Anda di halaman 1dari 13

MUHAMMAD SYARONI

PORTAL PAJAK BAGI UMUM

Monday, April 12, 2010

KREDIT PAJAK

1.1 Pengertian Kredit Pajak

Pengertian kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar atau dipungut di
muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak. Sebagaimana telah diketahui, bahwa
wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada saat penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat
tidak final (dapat sebagai kredit pajak), terkait dengan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23.

Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh
diperlakukan sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk pajak penghasilan yang dipungut atau dibayar di
luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri. Pajak penghasilan yang telah dipungut di luar negeri dapat
dikurangkan dengan pajak penghasilan yang terhutang di Indonesia, bila telah ada perjanjian kerjasama
timbal balik (tax treaty) di bidang perpajakan antara Indonesia dengan Negara lain. Bila belum ada
perjanjian pajak, maka wajib pajak tidak dapat melakukan kredit pajak. Perhitungan besarnya pajak yang
dapat dikreditkan terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan yang telah dipungut di luar negeri
diatur dalam pasal 24.

1.2 DASAR HUKUM

· UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 18/2009 (UU KUP).

· UU No. 7/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36/2008 (UU PPh).

· Keputusan Menteri Keuangan No.164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri


1.3 Perlakuan Dalam Praktek

Berdasarkan pasal 24 ayat 1 dan ayat 2 UU PPh dinyatakan bahwa:

• Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.

• Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang ini.

Agar dapat melakukan kredit pajak dengan baik, ada baiknya kita perlu memperhatikan dasar pengakuan
penghasilan. Dari dua ayat tadi kita dapat peroleh pengertian bahwa:

1. Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat dibayar (cash
basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan diakui pada saat terjadinya
walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar
(cash basis) atau belum dibayar atau terutang (accrual basis) oleh wajib pajak

2. Pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri dapat digunakan sebagai pengurang (kredit pajak)
pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun pajak yang sama

3. Batas kredit ditentukan menurut undang-undang

4. Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak

1.4 Penggabungan Penghasilan

Wajib pajak menggabungkan (menjumlahkan) penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar
negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri, guna menentukan jumlah pajak
penghasilan yang terutang pada tahun pajak berdasarkan tarif normal (pasal 17). Penggabungan
penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan berikut :

• Untuk penghasilan dari usaha dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut

• Untuk penghasilan lainnya dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut

• Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun
pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Indonesia menganut kredit pajak dengan metode ordinary credit. Kredit pajak luar negeri lebih
lanjut diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002. Pajak penghasilan luar
negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh wajib pajak. Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan
ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut UU ini harus
ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, maka pengitungan kredit pajak
dilakukan untuk masing-masing Negara. Kredit pajak dihitung dengan perbandingan antara penghasilan
dari luar negeri terhadap Penghasilan kena pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan
kena pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena pajak dalam hal
Penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

1.5 JENIS-JENIS KREDIT PAJAK

Jenis-Jenis Kredit Pajak yaitu:

Ø Kredit Pajak PPh Pasal 22.

Ø Kredit Pajak PPh Pasal 23.

Ø Kredit Pajak PPh Pasal 24.

Ø Kredit Pajak PPh Pasal 25.

Ø Pajak Dibayar Dimuka Lainnya

1.5.1 PPh Pasal 22

Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya. Pajak ini berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Tarif Pajak

Ø Atas Impor:
1. Ada API (Angka Pengenal Impor)à 2.5% x nilai impor (CIF + BM)

2. Tdk ada API à 7.5% x nilai impor

3. Lelang à 7.5% x harga jual lelang

Ø Atas pembelian barang yang dipungut oleh Pemungut Pajak:

1.5% x harga pembelian

Ø Yang wajib dipungut oleh industri dan eksportir yang bergerak di sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul:

0.5% x harga pembelian (tdk termasuk PPN)

Ø Atas penjualan hasil produksi atau pembelian yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di
bidang tertentu:

1. Di bidang industri semen: 0.25% x DPP PPN

2. Di bidang industri baja: 0.3% x DPP PPN

3. Di bidang industri kertas: 0.1% x DPP PPN

4. Atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor: 0.45% x DPP PPN

5. Tarif PPh Pasal 22 yang ditetapkan untuk Pertamina dan Badan Usaha lainnya yang bergerak di
bidang bahan bakar minyak:

SPBU Swasta SPBU Pertamina

Premix 0.3% x penjualan 0.25% x penjualan

Solar 0.3% x penjualan 0.25% x penjualan

Premix/ 0.3% x penjualan 0.25% x penjualan

Super TT

Minyak tanah 0.3% x penjualan

Gas LPG 0.3% x penjualan

Pelumas 0.3% x penjualan


1.5.2 PPh Pasal 23

Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari: modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong PPh Ps. 21 yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah
atau Subjek Pajak Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, BUT.

Saat terutangnya pajak

Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan
bersangkutan, mana yang terjadi terlebih dulu.

Pemotong Pajak

Ø Badan Pemerintah

Ø Subjek Pajak badan dalam negeri

Ø Penyelenggara kegiatan

Ø BUT

Ø Orang pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu (akuntan, arsitek, dokter, notaris, orang pribadi yang
menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa).

Tarif Pajak

Ø 15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah
dipotong PPh ps. 21 (yang diperoleh oleh WP badan dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan
yang diselenggarakan)

Ø 15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta (kecuali sewa tanah dan bangunanà final tax)

Ø imbalan sehubungan dengan jasa lain, misal jasa manajemen, jasa kesehatan, dll. sebesar 2%

1.5.3 PPh Pasal 24:

PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak dalam negeri
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri
dengan penghasilan di Indonesia.

Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country
limitation

Penggabungan Penghasila yang berasal dari LN dilakukan sbb:

Ø Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut (accrual basis)

Ø Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
(cash basis)

Ø Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan .

Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut:

Ø Jumlah Pajak yang terutang atau dibayar di Luar Negeri

Ø ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif
pasal 17

Ø Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak
adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).

Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation):

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum
kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.

Rugi Usaha di Luar Negeri

Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri
tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri (Indonesia).
1.5.4 PPh Pasal 25

Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak Penghasilan yang merupakan
pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang di akhir tahun berdasarkan SPT Tahunan PPh,
yang dikenal dengan Angsuran PPh Pasal 25.

PEMBAHASAN

A. Contoh perhitungan kredit PPh Luar Negeri dan Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri.

Contoh 1 :

PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2010 adalah sbb :

Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp 8.000.000.000,00.

Di Singapura memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 2.000.000.000,00, dimana PPh yang dibayar di
Singapura sebesar Rp 800.000.000,00

Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 6.000.000.000,00, dimana PPh yang dibyar
sebesar

Rp 1.500.000.000,00

Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto) sebesar Rp 5.000.000.000,00.

Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sbb :

Penghasilan neto dalam negeri

Rp

8.000.000.000,00

Penghasilan neto dari Singapura


Rp

2.000.000.000,00

Penghasilan neto dari Vietnam

Rp

6.000.000.000,00

________________

Jumlah Penghasilan Neto

Rp

16.000.000.000,00

________________

Rugi neto yang berasal dari Malaysia tidak boleh digabung (tidak diakui).

Perhitungan PPh Terutang :

10% x Rp 50.000.000,00

Rp

5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00

Rp

7.500.000,00

30% x Rp 15.900.000.000,00

Rp

4.770.000.000,00

_______________

Rp

4.782.500.000,00

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :

Singapura = (2 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 = Rp 597.812.500,00

PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp 597.812.500,00 meskipun secara nyata membayar PPh di
Singapura sebesar Rp 800.000.000,00. Sisanya tidak boleh dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi,
maupun dibebankan sebagai biaya.

Vietnam = (6 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 =Rp 1.793.437.500,00.

PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000.000,00 (sebesar yang nyata-nyata dibayar/terutang di
Vietnam).
Contoh 2 :

PT Y berkedudukan di Surabaya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 20010 sbb :

Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri

Rp

(600.000.000,00)

Penghasilan neto dari usaha di Philipina

Rp

3.000.000.000,00

_______________

Jumlah

Rp

2.400.000.000,00

PPh yang terutang di Philipina sebesar

Rp .

1.200.000.000,00
Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :

Jumlah Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak)Rp 2.400.000.000,00

PPh Terutang :

10% x Rp 50.000.000,00

= Rp

5.000.000,00

15% x Rp 50.000.000,00

= Rp

7.500.000,00

30% x Rp 2.300.000.000,00

= Rp

690.000.000,00

____________

Rp

702.500.000,00
Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :

Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya lebih kecil dari pada Penghasilan Neto dari Luar Negeri (di
Dalam Negeri mengalami kerugian), maka maksimum Kredit Pajak Luar Negeri adalah sama dengan
jumlah PPh yang terutang, yaitu Rp 702.500.000,00. PPh yang telah dibayar di Philipina adalah sebesar
Rp 1.200.000.000,00, sehingga terdapat sisa sebesar Rp 497.500.000,00, yang tidak dapat dikompensasi
ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai biaya.

Muhammad Syaroni di Jakarta 4/12/2010 10:02:00 AM

Share

3 comments:

akuntansidanpajakFebruary 11, 2014 at 1:10 PM

Thx infonya, tp ringkasnya gmn ya

Reply

AnonymousFebruary 18, 2015 at 3:58 PM

mau tanya

kredit pajak di laporan laba-rugi fiskal berperan sebagai penambah atau pengurang penghasilan?

sebelum masuk ke laporan L/R apa harus dipotong pajak seperti yg disebut diatas atau tidak perlu

Terima kasih

Reply

Danang tri asmoroJuly 19, 2016 at 1:58 PM

Pengurang bro
Reply

Link ke posting ini

Create a Link

Home

View web version

> ABOUT ME <

My photo

Muhammad Syaroni

saya hanyalah seseorang yang ingin bermanfaat bagi orang lain..

View my complete profile

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai