingkat kesadaran dengan menggunakan skala Koma Glasgow
Monitor tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu Monitor status
pernapasan: pola napas, kedalaman, irama, dan usaha bernapas Hindari kegiatan yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial Beri jarak kegiatan keperawatan yang diperlukan yang bisa
meningkatkan tekanan intracranial Beritahu Dokter mengenai perubahan kondisi pasien 2.
Manajemen Edema Serebral Monitor tanda-tanda vital pasien (tekanan darah, nadi, pernapasan,
dan suhu) Tentukan tekanan nadi proporsional dengan cara mengurangkan tekanan darah sistolik
dan diastolik lalu dibagi dengan tekanan darah diastolik untuk pemeriksaan risiko gagal jantung
Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman

pernapasan, PaO2, PCO2, pH, HCO3 Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30º Monitor intake dan
output cairan Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada lutut/panggul

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Defisit perawatan diri: Mandi berhubungan dengan fungsi motorik

DS: - Keluarga mengatakan memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan mandi pasien DO: -
Penurunan kesadaran - Tidak ada aktivitas gerak - Penurunan tonus otot - Kelemahan -
Ketidakmampuan membasuh tubuh

NOC : Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Perawatan diri pasien terpenuhi, dengan
kriteria hasil: 1. Perawatan diri: kebersihan meningkat dari level 1 menjadi level 3 yang ditandai
dengan: Mencuci tangan Membersihkan area perineum Memasangkan pembalut
Membersihkan telinga Menjaga kebersihan hidung untuk patensi jalan napas Mempertahankan
kebersihan mulut
NIC : 1. Memandikan Pasien Mamandikan pasien di tempat tidur dengan cara yang tepat dan
sesuai Bersihkan kulit pasien mulai dari ekstremitas atas ke bawah, dari area proksimal ke distal
dengan menggunakan waslap dan air bersih yang mempunyai suhu yang nyaman Bantu dalam hal
perawatan perineal jika memang diperlukan Monitor kondisi kulit saat memandikan pasien
Edukasi keluarga pasien tentang tujuan dan teknik memandikan agar keluarga mampu melakukan
perawatan secara mandiri 2. Pengaturan Posisi Imobilisasi atau topang bagian tubuh yang
terganggu dengan tepat Jangan berikan tekanan pada bagian tubuh yang terganggu Pertahankan
posisi yang tepat saat mengatur posisi pasien Pertahankan kesejajaran tubuh yang tepat Ganti
posisi setiap 2 jam sekali untuk mencegah keparahan luka dekubitus Monitor oksigenasi jaringan
otak dan tekanan intrakranial sebelum dan setelah

perubahan posisi Posisikan semi fowler untuk mengatasi masalah peningkatan tekanan intrakranial
dan mengurangi dispneu Meminimalisir gesekan dan cedera pada kulit ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan status pernapasan: ventilasi DS: - Hiperventilasi -
Takipneu DO: - Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi - Penurunan pertukaran udara per menit -
Menggunakan otot pernafasan tambahan - Takipneu - Respirasi: > 11 – 24 x /mnt

NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Kebutuhan makan dan nutrisi pasien
terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Status pernapasan: meningkat dari level 1 menjadi level 3 yang
ditandai dengan: Frekuensi pernapasan (16-24 ×/menit) Irama pernapasan regular atau teratur
Kedalaman inspirasi normal Suara auskultasi napas: trakeal, bronkovesikuler, dan vesikuler

NIC: 1. Monitor Pernapasan Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas Catat
pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otototot bantu pernapasan, dan retraksi
pada otot supraclavicularis dan interkosta Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau
mengi Monitor pola napas (misalnya: bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kussmaul
Monitor saturasi oksigen seperti SaO2, SvO2, SpO2 untuk pasien dengan penurunan tingkat
kesadaran 2. Monitor Neurologis Monitor tingkat kesadaran dengan menggunakan skala Koma
Glasgow Monitor tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu Monitor status
pernapasan: pola napas, kedalaman, irama, dan usaha bernapas Hindari kegiatan yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial

Beri jarak kegiatan keperawatan yang diperlukan yang bisa meningkatkan tekanan intrakranial
Beritahu Dokter mengenai perubahan kondisi pasien

BAB III
WOC

Kecelakaan lalu lintas benturan keras di kepala

Trauma kepala

Kerusakan selsel otak

Gangguan autoregulasi

Aliran darah ke otak

Perpindahan cairan intravaskuler ke jaringan serebral

volume intrakranial

Edema serebral (brain edema)

Hipoksia Serebral

Penurunan kesadaran

Tekanan Intrakranial (TIK)

Kompensasi: kerja paru

Takipneu

Ketidakefektifan pola napas

Cidera fokal :

- Kulit kepala - Fraktur tengkorak - Kontraksi permukaan

Cidera difus :

- Kerusakan hipoksik iskemik - Cidera vaskuler

Cidera intrakranial

Kontusi serebral Hematoma subdural Hematoma epidural Hematoma intraserebral

Perdarahan pada cerebrum Ganglia basalis dan hipocampus Centrum semiovale

Cortex cerebri Lobus frontalis

Lobus parietalis

Lobus occipitalis

Lobus Temporalis Diagnosa Medis: Trauma Brain Injury, Intracerebral Hematoma frontotemporalis
Lobus frontalis: - Kemampuan berpikir abstrak dan nalar, motorik bicara, pusat penciuman dan
emosi Lobus temporalis: - Kemampuan ingatan visual, pendengaran, penglihatan, pemahaman
bahasa, dan ingatan baru
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Kompensasi: volume darah intrakranial volume cairan cerebrospinal

Kompresi subkortikal dan batang otak

Trauma pada pusat vegal di medula oblongata

Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

Muntah

Tidak terkompensasi

Obstruksi sistem cerebral, obstruksi drainage vena retina, akibat edema pada lobus frontalis dan
temporalis

Papil edema

Risiko kelebihan volume cairan

Hambatan pemenuhan kebutuhan harian

Defisit perawatan diri: Mandi

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.(2013). Nursing Interventions
Classification (NIC), 7th. Elsevier.

Chakrabarty, A., & Shivane, A. (2008). Pathology of intracerebral haemorrhage. Neurpathology


Article , 8 (1), 20-21.

Dawodu, S. T. (2015). Traumatic brain injury (TBI)- definition and pathophysiology. Retrieved from
http://emedicine.medscape.com/article/326510-overview

Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing diagnosis definitions and
classification 2015-2017, 10th. Oxford: Wiley Blackwell

Moorhead, S. M., Johnson, Maas., M. L., & Swanson E. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC), 5th. Elsevier

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
nanda nic-noc. Jogjakarta: Mediaction.

Setyanegara, Hasan, R. Y., & Abubakar, S. (2010). Ilmu bedah saraf satyanegara. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Weatherspoon, D. (2015). Health line. Diambil kembali dari Decreased consciousness:


http://www.healthline.com/health/consciousness-decreased#overview1

Anda mungkin juga menyukai