Anda di halaman 1dari 34

Manajemen Zakat 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zakat adalah salah satu rukun islam yang bercorak social-ekonomi dari

lima rukun islam (Qardhawi, 2010). Menunaikan zakat merupakan kewajiban

bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat islam. Zakat merupakan pranata

keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan

masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan

daya guna dan hasil usaha, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai

dengan syariat islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,

terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan

efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat (UU Nomor 23 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Zakat).

Zakat merupakan rukun Islam yang keempat dan merupakan salah

satuunsur pokok bagi tegaknya syari’at agama Islam. Menurut Mutia dan Anzu

(2009) zakat diyakini mampu mengatasi masalah sosial yang terjadi di

masyarakat, diantaranya mengentaskan kemiskinan dan mengurangi

kesenjangan pendapatan masyarakat. Zakat itu mempunyai dua fungsi,

Pertama adalah untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya

senantiasa dalam keadaan fitrah. Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana

masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi

kemiskinan. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-

namaa), mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (al-barakatu). Sedangkan secara

terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan

persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik)


Manajemen Zakat 2

dengan persyaratan tertentu pula (Nawawi, 2013). Islam melarang

menumpukan harta, menahannya dari peredaran dan pengembangan. Sesuai

dengan Firman Allah SWT: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan

perak serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah

pada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (Q.S At-

Taubah: 34).

Pelaksanaan zakat erat hubungannya dengan suatu ekonomi karena dapat

mendorong kehidupan ekonomi hingga orang-orang dapat menunaikan zakat.

Dalam sistem perekonomian Islam uang itu tidak akan mempunyai kebaikan

dan laba yang halal bila ia dibiarkan saja tanpa dioperasikan, tetapi ia harus

terpotong oleh zakat manakala masih mencapai satu nisab dan khaulnya

sedangkan Islam mengharamkan riba. Karena itulah ekonomi Islam yang

berlandaskan pada pengarahan zakat akan memberi dorongan terhadap

terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pada umumnya harta yang

wajib dizakatkan adalah mempunyai sifat berkembang atau sudah menjadi

harta simpanan, dan zakat dikeluarkan dari hasil pertumbuhannya, bukan dari

modalnya. Dengan demikian harta itu akan tetap sehat, masyarakatpun sehat

dan ekonomi nasionalpun sehat, berkat harta itu berkembang dengan pesat dan

seproduktif mungkin.

Pengelolaan zakat di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis

dalam rentang waktu yang sangat panjang. Dipraktikkan sejak awal masuknya

Islam ke Indonesia, zakat berkembang sebagai pranata sosial keagamaan yang

penting dan signifikan dalam penguatan masyarakat sipil Muslim. Dalam

rentang waktu yang panjang, telah terjadi pula tarik menarik kepentingan

dalam pengelolaan zakat di ranah publik. Di era Indonesia modern, di tangan

masyarakat sipil, zakat telah bertransformasi dari ranah amal-sosial ke arah


Manajemen Zakat 3

pembangunan-ekonomi. Dalam perkembangan terkini, tarik-menarik

pengelolaan zakat antara negara dan masyarakat sipil, berpotensi menghambat

kinerja dunia zakat nasional dan sekaligus melemahkan gerakan masyarakat

sipil yang independen (Wibisono, 2015).

Berdasarkan UU No. 23 pasal 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa

Organisasi Pengelola Zakat yang telah diakui dan dikelola oleh pemerintah

adalah BAZNAS/ BAZDA dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan

dan dikelola oleh masyarakat. Cara yang efektif dan efisien dalam

mengoptimalkan dana zakat masyarakat adalah dengan membuat masyarakat

tertarik untuk membayar zakatnya pada Organisasi Pengelola Zakat. Peran

OPZ tidak hanya sebatas mensosialisasikan dan penghimpun dana saja, tetapi

OPZ memiliki tanggung jawab besar terhadap pelaksanaan pendistribusian

zakat yang telah dititipkan oleh muzakki.

Zakat yang diberikan kepada mustahik akan berperan sebagai pendukung

peningkatan ekonomi mereka apabila dikonsumsikan kepada kegiatan

produktif. Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep

perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab

kemiskinan, ketidakadaan modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan

adanya masalah tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat

mengembangkan zakat bersifat produktif tersebut. Pengembangan zakat

bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha,

untuk memberdayakan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat

menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana

zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap,

meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan

penghasilannya untuk menabung.


Manajemen Zakat 4

Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan

oleh Lembaga atau Badan Amil Zakat karena LAZ/BAZ sebagai organisasi

yang terpercaya untuk pengalokasian, pendayagunaan, pendistribusian dan

zakat. Mereka tidak memberikan zakat begitu saja melainkan mereka

mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dan zakat tersebut

benar-benar dijadikan modal kerja sehingga penerima zakat tersebut

memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri. Secara demografik dan

kultural bangsa Indonesia khususnya masyarakat muslim Indonesia

sebenarnnya memiliki potensi strategik yang layak dikembangkan menjadi

salah satu instrument pemerataan pendapatan yaitu institusi zakat, infak, dan

sedekah. Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia adalah

beragama Islam. Dan secara kultural kewajiban zakat, dorongan berinfak dan

sedekah dijalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat

muslim dengan demikian mayoritas penduduk Indonesia secara ideal dapat

terlibat dalam mekanisme pengelolaan zakat apabila hal itu bisa terlaksana

dalam aktifitas sehari-hari umat Islam, maka zakat termasuk upaya penguatan

pemberdayaan ekonomi nasional (Djamal, 2002).

Dengan berkembangkannya usaha kecil menengah dengan modal berasal

dari zakat akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti angka pengangguran bisa

dikurangi, berkurangnya angka pengangguran akan berdampak pada

meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu produk barang ataupun jasa,

meningkatnya daya beli masyarakat akan diikuti oleh pertumbuhan produksi,

pertumbuhan sektor produksi inilah yang akan menjadi salah satu indikator

adanya pertumbuhan ekonomi.


Manajemen Zakat 5

1.2 Tujuan

1. Mengetahui mengenai definisi zakat, hukum menunaikan zakat, hikmah

zakat, harta yang harus dizakatkan, macam zakat dan penerima zakat.

2. Mengetahui mengenai manajemen pengelolaan zakat.

3. Mengetahui manajemen pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2011.


Manajemen Zakat 6

BAB II

MANAJEMEN ZAKAT

2.1 Manajemen
Manajemen merupakan sesuatu yang mutlak yang harus dilaksanakan

oleh suatu organisasi atau perusahaan yang mempunyai peranan penting dalam

mengelola, mengatur, memanfaatkan sumber daya yang ada supaya tujuan

yang diharapkan dan ditetapkan sebelumnya dapat tercapai dengan efektif dan

efisien. Mangkunegara (2011) menerangkan bahwa manajemen adalah proses

merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan

anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk

mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Kemudian Rivai (2012)

berpendapat bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara

efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan.

Kemudian Terry (2010) berpendapat pula mengenai definisi dari manajemen

sebagai berikut:

“management is a process consisting planning, organizing, actuating and


controlling, performed to determine and accomplish the objectives by use
of people and resources”.

Manajemen merupakan proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan

meliputi perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang

dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah

ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber daya

lainnya

Sementara itu menurut Manulang (2013) definisi manajemen

mengandung 3 (tiga) pengertian yaitu pertama manajemen sebagai proses,

kedua manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas


Manajemen Zakat 7

manajemen dan yang ketiga adalah manajemen sebagai ilmu. Stoner yang

dialih bahasakan oleh Alexander Sindoro (2010) mendefinisikan manajemen

sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan

pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya

organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.2 Zakat

2.2.1 Desinisi Zakat

Zakat ditinjau dari segi bahasa (lughatan) mempunyai beberapa arti,

yaitu keberkahan (al - barakatu) , pertumbuhan dan perkembangan (al - nama’)

kesucian (al-taharatu) dan keberesan (al-salahu) . Sedangkan arti zakat secara

istilah (shar’iyah) ialah bahwa zakat itu merupakan bagian dari harta dengan

persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk

diserahkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak

menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula (Ismail, 2013).

Menurut Ahmad Rofiq (2004), zakat adalah ibadah dan kewajiban sosial

bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal

(nishab) dan rentang waktu setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan

pemerataan keadilan dalam ekonomi. Menurut Umar bin al-khathab, zakat

disyariatkan untuk merubah mereka yang semula mustahik (penerima) zakat

menjadi muzakki (pemberi atau pembayar zakat). Sedangkan menurut

Mahmudi (2009), zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh Muzakki

sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya.

Sahhatih yang dikutip oleh Ismail mengungkapkan definisi zakat

menurut empat madzhab sebagai berikut (Ismail, 2013):


Manajemen Zakat 8

1. Definisi Zakat Menurut Madhhab Hanafi

Menurut fuqaha madzhab Hanafi zakat mal adalah pemberian karena

Allah, agar dimiliki oleh orang fakir yang beragama Islam, selain Bani

Hasyim dan bekas budaknya, dengan ketentuan bahwa manfaat harta itu

harus terputus, yakni tidak mengalir lagi pada pemiliknya yang asli

dengan cara apapun.

2. Definisi Zakat Menurut Madhhab Maliki

Zakat dalam pendapat para fuqaha Maliki, bahwa zakat mal ialah

mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu pula, yang telah

mencapai nisab diberikan kepada yang berhak menerimanya, yakni bila

barang itu merupakan milik penuh dari pemberi dan telah berulang tahun,

untuk selain barang tambang dan hasil pertanian.

3. Definisi Zakat Menurut Madhhab Syafi’i

Para fuqaha Syafi’i mengatakan zakat mal ialah harta tertentu yang

dikeluarkan dari harta tertentu dengan cara tertentu pula. Menurut mereka

zakat mal itu ada dua macam. Pertama berkaitan dengan nilai, yaitu zakat

dagangan dan, kedua berkaitan dengan barang itu sendiri. Zakat jenis ini

ada tiga macam, yaitu binatang, barang berharga, dan tanaman.

Kemudian di antara binatang yang wajib di zakati, hanyalah binatang

ternak saja, karena binatang ternak banyak dikonsumsi sebagai makanan

atau yang lainnya, selain populasinya cukup banyak. Barang berharga

hanyalah emas dan perak saja karena keduanya merupakan harga atau

standar nilai barang-barang yang lain. Adapun tanaman ialah bahan

makanan sehari-hari (qut), karena dengan qut inilah tubuh kita menjadi

kuat dan kebutuhan kita terhadap makanan terpenuhi. Jadi bergantung

pada qut inilah sebenarnya kebutuhan orang fakir. Itulah semua yang bisa
Manajemen Zakat 9

kita sebut ‚pemuasan ekonomi bagi kebutuhan-kebutuhan pokok pada

taraf income rendah.

4. Definisi Zakat Menurut Madhhab Hambali

Menurut para fuqaha Hambali zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan

dari suatu harta. Kemudian sebelum wajib dikeluarkan dari suatu harta.

Kemudian sebelum mempelajari dan membahas ciri-ciri zakat mal

sebagai suatu hak tertentu dalam harta, kami nyatakan di sini bahwa pada

prinsipnya memungut dan membagikan zakat mal merupakan tugas

pemerintah dalam suatu negara. Dengan kata lain, menurut bahas hukum

zakat termasuk kekayaan rakyat yang diatur oleh pemerintah.

3.2.2 Dasar Hukum Zakat

Zakat itu hukumnya wajib mutlak dan tidak boleh sengaja atau ditunda

waktu pengeluarannya apabila telah mencukupi persyaratan yang berhubungan

dengan kewajiban itu.Wajib zakat itu adalah setiap orang Islam, yang telah

dewasa, sehat jasmani dan rohani. Mempunyai harta yang cukup menurut

ketentuan (nisab) dan telah sampai waktunya satu tahun penuh (haul). Zakat

itu diambil dari orang yang mampu untuk kesejahteraan lahir dan batin dengan

tujuan untuk untuk membersihkan jiwa dan harta pemilikZakat merupakan

rukun Islam yang ketiga dan yang hukumnya fardhu ain bagi yang telah

memenuhi berbagai syarat yang telah disyariatkan dalam al-Qur’an, sebagai

berikut:

1. Surat Al-Baqarah ayat 43 :

َّ ‫ار َكعُوا َم َع‬


َ‫الرا ِكعِين‬ ْ ‫الزكَاة َ َو‬ َّ ‫َوأ َ ِقي ُموا ال‬
َّ ‫صالة َ َوآتُوا‬
Manajemen Zakat 10

Artinya :

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-

orang yang ruku'”.

2. Surat Al-An’am ayat 141

‫ت َوالنَّ ْخ َل‬
ٍ ‫ت َو َغي َْر َم ْع ُروشَا‬ ٍ ‫شأ َ َجنَّا‬
ٍ ‫ت َم ْع ُروشَا‬ َّ ‫ع ُم ْخت َ ِلفًا أ ُ ُكلُهُ َو‬
َ ‫الز ْيتُونَ َوه َُو الَّذِي أ َ ْن‬ َّ ‫َو‬
َ ‫الز ْر‬

َ ‫الر َّمانَ ُمتَشَابِ ًها َو َغي َْر ُمتَشَابِ ٍه ُكلُوا ِم ْن ث َ َم ِر ِه إِذَا أَثْ َم َر َوآتُوا َحقَّهُ يَ ْو َم َح‬
‫صا ِد ِه َوال ت ُ ْس ِرفُوا إِنَّهُ ال‬ ُّ ‫َو‬

َ‫ي ُِحبُّ ْال ُمس ِْرفِين‬

Artinya:

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang

tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam

buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan

tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam

itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya

(dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

3. Surat At-Taubah Ayat 103

‫س ِميع َع ِليم‬ َّ ‫سكَن لَ ُه ْم َۗو‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ص ِِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖإِ َّن‬
َ َ‫ص َالتَك‬ َ ُ ‫صدَقَةً ت‬
َ ‫ط ِ ِّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِ ِّكي ِه ْم ِب َها َو‬ َ ‫ُخذْ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬

Artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka.

Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.

Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

4. Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra : “Sesungguhnya

Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada

harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka.

Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau
Manajemen Zakat 11

tidak berbaju kecuali ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka

dengan keras dan mengazab mereka dengan pedih.”

Dengan dasar hukum tersebut zakat merupakan ibadah sosial yang wajib

dilaksanakan oleh umat islam dengan syarat-syarat tertentu. Selain Al- Qur’an

dan hadis terdapat juga dasar hukum formal yang dibuat oleh pemerintah

tentang pengelolaan zakat seperti Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011

tentang pengelolaan zakat dan pengelolaan zakat ini juga diatur dalam PSAK

109 Akuntansi Zakat, infak, dan shadaqoh.

2.2.3 Macam-Macam Zakat

Syariat agama islam membagi zakat menjadi dua macam, zakat harta dan

zakat fitrah. Pensyariatan kedua macam zakat ini tidak bersamaan walaupun

sama-sama pada tahun kedua hijriyah. Kedua macam zakat ini juga berbeda

tentang fokus dan waktu pelaksanaannya (Wibisono, 2015).

1. Zakat Harta

Zakat harta atau zakat mall merupakan bagian dari zakat harta

kekayaan seseorang yang wajib di keluarkan untuk golongan tertentu,

setelah di miliki dalam jangka waktu tertentu, dan jumlah minimal

tertentu. Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Zakat. Pada pasal 4 ayat 2 menyebutkan bahwa harta

yang di kenai zakat mall berupa emas, perak, uang, hasil pertanian dan

perusahaan, hasil pertambangan, hasil peternakan, hasil pendapatan

dan jasa, serta rikaz

2. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah nama bagi sejumlah makanan pokok yang

dikeluarkan oleh seorang muslim setelah berlalunya bulan suci ramadhan,


Manajemen Zakat 12

zakat ini disebut zakat badan atau jiwa. Zakat ini berbeda dengan zakat

harta dalam berbagai segi, zakat fitrah lebih mengacu kepada orang, baik

pembayar maupun penerimanya. Zakat fitri yang dibayarkan sesuai

dengan kebutuhan pokok di suatu masyarakat, dengan ukuran yang juga

disesuaikan dengan kondisi ukuran atau timbangan yang berlaku, juga

dapat diukur dengan satuan uang. Kadar zakat dalam ukuran masyarakat

Indonesia disepakati setara dengan 2,5 kg. beras atau makanan pokok

yang berlaku di daerah tertentu, juga dapat disetarakan dengan uang. Jika

setiap umat Islam mengeluarkan zakat fitrah semua maka zakat fitrah ini

berbanding lurus dengan jumlah umat Islam di Indonesia. Penunaian

zakat fitrah bertujuan untuk membersihkan seseorang yang baru

menyelesaiakan ibadah puasa dari noda yang mengganggu kesucian

ibadah puasanya, juga bertujuan untuk memberikan kelapangan bagi

kaum fakir miskin terutama dalam hal pangan sandang pada hari raya

idhul fitri (Mursyidi, 2006).

2.2.4 Harta Yang Wajib Dizakati

Pada pasal 4 ayat 2 Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

pengelolaan zakat, harta yang di kenai zakat antara lain:

1. Emas, perak, dan logam mulia

2. Uang dan surat berharga lainnya.

3. Perniagaan dan perindustrian

4. Hasil Pertanian, perkebunan, dan kehutanan

5. Peternakan dan perikanan

6. Pertambangan

7. Pendapatan dan jasa


Manajemen Zakat 13

8. Rikaz.

Didin (2002) mengemukakan jenis harta yang wajib dizakati sesuai

dengan perkembangan perekonomian modern meliputi zakat profesi, zakat

perusahaan, zakat surat-surat berharga, perdagangan mata uang, zakat hewan

ternak yang diperdagangkan, zakat madu dan produk hewani, zakat investasi

property, zakat asuransi syari`ah, zakat usaha tanaman anggrek, usaha burung

walet, ikan hias dan lainnya, dan zakat sektor rumah tangga modern.

2.2.5 Tujuan Zakat

Ajaran islam menjadikan zakat sebagai ibadah maliah ijtima’iyah yang

mempunyai sasaran sosial untuk membangun satu sistem ekonomi yang

mempunyai tujuan kesejahteraan dunia dan akhirat. Tujuan di syari’atkan zakat

adaah sebagai berikut (Saifudin, 2012):

1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan

hidup dan penderitaan. Dimana akan membawa mereka ke arah

kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera. Sehingga mereka mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada

Allah SWT dan terhindar dari bahaya kekufuran.

2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang yang

berutang, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya.

3. Membina tali persaudaraan sesama umat Islam.

4. Mensyukuri karunia Illahi, menumbuh suburkan harta dan pahala,

menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan

menggembangkan harta yang dimiliki.

5. Manifestasi kegotong-royongan dan tolong-menolong dalam kebaikan

dan takwa.
Manajemen Zakat 14

6. Menghilangkan sifat kikir dari pemilik harta.

7. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial.

8. Salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.

9. Indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran Islam

Persyaratan harta yang wajib dizakati antara lain adalah sebagai berikut

ini (Hasanah, 2010):

1. Al-milk At-tam yang berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki

secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian

yang sah dimungkinkan untuk digunakan, diambil manfaatnya, atau

kemudian disimpan.

2. An-nama adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki

potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, deposito

mudharabah, peternakan, pertanian, usaha bersama, obligasi dan lain

sebagainya.

3. Telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran.

4. Memenuhi masa haul, waktu wajib mengeluarkan zakat yang telah

memenuhi nishabnya dalam waktu setahun

2.2.6 Penerima Zakat

Pada pasal 1 ayat 6 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang

pengelolaan zakat, bahwa Mustahiq adalah orang yang berhak menerima zakat.

Mustahiq di sebutkan dalam Al Qur`an surat At-Taubah ayat 60 meliputi:

ِ ‫ب َو ْالغ‬
‫َار ِمينَ َوفِي‬ ِّ ِ ‫املِينَ َعلَ ْي َها َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة قُلُوبُ ُه ْم َوفِي‬
ِ ‫الرقَا‬ ِ َ‫ين َو ْالع‬ َ ‫اء َو ْال َم‬
ِ ‫سا ِك‬ ِ ‫صدَقَاتُ ِل ْلفُقَ َر‬
َّ ‫إِنَّ َما ال‬

‫َّللاُ َع ِليم َح ِكيم‬ َّ َ‫ضةً ِمن‬


َّ ‫َّللاِ َۗو‬ َ ‫سبِي ِل ۖفَ ِري‬ َّ ‫سبِي ِل‬
َّ ‫َّللاِ َواب ِْن ال‬ َ
Manajemen Zakat 15

Artinya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-

orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya,

untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah

dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan

yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Penerima zakat tersebut adalah:

1. Fakir

Fakir adalah orang yang mempunyai harta dan atau pekerjaan dengan

penghasilannya tidak ada separo dari kebutuhan hidup diri dan orang-

orang yang wajib dinafkahinya. Adapun kebutuhan hidup adalah sandang,

pangan, papan dan lainnya yang sesuai standar kelayakan (Muntaha,

2013)

2. Miskin;

Miskin adalah orang yang mempunyai harta dan atau pekerjaan yang

hasilnya mampu memenuhi separo atau lebih dari kebutuhan hidup diri

dan orang yang wajib dinafkahi. Tidak termasuk fakir atau miskin apabila

seseorang yang kehidupannya telah dicukupi oleh anak, orang tua, atau

suami, namun seseorang tersebut sebenarnya dalam kondisi fakir atau

miskin, hal itu dianggap seperti halnya orang yang bekerja setiap hari dan

mendapat penghasilan untuk kebutuhan hidupnya.

3. Amil

Amil Atau pengumpul zakat adalah mereka yang diangkat oleh pihak

yang berwenang yang akan melaksanakan kegiatan urusan zakat, baik

dari mengumpulkan memberikan kepada bendahara dan penjaganya, dari

pencatat sampai pada penghitung sampai membagi kepada Mustahiqnya.


Manajemen Zakat 16

Adapun kepanitiaan zakat atas swakarsa masyarakat, wakil individu dan

lembaga zakat yang belum disahkan pemerintah itu tidak termasuk amil

sehingga tidak mempunyai kewenangan dan hak seperti amil yang telah

ditetapkan oleh pemerintah.

4. Muallaf

Muallaf secara bahasa adalah orang yang ditundukan hatinya,

sedangkan dalam fiqh bahwa muallaf itu mencakup muallaf muslim dan

muallaf non muslim, dan yang berhak mendapat zakat adalah muallaf

muslim. Muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan dalam

hatinya atau keyakinannya makin bertambah akan Islam atau

terhalang niat jahatnya terhadap kaum muslimin, dan atau diharapkannya

mereka untuk membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.

Zakat bagian muallaf ini dapat digunakan untuk:

a. Mereka yang imannya masih lemah. Pemberian zakat dalam hal ini

bisa juga berupa buku-buku agama bagi muallaf yang kaya.

b. Orang yang berpengaruh yang baru masuk Islam, dijinakkan hatinya

dengan zakat agar supaya keluarga dan masyarakatnya memeluk

agama Islam.

c. Untuk pembinaan orang-orang yang terasingkan (golongan minoritas)

di daerah yang mayoritas masyarakatnya beragama lain.

d. Orang-orang yang berpengaruh terhadap orang-orang yang

menentang zakat.

e. Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya mereka memeluk agama

Islam

f. Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya tidak menyakiti, tidak

mengganggu dan tidak memusuhi umat Islam


Manajemen Zakat 17

g. Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya memberikan bantuan atau

membela kaum muslimin

5. Riqab

Riqab adalah budak mukatab, yaitu budak yang melakukan akad

kitabah (cicilan memerdekakan diri) dengan sayyid (pemiliknya)

menggunakan akad kitabah yang sah. Budak mukatab diberi zakat

sebesar biaya untuk memerdekakannya, mungkin saat ini riqab sudah

tidak ada lagi.

6. Gharim

Gharim adalah orang yang mempunyai utang atau orang yang

berhutang. Menurut mazhab Abu Hanifah bahwa gharim adalah orang

yang mempunyai hutang dan dia tidak mempunyai bagian yang lebih dari

hutangnya. Sedangkan menurut Imam Malik, Safi`i dan Ahmad bahwa

orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan

untuk kemaslahatan masyarakat.

7. Sabilillah

Sabilillah berasal dari kata ath-thariq al-mushilah ilallah (jalan yang

mengantarkan pada ridha Alah SWT). Dengan arti tersebut bahwa

sabilillah mencakup segala bentuk ketaatan kepada Allah. Dilihat dari

bentuknya mutlak kata sabilillahdalam surat at-Taubah ayat 60 berarti

jihad, seperti halnya pendapat ulama` madzhab safi`i. Sementara menurut

golongan ulama` lain bahwa sabilillah tidak hanya jihad (pasukan perang)

saja, tetapi mencakup segala bentuk ibadah maupun kegiatan-kegiatan

sosial.
Manajemen Zakat 18

8. Ibnu Sabil.

Ibnu Sabil adalah seserang yang melakukan perjalanan melewati

daerah zakat sementara ia bekalnya tidak cukup dan membutuhkan akan

zakat, serta perjalanannya tidak perjalanan maksiat. Menurut jumhur

ulama` ibnu sabil adalah kiasan dari musyafir yaitu seseorang yang

melintas dari suatu daerah ke daerah lain. As-Sabil berarti ath-thariq/jalan,

seseorang yang berjalan di atasnya (ibnu sabil) karena tetapnya dijalan

itu.

2.3 Manajemen Pengelolaan Zakat

Perkembangan pengelolaan zakat dalam satu dasawarsa ini telah

menunjukkan hal yang sangat menggembirakan. Pengelolaan zakat yang

dahulunya dilaksanakan secara tradisional dengan zakat fitrah sebagai sumber

utamanya, kini telah mengalami perubahan yang signifikan. Sumber-sumber

zakat dalam perekonomian modern dewasa ini semakin bervariasi.

Pengelolaan zakat pun menuntut profesionalisme dan tanggung jawab yang

lebih (Imam, 2008). Secara sosial zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan

sosial, dengan adanya lembaga zakat maka kelompok lemah dan kekurangan

tidak akan lagi merasa khawatir terhadap kelangsungan hidup yang mereka

jalani. Hal ini terjadi karena dengan adanya substansi zakat merupakan

mekanisme yang menjamin kelangsungan hidup mereka ditengah masyarakat,

sehingga mereka merasa hidup di tengah masyarakat manusia yang beradab,

memiliki nurani, kepedulian dan juga tradisi saling tolong menolong (Nurul &

Haykal, 2010).

Di Indonesia, organisasi pengelola zakat terbagi ke dalam dua jenis

Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Struktur organisasi
Manajemen Zakat 19

BAZ dan LAZ biasanya disusun berdasarkan pada kebutuhan spesifik masing-

masing. Namun secara umum, struktur tersebut terdiri atas Bagian Penggerak

Dana Bagian Keuangan, Bagian Pendayagunaan dan Bagian Pengawasan.

Organisasi pengelola zakat juga harus memiliki Komite Penyaluran (Lending

Committee) dengan mekanisme yang baik agar dana dapat tersalurkan kepada

yang benar-benar membutuhkan.

Ruang lingkup manajemen organisasi pengelola zakat mencakup

perencanaan, pengumpulan, pendayagunaan, dan pengendalian. Dengan

demikian, manajemen keuangan bertugas membuat perencanaan kegiatan dan

anggaran, menentukan kebijakan umum dan menyusun petunjuk teknis

pengelolaan zakat, serta melakukan pengendalian atas penghimpunan,

penyaluran dan saldo dana (Hartanto & Teten, 2001). Dengan demikian, maka

aktivitas organisasi akan terarah

2.3.1 Perencanaan Pengelolaan Zakat

Dalam manajemen zakat, proses awal yang diperlukan adalah

perencanaan. Secara konseptual, perencanaan adalah proses pemikiran

penentuan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, tindakan yang harus

dilakukan, bentuk organisasi yang tetap untuk mencapainya dan orang-orang

yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang hendak dilaksanakan oleh

badan atau lembaga amil zakat. Dengan demikian, perencanaan dengan segala

variasinya ditujukan untuk membantu mencapai tujuan suatu lembaga atau

organisasi. Hal tersebut merupakan prinsip yang penting, karena perencanaan

harus mendukung fungsi manajemen berikutnya.

Terkait dengan perencanaan zakat tentunya berkaitan dengan kegiatan

dengan proses sebagai berikut (Nawawi, 2010):


Manajemen Zakat 20

1. Menetapkan sasaran dan tujuan zakat

2. Menetapkan bentuk organisasi atau kelembagaan zakat yang sesuai

dengan tingkat kebutuhan yang hendak dicapai dalam pengelolaan

zakat

3. Menetapkan cara melakukan penggalian sumber dan distribusi zakat.

Dalam hal ini dilakukan identifikasi orang-orang yang berkewajiban

zakat dan orang-orang yang berhak menerima zakat

4. Menentukan waktu untuk penggalian sumber dan waktu untuk

mendistribusikan zakat dengan skala prioritas.

5. Menetapkan amil atau pengelola zakat dengan menentukan orang

yang memiliki komitmen, kompetensi, cara pandang,

profesionalisme untuk melakukan pengelolaan zakat.

6. Menetapkan sistem pengawasan terhadap pelaksanaan zakat, baik

mulai dari pembuatan perencanaan, pembuatan pelaksanaan,

pengembangan secara terus menerus secara berkesinambungan.

2.3.2 Pengorganisasian Pengelola Zakat

Sejarah manusia dapat ditelusuri melalui organisasi-organisasi sosialnya.

Kelompok dan organisasi adalah bagian yang meluas. Terkait dengan

pengorganisasian, Islam sangat memperhatikan dan mendorong umatnya untuk

melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan baik dan rapi.

Pengorganisasian adalah pengelompokan dan pengaturan sumber daya

manusia untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan rencana

yang telah dirumuskan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pengorganisasian berarti mengkoordinir pemanfaatan sumber daya manusia

dan sumber daya materi yang dimiliki oleh Badan Amil Zakat yang
Manajemen Zakat 21

bersangkutan. Efektifitas pengelolaan zakat sangat ditentukan oleh

pengorganisasian sumber daya yang dimiliki oleh Badan Amil Zakat.

Pengorganisaian ini bertujuan untuk dapat memanfaatkan sumber daya

manusia dan sumber daya materi secara efektif dan efisien. Sehingga dalam

pengorganisasian ini yang harus diketahui adalah tugas-tugas apa saja yang

akan dilaksanakan oleh masing-masing divisi yang telah dibentuk oleh

lembaga tersebut, kemudian baru dicarikan orang yang akan menjalankan

tugas tersebut sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya.

Pengorganisasian pengelolaan zakat ini meliputi pengorganisasian

pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat (Nawawi, 2010).

2.3.3 Pengarahan Pengelolaan Zakat

Pengarahan (actuating) adalah suatu fungsi bimbingan dari pimpinan

terhadap karyawan agar suka dan mau bekerja. Penekanan yang terpenting

dalam pengarahan adalah tindakan membimbing dan menggerakkan karyawan

agar bekerja dengan baik, tenang dan tekun sehingga dipahami fungsi dan

diferensiasi tugas masingmasing. Hal ini diperlukan karena dalam suatu

hubungan kerja, diperlukan suatu kondisi yang normal, baik dan kekeluargaan.

Maka dari itu seorang pemimpin harus mampu membimbing dan mengawasi

karyawan agar apa yang sedang mereka kerjakan sesuai dengan yang telah

direncanakan.

Berkaitan dengan pengelolaan zakat, pengarahan ini memiliki peran

strategis dalam memberdayakan kemampuan sumber daya amil zakat. Dalam

konteks ini pengarahan memiliki fungsi sebagai motivasi, sehingga sumber

daya amil zakat memliki disiplin kerja yang tinggi (Nawawi, 2010).
Manajemen Zakat 22

2.3.4 Pengawasan Pengelolaan Zakat

Pengawasan adalah mengetahui kejadian-kejadian yang sebenarnya

dengan ketentuan dan ketetapan peraturan, serta menunjuk secara tepat

terhadap dasar-dasar yang telah ditetapkan dalm perencanaan semula. Proses

kontrol merupakan kewajiban yang harus terus menerus dilakukan untuk

pengecekan terhadap jalannya perencanaan dalam organisasi, dan untuk

memperkecil tingkat kesalahan kerja. Pengawasan harus selalu melakukan

evaluasi terhadap keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target kegiatan

sesuai dengan ketetapan yang telah dibuat. Untuk dapat mengklarifikasi dan

koreksi apabila terjadi penyimpangan yang mungkin ditemukan, dan dapat

segeraa menemukan solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan

pencapaian tujuan dan target kegiatan (Nawawi, 2010).

Dalam menjalankan program kegiatannya, seluruh organisasi amil zakat

seharusnya didasarkan pada empat prinsip. Pertama ialah independen artinya

lembaga ini tidak mempunyai keterantungan kepada orang-orang tertentu atau

lembaga lainnya. Kedua ialah netral, artinya lembaga tersebut milik

masyarakat karena sumber dana dari masyarakat, sehingga dalam menjalankan

aktivitasnya tidak boleh menguntungkan golongan tertentu. Ketiga adalah

tidak diskriminatif, kekayaan dan kemiskinan bersifat universal. Dimanapun,

kapan pun, dan siapa pun dapat menjadi kaya atau pun miskin. Dalam

menyalurkan dananya, lembaga tidak boleh mendasarkan pada perbedaan suku

atau golongan, namun menggunakan parameter yang jelas dan dapat

dipertanggung jawabkan. Keempat, tidak berpolitik praktis. Lembaga tidak

boleh terjebak dalam politik praktis (Hasanah, 2010).


Manajemen Zakat 23

2.4 Pelaksanaan Pengelolaan Zakat

2.4.1 Penghimpunan Zakat

Pengumpulan zakat dilakukan oleh amil yaitu Badan Amil Zakat dengan

cara mengambil atau menerima dari muzakki atas dasar pemberitahuan

muzakki, Amil yaitu Badan Amil Zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam

pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan

muzakki. Dalam pelaksanan pengumpulan zakat tidak dapat dilakukan paksaan

terhadap muzakki melainkan muzakki melakukan penghitungan sendiri

hartanya dan kewajibannya berdasarkan hukum agama, apabila tidak dapat

menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya, muzakki dapat meminta

bantuan kepada amil zakat untuk menghitungnya.

Dalam strategi pengumpulan zakat, setidaknya ada tiga strategi yang bisa

digunakan, yaitu:

1. Pembentukan unit pengumpulan zakat baik di tingkat nasional, propinsi,

dan sebagainya.

2. Pembukaan kounter atau loket penerimaan zakat dengan fasilitas dan

pelayanan yang baik serta tenaga kerja yang profesional.

3. Pembukaan rekening bank. Demi kemudahan pengiriman zakat para

muzakki dan untuk mempermudah dalam pengelolaannya, maka

hendakya dipisahkan antara masing-masing rekening.

Pelaksanaan penghimpunan Zakat yang dilakukan oleh badan pelaksana

juga bisa dilaksanakan dengan pendekatan berikut.

1. Pendekatan Personal yaitu dengan menjalin silaturrahim dengan

beberapa tokoh masyarakat secara tatap muka langsung.


Manajemen Zakat 24

2. Pendekatan Kerjasama Institusional yaitu pihak pengelola bekerjasama

dengan institusi terkait dengan cara masuk secara personal dan kemudian

mencari simpati para pegawai dan karyawan di instansi tersebut.

3. Pendekatan Kerjasama Partisipatif yaitu dengan cara menjaring donatur

melalui kerjasama dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh BAZ

ataupun LAZ.

2.4.2 Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat

Semangat yang dibawa bersama perintah zakat adalah perubahan kondisi

seseorang dari mustahiq (penerima) penjadi muzakki (pemberi), bertambahnya

jumlah muzakki akan mengurangi beban kemiskinan yang ada dalam

masyarakat. namun keterbatasan dana zakat yang berhasil dihimpun sangat

terbatas, hal ini menuntut adanya pengaturan yang baik sehingga potensi umat

dapat dimaksimalkan secara optimal. Lembaga-lembaga pengelola zakat

dituntut untuk merancang program secara terencana dan terukur, parameter

keberhasilan yang digunakan lebih menitik beratkan pada efek pemberdayaan

masyarakat bukan kepada populis atau tidaknya suatu program, misalkan

program santunan pendidikan, tugas para pengelola zakat tidak berhenti pada

pemberian santuanan dana tapi bagaimana upayaupaya pemberdayaan

memandirikan penerima beasiswa agar terbebas dari jerat kemiskinan, bukan

membiarkan dalam kondisi miskin.

Selain merancang program yang baik, lembaga-lembaga pengelola zakat

perlu melakukan skala prioritas program, program yang diprioritaskan adalah

program yang memiliki efek luas dan jangka panjang serta tepat pada akar

permasalahannya, mustahiq pun perlu dilakukan seleksi yang potensial untuk

dikembangkan, artinya suatu saatia dapat membantu masyarakat miskin


Manajemen Zakat 25

lainnya. Manfaat yang didapat ketika selektif dalam memberikan bantuan

adalah terhindarnya duplikasi atau penumpukan bantuan kepada mustahiq

yang sama, pengetahuan tentang golongangolongan yang berhak menerima

zakat menjadi acuan, disamping bukti-bukti administratif dan pembuktian aktif

berupa investigasi. Setiap Lembaga Amil Zakat setelah mengumpulkan zakat,

dana zakat yang telah dikumpulkan wajib disalurkan kepada yang berhak

menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Dalam pendistribusian dana zakat kepada mustahiq ada 3 sifat yaitu:

1. Bersifat hibah (pemberian) dan memperhatikan skala prioritas kebutuhan

mustahik di wilayah masing-masing.

2. Bersifat bantuan yaitu membantu mustahik dalam menyelesaikan atau

mengurangi masalah yang sangat mendesak atau darurat.

3. Bersifat pemberdayaan yaitu membantu mustahiq untuk meningkatkan

kesejahteraannya, baik secara perorangannya maupun berkelompok

melalui program atau kegiatan yang bersifat berkesinambungan dengan

dana bergulir untuk memberi kesempatan penerima lain yang lebih

banyak.

Agar dana zakat yang didistribusikan tersebut dapat diberdayakan dan

dimanfaatkan, maka pembagiannya juga harus selektif untuk kebutuhan

konsumtif atau untuk kebutuhan produktif. Masing-masing dari kebutuhan

konsumtif tersebut dibagi pada dua bagian yaitu (Fakhruddin, 2008):

1. Konsumtif Tradisional yaitu pembagian zakat kepada mustahiq dengan

cara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Pola ini merupakan

program jangka pendek dalam mengatasi permasalahan umat.

2. Konsumtif Kreatif yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang

konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam


Manajemen Zakat 26

mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang dihadapinya. Seperti

bantuan alat tulis dan beasiswa untuk para pelajar, bantuan cangkul untuk

petani, grobak jualan untuk pedagang kecil dan lain sebagainya.

3. Produktif Tradisional yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barang

produktif, yang diharapkan dari barang tersebut bisa menghasilkan usaha

para mustahiq. Seperti mesin jahit dan sebagainya.

4. Produktif Kreatif yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian

modal bergulir. Seperti pembangunan sarana kesehatan, sarana ibadah,

sekolah dan lain sebagainya

2.4.3 Sistem Pengawasan dalam Pengelolaan Zakat

Pengawasan mempunyai peranan penting dalam manajemen, karena

mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan program kerja itu teratur,

tertib, terarah atau tidak. Dalam islam, pengawasan paling tidak terbagi

menjadi dua, yaitu pertama, kontrol yang berasal dari dalam diri sendiri yang

bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT, kedua, Kontrol dari

luar, pengawasan ini dilakukan dari luar diri sendiri (Fakhruddin, 2008).

Oleh karena itu, hal yang tidak boleh dilupakan dalam proses pengelolaan

zakat adalah proses evaluasi pelaksanaan program, profesionalisme, dan

komitmen suatu lembaga untuk memperbaiki kondisi masyarakat, ketika suatu

program dinilai tepat sasaran, maka kepercayaan dan partisipasi masyarakat

akan semakin besar, begitu pula sebaliknya, ketika suatu program dinilai tidak

tepat sasaran, maka kepercayaan masyarakat akan semakin kecil dan bahkan

menghilang. Dengan demikian, maka diperlukan kelengkapan data mustahiq,

dokumentasi kegiatan, dan tanggapan masyarakat yang meras terbantu oleh

adanya program (Zuhri, 2012).


Manajemen Zakat 27

Dengan diterpkannya akuntansi yang baik maka organisasi dapat

dikatakan telah melaksanakan akuntabilitas dan transparansi yang baik, karena

dengan akuntansi dapat mengetahui kinerja keuangan, terlebih lagi jika laporan

keuangan yang telah dibuat dipublikasikan secara umum. Oleh sebab itu,

laporan keuangan organisasi pengelola zakat bertujuan untuk:

1. Menyajikan informasi apakah organisasi dalam melaksanakan

kegiatannya telah sesuai dengan ketentuan syariat islam

2. Untuk menilai manajemen organisasassi dalam melaksanakan tugas

dan tanggung jawab.

3. Untuk menilai pelayanan atau program yang diberikan organisasi dan

kemampuannya untuk memberikan pelayanan atau program tersebut.

2.4.4 Pengelolaan Zakat Menurut UU Nomor 23 Tahun 2011

Pengelolaan zakat di Indonesia diatur dalam undang-undang Republik

Indonesia nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang menggantikan

undang-undang sebelumnya yakni Undang-undang nomor 38 tahun 1999 yang

dinyatakan tidak berlaku sejak Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2011

disahkan sebagaimana disebutkan dalam pasal 45 Undang-Undang nomor 23

tahun 2011.

Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38

Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu

diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam UndangUndang ini meliputi

kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.

Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu

sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang


Manajemen Zakat 28

bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan

penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil

guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam,

amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan

akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan

dalam pengelolaan zakat. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat,

dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu

kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS

merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan

bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan

lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk

Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri

atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala

kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan.

Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.

Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan

prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan

untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan

kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Selain

menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan

dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak,

sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat
Manajemen Zakat 29

Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi

dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.

Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi

dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara. Untuk melaksanakan pengelolaan zakat,

pemerintah membentuk BAZNAS yang berkedudukan di Ibu Kota Provinsi

(pasal 5), dan berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional

(Pasal 6), selain itu untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat

membentuk LAZ (Pasal 17), yang wajib mendapatkan izin dari menteri Agama

atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri agama (pasal 18).

Untuk melaksanakan kegiatan operasional BAZNAS dibiayai dengan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil menurut pasal 30,

untuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten dibiayai dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil sesuai pasal 31 ayat 1 atau dapat

pula dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan untuk

membiayai kegitan operasional LAZ dapat menggunakan hak Amil saja, hal

ini berdasarkan pasal 32.

Dalam rangka Pengumpulan zakat, muzakki dapat melakukan

penghitungan sendiri atas kewajiban zakat yang wajib ia keluarkan atau dalam

hal tidak mampu menghitung sendiri maka dapat meminta bantuan kepada

BAZNAS untuk menghitungkan jumlah zakat yang seharusnya ia keluarkan,

hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 21 UU nomor 23 tahun 2011.
Manajemen Zakat 30

BAZNAS atau LAZ memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzakki

yang dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak (pasal 23).

Setelah zakat dikumpulkan oleh BAZNAS atau LAZ maka menurut pasal

25 dan 26 bahwa zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan

syariat Islam yang dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan

memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan, nampaknya

Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 ini mengembalikan kriteria mustahiq

zakat kepada syariat Islam, sehingga menurut syariat Islam terdapat 8 golongan

yang wajib menerima zakat yakni fakir miskin, amil, Muallaf, Riqob, Ghorim,

Ibnu Sabil, dan sabilillah sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Taubah ayat

60.

Zakat juga dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka

penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat dengan syarat apabila

kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi, hal ini merujuk kepada pasal 27 ayat

(1) dan ayat (2). Berdasarkan pasal 29 BAZNAS kabupaten/kota wajib

menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat,infaq dan sedekah dan

dana sosial keagamaan lain kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah

secara berkala, demikian pula BAZNAS provinsi melaporkan kepada

BAZNAS dan BAZNAS provinsi melaporkan kepada BAZNAS dan

pemerintah daerah dan BAZNAS melaporkan pengelolaan kepada Menteri,

sedangkan LAZ juga wajib menyampaikan laporannya kepada BAZNAS dan

pemerintah daerah setempat.

Selain itu, Undang-Undang juga mengamanatkan kepada masyarakat

melalui pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) untuk berperan serta dalam pembinaan

dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ, pembinaan dilakukan dalam

rangka untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat


Manajemen Zakat 31

melalui BAZNAS dan LAZ dan memberikan saran untuk peningkatan kinerja

BAZNAS dan LAZ. Sedangkan pengawasan oleh masyarakat dilakukan dalam

bentuk akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan

oleh BAZNAS dan LAZ dan penyampaian informasi apabila terjadi

penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan

LAZ.

Pemerintah juga masih memberikan peluang bagi amil zakat untuk

melakukan pengelolaan zakat. Sebeagaimana yang tersebut dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia nomor 14 tahun 2014 tentangpelaksanaan

undang-undang nomor 23 tahun 2011 pasal 66 ayat (1) yang menyatakan

dalam hal disuatu komunitas dan wilayah tertentu belum terjangkau oleh

BAZNAS dan LAZ , kegiatan pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh

perkumpulan orang, perseorangan tokuh umat Islam (alim ulama), atau

pengurus/takmir masjid musholla sebagai amil zakat. Pun demikian, amil zakat

yang melakukan pengelolaan zakat wajib memberitahukan secara tertulis

kepada kepala Kantor Urusan Agama, seperti tersebut dalam pasal 67. Apabila

amil zakat tidak melakukan pemberitahuan tertulis, maka dapat dikenakan

sanksi adminsitratif (pasal 78) dan sanksi adminsitratif dapat berupa (a)

peringatan tertulis; (b)penghentian sementara dari kegiatan; dan atau (c)

pencabutan izin operasional (pasal 80).


Manajemen Zakat 32

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

2.5 Kesimpulan

1. Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin

dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua

sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah

ditetapkan.

2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh Muzakki sesuai dengan

ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Zakat itu hukumnya wajib mutlak dan tidak boleh sengaja atau ditunda

waktu pengeluarannya apabila telah mencukupi persyaratan yang

berhubungan dengan kewajiban itu.

3. Zakat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu zakat harta atau zakat mall dan juga

zakat fitrah. Ajaran islam menjadikan zakat sebagai ibadah maliah

ijtima’iyah yang mempunyai sasaran sosial untuk membangun satu sistem

ekonomi yang mempunyai tujuan kesejahteraan dunia dan akhirat.

4. Penerima zakat dibagi menjadi 8 yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab,

gharim, sabilillah dan ibnu sabil.

5. Pelaksanaan pengelolaan zakat dimulai dari penghimpunan atau

pengumpulan zakat yang dikelola oleh Amil. Kemudian dilakukan

pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Kegiatan tersebut perlu diawasi

dengan sistem pengawasan pengelolaan zakat sehingga pengelolaan zakat

sesuai dengan tujuannya.

2.6 Pengelolaan zakat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan

zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di


Manajemen Zakat 33

ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.

Pengelolaan zakat tersebut meliputi pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat serta pengawasan dalam upaya

kegiatan sebelumnya

2.7 Saran

1. Manajemen pengelolaan zakat di Indonesia perlu ditingkatkan kualitasnya.

Salah satu upayanya adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM)-nya secara berkelanjutan. Untuk memperoleh SDM zakat yang

berkualitas, lembaga zakat hendaknya mempertimbangkan ketiga hal dasar

yaitu berkompeten, amanah dan memiliki etos kerja tinggi dalam proses

rekrutmen. Selain itu, lembaga zakat juga harus terus meningkatkan

kualitas SDM dnegan mengadakan sjumlah pelatihan yang berkelanjutan.

2. Dalam upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat khususnya calon

penyalur zakat, sebaiknya human lembaga penyalur zakat perlu

mempublikasikan mengenai laporan kegiatan pengumpulan, pengelolaan

serta pendistribusian zakat sehingga masyarakat akan semakin tahu dan

paham kemana nantinya zakat yang terdapat di lembaga pengelola zakat

dikelola dan didistribusikan.


Manajemen Zakat 34

DAFTAR PUSTAKA

Didin, Hadidhuddin. 2002. Panduan Zakat. Jakarta: Republika.

Djamal, Doa. 2002. Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta.
Jakarta: Nuansa Madani

Fakhrudin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: UIN Malang
Press.

Hasanah, Umrotul. 2010. Manajemen Zakat Modern. Malang: UIN Maliki Press.

Imam, Suprayogo. 2008. The Power of Zakat. Malang: UIN Malang Press.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.


Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Mahmudi. 2009. Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat. Yogyakarta: P3EI

Manulang. 2013. Pengantar Bisnis. Jakarta: PT Indeks.

Muntaha. 2013. Fiqh Zakat: Panduan Praktis dan Solusi Masalah Kekinian. Kediri:
Pustaka Gerbang

Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Ismail. 2013. Manajemen Zakat dan Wakaf. Jakarta: VIV Press

Rivai, Veithzal. 2012. Commercial Bank Management: Manajemen Perbankan Dari


Teori ke Praktik. Jakarta: Rajawali Press

Roqif, Ahmad. 2004. Fiqh Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Saifudin. 2012. Zakat di Era Reformasi (Tata Kelola Baru). Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo

Terry, George R & Rue, Leslie. 2010. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

Qardhawi, Yusuf. 2010. Fiqh Zakat (Terjemahan Salam Harun). Bogor: Pustaka
Literata Antara Nusa

Wibisono, Yusuf. 2015. Mengelola Zakat Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group

Zuhri, Saifudi. 2012. Zakat Antara Cita dan Fakta. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo

Anda mungkin juga menyukai