Anda di halaman 1dari 106

UNIVERSITAS INDONESIA

KUALITAS AIR TANAH DANGKAL DI SEKITAR TEMPAT


PEMBUANGAN AKHIR (TPA) CIPAYUNG KOTA DEPOK

SKRIPSI

YULI NURRAINI

0706265932

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN GEOGRAFI

DEPOK

JULI 2011

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

KUALITAS AIR TANAH DANGKAL DI SEKITAR TEMPAT


PEMBUANGAN AKHIR (TPA) CIPAYUNG KOTA DEPOK

SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

YULI NURRAINI

0706265932

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN GEOGRAFI

DEPOK

JULI 2011

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


ii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


iii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah rabbil’allamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT,


karena atas rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Geografi pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga
penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kualitas Air Tanah Dangkal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Cipayung Depok” ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada :

1. Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko, MS selaku pembimbing I, yang telah banyak


meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, saran,
dukungan selama penelitian.
2. Dr. Ir, Tarsoen Waryono, M.S selaku pembimbing II, atas kesabaran,
masukan, saran, dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan.
3. Drs. Supriatna, MT selaku penguji I atas masukan, saran, dan kritikan
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs Sobirin, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan kritikan,
masukan, dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Dr. Rohmatulloh, M.Eng selaku ketua siding yang telah memberikan kritik
dan masukan yang mambangun demi kesempuranaan skripsi ini.
6. Drs. Djoko Harmatyo, MS, selaku pembimbing akademik,
7. Seluruh staf pengajar Departemen Geografi atas ilmu-ilmu yang diberikan
selama menjalani masa kuliah. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat,
amien.
8. Drs. Triarko Nurlambang, MA selaku Kepala Pusat Penelitian Geografi
Terapan, Bapak Hafid Setiadi, S.Si, MT, Ibu Dra.Widyawati, M.S., Mba
Syarifah F Syakuat M.Si, Mba Irma Susanti S.Si, Mba Nurul Sri
Rahartiningtias S.Si, Mba Nurrokhmah Rizqihandari, S.Si, M.Si atas ilmu

iv

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


yang telah diberikan serta dukungannya terhadap penulis dan memberikan
pengalaman yang luar biasa.
9. Asisten Dosen Geografi, Mas Jarot Mulyo Semedi, S.Si, Awal Setiawan
S.Si, Weling S, S.Si, Ratri Candra S.Si yang telah memberikan tutorial dan
saran yang bermanfaat untuk skripsi ini.
10. Bapak, Ibu dan Kakak serta adik (Mia Permawati S.Farm, Apt dan Fikri
Yogo Wicaksono) tercinta yang selalu memberikan doa yang tak pernah
putus, nasehat, dukungan, dan semangat kepada penulis selama ini.
11. Sahabat-sahabat “Hore” tersayang Deliyanti Ganesha S.Si, Estriastuti Nur
Aisyah S.Si, Dani Vina Okatarine S.Si, dan Dian Anggraeini atas cinta dan
kasih sayang, keceriaan, kehangatan dan dukungan kepada penulis disaat
susah dan senang
12. Satria Indratmoko yang bersedia membantu dalam survey lapang,
terimakasih atas bantuan, pengalaman, dan sabarnya kepada penulis.
13. Teman-teman Geografi angkatan 2007, yang telah memberikan
kenyamanan dan kehangatan selama ini. Dan untuk Dicky Arvianza yang
menjadi temen curhat akan keluh kesah berbagi cerita selama masa
perkuliahan.
14. Saras Tiara Damayanti, S.Si angkatan geografi 2006, Kurniawati Sugiyo,
S.Si (Geo 2004), Dian Wahyu, S.Si (Geo 2006) yang telah memberikan
bantuannya kepada penulis.
15. Seluruh staf karyawan Geografi UI atas bantuan administrasi pendukung
keperluan proses pembuatan skripsi.
16. Teman-teman geografi angkatan 2008, 2009, dan 2010
17. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap ALLAH SWT berkenan membalas segala


kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Sempga skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Wassalammualaikum Wr.Wb.

Depok, 12 Juli 2011

Penulis

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


vi

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


ABSTRAK

Nama : Yuli Nurraini

Program Studi : Geografi


Judul : Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar Tempat
Pembuangan Akhir ( TPA) Cipayung Kota Depok

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung Depok terletak di Kelurahan


Cipayung, merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari Kota
Depok. TPA sampah Cipayung beroperasi dengan sistem control landfill sehingga
berpotensi untuk mencemari air tanah dangkal di sekitarnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pola spatial kualitas air tanah dangkal dengan
parameter TDS, DHL, nitrat (NO 3), amoniak (NH3-N), dan fosfat (PO 4)-3 di
sekitar TPA, serta menggambarkan perbedaan dan persamaan kualitas airtanah
dangkal berdasarkan waktu hujan dan tidak hujan, jarak dari TPA, penggunaan
tanah, jenis tanah, dan jenis batuan daerah penelitian. Dalam penelitian ini,
pengukuran kualitas air dari 33 titik penentuan yang diambil dengan
menggunakan teknik systematic random sampling, dengan batasan jangkauan
hingga 500 meter dari pusat TPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
airtanah untuk konsentrasi nitrat dan fosfat diatas baku mutu atau tercemar. Pola
spatial untuk setiap parameter kualitas airtanah membentuk pola acak atau tidak
seragam saat kondisi hujan dan tidak hujan dan tidak dipengaruhi oleh jarak dari
TPA, jenis tanah, jenis batuan dan penggunaan tanah.

Kata Kunci :

Kualitas airtanah dangkal, TPA Cipayung, Kota Depok

xviii + 81 hlm : 20 gambar, 14 tabel, 17 peta

Biblografi : 29 (1972-2008)

vii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


ABSTRACT

Name : Yuli Nurraini

Major : Geography

Tittle : Shallow groundwater quality in the around of TPA Cipayung,


Depok

Garbage Dump (GD) of Cipayung Depok which is located at the the Village of
Cipayung, district is dump of garbage coming from the City of Depok. Garbage
Dump of cipayung operates with control landfill so that it is potential to pollute
the surrounding shallow ground water. his study aims to determine the spatial
pattern of shallow ground water quality with TDS parameter, DHL, nitrate (NO3),
ammonia (NH3 -N) and phosphate (PO4)-3 around the landfill, and explains the
differences and similarities shallow ground water quality based on the time it did
n rain and not rain, distance from the landfill, land use, soil types and rock types
of research areas. In this study, measurement of water quality determination of the
33 points taken using systematic random sampling technique, with coverage limits
up to 500 meters from the center of the landfill. The results showed that the
quality of ground water for nitrate and phosphate concentrations above the
standard quality or contaminated. Spatial patterns of soil water quality parameters
for each pattern is not random or uniform when the rain and wet conditions did
not exist and is not influenced by the distance from the landfill, soil types, rock
types and land use.

Keywords:

The quality of shallow groundwater, TPA Cipayung, Depok City

xviii + 81 page : 20 picture, 14 table, 17 map


Biblograph : 29 (1972-2008)

viii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………i

HALAM PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………………..ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………...iii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………...iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………………...vi

ABSTRAK…………………………………………………………………….…vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ix

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xiv

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………xv

DAFTAR PETA ………………………………………………………………..xvii

LAMPIRAN……………………………………………………………………xviii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..............1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………..……..1


1.2 Masalah Penelitian………………………………………………………...3
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….....4
1.4 Batasan Penelitian ………………………………………………………...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………6

2.1 Pengertian Sampah ………………………………………………………..6

2.2 Pengolahan Sampah ………………………………………………………7

2.3 Pengolahan Lindi (Leachate) ……………………………………………..9

2.4 Airtanah ………………………………………………………………….10

2.5 Aliran Airtanah …………………………………………………………..13

2.6 Karakteristik Hidrogeologi ……………………………………………....14

2.6.1 Akuifer ……………………………………………………………14

ix

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Halaman

2.6.2 Kedalaman Muka Airtanah ………..……………………………...16

2.6.3 Topografi ………………………………………………………….16

2.6.4 Tekstur Tanah ……………………………………………………..16

2.7 Curah Hujan ……………………………………………………………..17

2.8 Penggunaan Tanah ………………………………………………………18

2.9 Pencemaran Airtanah ……………………………………………………19

2.10 Kualitas Air ……………………………………………………………...20

2.11 Parameter Kualitas Air ………………………………………………….21

2.11.1 TDS (Total Dissolved Solids) …………………………………...21

2.11.2 DHL (Daya Hantar Linstrik) ………………………………….…22

2.11.2 Nitrat (NO3) …………………………………………………….22

2.11.3 Amoniak (NH3-N) ……………………………………………...22

2.11.4 Fosfat (PO4)-3 …………………………………………………...23

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………24

3.1 Daerah Penelitian ……………………………………………………….24

3.2 Alur Pikir Penelitian …………………………………………………….24

3.3 Metode Pengambilan Sampel Airtanah …………………………………26

3.3.1 Peralatan ………………………………………………………...…26

3.3.2 Titik Pengambilan Sampel ……………………………………...…27

3.3.3 Waktu Pengambilan Sampel di Lapang ………………………..…27

3.3.4 Cara Pengkuran Sampel di Lapang ………………………………..28

3.3.5 Cara Pengukuran Sampel di Laboratorium ……………………..…28

3.4 Pengumpulan Data ………………………………………………………28

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Halaman

3.5 Pengolahan Data …………………………………………………………...30

3.6 Analisis Data ……………………………………………………….……...32

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN …………………..35

4.1 Letak dan Luas Daerah Penelitian ………………………………...……35

4.1.1 Letak TPA Cipayung …………………………………………..…35

4.1.2 Kelurahan Cipayung …………………………………………...…36

4.1.3 Kelurahan Pasir Putih ………………………………………….…36

4.2 Ketinggian ……………………………………………………………...36

4.3 Curah Hujan …………………………………………………………….37

4.4 Hidrologi ……………………………………………………………….37

4.4.1 Hidrologi Permukaan ……………………………………………37

4.4.2 Hidrogeologi …………………………………………………….37

4.5 Geologi …………………………………………………………………38

4.6 Jenis Tanah ……………………………………………………………..38

4.7 Penggunaan Tanah ……………………………………………………..39

4.8 Kondisi Demografi …………………………………………………..…40

4.8.1 Kelirahan Cipayung ……………………………………………..40

4.8.2 Kelurahan Pasir Putih ……………………………………………41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………..…43

5.1 Hasil………………………………………………………………………….43

5.1.1 Jenis Batuan……………………………………………………..43

xi

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Halaman

5.1.2 Jenis Tanah……………………………………………………….44

5.1.3 Kedalaman Muka Airtanah………………………………………45

5.1.4 Ketinggian Muka Airtanah……………………………………….47

5.1.5 Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TPA Cipayung Depok……48

5.1.5.1 Kualitas Air Lindi TPA Cipayung………………………49

5.1.5.2 Kualitas Air Berdasarkan Parameter TDS……………….50

5.1.5.3 Kualitas Air Berdasarkan Parameter DHL……………….53

5.1.5.4 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Nitrat………………55

5.1.5.5 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak…………58

5.1.5.6 Kualitas Air Berdasarkan Patameter Fosfat……………...61

5.2 Pembahasan………………………………………………………………...64

5.2.1 Analisis Spasial Konsentrasi TDS dan DHL…………………….64

5.2.1.1 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL

Dengan Jenis Batuan……………………………………..65

5.2.1.2 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL

Dengan Jenis Tanah……………………………………..65

5.2.1.3 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL

Dengan Penggunaan Tanah………………………………66

5.2.1.4 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL

Dengan Jarak dari TPA…………………………………..66

5.2.2 Analisis Spasial Konsentrasi Nitrat………………………………68

xii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Halaman

5.2.2.1 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jenis Batuan……68

5.2.2.2 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jenis Tanah……...69

5.2.2.3 Hubungan Konsentrasi Nitrat

Dengan Penggunaan Tanah…………………………......70

5.2.2.4 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jarak dari TPA….70

5.2.3 Analisis Spasial Konsentrasi Amoniak…………………………..71

5.2.3.1 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jenis Batuan…72

5.2.3.2 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jenis Tanah…..72

5.2.3.3 Hubungan Konsentrasi Amoniak ……………………….73

Dengan Penggunaan Tanah……………………………...73

5.2.3.4 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jarak dari


TPA……………………………………………………...73

5.2.4 Analisis Spasial Konsentrasi Fosfat……………………………...74

5.2.4.1 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jenis Batuan…….75

5.2.4.2 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jenis Tanah……...75

5.2.4.3 Hubungan Konsentrasi Fosfat

Dengan Penggunaan Tanah………………………………76

5.2.4.4 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jarak dari TPA…76

BAB VI KESIMPULAN ……………………………………………………….78

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..79


LAMPIRAN

xiii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pembagian Kelas Tekstur Tanah ………………………………..17

Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah Daerah Penelitian …………………....39

Tabel 4.2 Penduduk Berdasarkan Tingkatan Usia Kelurahan Cipayung Tahun


2010………………………………………………………………40

Tabel 4.3 Penduduk Berdasarkan TingkatanUsia Kelurahan Pasir Putih


Tahun 2010 ………………………………………………………42

Tabel 5.1 Luas Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung…………………….44

Tabel 5.2 Luas Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung……………………..43

Tabel 5.3 Luas Kedalam Muka Airtanah…………………………………...45

Tabel 5.4 Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air Lindi…………………49

Tabel 5.5 Luas Klasifikasi Kualitas Air Perameter TDS …………………..52

Tabel 5.6 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter DHL …………………..54

Tabel 5.7 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Nitrat …………………57

Tabel 5.8 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Amoniak ……………...60

Tabel 5.9 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Fosfat ………………...62

Tabel 5.10 Nilai Rata-Rata Konsentrasi Parameter Terhadap Jarak, Jenis


Batuan, Jenis Tanah, dan Penggunaan Tanah……………………64

xiv

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Arah Aliran Airtanah …………………………………………….13

Gambar 2.2 Hidrogeologi Airtanah ………………………………………..…15

Gambar 2.3 Hubungan Antara Intensitas Hujan, Air Permukaan, dan Airtana 18

Gambar 2.4 Pencemaran Airtanah di Tempat Pembuangan Sampah ………..19

Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian …………………………………………….24

Gambar 3.2 Alat Multiparameter Ion Spesific meter for Environmental dan
Sampel Air Hasil Pengujian ……………………………………..28

Gambar 4.1 Piramida Penduduk Kelurahan Cipayung Kota Depok…………..41

Gambar 5.1 Sumur Gali (sampel A10: kiri, sampel D1:kanan) ……………....46

Gambar 5.2 Sumur Gali (sampel A2: kiri, sampel B3:kanan) ………………..47

Gambar 5.3 (a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan
(c) Kolam Lindi Lama (2000)……………………………………50

Gambar 5.4 Nilai Konsentrasi TDS Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan …………………………………………………………….51

Gambar 5.5 Nilai Konsentrasi DHL Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan …………………………………………………………….54

Gambar 5.6 Nilai Konsentrasi Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan …………………………………………………………….55

Gambar 5.7 Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan ……………………………………………………….........58

Gambar 5.8 Nilai Konsentrasi Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan …………………………………………………………….61

Gambar 5.9 Hubungan Antara Nilai TDS Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan dengan Jarak dari TPA …………………………………...67

xv

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Halaman

Gambar 5.10 Hubungan Antara Nilai DHL Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan dengan Jarak dari TPA ……………………………………68

Gambar 5.11 Hubungan Antara Nilai Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan dengan Jarak dari TPA …………………..………...............71

Gambar 5.12 Hubungan Antara Nilai Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan dan
Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA ……………………………74

Gambar 5.13 Hubungan Antara Nilai Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan dengan Jarak dari TPA …………………………………….77

xvi

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


DAFTAR PETA

Peta 1 Adminstrasi Daerah Penelitian di Sekitar TPA Cipayung Depok

Peta 2 Sebaran Titik Sampel di Sekitar TPA Cipayung Depok

Peta 3 Penggunaan Tanah di Sekitar TPA Cipayung Depok

Peta 4 Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung Depok

Peta 5 Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung Depok

Peta 6 Kedalaman Muka Airtanah di Sekitar TPA Cipayung Depok

Peta 7 Arah Aliran Muka Airtanah di Sekitar TPA Cipayung Depok

Peta 8 Nilai Konsentrasi TDS di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Hujan)

Peta 9 Nilai Konsentrasi DHL di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Hujan)

Peta 10 Nilai Konsentrasi Nitrat di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Hujan)

Peta 11 Nilai Konsentrasi Amoniak di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Hujan)

Peta 12 Nilai Konsentrasi Fosfat di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Hujan)

Peta 13 Nilai Konsentrasi TDS di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Tidak Hujan)

Peta 14 Nilai Konsentrasi DHL di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Tidak Hujan)

Peta 15 Nilai Konsentrasi Nitrat di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Tidak Hujan)

Peta 16 Nilai Konsentrasi Amoniak di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Tidak Hujan)

Peta 17 Nilai Konsentrasi Fosfat di Sekitar TPA Cipayung Depok


(Periode Tidak Hujan)

xvii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


LAMPIRAN

Lampiran 1 Kedalaman Muka Airtanah dan Jarak Lokasi Sampel Terhadao


TPA Cipayung

Lampiran 2 Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak


Hujan dan Hujan

Lampiran 3 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA


dengan Konsentrasi TDS 1 (Tidak Hujan) dan TDS 2 (Hujan)

Lampiran 4 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA


dengan Konsentrasi DHL 1 (Tidak Hujan) dan DHL 2 (Hujan)

Lampiran 5 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA


dengan Konsentrasi Nitrat 1 (Tidak Hujan) dan Nitrat 2 (Hujan)

Lampiran 6 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA


dengan Konsentrasi Amoniak 1 (Tidak Hujan) dan Amoniak 2
(Hujan)

Lampiran 7 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA


dengan Konsentrasi Fosfat 1 (Tidak Hujan) dan Fosfat 2 (Hujan)

xviii

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan suatu kota umumnya diikuti dengan berbagai
permasalahan. Salah satu permasalahan yang sering terungkap adalah masalah
pencemaran oleh sampah domestik masyarakat. Semakin meningkat aktivitas
masyarakat, cenderung semakin meningkat konsumsi kebutuhan yang diperlukan,
sehingga menyebabkan bertambahnya buangan limbah yang dihasilkan.
Di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, issu persampahan
menjadi menonjol, terutama di wilayah perkotaan. Sampah perkotaan merupakan
salah satu persoalan rumit dihadapi, selain pengelola sampah harus menyediakan
sarana dan prasarana, juga harus mengatasi dan menangani sampah secara rutin.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi diikuti oleh tingkat perekonomian
yang baik, memiliki kecenderungan meningkanya volume sampah. Apabila
kondisi tersebut tidak dikelola dengan baik, akan mempengaruhi kebersihan
lingkungan perkotaan baik di pusat-pusat aktivitas ekonomi maupun di daerah
permukiman.
Timbunan sampah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA), akan
mengalami proses penguraian secara alami. Pada saat itulah aliran air yang
melimpas melalui tumpukan sampah akan meresap ke dalam timbunan sampah
dan menghasilkan cairan rembesan dengan kandungan polutan dan kebutuhan
oksigen yang sangat tinggi. Keberadaan tersebut oleh Clark (1977) disebut dengan
istilah ”leachate” (air lindi). Lebih jauh dikatakan bahwa keberadaan tersebut
akan mempengaruhi kondisi air permukaan dan airtanah dangkal di sekitar TPA,
karena kualitas air menjadi rendah.
Menurut Clark (1977), banyak cara yang dapat ditempuh dalam
pengelolaan sampah, diantaranya yang dianggap terbaik hingga saat ini adalah
penimbunan dan pemandatan secara berlapis-lapis (sanitary landfills). Melalui
cara tersebut sampah tidak terbuka selama lebih dari 24 jam. Hamparan sampah
ditutup dengan tanah, dan dipadatkan, bagian atasnya ditimbun sampah kembali

1 Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


2

dan berangsur-angsur ditutup tanah dan dipadatkan, sehingga membentuk lapisan


sampah dan pemadatan tanah.
Sistem tersebut mempercepat proses perombakan sampah oleh mikroba
tanah yang menghasilkan lindi (leachate). Lindi yang terkena air hujan, mudah
mengalir dan meresap ke lapisan tanah bawah. Tanah yang poros (sarang)
memudahkan dalam proses peresapan lindi secara vertikal horizontal, dan sangat
mudah mencemari airtanah khususnya air sumur penduduk di sekitarnya (Slamet,
1994).
Lindi merupakan sumber utama pencemar air permukaan dan airtanah
yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiota air. Keberadaan
tersebut menyebabkan turunnya kualitas air (Rand et al,.1975 dan Husin &
Kustaman, 1992). Akibatnya yang ditimbulkan tercemarnya airtanah di sekitar
TPA, antara lain air sumur penduduk sebagai sumber air baku (air minum, masak,
mandi dan cuci) akibat akumulasi lindi. Lebih jauh dikatakan bahwa pencemaran
air sumur penduduk dipercepat karena sumur-sumur sederhana tanpa beton,
memudahkan proses perembesan baik pada saat hujan maupun rembesan biasa.
Penelitian tentang pengaruh pengelolaan sampah terhadap kualitas air
sumur gali di sekitar tempat pembuangan akhir sampah telah banyak dilakukan.
Di TPA Suwung Denpasar, Bali (Sundara, 1997). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kualitas air sumur gali di sekitar TPA hingga jarak 800 meter, tercemar dan
telah melampaui ambang batas yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990, tentang persyaratan kualitas air
minum, serta Indeks Mutu Lingkungan Air Sumur (IMLAS) pada jarak 0 - 40
meter tergolong buruk, dan pada jarak 60-80 meter tergolong sedang. Penelitian
lain, telah dilakukan di TPA Putri Cempo, Mojosongo, Surakarta (Astuti, 2008).
Dalam penelitian tersebut mengidentifikasi mengenai kualitas air lindi.
Pendekatan analisis tersebut menggunakan 28 indikator kualitas air. Hasil yang
diperoleh bahwa 19 parameter (67,86%) menunjukkan kualitas air lindi berada di
atas tetapan baku mutu, sedangkan 9 parameter (32,14%) sisanya masih di bawah
baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah,
Nomor 10 Tahun 2004.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


3

Depok adalah kota yang mengalami perkembang dengan pertumbuhan


penduduk yang sangat tinggi, dimana sebesar 80 persen dari penduduk Kota
Depok memanfaatkan airtanah dangkal untuk keperluan sehari-hari dibandingkan
dengan penduduk yang menggunakan PDAM sebesar 20 persen. Airtanah dangkal
tersebut sangat rentan terkena zat pencemar yang berasal dari berbagi sumber,
salah satunya adalah sampah. Depok yang sudah berdiri sebagai Kotamadya
(Kota) memiliki satu tempat pembuangan akhir sampah yaitu TPA Cipayung yang
terletak di Kecematan Cipayung, Depok. Di sekitar tempat pembuangan sampah
ini berdekatan dengan pemukiman warga yang kurang lebih 50 meter dari pusat
pengelolaan sampah tersebut. Dengan banyaknya pemukiman disekitar TPA
Cipayung, dimana penduduk tersebut menggunakan airtanah dangkal sebagai
sumber air bersih. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan kualitas air yang
dikonsumsi oleh masayarakat setempat.
Faktor terpenting yang akan memberikan pengaruh terhadap penurunan
kualitas air adalah keberadaan sumber air dengan sumber pencemar.. Faktor yang
mempengaruhi penyebaran dari zat pencemar adalah siklus hidrologi, meteorologi
(curah hujan), dan geologi (litologi, stratigrafi, dan sturktur) (J.H. Guswa and W.J
Lyman, 1983). Jenis batuan akan menentukan tingkat permeabilitas aquifer
(Sundra, 2006). Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi zat pencemar yang
akan masuk kedalam airtanah dan menurunkan kualitas airtanah tersebut.
Dengan kondisi yang demikian mendorong penulis untuk melakukan
penelitian mengenai kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok.
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses masuknya zat
pencemar ke dalam airtanah.

1.2 Masalah Penelitian


Dalam pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA)
memiliki persyaratan salah satunya jarak dari pemukiman penduduk sejauh 2 Km
(Salvato, 1972). Kota Depok memiliki TPA Cipayung yang mana jarak terhadap
pemukiman penduduk kurang lebih 100 meter dari pusat pengolahan sampah
tersebut. Sampah merupakan salah satu sumber pencemar dalam penurunan
kualitas airtanah. Zat pencemar masuk ke dalam tanah disebabkan oleh gerakan

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


4

airtanah yang dipengaruhi oleh kondisi hidrogeologi. Sejauh mana pergerakan zat
pencemar tersebut dapat dilihat dari faktor jarak dari sumber pencemar, Dengan
kondisi demikian dimana air merupakan sumber utama dalam kehidupan dan
sebagian besar masyarakat sekitar TPA masih menggunakan airtanah dangkal
yang rentan akan terjadinya proses pencemaran akibat sampah tersebut.
Berdasarkan pemaparan diatas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian adalah
1. Bagaimana pola spasial kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung
Depok?
2. Apakah pola spasial kualitas airtanah dangkal yang terbentuk dipengaruhi
oleh penggunaan tanah, jenis bantuan, jenis tanah, dan jarak ke TPA?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial kualitas airtanah
dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok dan melihat hubungan kualitas airtanah
dangkal dengan jarak dari pusat TPA, serta pengaruh kondisi fisik terhadap
kualitas airtanah.

1.4 Batasan Penelitian

1. Airtanah dangkal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah airtanah yang
terdapat di dalam akuifer (wilayah jenuh air) yang tidak tertutup oleh
lapisan kedap air dan kedalamannya kurang dari 30 meter dari permukaan
tanah.
2. Kedalaman muka airtanah adalah kedalaman untuk mencapai muka
airtanah.
3. Sampel airtanah yang diambil dalam penelitian ini adalah airtanah dangkal
yang berasal dari sumur gali penduduk, aliran sungai, dan kolam lindi.
4. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian sebanyak 33 buah, yang
terdiri dari air sumur gali, aliran sungai, dan kolam lindi TPA.
5. Pengambilan sampel air dilakukan dua kali yaitu pada waktu hujan dan
waktu tidak hujan.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


5

6. Waktu hujan adalah saat terjadi hujan selama tiga hari berturut-turut dan
waktu tidak hujan adalah saat tidak terjadi hujan selama tiga hari berturut-
turut.
7. Baku mutu kualitas air berdasarkan baku mutu yang dikeluarkan oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) No.82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
8. Parameter kualitas yang diukur yaitu TDS (Total Dissolved Solid/Jumlah
Pedatan Terlarut), DHL (Daya Hantar Listirk), Amoniak (NH3-N), Nitrat
(NO 3) dan fosfat (PO4)-3 ,
9. Jarak dari TPA adalah jarak dari sumur sampel ke TPA (Tempat
Pembuangan Akhir)
10. Klasifikasi penggunaan tanah pada skla 1:10.000 yang digunakan adalah
klasifikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah


Sampah (solid waste) adalah semua jenis bahan padat yang dibuang yang
dianggap sebagai barang buangan, tidak memiliki manfaat atau barang-barang
yang dibuang karena kelebihan (Tchobanaglous et al., 1977). Menurut Diana
(1992), sampah dapat berarti segala sesuatu yang tidak memenuhi persyaratan
secara langsung maupun tidak langsung untuk pemakaian yang sama, tidak
dikehendaki dan hasil sampingan dari aktivitas manusia sehari-hari. Jadi ,dapat
dikatakan bahwa sampah adalah suatu material buangan yang dapat bersifat padat,
cair, atau gas.
Selain itu oleh Clark (1977), sampah (solid waste) dinyatakan berupa
bentuk limbah padat yang berasal dari kegiatan manusia. Sampah-sampah
domestik pada umunya didominasi oleh bahan-bahan organik, meskipun
komposisi sampah bervariasi antara satu kota dengan kota lainnya, bahkan dari
hari keharinya. Jenis komposisi sampah sangat mempengaruhi sifat-sifat sampah.
Sebagian besar kegiatan manusia selalu menghasilkan bahan sisa atau
sampah. Oleh karena itu, dimana pun manusia hidup selalu menimbulkan
sampah. Timbulnya sampah adalah suatu konsekuensi dari kehidupan itu sendiri.
Sampah lebih dirasakan dampaknya di daerah urban atau daerah perkotaan karena
menimbulkan masalah lingkungan. Jumlah dan jenis sampah di daerah pedesaan
lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah perkotaan karena rata-rata konsumsi
masyarakat pedesaan lebih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan. Pada
lahan yang tersedia di pedesaan lebih luas, sehingga daya dukung lingkungan
lebih baik di pedesaan daripada perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk yang
cepat di daerah perkotaan menyebabkan makin banyaknya jumlah sampah yang
harus ditanggulangi.

6 Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
7

2.2 Pengolahan Sampah


Sampah timbul sejak adanya kegiatan manusia. Dengan demikian, maka
cara pengolahan dan pemusnahan sampah sudah dikenal sejak dahulu. Cara
pengolahan dan pemusnahan sampah harus memenuhi persyaratan kesehatan.
Menurut Salvato (1972), syarat tersebut meliputi ;
a. Tidak berdekatan dengan sumber air yang dipergunakan untuk air minum
atau kegiatan mandi, cuci manusia. Jika terdapat suatu tempat
penampungan air sampah maka jarak sekitar 200 meter dari sumber air
merupakan jarak yang cukup aman bila dilihat dari kejadian pencemaran
air yang diakibatkan oleh TPA sampah.
b. Tidak berdekatan dengan lokasi untuk pemukiman. Jarak yang dipakai
adalah 2 km, sehingga kemungkinan bau, kehidupan lalat, dan tikus tidak
akan mencapai lokasi tersebut.
c. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir. Estetika atau keindahan
penggunaan tanah, kesehatan lingkungan pencermaran air, pencemaran
udara, dan pertimbangan ekonomi mengakibatkan pengelolaan sampah
memerlukan perhatian yang serius.

Sampah yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber penghasil sampah,


setelah dipilah-pilah untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali, selanjutnya
akan dimusnahkan agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

Ada beberapa cara untuk mengolah atau memusnahkan sampah yang


dikenal sejak dahulu hingga kini. Cara tersebut berikut dengan kelebihan dan
kekurangannya adalah sebagi berikut (Departement Pekerjaan Umum, 1994) ;
1) Open Dumping
Open Dumping adalah suatu cara pembuangan sampah yang dibuang
begitu saja di tempat pembuang akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai
pada suatu saat TPA penuh dan pembuangan sampah dipindahkan ke
lokasi lain atau TPA yang baru. Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya
dilakukan kegiatan perataan sampah dengan menggunakan dozer atau
peralatan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


8

Keuntungan cara open dumping ini adalah operasi sangat mudah, biaya
operasi dan perawatan serta biaya investasi TPA relatif murah.
Kerugiannya adalah timbulnya lindi sehingga menimbulkan pencemaran
airtanah, mendorong timbulnya sarang-sarang vektor penyakit dan
mengurangi estetika lingkungan. Pemusnahan sampah dengan sistem open
dumping ini secara bertahap ditinggalkan.
2) Incineration (Pembakaran)
Pemusnahan sampah dengan cara pembakaran merupakan cara yang telah
lama dikenal sejak dahulu hingga kini. Cara ini dilakukan masyarakat
pedesaan, yaitu dengan cara membakar sampah yang sudah kering. Cara
pembakaran ini tentu saja dapat menimbulkan asap dan debu yang dapat
bertebrangan ke mana saja dan berpotensi sebagai penyebab munculnya
penyakit saluran pernafasan apabila sering dilakukan.
Keuntungan pemusnahan sampah dengan menggunakan incinerator adalah
tidak membutuhkan lahan yang luas, tidak tergantung cuaca dan aman
serta mampu mengurangi volume sampah hingga kurang lebih 90%.
Sedangkan kekurangan sistem ini adalah membutuhkan biaya tinggi dan
mempunyai potensi pencemaran udara.
3) Composing
Cara pembuangan sampah dengan cara mengolahnya menjadi kompos.
Sampah yang diubah menjadi kompos adalah sampah organik yang dapat
terurai. Sampah ditempatkan pada suatu galian tanah dan dibiarkan agar
terjadi proses aerobik atau proses dekomposisi. Dalam pelaksanaannya
cara komposing ini mempunyai kendala antara lain; pemasaran dan jumlah
sampah, di mana timbunan sampah minimum 20 sampai 30 ton perhari.
Kelebihan sistem composing adalah lebih dari 50% sampah dapat
dimanfaat dan luas lahan TPA yang dibutuhkan kecil. Kekurangan sistem
composing ini adalah bila diterapkan dengan menggunakan sistem
mekanis di mana dibutuhkan biaya tinggi.
4) Pembuangan dengan cara Landfill
Cara pembungan sampah pada suatu lahan terbuka yang dilakukan secara
berlapis-lapis dengan ketebalan tertentu. Setiap lapisan sampah ditutup

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


9

dengan lapisan tanah dan diupayakan agar setiap akhir hari kerja sampah
telah ditutupi tanah.
Metode pembuangan Landfill, dalam pelaksanaanya mempunyai kendala
antara lain ;
- Ketersediaan tanah penutup
- Pengerjaan harus hati-hati
- Timbunan sampah minimum 15 sampai dengan 60 ton perhari tetapi
dapat mencapai 300 ton perhari bila energi dimanfaatkan.
- Memerlukan sistem pengangkutan yang sesuai.

Selain kendala, keuntungan dari sistem landfill adalah biaya relatif


lebih murah, mudah dioperasikan dan luwes dalam menghadapai fluktuasi
timbunan. Kekurangan sistem ini adalah perlu lahan yang luas dan adanya
pencemaran lindi.

2.3 Pengolahan Lindi (Leachate)

Suatu alat yang sangat penting berkaitan dengan lingkungan pada saat
pembuangan dan pengoperasikan TPA adalah terbentuknya cairan yang
mengandung bahan pencemar dengan terbentuknya cairan yang mengandung
bahan pencemar dengan konsentrasi tinggi disebut leachate (lindi). Lindi ini
terbentuk pada saat air menembus melalui timbunan sampah yang mengalami
proses dekomposisi. Masuknya lindi ke dalam perairan baik, air sungai maupun
airtanah akan dengan segera menyababkan turunya kualitas air tersebut.

Sumber air yang memicu timbulnya lindi berasal umumnya dari rembesan
air hujan ke dalam timbunan sampah atau airtanah yang tinggi disamping cairan
yang terkandung dalam sampah. Pada saat air menembus dalam timbunan sampah
akan terjadi reaksi dengan sampah baik secara kimiawi maupun biologis. Proses
biologis akan berlangsung secara terus menerus di dalam timbunan sampah
sampai jangka waktu yang panjang tergantung pada tahap penguraian yang ada
dan ketersediaan oksigen. Hasil dari proses kimia maupun biologis tersebut akan
menambah kandungan zat pencemar dalam air yang dilaluinya.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


10

Tujuan dan fungsi dari pengolahan lindi di TPA adalah untuk mengolah
lindi yang telah terkumpul sehingga dapat dibuang secara aman ke dalam air
penerima dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap sekitarnya baik sungai
maupun airtanah.

Karakteristik kimiawi dari lindi tergantung pada komposisi dan


karakteristik sampah serta kondisi dalam TPA seperti temperatur, kelembaban,
tahap dekomposisi, kedalaman TPA dan lain-lain. Struktur dan teknologi
pembuangan lindi juga secara langsung akan mempengaruhi kualitas lindi yang
dihasilkan. Dalam perencanaan TPA perlu dipertimbangkan jumlah lindi yang
akan timbul terutama dalam perencanaan fasilitas pengolahannya. Secara umum
jumlah lindi tergantung pada beberapa hal ;

a. Air yang jatuh di atas tumpukan sampah pada saat operasi TPA
b. Air yang mengalir ke dalam TPA dari sekelilingnya.
c. Air yang terkandung dalam sampah.
d. Remebesan air melalui lapisan tanah penutup
e. Air yang menembus melalui dinding TPA
f. Air yang mengalir ke dalam timbunan sampah dari airtanah

2.4 Airtanah

Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah, yang mengalami


pergerakan dalam ruang-ruang antara butir tanah yang membentuk ikatan dan
didalam retak-retak batuan. Kadar air dalam tanah bervariasi antara batas-batas
yang luas. Air mengalami suatu daur yang disebut siklus hidrologi. Air jatuh dari
langit sebagai hujan. Hujan sebagian mengalir di atas permukaan tanah dan
sebagian lagi masuk ke dalam tanah. Air laut, danau, sungai, waduk, dipermukaan
tanah, tanaman dan lain-lain menguap karena panas matahari. Uap air di udara
membentuk awan dan akhirnya mengembun dan menjadi titik air hujan dan
akhirnya jatuh lagi ke permukaan tanah. Daur ini berlangsung sepanjang masa tak
ada habisnya.

Untuk mengetahui terjadinya airtanah diperlukan peninjauan kembali


bagaimana dan dimana airtanah tersebut berada. Distribusi di bawah permukaan

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


11

tanah dalam arah vertikal dan horizontal harus di masukkan dalam pertimbangan.
Zona geologi yang sangat mempengaruhi airtanah dan strukturnya dalam arti
kemampuannya untuk menyimpan dan menghasilkan airtanah harus didefinisikan.
Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi menyediakan air pada zona bawah
tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan distribusi dan
mempengaruhi gerakan airtanah, sehingga peranan geologi terhadap airtanah tidak
dapat diabaikan (Soemarto, 1995).

Airtanah terdiri dari airtanah dangkal, airtanah dalam, dan mata air.
Airtanah dapat ditemukan pada aquifer dengan pergerakan yang lambat. Hal ini
yang akan menyebabkan airtanah untuk sulit pulih jika telah terjadi pencemaran.
Klasifikasi airtanah dangkal yaitu;

a. Airtanah Dangkal
Yaitu air yang terdapat diatas lapisan kedap air pertama. Airtanah
dangkal sangat rentan terhadap pencemaran. Daerah yang memiliki jumlah
penduduk yang banyak, biasanya memiliki kondisi airtanah yang telah
tercemar oleh limbah domestik (septic tank, saluran irigasi). Sedangkan
daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah kondisi kualitas air
relatifcukup baik.
Airtanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, sehingga airtanah akan jernih
tetapi banyak mengandung zat-zat kimia karena air tersebut selama dalam
perjalanannya melewati lapisan tanah yang mengandung unsur-unsur kimia
tertentu untuk masing-masing lapisan tanah.
Lapisan tanah berfungsi sebagai penyaring. Disamping
penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada
muka air yang dengan muka tanah. Air akan terkumpul pada lapisan rapat
air, berkumpulnya air ini merupakan airtanah dangkal dimana air dapat
dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


12

b. Airtanah Dalam
Airtanah dalam merupakan air yang terdapat dibawah lapisan
kedap air (aquifer) pertama. Airtanah ini mempunyai sifat yang
berlawanan dengan airtanah dangkal dimana fluktuasinya relatif kecil.
Kualitasa air tidak tergantung pada kegiatan lingkungan diatasnya.
Pengambilan airtanah dalam tidak semudah pada airtanah dangkal.
Dalam hal ini menggunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya
hingga kedalaman tertentu (100-300 meter). Kualitas dari airtanah dalam
pada umumnya lebih baik daripada airtanah dangkal, karena
penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri.

c. Mata air
Mata air adalah airtanah yang keluar dengan sendirinya
kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan kuantitas dan kualitas sama dengan airtanah
dalam. Selain itu, gaya gravitasi juga mempengaruhi aliran airtanah
menuju ke laut. Tetapi, dalam perjalannnya airtanah juga mengikuti
lapisan geologi yang berkelok sesuai jalur aquifer dimana airtanah tersebut
itu berada. Bila terjadi patahan geologi di dekat permukaan tanah, maka
aliran airtanah tersebut akan muncul ke permukaan bumi. Sebagai
tumpahan airtanah alami yang pada umumnya berkualitas baik, maka mata
air dijadikan pilihan sumber air bersih yang dicari-cari dan diperebutkan
oleh penduduk kota (Asdak, 2004).

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


13

2.5 Aliran Airtanah

Airtanah mengalir dari daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi menuju
ke daerah yang memiliki tekanan lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya
menuju ke laut atau sungai.

Sumber : ga.water.usgs.gov/edu/earthgwdecline.htm
a.water.usgs.gov/edu/earthgwdecline.html

Gambar 2.1 Arah Aliran Airtanah

Dalam Gambar 2.1 daerah yang lebih tinggi merupakan daerah


tangkapan/imbuhan atau pengisian (recharge area) dan daerah yang lebih rendah
merupakan daerah pelepasan luahan atau pengelu aran (discharger area).
area) Pada
ilustrasi tersebut daerah pelepasan adalah daerah aliran sungai. Daerah tangkapan
dapat didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (watershed/catchment
(watershe
area ) dimana aliran airtanah (saturated) menjauhi muka airtanah.
airtanah Sedangkan
daerah pengeluaran didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(watershed/catchment area) dimana aliran airtanah (saturated)
saturated) menuju muka
airtanah (Freeze dan Cherry, 1979). Biasanya daerah tangkapan
tangka pan muka
m airtanahnya
terletak pada suatu kedalaman tertentu sedangkan muka airtanah daerah
pengeluaran umunya mendekati permukaan tanah, salah satu contohnya adalah
pantai.

Aliran air dipengaruhi gaya gr avitas akan menarik secara vertikal ke


bawah, tekanan tanah beroperasi ke seluruh arah dalam keadaan tanah lembab dan

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


14

kering. Air bebas bergerak karena gaya gravitasi dan ikatan air karena potensial
matriks. Apabila tanah yang kering terkena hujan, kandungan lengas tanah di
lapisan permukaan meningkat mencapai kapasitas lapangan, kemudian airtanah
bergerak kelapisan yang lebih dalam. Air juga bergerak kesemua arah, di atas
kapasitas lapang perkolasi bergerak lambat melalui pori berukuran 10-50 µm dan
pengatusan terjadi dengan cepat melalui pori berukuran > 50 µm.

2.6 Karakteristik Hidrogeologi

2.6.1 Akuifer

Suatu lapisan tanah yang pori-porinya berisi air, terdapat pembatas


dan lokasinya berbeda-beda, maka dapat didefinisikan sebagai akuifer,
aquichlude, aquitard, confined akuifer, dan unconfained akuifer (Kodoatie,
1996), yang kemudian dijelaskan masing-masing sebagai berikut :

a. Akuifer adalah sebagai suatu lapisan, formasi atau kelompok formasi


satuan geologi yang permeabel dengan kondisi jenuh air dan mempunyai
suatu besaran konduktivitas hidraulik sehingga dapat membawa air (air dapat
diambil) dengan kuantitas yang ekonomis.
b. Aquiclude adalah sebagai lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan
geologi yang kedap air, dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangat
kecil, sehingga tidak mungkin air melewatinya. Sehingga dapat dikatakan
juga sebagai lapisan pembatas dan pembatas bawah dari suatu akuifer
tertekan.
c. Confined aquifer adalah akuifer yang dibatasi lapisan atas dan bawahnya
oleh aquiclude, dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfer. Pada
lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir. Confined aquifer juga
disebut sebagai akuifer tertekan.
d. Artesian Aquifer, akuifer ini merupakan akuifer tertekan, dimana
ketinggian hidrauliknya lebih tinggi dari muka tanah. Oleh karena itu, apabila
pada akuifer jenis ini dilakukan pengeboran untuk mendapatkan pancaran air,
hal ini dikarenakan air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai
ketinggian hidruliknya.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


15

e. Aquitard adalah lapisan tipis, formasi atau kelompok formasi satuan


geologi yang permeabel
permeab dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil.
Namun, memungkinkan air melewati
mele wati lapisan ini walau dengan gerakan yang
lambat. Dapat
pat dikatakan juga merupakan lapisan atas dan bawah suatu semi
confined aquifer.
f. Unconfined Aquifer adalah akuifer yang lapisan pembatasnya merupakan
aquichude hanya pada bagian
ba bawahnya dan tidak ada pem
mbatas aquiclude
dilapisan atasnya, batas di lapisan atasnya merupakan muka airtanah.
Tekanan udara dipermukaan airtanah
airt relatif sama dengan tekanan atmosfer.
Airtanah yang terdapat pada akuifer
kuifer ini disebut juga airtanah bebas,
begitupun dengan
denga tinggi muka airtanahnya relatif tidak stabil karena
dipengaruhi oleh curah hujan.
g. Semi Unconfined Aquifer,
Aquifer , merupakan akuifer yang jenuh air, yang dibatasi
hanya lapisan bawahnya oleh aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan
pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada
konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka
airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.

Sumber : www.douglas.co.us/water/images/Denver_Basin_A

Gambar 2.2 Hidrogelogi Airtanah

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


16

2.6.2 Kedalaman Muka Airtanah


Kedalaman muka airtanah adalah kedalaman untuk mencapai muka
airtanah yang dihitung antara permukaan airtanah dengan permukaan tanah
tempat dilakukannya pengukuran atau jarak dari permukaan tanah sampai ke
muka airtanah (Watertabel). Muka airtanah dijadikan acuan untuk dapat
melihat pengaruh terjadinya pencemaran, karena semakin dangkal
kedalaman untuk mencapai muka airtanah, maka akan semakin rentan
terhadap pencemaran. Untuk mendapatkan data kedalaman muka airtanah
dilakukan dengan pengukuran langsung ke lapangan.

2.6.3 Topografi
Topografi (lereng) merupakan variabel dari permukaan bumi yang
berperan sebagai pengontrol polutan yang mangalir (runoff) atau
menggenang, yang memberikan cukup waktu untuk terjadi infiltrasi (Mato,
2002). Lereng yang cukup datar, memungkinkan terjadi pencemaran
menjadi besar karena air lama berada di atas tanah serta memungkinkan
untuk terjadi penyerapan yang lebih banyak (infiltrasi > run off). Kondisi ini
akan berbalik pada lereng yang cukup terjal, run off yang terjadi akan lebih
besar daripada infiltrasinya.

2.6.4 Tekstur Tanah


Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel-
partikel tanah primer berupa fraksi liat, debu, dan pasir dalam sutu massa
tanah. Tekstur dapat diartikan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kualitatif tekstur dapat diartikan tektur tersebut apakah kasar atau halus,
sedangkan secara kuantitatif tekstur digambarkan susunan relatif berat
fraksi-fraksi tanah, yaitu pasir, debu, dan liat, sehingga dapat diketahui
persentase kandungan masing-masing fraksi tanah yang dimana
pengkelasannya dapat mengacu pada segitiga tekstur tanah. Pertimbangan
dan pembagian kelas yang biasa digunakan untuk menjelaskan tanah pada
segitiga tekstur tanah sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


17

Tabel 2.1 Pembagian Kelas Tekstur Tanah

Tanah bertekstur pasir


Tanah berpasir
kasar pasir berlempung
Tanah bertekstur
kasar lempung berpasir
Sedang lempung berpasir halus
lempung berpasir sangat
halus
Tanah bertekstur
Tanah lempung
sedang
berlempung lempung berdebu
debu
lempung liat
Tanah bertekstur
halus lempung liat berpasir
Sedang lempung liat berdebu
liat berpasir
Tanah bertekstur
Tanah berliat liat berdebu
halus
liat

Sumber : Fort (1988)

2.7 Curah Hujan


Hujan adalah unsur iklim yang paling tinggi. Curah hujan yang paling
banyak diamati dibandingkan dengan unsur iklim lainnya. Terlebih di Indonesia,
dimana suhu tidak begitu banyak dan begitu cepat berubah (Sandy, 1987).
Air hujan yang jatuh di atas permukaan bumi sebagian meresap ke dalam
tanah (Sandy, 1996). Jumlah air hujan yang meresap tergantung pada kondisi fisik
tanah dan lama hujan. Pada saat hujan jatuh pada permukaan tanah yang kering,
daya serapa tanah ada pada tingkat maksimum. Sehingga semakin lama hujan itu
turun, maka akan banyak kandungan air di dalam tanah. Kondisi ini akan
menyebabkan kemampuan tanah menjadi berkurang dalam proses menyerap air.
Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah dapat dijelaskan
sebagai berikut ;

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


18

Sumber : Sandy, 1996

Gambar 2.3 Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah

Menurut Seyhan (1997) semua a ir bawah permukaan atau airtanah berasal


dari presipitasi (hujan). Dengan demikian , sumber utama airtanah berasal dari air
hujan. Air
ir hujan tersebut masuk kedalam tanah melalui proses infiltrasi dan
perkolasi. Proses ini juga akan melarutkan garam -garam dann mineral yang
dikandung oleh batuan yang dilaluinya, yang akan menentukan kualitas airtanah.
Air
ir hujan merupakan sarana utama untuk melepaskan dan mentransportasikan zat
pencemar secara vertikal
verti al sampai pada muka airtanah dan secara horizontal pada
media akuifer. Semakin besar intensitas hujan, maka akan semakin meningkatkan
potensi terhadap pencemaran airtanah.

2.8 Penggunaan Tanah

Penggunaan tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting


terhadap pencemaran airtanah. Penggunaan tanah adalah pencerminan berbagai
aktivitas manusia di satu daerah (Sandy, 1985). Penggunaan tanah disatu daerah
dapat memberikan dampak positif maup un negatif
tif terhadap lingkungan sekitar
misalnya berpengaruh terhadap kualitas airtanah. Penggunaan tanah permukiman
menyebabkan pencemaran kualitas airtanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penggunaan tanah terbuka hijau. Hal ini dikarenakan penggunaa n tanah terbuka
hijau akan lebih mudah meneruskan air hujan ke dalam tanah dibandingkan
dengan penggunaan tanah permukiman sehingga kualitas airtanah akan lebih baik.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


19

2.9 Pencemarana Airtanah

Zat pencemar (pollutant)


( dapat didefiniskan
definiskan sebagai zat kimia,
kimi radioaktif
yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang berasal dari alam yang
kehadirannya dipicu oleh manusia (tidak langsung) ataupun
taupun dari kegiatan manusia
(anthropogenic
anthropogenic origin ) yang telah diidentifakasi
kasi mengakibatkan efek yang buruk
bagi kehidupan
dupan manusia dan lingkungannya. Semua itu dipicu oleh aktivitas
manusia (Watts 1997 dalam Notodarmojo, 2005).

Di sebagian wilayah Indonesia, airtanah masih menjadi sumber air minum


utama. Airtanah yang masih alami tanpa gangguan manusia, kualitasnya belum
tentu baik. Terlebih lagi yang sudah tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya
akan semakin menurun. Pencemaran airtanah antara lain disebabkan oleh kurang
teraturnya pengelolaan lingkungan. Beberapa sumber pencemaran yang
menyebabkan menurunya kualita s airtanah antara lain (Freeze dan Chery, 1979):

1. Sampah dari TPA


2. Tumpahan Minyak
3. Kegiatan Pertanian
4. Pembuangan limbah cair pada sumur dalam, dll
5. Pembuangan limbah ke tanah
6. Pembuangan limbah radioaktif

Sumber : https:/.../images/Issue36/water_e_l.gif

Gambar 2.4 Pencemaran


Pencemaran Airtanah di Tempat Pembuangan Sampah

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


20

Akibat pengambilan airtanah yang intensif di daerah tertentu dapat


menimbulkan pencemaran airtanah dalam yang berasal dari airtanah dangkal,
sehingga kualitas airtanah yang semula baik menjadi menurun dan bahkan tidak
dapat digunakan sebagai bahan baku air minum. Sedangkan di daerah dataran
pantai akibatnya pengambilan airtanah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya instrusi air laut karena pergerakan air laut ke airtanah.

2.10 Kualitas Air

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau uji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan
dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis.

Parameter fisik menyatakan kondisi air atau keberadaan bahan yang dapat
diamati secara visual atau kasat mata. Parameter fisik adalah kekeruahan,
kandungan partikel atau padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya.
Parameter kimia menyatakan kandungan unsur atau senyawa kimia dalam air,
seperti kandungan oksigen, bahan organik (BOD, COD, TOC), mineral atau
logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter
mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, sperti bakteri,
virus, dan mikroba pathogen lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran atau
pengujian airtanah dangkal dapat dinyatakan kondisi baik atau tercemar. Sebagai
acuan dalam kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 (Masduqi, 2007).

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


21

2.11 Parameter Kualitas Air

Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap


air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau
kenampakan (bau dan warna).

2.11.1 TDS (Total Dissolved Solids)

Total zat padat tersuspensi adalah kandungan larutan non-organik


dan organik yang terkandung dalam perairan alamiah yang di dalamnya
terdapat beberapa jenis mineral dan gas yang memegang peranan dalam
menentukan kualitas air. Pada larutan non-organik gas CO2 dan O 2
memegang peranan dalam menentukan status kualitas air. Sebagai contoh
untuk mengetahui bahwa status kualitas air untk pengguna tertentu
memang dipengaruhi oleh mineral-mineral terlarut ialah bila kalsium
dalam jumlah yang sedikit dapat mempengaruhi rasa enak pada air
kemasan. Sedangkan bila ditemukan magnesium dalam jumlah yang sama
dalam air kemasan tersebut makan akan memberikan efek rasa tidak enak
bagi yang mengkonsumsi air tersebut.

Menurut Arsadi, dkk (2007) padatan terlarut anorganik umumnya


berasal dari dedaunan, limbah industri, lumpur, pupuk, limbah rumah
tangga, dan lain-lain. Sedangkan TDS organik pada dasarnya bisa berasal
dari bebatuan, nitrogen, oksigen, karbondioksida, serta mineral-mineral
seperti ; belerang, fosfor, sulfat. Jadi kosentrasi TDS dalam air yang
meruapkan zat padat terlarut dalam air atau ditambah lagi dengan
konsentrasi beberapa koloid yang lolos saringan, jika suatu air
mengandung partikel-pertikel koloid.

2.11.1 DHL (Daya Hantar Listrik)


Pemeriksaan terhadap bahan terlarut dalam air, dapat dilakukan
secara cepat dengan penetapan Daya Hantar Listrik (DHL) suatu larutan.
Penetapan ini merupakan pengukuran terhadap kemampuan sampel air
untuk menghantarkan aliran listrik. Besar kecilnya hsil pengukuran
bergantung pada konsentrasi total saat terlarut yang terionisasi dalam air

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


22

pada suhu air. Pergerakan ion terlarut, konsentrasi, dan valensi akan
mempengaruhi daya hantar listrik suatu larutan. Larutan yang
mengandung ion-ion akan menghantar listrik. Pada umumnya asam, basa,
dan garam-garam anorganik merupakan pengantar listrik yang baik.
Sebaliknya senyawa-senyawa organik yang tidak terionisasi dalam larutan
merupakan pengantar listrik yang lemah (Purwanti, dkk, 2006).
2.11.2 Nitrat (NO 3)

Nitrat (NO3 ) adalah bentuk utama di mana terjadi nitrogen dalam


airtanah, meskipun nitrogen terlarut juga dapat hadir nitrit (NO2), amoniun
(NH 4+), N 2, dan nitrogen organik. Nitrat dalam air erat kaitanya dengan
siklus nitrogen dalam alam. Dalam siklus tersebut dapat diketahui bahwa
nitrat dapat terjadi baik dari N 2 di atmosfer ataupun dari pupuk-pupuk
yang digunakan dari dari oksidasi NO2- oleh kelompok bakteri
Nitrobacter. Nitrat yang terdapat dalam sumber air seperti air sumur dan
sungai umumnya berasal dari pencemaran bahan-bahan kimia (pupuk urea,
ZA, dan lain-lain) di bagian hulu (Poernomo, 1989 dalam Ghufran 2007).

2.11.3 Amoniak (NH 3-N)


Amoniak merupakan sumber dari nitrogen (N) dan penting bagi
tumbuhan dan mikroorganisme air. Amoniak dihasilkan oleh hewan air
dan dibentuk saat proses pembusukan dahan hewan air. Amoniak terdapat
di dalam limbah pertanian, seperti pupuk dan juga limbah industri serta
kotoran hewan. Pada pH dan temperature umum air, amonia tersedia
dalam bentuk ion (NH4 +). Saat terjadi peningkatan pH dan temperatur, ion
tersebut berubah menjadi gas ammonia (NH3 ). Gas tersebut berbahaya
bagi ikan dan organisme lainnya. Jika kadar oksigen mencukupi, maka
amonia dapat dipecah oleh bakteri menjadi nitrit (NO2) (Colt dan
Amstrong, 1981, dalam Ghufran, 2007)..

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


23

2.11.4 Fosfat (PO 4)-3


Fosfat adalah salah satu bahan pencemar diperairan. Senyawa ini
merupakan salah satu kunci yang esensial untuk pertumbuhan ganggang
dalam air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan akan menjadi
penyebab penurunan kualitas air. Fosfat yang terdapat dalam baik sebagai
bahan padat maupun bentuk terlarut. Fosfat terdapat dalam air alam atau
air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap
senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau
terikat di dalam sel organisme air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal
dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai atau danau melalui
drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air
buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang
mengandung fosfat, seperti industri logam dan sebagainya.
Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan
sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari ortofosfat yang
terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman
menyerap fosfat bagi pertumbuhannya ( Alaerts, 1984). Keberadaan
senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan
ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01 mg P/L),
pertumbuhan ganggang akan terhalang, kedaan ini dinamakan oligotrop.
Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan
ganggang tidak terbatas lagi (kedaaan eutrop), sehingga dapat mengurangi
jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestrian
ekosistem perairan.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Daerah Penelitian

Daerah Penelitian adalah Daerah sekitar TPA Cipayung Depok yang


terletak pada 06025’00” – 06025’25” LS dan 106 047’12” – 106047’25” BT dalam
jangkaun hingga 500 meter dari TPA, Yang meliputi Kelurahan Cipayung
Kecamatan Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan. (Peta 1)

3.2 Alur Pikir Penelitian

TPA CIPAYUNG DAN DAERAH


SEKITARNYA (KOTA DEPOK)

AIR LINDI CURAH

JARAK PENGGUNA
MERESAP AN TANAH HUJAN TIDAK
KE HUJAN
AKUIFER

KONDISI
HIDROGEO

Kedalaman
muka airtanah Parameter
Ketinggian Menyebar
muka kedalam Kualitas air
Ketinggian airtanah airtanah (TDS, DHL,
NH3-N, NO 3,
Jenis Batuan (PO 4)-3 )

Jenis Tanah
Pola Spasial Kualitas Airtanah
Dangkal di Sekitar TPA Cipayung

Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian

24
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
25

Gambar 3.1 memperlihatkan bahwa kualitas airtanah di sekitar TPA


Cipayung Depok dipengaruhi oleh lindi sebagai sumber pencemar yang berasal
dari buangan pengolahan sampah yang terjadi di TPA Cipayung, selain itu juga
dipengaruhi oleh kondisi fisik dari daerah sekitar yaitu kondisi hidrogeologi dan
geologi yang akan mempercepat zat pencemar bergerak dalam airtanah.
Pengunan tanah dalam penelitian ini digunakan untuk mendukung nilai kualitas
airtanah.. Keberadaan zat pencemar dalam penelitian ini selain berasal dari air
buangan sampah (lindi) juga berasal dari penggunaan tanah daerah tersebut.
Kodisi hidrogeologi dalam penelitian ini terdiri dari, kedalaman muka
airtanah, ketinggian, jenis tanah, dan jenis batuan. Kedalaman airtanah akan
memperangaruhi sumber zat pencemar untuk sampai ke airtanah, semakin dekat
muka airtanah maka akan semakin cepat sumber zat pencemar untuk masuk ke
muka airtanah. Ketinggian digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah
dengan menggunakan kedalaman muka airtanah. Jenis batuan dan Jenis tanah
dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan batuan untuk menyimpan (porositas)
dan meloloskan (permeabilitas) airtanah.
Curah hujan digunakan sebagai sumber utama keberdaan airtanah dalam
siklus hidrologi dan arah aliran airtanah yang sangat dipengaruhi oleh banyaknya
air yang terdapat dalam tanah. Jarak sumur gali penduduk terhadap sumber
pencemar (lindi) digunakan untuk mengetahui sejauh mana zat pencemar akan
bergerak dalam airtanah dalam kondisi fisik yang sudah diketahui (hidrogelogi,
pengunan tanah dan curah hujan).
Berdasarkan pemaparan Gambar 3.1 variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ;
1. Kedalaman muka airtanah
Kedalaman muka airtanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jarak antara permukaan tanah dengan muka airtanah yang diukur
langsung dari sumur gali penduduk.
2. Ketinggian
Ketinggian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketinggian daerah
yang didapatkan dari Peta Digital Rupa Bumi Indonesia (RBI) berupa
data kontur Kota Depok.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


26

3. Ketinggian Muka airtanah


Ketinggian muka airtanah diperoleh dari pengurangan ketinggian tempat
dengan kedalaman muka airtanah.
4. Jenis Batuan
Jenis batuan dalam penelitian ini terdiri dari alluvium, kipas alluvium,
dan formasi Bojong Manik.
5. Jenis Tanah
Jenis tanah dalam penelitian ini terdiri dari alluvium kelabu, latosol
merah, latosol coklat, regosol coklat, dan regosol coklat kemerahan
6. Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah yang digunakan adalah penggunaan yang terdapat di
daerah penelitian
7. Curah Hujan
Curah hujan yang terjadi pada waktu Januari-April 2011 dari stasiun
pengamatan curah hujan Pancoranmas dan stasiun pengamatan di
Fakultas Teknik.
8. Jarak sumur terhadap TPA Cipayung
Jarak sumur gali atau titik sampel terhadap TPA Cipayung dengan
menggunakan metode buffer pada software Arc.Gis 9.3 dengan jarak
jangkauan 100 meter.
9. Konsentrasi parameter TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat.
Konsentrasi dari setiap parameter kualitas airtanah dalam sampel
penelitian didapatkan dari hasil uji laboratorium.

3.3 Metode Pengambilan Lokasi Titik Sampel

3.3.1 Peralatan

Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel airtanah yaitu :


a. Peta Kerja
b. Global Positioning System (GPS)
c. Meteran (ketelitian 1 cm dan panjang maksimal 50 m)
d. Botol gelas

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


27

e. Tabel Isian Survei Lapang


f. Alat Tulis
g. Kamera Digital

3.3.2 Titik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel menggunakan metode systematic


random sampling. Sampel air sumur penduduk pada berbagai jarak
tertentu secara sistematik dari pusat TPA Cipayung yaitu ; Jarak 100
meter, 200 meter, 300 meter, 400 meter, dan 500 meter

Dengan dibatasi jarak tersebut titik sampel dipilih secara random


atau acak pada batasan jangkauan. Jumlah titik sampel yang diambil
disetiap jangkauan yaitu :

a. Jarak 100 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 13 titik
b. Jarak 200 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 8 titik
c. Jarak 300 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 6 titik
d. Jarak 400 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 3 titik
e. Jarak 500 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 3 tiitik

3.3.3 Waktu Pengambilan Sampel di Lapang

Waktu pengambilan sampel dilakukan dalam dua waktu yaitu waktu


hujan dan tidak hujan. Waktu hujan adalah saat terjadi hujan selama tiga
hari berturut-turut dan pengambilan waktu hujan pada tanggal 5 Mei 2011
dan 12 Mei 2011 saat pagi hingga siang hari, sedangakan waktu tidak
hujan sadalah saat tidak terjadi hujan selama tiga hari berturut-turut dan
pengambilan dilakuakan pada tanggal 20 April 2011 dan 23 April 2011
sat pagi hingga siang hari.

3.3.4 Cara Pengukuran Sampel di Lapangan

a. Mencari lokasi sampel yang sebelumnya sudah ditentukan, dengan


menggunakan peta kerja kemudian menentukan koordinat dengan GPS,
dan mencatat hasil pengukuran pada tabel isian survei.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


28

b. Melakukan
ukan pengukuran kedalaman muka airtanah pada sumur, dan
mencatat hasil pengukuran pada tabel isian survei.

3.3.5 Cara Pengukuran Sampel di Laboratorium

a. Menyiapkan
kan alat yang digunakan dalam pengujian yaitu TDS meter,
DHL meter, dan Multiparameter Ion Specific Meter for Environmental
Testing

b. Pengujian kualitas air untuk parameter TDS, dan DHL dengan


menyelupkan alat kedalam air sampel yang sebelumnya dibilas dengan air
yang sama, tunggu hinga 1-2
1 2 menit kemudian catat hasil pengukuran.

c. Pengujian kualitas air untuk parameter nitrat, amoniak,


moniak, dan fosfat.
Memasukan sampel air ke dalam gelas kaca sebanyak 6 ml, masukkan
regen atau indikator
indik setiap parameter yang berbeda. Setelah itu tunggu
hingga 3-55 menit, selanjutnya catat hasil pengukuran setiap parameter.

Sumber : Pengukuran
Peng Laboratorium, 2011

Gambar 3.2 kiri : Alat Multiparameter


ultiparameter Ion Specific Meter for
Environmental Testing,
Testing kanan : Sampel Air Hasil Uji Laboratorium

3.4 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi data survey lapang
(primer) dan data yang diperoleh dari instansti dan studi kepustakaan (sekunder).
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi, yaitu Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas
Di nas Kesehatan, Balai Penelitian Tanah,
Bakosurtanal, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Kebersihan dan

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


29

Pertanaman, TPA Cipayung Depok, Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
yaitu ;

1. Kedalaman muka airtanah diperoleh dari pengukuran langsung di


lapangan pada setiap lokasi titik sampel. Pengukuran jarak antara
permukaan tanah hingga mencapai muka airtanah menggunakan alat ukur
meteran dengan ketelitian satu centimeter. Cara yang digunakan adalah
mengukur kedalaman muka airtanah dari permukaan airtanah hingga bibir
sumur gali dengan mengurangi ketinggian bibir sumur dengan permukaan
tanah. Pengkuran kedalaman muka airtanah dilakukan satu kali saat siang
hari.

2. Ketinggian diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Bakosurtanal


skala 1:5.000 dengan interval kontur 2,5 meter.

3. Ketinggian muka airtanah diperoleh menggunakan data kedalaman muka


airtanah dan ketinggian tempat. Nilai ketinggian muka airtanah ini yang
akan digunakan untuk menentukan arah aliran airtanah.

4. Jenis Batuan diperoleh dari Peta Geologi lembar 1209-4 Jakarta dan
1209-1 Bogor skala 1:100.000

5. Jenis Tanah diperoleh dari peta tanah Kabupaten Bogor skala 1:100.000
keluaran Balai Penelitian Tanah Tahun 1990.

6. Penggunaan Tanah diperoleh dari Badan Perencanaan Pembaangunan


Daerah (BAPPEDA) berupa Citra Ikonos Kota Depok Tahun 2009 skala
1:10.000.

7. Curah Hujan data curah hujan daerah penelitian diperoleh dari stasiun
pengamatan curah hujan Kota Depok yang berasal dari Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air.

8. Jarak sumur gali dari TPA Cipayung didapatkan dari pengukuran jarak
rata- rata antara titik sampel dengan TPA menggunakan software Arc.Gis
9.3 yaitu menggunakan Generate Near Tabel.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


30

9. Nilai parameter kualitas airtanah (TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan


Fosfat) didapatkan dengan pengambilan sampel di lapangan yang berasal
dari sumur gali penduduk. Kemudian di uji dilaboratorium dengan
menggunakan alat-alat TDS meter, DHL meter, dan menggunakan alat
tipe C 206 Multiparameter Ion Specific Meter for Environmental Testing
keluaran Hanna Instrument untuk pengujian Nitrat, Amoniak, dan Fosfat.

10. Penentuan lokasi titik sampel di sekitar TPA Cipayung yaitu Kelurahan
Pasir Putih dan Kelurahan Cipayung dalam jangkauan hingga 500 meter
sebanyak 33 sampel

11. Administrasi daerah penelitian diperoleh dari peta rupabumi Kota Depok
Skala 1:10.000 yang berasal dari BAPPEDA Kota Depok tahun 2009.

3.4 Pengolahan data

Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian ini, baik tabular maupun
spasial dibuat dan diolah dengan sisitem database berbasis sistem Informasi
Geografi (SIG) dengan memanfaatkan software Arc.view 3.3 dan Arc.Gis 9.3.
Tahapan pengolahan data berasal dari data primer dan data sekunder akan
menghasilkan :

1. Peta Jenis Batuan


Peta jenis batuan ini diolah dari peta digital jenis batuan Kota Depok tahun
1992-1993 dengan skala 1:100.000 keluaran Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi (P3G).
2. Peta Jenis Tanah
Peta jenis tanah ini diolah dari peta digitasi jenis tanah Kota Depok tahun 1990
dengan skala 1:100.000 keluaran Balai Penelitian Tanah.
3. Peta Penggunan Tanah
Peta Penggunaan tanah ini diperoleh dari foto udara Kota Depok Tahun 2009
yang berasal dari BAPPEDA Kota Depok dengan skala 1 :10.000. dan
kemudian dilakukan interpretasi ulang untuk menentukan jenis penggunaan
tanah.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


31

4. Peta Kedalaman Muka Airtanah (MAT)


Peta kedalaman muka airtanah diperoleh melalui proses interpolasi dengan
memasukkan nilai kedalaman muka airtanah yang berasal dari pengukuran
lapangan langsung pada sumur gali penduduk. Menggunakan Extention
Spatial Analys dengan metode IDW (Inverse Distance Weighted) pada menu
interpolated grid, kemudian dibuat kontur kedalaman muka airtanah.
5. Peta Arah Aliran Airtanah
Peta arah aliran airtanah dibuat dengan menggunakan data ketinggian muka
airtanah yang kemudian menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian yang sama, dan selanjutnya menarik garis tegak lurus terhadap
garis yang memiliki nilai yang sama. Aliran airtanah mengalir menuju
ketinggian yang lebih rendah atau mengalir kedaerah tangkapan air seperti
sungai atau danau.
6. Peta Interpolasi Kualitas Airtanah parameter TDS, DHL, Nitrat, Amoniak,
dan Fosfat) memasukkan hasil uji laboratorium ke dalam software Arc.Gis
9.3 menggunakan Extention Spatial Analyst dengan metode IDW (Inverse
Distance Weighted) pada menu interpolated to Raster. Kemudian membuat
kontur indek sebagai nilai wilayah yang tercemar. Pembagian wilayah
tercemar berdasarkan standar baku mutu kualitas air, parameter TDS 1000
ppm, DHL 750 µS, Nitrat 10 mg/l, Amoniak 0,5 mg/l, dan Fosfat 0,2 mg/l.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


32

3.5 Analisis Data

Untuk menjawab pertanyaan penelitian akan dilakukan dua tahapan


analisis yaitu :

a. Untuk menjawab masalah pertanyaan pertama yaitu “ Bagaimana pola


spasial kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok?”,
analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi Inverse
Distance Weigthted (IDW) kemudian dideskripsikan dari hasil
keruangan yang berasal di interpolasi yang digunakan untuk menjelaskan
pola spasial kualitas airtanah dangkal yang terkandung disetiap titik
sampel.
b. Untuk menjawab masalah kedua “Apakah pola spasial kualitas airtanah
dangkal yang terbentuk dipengaruhi oleh penggunaan tanah, jenis
bantuan, jenis tanah, dan jarak ke TPA?”
Analisis yang digunakan adalah analisis overlay dan diperkuat dengan
analisis kuantitatif. Analisis overlay digunakan untuk melihat hubungan
keruangan variabel, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk
melihat variasi nilai rata-rata konsentrasi setiap parameter (TDS, DHL,
Nitrat, Amoinak, dan Fosfat) pada jenis batuan, jenis tanah, dan
penggunaan tanah metode statistic yang digunakan adalah One Way of
Anova. Sementara untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi setiap
parameter dengan kedalamam muka airtanah, tekstur tanah, dan jarak
sampel air ke TPA Cipayung menggunakan metode statistik Person’s
Product Moment
3.5.1 Uji Statistik

a. Analisis Varians (ANOVA)

Langkah-langkah dalam uji statistic ANOVA yaitu;

i. Tes Homogenitas Varian (Test of Homogeneity of


Varience)
Asumsi dasar dari analsis ANOVA adalah bahwa seluruh kelompok yang
terbentu harus memiliki variaanya sama. Untuk menguji asumsi dasar ini
dapat dilihat dari hasil test homogenitas dan varians dengan menggunakan

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


33

uji Levens Statistik dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%, yaitu


α=0,05.

Hipotesis yang digunakan dalam tes homogenitas varian adalah :


Ho : Diduga bahwa seluruh varians populasi adalah sama
Hi : Diduga bahwa seluruh varians populasi adalah berbeda
Dasar dari pengambilan keputusan adalah:
Jika probabilitas >0,05, maka Ho diterima
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak
ii. Pengujian ANOVA (Uji F)
Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa semua
kelompok mempunyai mean populasi yang sama adalah Uji F. Harga F
diperoleh dari rata-rata jumlah kuadrat dalam kelompok dengan rumus :

Keterangan :

= Variansi anatar perlakuan

= Variansi dalam perlakuan


Hipotesis yang digunakan dalam uji ANOVA :

Ho : Diduga bahwa seluruh kelompok dari rata-rata populasi

Hi : Diduga bahwa seluruh kelompok dart rata-rata populasi


Dasar dari pengambilan keputusan :

Jika F hitung < F tabel 0,05, maka Ho diterima

Jika F hitung > F tabel 0,05, maka Ho ditolak

iii. Test Post Hoc


Dari pengujian ANOVA (F test) telah diketahui bahwa secara umum
seluruh kelompok memiliki perbedaan (tidak sama). Untuk mengetahui
lebih lanjut perbedaan yang terjadi antara kelompok maka digunakan Test
Post Hoc dengan menggunakan salah satu fungasi Tukey.
Adapun hipotesis yang digunakan dalam tes ini adalah :

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


34

Ho : Diduga bahwa kedua kelompok memiliki nilai rata-rata


yang sama
Hi : Diduga bahwa kedua kelompok memiliki nilai rata-rata
yang berbeda

Dasar dari pengambilan keputusan adalah :

Jika probabilitas >0,05, maka Ho diterima

Jika probabilitas <0,05, maka Ho ditolak

b. Metode Stastistik Uji Person’s Product Moment


Teknik ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua
variabel yang memiliki jenis data interval. Rumus yang digunakan :

N xy (x )(y )


r
[ N x2 (x)2 ][ N y2 ( y)2 ]

Dimana ;
r = koefisien korelasi
N = jumlah sampel
x = variabel bebas
y = variabel terikat

korelasi ini mempunyai nilai antara -1, 0, dan +1. Tanda + (plus)
atau – (min) adalah penanda arah dari hubungan variabel tersebut. Jika
tandanya + (plus) maka hubungannya searah, artinya semakin tinggi nilai
x semakin tinggi juga nilai y. Sedangkan jika tandanya – (min) maka
hubungannya dua arah, artinya semakin tinggi nilai x maka nilai y
semakin rendah. Parameter untuk menyatakan besar kecilnya korelasi
adalah sebagai berikut;
r= 0,80 – 1,00 hubungan sangat kuat
0,60 – 0,80 hubungan kuat
0,40 – 0,60 hubungan sedang
0,20 – 0,40 hubungan lemah
0,00 – 0,20 hubungan sangat lemah

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


BAB IV

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Daerah Penelitian

4.1.1 Letak TPA Cipayung

Secara geografis lokasi Kota Depok terletak pada koordinat antara


06018’00” – 06028’00” LS dan 106 043’00” – 106055’00” BT, dengan luas sebesar
2002,90 Ha. Sedangkan lokasi Tempat Pembungan Sampah (TPA) Cipayung
terletak pada 06025’00” – 06025’25” LS dan 106047’12” – 106047’25” BT. Lokasi
TPA Cipayung secara administrasi berbatasan langsung dengan :

 Sebelah Utara : Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Cipayung


 Sebelah Selatan : Kelurahan Cipayung Jaya, Kecamatan Cipayung
 Sebelah Timur : Kelurahan Ratu Jaya, Kecamatan Sukmajaya
 SebelahnBarat : Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan

Dalam lingkup Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung, lokasi TPA


berada pada Rukun Warga (RW) 07 dengan RW-RW yang berada disekitarnya
adalah RW 08 (sebelah selatan TPA), RW 06 (sebelah utara TPA) dan RW 04
(sebelah timur TPA) serta RW 03 (sebelah timur laut TPA). Kelurahan yang
berada di sebelah Barat TPA Cipayung adalah Kelurahan Pasir Putih Kecamatan
Sawangan. Dalam lingkup Kelurahan ini, RW-RW yang berdekatan di sekitar
TPA adalah RW 02 dan RW 04. Luas TPA Cipayung pada awalnya 9,10 Ha dan
mengalami perluasa lahan 2,00 Ha, sehingga luas TPA ciayung saat ini mencapai
11,10 Ha.

35 Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
36

4.1.2 Kelurahan Cipayung

Kelurahan Cipayung merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan


Cipayung, Kota Depok. Luas Kelurahan Cipayung adalah 286,5 Ha. Batas-
batas Kelurahan Cipayung yaitu :
 Sebelah Utara : Kelurahan Rangkapan Jaya
 Sebelah Timur : Kelurahan Cipayung Jaya
 Sebelah Selatan : Kelurahan Ratujaya
 Sebelah Barat : Kelurahan Pasir Putih

4.1.3 Kelurahan Pasir Putih

Kelurahan Pasir Putih adalah satu kelurahan yang berada di Kecamatan


Sawangan, Kota Depok. Luas Kelurahan Cipayung adalah 486 Ha. Batas-
batas Kelurahan Pasir Putih yaitu :
 Sebelah Utara : Kelurahan Sawangan Baru
 Sebelah Timur : Kelurahan Cipayung
 Sebelah Selatan : Desa Raga Jaya
 Sebelah Barat : Kelurahan Bedahan

4.2 Ketinggian

Secara umum daerah penelitian merupakan dataran rendah. Ketinggian


rata-rata daerah penelitian yang meliputi Kelurahan Cipayung dan Kelurahan
Pasir Putih berada pada 71-104 mdpl. Semakin ke utara, ketinggian semakin
rendah, dan daerah yang mendekati aliran sungai pun semakin rendah. Dengan
Wilayah ketinggian

a. Ketinggian 71 – 82 mdpl, mempunyai luas 13,5 Ha atau 9.22% dari luas


daerah penelitian.
b. Ketinggian 82 – 93 mdpl, mempunyai luas 61,51 Ha atau 41.83% dari luas
daerah penelitian.
c. Ketinggian 93 – 104 mdpl, mempunyai luas 71,98 Ha atau 48.95% dari luas
daerah penelitian.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


37

4.3 Curah Hujan

Secara umum kondisi iklim daerah penelitian adalah beriklim tropis yang
dipengaruhi oleh iklim muson, musim kemarau antara bulan April - September
dan musim hujan antara bulan Oktober – Maret. Pada stasiun pengamatan curah
hujan yang terdapat di Pancoran Mas besar curah hujan bulanan pada waktu
Januari – April 2011 berkisar antara 96 – 212 mm/bulan, curah hujan tertinggi
terdapat pada bulan April sebesar 212 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 14
hari. Sedangkan untuk curah hujan tahunan yang diperoleh pada waktu 2010
sebesar 3160 mm/tahun.

4.4 Hidrologi
Kondisi hidrologi daerah penelitian dibedakan menjadi dua bagian yaitu
hidrologi permukaan dan kondisi hidrogeologi yaitu :

4.4.1 Hidrologi Permukaan

Secara umum daerah penelitian dilalui oleh satu aliran permukaan yaitu
Kali Pesanggrahan yang menjadi pembatas administrasi antara Kelurahan
Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih. Kali Pesanggrahan mengalir dari
Kabupaten Bagor melewati Kecamatan Cipayung dan Sawangan (Kelurahan
Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih) yang kemudian masuk ke aliran
Cengkareng.

4.4.2 Hidrogeologi

Airtanah adalah sumber utama untuk kebutuhan air bersih masyarakat


Depok, khusunya di daerah penelitian. Reservoir airtanah terdapat pada batuan
tersier dan kuarter. Endapan kuarter dan endapan tersier vulkanik bersilang
dengan endapan kaurter sungai.

Muka airtanah pada sistem akuifer tidak tertekan (< 30 meter), airtanah
pada sistem ini merupakan airtanah dangkal atau airtanah bebas. Airtanah
bebas kondisinya sangat dipengaruhi oleh curah hujan. pada musim kemarau
muka airtanah turun, sedangkan pada musim hujan cenderug naik, hal ini
dikarenakan terjadi pengisian kembali pada sistem akuifer tersebut. airtanah

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


38

bebas juga dipengaruhi oleh morfologi permukaan dan wilayah lembah


dengan toografi yang rendah.

4.5 Geologi

Kondisi geologi daerah penelitian didominasi kipas alluvial (Qav), satuan


ini merupakan hasil endapan batuan gunung api muda di Dataran Tinggi Bogor,
diendapakan dalam lingkungan darat, terdapat hingga kedalaman sekitar 25 m,
dicirikan oleh pola persebaran yang membentuk kipas vulkanik serta endapan tuf.
Satuan ini sangat poros, merupakan akuifer yang baik, dan memiliki nilai
produktifitas akuifer tinggi, persebaran luas dengan debit airtanah 1-5 lt/detik
bahkan lebih dari 5 lt/detik, dan mempunyai daya dukung pondasi yang baik serta
permeabilitas rendah.

Endapan alluvial (Qa) yang berusia resent yang terdiri dari endapan
material lepas berukuran lempung, pasir, dan kerikil. Satuan ini bersifat lepas,
hasil erosi dan pelapukan, yang terdapat di sepanjang aliran sungai
Pesanggarahan. Selain itu juga terdapat jenis Formasi Bojongmanik.

4.6 Jenis Tanah

Jenis tanah daerah penelitian terdiri lima jenis tanah yaitu Aluvium kelabu
yang merupakan jenis tanah yang mempunyai drainase terhambat karena memiliki
konduktivitas rendah dan daya menahan air (porositas) rendah sampai sangat
rendah. Latosol merah yang terbentuk dari tuf vulkan andesitik-basaltis tekstur
tanah yang halus, karekteristik kelas drainase tanah sedang karena tanah memiliki
kemampuan konduktivitas hidraulik sedang sampai agak rendah dan dapat
menahan air rendah, serta tanah basah dekat dengan permukaan. Asosiasi latosol
merah memiliki tektur tanah yang halus dengan drainase sedang terhambat. Jenis
tanah yang selanjutnya yang terdapat di daerah penelitian adalah asosisasi regosol
coklat yang berasal dari batuan kapur, tekstur tanah yang agak kasar dan halus,
dan kemampuan drainase yang cepat. Serta jenis regosol coklat yang memiliki
tekstur agak kasar dan memiliki kemampuan drainase yang cepat.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


39

4.7 Penggunaan Tanah

Penggunaan tanah daerah penelitian berdasar foto udara BAPPEDA Kota


Depok Tahun 2009. Penggunaan tanah daerah penlitian yang meliputi Kelurahan
Pasir Putih, dan Kelurahan Cipayung terdiri tegalan.ladang, kawasan campuran,
lahan irigasi,dan perumahan swadaya. Pada Tabel 4.1 diperlihatkan jenis
pernggunaan tanah, beserta luasannya di daerah penelitian :

Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah Daerah Penelitian

No Pengguaan Tanah Luas (Ha)

1 Sawah Tadah Hujan 15,82

3 Sawah Irigasi 3,0

4 Tegalan 3,31

5 Campuran 33,21

6 Permukiman Tidak Teratur 28,32

7 TPA Cipayung 11,10


Sumber : Citra Ikonos Kota Depok, 2009

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


40

4.8 Kondisi Demografi

4.8.1 Kelurahan Cipayung


Kondisi demografi Kelurahan Cipayung memiliki jumlah penduduk
pada tahun 2010 adalah 19.283 Jiwa, terdiri dari 4.887 Kepala Keluarga (KK),
dengan rata-rata kepadatan penduduk 55,4%. Data Jumlah Penduduk
Kelurahan Cipayung sebagai berikut;

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin


Kelurahan Cipayung Tahun 2010

No Kelompok Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah


1 0-4 879 779 1.658
2 5 -9 913 891 1.804
3 10 - 14 937 899 1.836
4 15 - 19 813 799 1.612
5 20 - 24 856 897 1.753
6 25 - 29 971 977 1.948
7 30 - 34 873 897 1.770
8 35 - 39 853 843 1.696
9 40 - 44 753 664 1.417
10 45 - 49 615 591 1.206
11 50 - 54 463 448 911
12 55 - 59 289 275 564
13 60 - 64 213 199 412
14 65 - 69 189 187 376
15 70 - 74 74 71 145
16 75 - 79 65 59 124
17 >80 27 24 51
Jumlah 9.783 9.500 19.283
Sumber : Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung Tahun 2010

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


41

>80
75 - 79
70 - 74
65 - 69
60 - 64
55 - 59
50 - 54
45 - 49
40 - 44
35 - 39
30 - 34
25 - 29
20 - 24
15 - 19
11 - 15
5 - 10
0-4

1500 1000 500 0 500 1000 1500


Perempuan Laki-Laki

Sumber : Diolah Dari Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung Tahun 2010

Gambar 4.1 Piramida Penduduk Kelurahan Cipayung Kota Depok

Berdasarkan gambar 4.1 kondisi penduduk di Kelurahan Cipayung Depok


usia produktif yaitu usia (20-44 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia yang lainnya. Dengan demikian Kelurahan Cipayung memiliki
penduduk dengan usia produktif tinggi dan dapat mengembangakan daerahnya.

Dari gambar tersebut juga dapat terlihat bentuk dari piramida penduduk
ekspansif yaitu mengembang di bagian tengah dan mengecil di bagian atas yaitu
pada usis lebih dari 60 tahun. Jika dilihat dari kondisi saat survey lapang,
Kelurahan Cipayung cukup maju dengan banyak aktifitas perdagangan serta
kegiatan ekonomi yang berjalan dengan baik, dari tingkat kesejahteraan pun
terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan di Kelurahan Pasir
Putih Sawangan dengan kondisi rumah yang sudah permanen dan teratur.

4.8.2 Kelurahan Pasir Putih

Kondisi demografi Kelurahan Pasir Putih pada tahun 2010 memiliki


14.886 Jiwa, dengan jumlah Kepala Keluraga (KK) sebanyak 4300 KK. Data
jumlah penduduk Kelurahan Pasir Putih menurut tingkatan usia sebagai
berikut :

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


42

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia Kelurahan Pasir Putih


Tahun 2010

No Kelompok Usia Jumlah


1 0 -5 1.920
2 6 - 10 1.581
3 11 -15 1.239
4 16 -20 1.429
5 20 - 25 1.304
6 26 - 30 1.362
7 31 - 35 1.383
8 36 - 40 1.258
9 41 - 45 928
10 46 - 50 855
11 51 - 55 551
12 56 - 60 421
13 >61 655
Jumlah 14.886
Sumber : Laporan Tahunan Kelurahan Pasir PutihTahun 2010

Berdasarkan Tabel 4.3 komposisi penduduk menurut usia di Kelurahan


Pasir Putih, Sawangan. Jumlah penduduk semakin berkurang pada tingkat usia
yang lebih tinggi. Dengan demikian usia balita hingga muda yaitu (0-10 tahun)
lebih banyak dibandingkan dengan usia produktif. Hal ini berbeda dengan
komposisi penduduk di Kelurahan Cipayung dengan usia produktif lebih tinggi.

Kondisi yang demikian, membuat kondisi yang berbeda dari tingkat


kesejahteraan penduduk Kelurahan Pasir Putih lebih rendah dibandingkan dengan
Kelurahan Cipayung, berdasrakan hasil survey lapang juga membuktikan bahwa
kualitas hidu penduduk Pasir Putih lebih rendah, dilihat dari kondisi rumah dan
kegiatan yang ekonomi yang kurang berkembang.

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Jenis Batuan

Jenis batuan di daerah penelitian terdiri dari alluvium (Qa), kipas alluvium
(Qav), dan formasi bojong manik (Tmb). Berdasarkan Tebel 5.1, jenis batuan
yang paling mendominasi di daerah penelitian adalah kipas alluvium dengan luas
59,42 Ha. Kipas alluvium merupakan jenis batuan yang tuf halus berpasir, tuf
pasiran, dan berselingan dengan tuf konglomerat. Pada peta 4 diperlihatkan
sebaran masing-masing jenis batuan yang terdapat di daerah penelitian.

Sebaran kipas alluvium terdapat merata diseluruh daerah penelitian.


Sedangkan, jenis batuan alluvium sebarannya terdapat di bagian utara hinggan
timur laut TPA Cipayung yang terdapat di Kelurahan Cipayung. Jenis batuan
alluvium memiliki luas sebersar 22,77 Ha. Jenis batuan alluvium merupakan jenis
batuan yang terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkahan

Tabel 5.1 Luas Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung

No Jenis Batuan Luas (Ha)


1 Alluvium (Qa) 22,77
2 Kipas Alluvium (Qav) 59,57
3 Formasi Bojong Manik (Tmb) 15,42

Total 97,76
Sumber: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung (1992-1993)

Jenis batuan formasi bojong manik terdapat dibagian tenggara TPA


Cipayung dengan luas seberar 15,42 Ha. Formasi bojong manik ini merupakan
persilangan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan gamping didalamnya

43
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
44

5.1.2 Jenis Tanah

Jenis tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan


konsentrasi parameter kualitas airtanah (TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat)
di permukaan tanah menuju airtanah, yang terkait tekstur tanahnya. Pada Tabel
5.2 diperlihatkan jenis tanah di sekitar TPA Cipayung beserta luasan (Ha), yang
terdiri dari latosol merah, alluvium kelabu, regosol coklat, asosiasi regosol coklat
kemerahan dengan laterit airtanah dan asosiasi latosol coklat kemerahan dengan
laterit airtanah.

Tabel 5.2 Luas Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung

No Jenis Tanah Luas (Ha)


1 Latosol Merah 34,63
2 Alluvium Kelabu 29,57
3 Regosol Coklat 8,47
4 Asosiasi Regosol 3,16
5 Asosiasi Latosol Coklat 21,93
Total 97,76
Sumber : Balai Penelitian Tanah Tahun 1990

Jenis tanah yang paling mendominasi di daerah penelitian adalah latosol


merah dengan luas 34,63 Ha. Pada peta 5 diperlihatkan sebaran latosol merah
terdapat di bagian timur TPA Cipayung, untuk jenis tanah alluvium kelabu
terdapat disepanjang aliran Kali Pesanggrahan yang memisahkan Kelurahan
Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih yang memiliki luas 29,57 Ha. Di bagian
barat TPA memiliki jenis tanah asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit
airtanah yang berada di Kelurahan Pasir Putih dengan luas 21,93 Ha. Sementara
untuk jenis tanah asosiasi regosol coklat dengan laterit coklat terdapat di sebagian
kecil barat laut TPA dengan luas 3,16 Ha, dan untuk jenis tanah regosol coklat
berada di bagian Tenggaran dan Timur Laur TPA dengan luas sebesar 8,47 Ha.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
45

5.1.3 Kedalaman Muka Airtanah

Kedalaman muka airtanah (Depth to ground water) daerah penelitian


diperoleh dari hasil survey lapangan pada bulan April dan Mei 2011. Wilayah
kedalaman muka airtanah dapat dibagi menjadi 5 kelas klasifikasi yaitu kurang
dari 5 meter, 5 - 10 meter, 10 - 15 meter, 15 – 20 meter, dan lebih dari 20 meter,
dengan luas dengan luas wilayah kedalaman terdapat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Luas Kedalaman Muka Airtanah

No Klasifikasi (m) Luas (Ha) Presentase


1 <5 19,55 20%
2 5 - 10 62,68 64,12%
3 10 - 15 13,41 13,72%
4 15 -20 1,77 1,81%
5 > 20 0,33 0,35%
Total 97,76 100%
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Pada Tebel 5.3 diperlihatkan bahwa kedalaman muka airtanah yang


mendominasi di daereh penelitian adalah pada wilayah kedalaman 5-10 meter
dengan luas 62,68 Ha atau 64,10% dari luas daerah penelitian. Wilayah dengan
kedalaman tersebut tersebar di bagian utara, timur, selatan, dan barat. Sedangkan
untuk wilayah kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter dengan luas yang
lebih sempit sebesar 19,55 Ha atau 20% dari luas daerah penelitian, wilayah ini
berada di bagian barat, timur, dan sebagian kecil selatan dari tempat pembuangan
akhir. Wilayah dengan kedalaman 10-15 meter dengan luas 13,41 Ha atau 13,70%
dari luas daerah penelitian, berada di bagian barat dan utara. Pada wilayah
kedalaman 15 hingga 20 meter dengan luas 1,77 Ha atau 1,80% dari luas daerah
penelitian. Sedangkan wilayah kedalaman muka airtanah yang lebih dari 20 meter
memiliki luas 0,33 Ha atau 0,34% dari luas daerah penelitian, yang merupakan
wilayah kedalaman yang memiliki luasan terkecil dari luas daerah penelitian.
Wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki jenis batuan formasi bojong
manik, hal ini menyebabkan untuk mencapai permukaan airtanah dibutuhkan
kedalaman yang lebih dalam.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
46

Pada peta 6 diperlihatkan bahwa wilayah dengan kedalaman muka


airtanah kurang dari 5 meter tersebar di bagian tenggara
enggara dan timur daerah
penelitian. Contoh wilayah dengan kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter
dapat dilihat pada titik D2, dan A7 dibagian timur laut,
aut, dan dibagian selatan pada
titik C3, B7, dan B6,
B6 di sebelah utara sumur yang memiliki wilayah kedalaman
kurang dari 5 meter adalah titik A10 dan D1. Wilayah ini terdapat pada jenis
batuan berupa alluvium dan kipas alluvium, dengan jenis tanah latosol merah dan
regosol coklat.

Sumber :Survey Lapang, 2011

Gambar 5.11 Sumur Gali (sampel A10 : kiri, sampel D1 :kanan )

Wilayah kedalaman muka airtanah 5-10


5 10 meter tersebar hampir diseluruh
daerah penelitian. Lokasi yang memiliki wilayah dengn kedalaman muka airtanah
5 - 10 meter ditunjukan di bagian barat yaitu yaitu E1, D3, C4, B1,
B1 dan B8 yang
merupakan Kelurahan Pasir Putih, Sawangan . Sedangkan untuk Kelurahan
Cipayung untuk wilayah kedalaman antara 5 hingga 10 pada sampel A1, C2, A1’
yang berada di bagian utara daerah penelitian. Dengan jenis batuan kipas alluvium
dan jenis tanah asosiasi regosol latosol coklat dan latosol merah

Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 10 hingga 15 meter menye bar


dibagian utara yaitu di Kelurahan Cipayung tepatnya di kampung Beda Barat
yang terdapat pada titik A2, dan B3. Bagian timur contoh
ontoh sampel yang memiliki
kedalaman muka airtanah 10 hingga 15 meter adalah sampel B4,, dan bagian barat
laut
aut di Kelurahan Pasir Putih terdapat pada sampel C6 dengan kedalaman muka

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
47

airtanah 10 sampai 15 meter.


meter Wilayah ini memiliki ketinggian 80-100
80 meter di
atas permukaan laut sehingga kedalaman muka airtnahanya lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah yang memiliki ketinggian yang rendah .

Sumber :Survey Lapang, 2011

Gambar 5.22 Sumur Gali (sampel A2 : kiri, sampel B3 :kanan


:kanan)

Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 15 hingga 20 meter berada di


bagian utara
tara pada sampel E2, bagian timur terlihat pada sampel C5 yang terletak
di Kelurahan Cipayung,
Cipayung Sedangkan untuk wilayah yang memiliki kedalaman
muka airtanah lebih besar dari 20 meter
me terlihat pada sampel A6,, karena wilayah
ini dekat dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir Cipayung (TPA) membuat
masyarakat membuat sumur gali pad a kedalaman yang lebih tinggi di banding
dengan daerah lain serta
ser didukung oleh kondisi daerah yang merupakan
merupaka daerah
kapur untuk mendapatkan air harus memiliki kedalaman yang lebih dalam.

5.1.4 Ketinggian Muka Airtanah

Ketinggian muka airtanah diperoleh dengan mengurangi ketinggian tempat


terhadap kedalaman muka airtanah sumur gali. Ketinggian muka airtanah ini
digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah yang akan mengalir. Arah aliran
ini biasanya akan menuju ke daerah
dae rah tangkapan seperti danau atau sungai. Pada
daerah penelitian yang memiliki ketinggian antara 71-104 meter dari permukaan
laut (mdpl),, dengan ketinggian semakin berkurang kearah utara dan timur dan
kedalaman muka airtanah yang bervariasi antara 0,5-25 meter, serta
erta kondisi fisik
daerah yang dekat dengan aliran sungai membuat arah aliran airtanah cenderung
akan menuju aliran sungai atau mengarah ke bagian timur laut. Dengan adanya

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
48

arah aliran airtanah ini maka akan dapat diketahui proses penyebaran zat
pencemar yang disebabkan oleh air.

Ketinggian muka airtanah di daerah penelitian berkisar 72 hingga 92 meter.


Wilayah dengan ketinggian 72 meter berada di bagian utara TPA yang lokasinya
berdekatan dengan aliran sungai. Sementara untuk wilayah dengan ketinggian 78-
88 meter hampir menyebar diseluruh daerah penelitian. Sedangkan untuk wilayah
yang memiliki ketinggian 93-98 meter berada di bagian barat dan timur TPA yang
dimana lokasi ini berada pada wilayah ketinggian hingga mencapai 100 meter dari
permukaan laut.

Pada peta 7 diperlihatkan arah aliran airtanah di daerah penelitian menuju


ke arah aliran sungai di bagian timur laut. Dan arah aliran sungai menuju kearah
utara. sehingga proses penyebaran zat pencemar airtanah dapat berasal dari
selatan dan barat daerah pernelitian dan menuju ke arah utara. Sedangkan dari
arah timur arah aliran airtanah menuju ke arah barat laut yang menuju aliran air
sungai.

5.1.5 Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TPA Cipayung Depok

Kualitas air di sekitar TPA Cipayung berdasarkan hasil pengukuran


memiliki variasi antara satu parameter dengan parameter yang lain. Parameter
yang digunakan dalam penelitian ini adalah TDS (Total Dissolved Soild), DHL
(Daya Hantar Listrik), Nitrat (NO 3), Amoniak (NH3-N), dan Fosfat (PO4)-3 . Fokus
pembahasan kualitas air disini adalah kualitas airtanah dangkal atau sumur gali
penduduk warga sekitar TPA, karena daerah penelitian merupakan daerah sekitar
TPA maka dalam penelitian ini juga mengukur kualitas air di kolam lindi TPA
sebagai hasil buangan dari proses pengelolaan sampah dan kualitas air sungai
inlet, tengah, dan outlet. Pengukuran tersebut digunakan sebagai pembanding dan
diasumsikan sebagai sumber pencemar airtanah dangkal (sumur gali).

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
49

5.1.5.1 Kualitas Air Lindi TPA Cipayung

Kolam lindi merupakan tempat hasil buangan dari proses pengolahan


sampah akhir pada sistem control landfill dan sanitary landifill. Kolam ini
merupakan tempat penampungan limbah akhir yang berupa cairan dalam satu
penampungan atau kolam tertentu yang dilakukan proses penyaringan limbah
untuk mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh air lindi tersebut. Kolam
lindi ini yang menjadi salah satu faktor terjadinya pencemaran airtanah di
sekitar TPA karena air lindi yang meresap kedalam tanah dan air permukaan.
Dengan demikian maka perlu dilakukan pengukuran nilai konsentrasi setiap
parameter pada air lindi, berikut merupakan hasil pengukuran nilai konsentrasi
air lindi :

Tabel 5.4 Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air Lindi

Nitrat Amoniak Fosfat


TDS (ppm) DHL (µS) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
No Titik TH H TH H TH H TH H TH H
1 A4(1) 2380 2460 3630 3750 3,4 8,5 0,3 0 2,75 0
2 A4(2) 2250 2050 3670 3560 3,1 1,3 0,25 0,36 0 0,67
3 A4(3) 2200 2100 2730 2650 0 0,7 0,05 0,41 0 0,81
4 A9 2600 2300 4720 3450 1,8 1,75 0,5 0,01 0 1,79
Sumber : Diolah dan Hasil Survey Lapang, 2011

Keterangan TH : Tidak Hujan

H : Hujan

Pada Tabel 5.3 diperlihatkan bahwa nilai konsentrasi TDS dan DHL pada
air lindi melebihi baku mutu dan nilai yang sangat tinggi tingkat pencemarnya.
Baik pengukuran waktu hujan dan tidak hujan, sedangkan untuk nilai konsentrasi
nitrat, amoniak, dan fosfat pada hasil pengukuran hujan dan tidak hujan masih
berada dibawah standar baku mutu kualitas air. Untuk parameter nitrat, amoniak,
dan fosfat memang merupakan senyawa yang sudah ada di alam bebas dan dapat
meningkat karena aktivitas manusia.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
50

(b)

(c ) (a)

Sumber : Survey Lapang, 2011

Gambar 5.3 (a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan (c)
Kolam Lindi Lama (2000)

5.1.5.2 Kualitas Air Berdasarkan Parameter TDS (Total


( Total Dissolved Soild)
Soild

Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi TDS pada waktu hujan


tidak hujan memiliki kisaran nilai 52,2 ppm – 323 ppm. Pada pengukuran
hujan rata-rata
rata nilai TDS sebesar 111,2 ppm, sementara pada waktu tidak
hujan rata-rata
rata nilai TDS sebersar 119, 1 ppm. Dengan demikian nilai TDS
pada waktu tidak hujan lebih tinggi dibandingkan pada pengukuran tidak
hujan. Nilai konsentrasi
konsentras TDS baik hujan dan tidak hujan tergolong baik,
karena nilai tersebut di bawah baku mutu kualitas air golongan I untuk
kebutuhan air bersih sebesar 1000 ppm..
ppm.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
51

400

Nilai TDS( ppm)


300
200
100
0
A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2
Tidak Hujan Hujan Titik Sampel

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.44 Nilai Konsentrasi TDS Pada Waktu Tidak Hujan


dan Waktu Hujan

Gambar 5.4 diperlihatkan lokasi-lokasi


lokasi lokasi sampel dan nilai konsentrasi TDS.
Pada waktu hujan nilai konsentrasi TDS lebih rendah dibandingan dengan
nilai pada waktu tidak
t hujan. Lokasi sampel dengan nilai TDS tertinggi pada
waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada lokasi yang sama yaitu A 6 dan B7.
Lokasi ini berada pada jarak 100 hingga 200 meter dari TPA. Untuk lokasi
A6 berada di sabelah timur TPA, serta dekat dengan
denga n tempat pengolahan
sampah (daur ulang) dan B7 berada di selatan TPA.

Pengkurana kualitas TDS pada waktu hujan tidak begitu mengalami


fluktuasi yang tinggi atau hampir sama dengan pengukuran waktu tidak
hujan. Wilayah dengan nilai TDS yang terendah waktu
tu hujan sebesar 36,9
36
ppm yaitu pada lokasi C5 yang berjarak 300 meter dari TPA.
TPA Sedangkan
untuk nilai ukur TDS yang terbesar adalah 234 ,88 ppm yaitu titik A6.

Secara spasial konsentrasi TDS pada waktu hujan. Pada p eta 8


diperlihatkan persebaran kuliatas TDS mengelompok sesuai dengan
klasifikasi nilai TDS.
TDS Wilayah dengan nilai TDS kurang dari 80 ppm berada
di bagian utara
tara TPA dan mengarah ke arah barat TPA. Lokasi yang memiliki
nilai kurang dari 80 ppm adalah A1, A1’, A2, A10, B1, B2,, C1, C2, C5, D1,
dan E1 dengan luas 38,39 Ha atau 39% dari luas daerah penelitian . Lokasi
ini berada pada rentang jarak 100 – 500 meter dari TPA,, dengan jenis batuan
kipas alluvium. Sementara untuk wilayah dengan nilai TDS berkisar antara
80 hingga 160 ppm terdapat pada lokasi B2, B6, C6, dan E2,, yang berada di
bagian tengah TPA dan membentang dari Barat dan Timur, yang memiliki
luas sebesar 24,84 Ha atau 25%.
25%

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
52

Lokasi sampel A7, B4, B5, B8, C4, D2, dan D3 merupakan lokasi yang
termasuk kedalam wilayah yang memiliki nilai konsentrasi TDS sebesar 160
hingga 240 ppm, luas daerah ini sebesar 31,95 Ha atau 33% (lihat Tabel 5.5).
Lokasi ini mengelompok dibagian selatan dan timur TPA,.Sedangkan untuk
wilayah yang memiliki nilai TDS lebih dari 240 ppm terdapat pada lokasi A6
dan B7, lokasi ini merupakan lokasi yang sama pada lokasi yang memiliki
nilai yang tinggi pada waktu tidak hujan, yang berada dibagian selatan.

Tabel 5.5 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter TDS

Klasifikasi Luas (Ha) Persentase


(ppm) Tidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 80 34,40 38,39 35,0% 39,0%
80 – 160 30,88 24,84 32,0% 25,0%
160 -240 22,57 31,95 23,0% 33,0%
> 240 0,98 2,56 10,0% 3,0%
Total 97,76 100%
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Pada waktu tidak hujan nilai konsentrasi nitrat lebih tinggi dibandingkan
pada hasil pengukuran waktu hujan. Saat tidak hujan tidak ada aliran air yang
mengalir ke dalam airtanah sehingga padatan terlarut tertimbun banyak di
dalam air. Nilai ukur TDS terendah pada waktu tidak hujan adalah sebesar
49,1 ppm terdapat pada sampel C5 yang berjarak kurang lebih 300 meter dari
TPA. Sementara nilai ukur TDS tertinggi adalah sebesar 323 ppm yaitu pada
titik sampel A6 yang berjarak 100 meter dari TPA.

Wilayah dengan nilai konsentrasi TDS kurang dari 80 ppm merupakan


wilayah yang terluas wilayah pengaruhnya yaitu terdapat 13 lokasi sampel
yang berada di sebalah Utara TPA yang berjarak antara 100 hingga 200 meter
dari TPA, dengan luas wilayah sebesar 34,40 Ha atau 35% dari seluruh luas
daerah penelitian. Sedangkan untuk wilayah TDS yang berkisar 80 hingga
160 ppm memiliki luas sebesar 30,88 Ha atau 32% wilayah ini merupakan
wilayah dengan besar wilayah pengaruh TDS terbesar kedua (lihat Tabel 5.4)
yang meliputi beberapa lokasi yaitu C3, D3 B6, C4, C6, E1, E2, dan E3

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
53

dengan jarak dari TPA berkisar antara 200 hingga 500 meter, klasifikasi ini
berada di sebelah Barat TPA Cipayung sebagian kecil wilayah selatan, dan
bagian utara yang searah dengan aliran sungai (lihat peta 13).

Wilayah yang memiliki nilai TDS 160 hingga 240 ppm terdapat sebanyak
4 lokasi sampel yaitu A7, B4, B5 dan B6, wilayah dengan klasifikasi ini
berada di sebalah timur, dan barat, dengan luas 22,57 Ha atau 23% dari
seluruh luas daerah penelitian, dengan jarak dari TPA berkisar 100 - 200
meter. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai TDS lebih dari 240 ppm
hanya terdapat 2 lokasi yaitu sampale A6 dan B7 dimana jarak dari TPA
berkisar antara 100 – 200 meter. Lokasi ini adalah lokasi yang terdekat dari
TPA Cipayung yaitu A6, dan lokasi B7 adalah lokasi yang dekat dengan
aliran sungai, dengan luas wilayah 0,98 Ha atau 10% dari luas keseluruhan.

Pada peta 8 dan peta 13 yang memperlihatkan sebaran nilai TDS pada
waktu hujan dan tidak hujan, menunjukkan bahwa tidak ada pola yang
seragam dalam pembentukan pola spasial apakah semakin jauh dengan TPA
nilai konsentrasi TDS berkurang.

5.1.5.3 Kualitas Air Berdasarkan Parameter DHL (Daya Hantar Listrik)

Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi DHL pada waktu hujan dan


tidak hujan berkisar antara 65 – 331 µS. Pada pengukuran hujan rata-rata
nilai konsentrasi DHL sebesar 172,3 µS dan rata-arat pada waku tidak hujan
sebesar 181,6 µS Dengan demikian nilai konsentrasi DHL pada waktu tidak
hujan lebih tinggi dibandingkan pada waktu hujan. Lokasi yang memiliki
nilai DHL tebesar adalah 331 µS yaitu lokasi B7, lokasi ini terletak dekat
dengan aliran sungai dan jarak dari TPA sekitar dari 200 meter, sedangkan
nilai terendah adalah 65 µS terdapat pada lokasi C5. Dengan nilai tersebut
maka untuk parameter DHL kualitas airtanah tergolong baik dan tidak
tercemar karena nilai DHL di bawah baku mutu yaitu 750 µS

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
54

400

Nilai DHL (µS)


300
200
100
0
A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2
Tidak Hujan Hujan Titik Sampel

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.55 Nilai Konsentrasi DHL Pada Waktu Tidak Hujan


dan Waktu Hujan
Gambar 5.5 diperlihatkan lokasi-lokasi
lokasi sampel dan nilai konsentrasi DHL.
Pada waktu hujan.. Hasil pengukuran waktu hujan untuk nilai konsentrasi DHL
yang memiliki nilai terbesar adalah 333 µS yaitu tedapat di lokasi D2 dan nilai
terkecil 64,8 µS. Wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terd
terdapat pada
titik A1, A1’, B2,, C1, dan E1. Wilayah ini mengelompok pada satu titik lokasi
tersebut, dengan luas wilayah tersebut adalah 5,56 Ha atau 6,0%
6 dari luas
daerah penelitian.. Wilayah yang memiliki nilai antara 100 – 200 µS
mempunyai luas sebesar 59,11 atau 60% wilayah ini merupakan wilayah yang
paling luas terdapat di daerah penelitian yaitu berada pada lokasi A2, A10, B3,
C2, C4, D1, dan D3.
D3 Wilayah ini menyebar di bagia utara
tara dan barat (lihat peta
9). Untuk wilayah yang memiliki nilai DHL berkisar 200 – 300 µS memiliki
luasnya sebesar 32,52 Ha atau 33% dari luas daerah penelitian, wilayah ini
menyebar di bagian timur dan selatan,
elatan, lokasi yang termasuk kedalam an
wilayah ini adalah A7, B4, B5, B6, B7, dan B8. Sedangkan untuk wilayah yang
memiliki nilai DHL lebih dari 300 µS terdapat satu lokasi yaitu lokasi D2
seluas 0,56 Ha atau 1,0%
1 wilyah ini wilayah yang paling kecil (lihat Tabel 5.6).
5

Tabel 5.6
5. Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter DHL

Klasifikasi Luas (Ha) Persentase


(µS) Tidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 100 3,94 5,56 4,0% 6,0%
100 – 200 52,66 59,11 54,0% 60,0%
200 - 300 39,77 32,52 41,0% 33,0%
> 300 1,44 0,56 1,0% 1,0%
Total 97,76 100 %
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
55

Pada peta 14 dipelihatkan persebaran wilayah dengan nilai parameter DHL


pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terdapat
pada lokasi A1, A1’, B2, dan C3 yang berjarak 100 - 300 dari TPA Cipayung.
Dari peta terlihat wilayah pengaruh nilai DHL mengelompok pada satu titik
pada setiap lokasi tersebut dengan luas 3,94 Ha (4,0%). Sedangkan untuk
wilayah dengan niali DHL yang berkisar antara 100 hingga 200 µS wilayah
pengaruhnya menyebar hampir diseluruh daerah kajian terdapat pada titik A6,
A10, B1, B2, C1 C2, C3, D1 dan D3. Persebaran wilayah ini berada di bagian
utara hingga barat
arat dan sebagian kecil wiayah selatan, dengan luas daerah
sebesar 52,6 Ha atau 54% dari luas daerah penelitian. Denga n demikian
wilayah ini merupakan wilayah yang memberikan wilayah pengaruh terluas
untuk nilai konsentrasi DHL (lihat Tabel 5.6).
5.6

Wilayah dengan nilai DHL berkisar antara 200 hingga 300 µS memiliki
luas sebesar 39,77 Ha atau 41% dari luas adaerah penelitian, yang berada di
bagian timur
imur hingga bagian selatan,
elatan, lokasi sampel yang termasuk wilayah ini
adalah A7, B6, B8, E1, dan E2. Untuk wilayah dengan nilai DHL lebih dari
300 µS hanya terdapat 4 lokasi yaitu B4, B7, dan D 2. Wilayah pengaruh ini
mengelompok pada satu titik dengan luas 1,44 Ha atau 1% dari luas daerah
penelitian, Dengan demikian wilayah yang memiliki nilai DHL lebih dari 300
µS merupakan wilayah yang paling kecil pengaruhnya.

5.1.5.4 Kualitas Air Berdasarkan


Berdasa Parameter Nitrat (NO3 )

40
Nilai Nitrat (mg/l)

20 Batas
Baku
Mutu
0
A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2

Tidak Hujan Hujan Titik Sampel

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.66 Nilai Konsentrasi Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan


dan Waktu Hujan

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
56

Gambar 5.6 memperlihatkan terjadi perbedaan fluktuasi nilai nitrat pada


perhitungan pada waku tidak hujan dan hujan. berdarakan hasil pengukuran
nilai nitrat pada waktu hujan dan tidak hujan memiliki kisaran 0-33,0 mg/l.
Pada pengukuran waktu hujan rata-rata nilai nitrat sebersar 7,7 mg/l sedangkan
pada waktu tidak hujan rata-rata nilai nitrat sebesar 7,1 mg/l. Pada grafik
tersebut terlihat bahwa nilai nitrat lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang
hingga mencapai nilai 33,0 mg/l, sementara pada waktu hujan nilai nitrat
tertinggi mencapai 22,25 mg/l. Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu
tidak hujan adalah lokasi B1 dan B6 yaitu sebesar 33,0 mg/l. lokasi ini berada
di bagian selatan TPA secara administrasi terdapat di Kelurahan Cipayung,
dengan kondisi fisik sekitar merupakan kebun dan dekat dengan aliran sungai.
Nilai ini melewati batas baku mutu kualitas air golongan I yang dipergunakan
untuk minum yang sebesar 10 mg/l lokasi ini terletak dekat dengan bantaran
sungai dan dikelilingi oleh semak-semak dan tanaman yang tumbuh di
sekeliling titik lokasi sampel. Sedangkan pada waktu hujan nilai tertinggi
sebesar 22,25 mg/l yaitu pada lokasi C2 yang berjarak 300 meter dari TPA.
Secara administrasi lokasi ini terdapat di Kelurahan Cipayung tepatnya di
perkampungan Benda, kondisi fisik sekitar lokasi ini berupa kebun dan padat
akan permukiman.

Hasil pengukuran nitrat yang dilakukan pada waktu hujan terdapat


perbedaan dari hasil pengukuran waktu tidak hujan. Lokasi yang berada pada
wilayah dengan nilai konsentrasi nitrat kurang dari 5 mg/l berada dibagian
selatan dan barat TPA yang menyebar secara merata. Beberapa lokasi yang
termasuk kedalam wilayah dengan nilai nitrat kurang dari 5 mg/l yaitu B1, B2,
A1, A1’, A6, A7, B4, B5, dan C7 dimana jarak dari TPA antara 100-300 meter
dan memiliki luas sebesar 43,30 Ha atau 44% dari luas daerah penelitian.
Wilayah ini dekat dengan aliran sungai dibagian utara TPA dengan jenis batuan
kipas alluvium. Sementara untuk wilayah dengan nilai nitrat antara 5-10 mg/l
memiliki luas 36,34 Ha atau 37% terdapat di bagian Utara dan sebagian kecil
Barat Daya TPA Cipayung yaitu lokasi B8, C4, C6, dan C8, wilayah ini
merupakan wilayah yang memiliki nilai nitrat kurang dari 10 mg/l sehingga
bebas dari pencemar nitrat.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
57

Pada peta 10 diperlihatkan pola sebaran nilai konsentrasi nitrat tidak


seragam. Wilayah yang tercemar akan nitrat berada jauh dari TPA seperti ;
wilayah dengan nilai konsentrasi nitrat berkisar 10-15 mg/l berada di bagian
utara dan selatan yang berjarak sekitar 200-500 meter. Lokasi ini berada di
titik B6, B8, C4, C6, dan D3 dengan luas wilayah sebesar 11,00 Ha atau 11% .
Sedangkan wilayah dengan nilai nitrat lebih dari 15 mg/l berada dibagian
timur laut TPA yang berjarak hingga 500 meter dari TPA yaitu titik E3. Lokasi
yang memiliki nilai nitrat lebih dari 15 mg/l berada di bagian timur TPA yaitu
lokasi A2, B2, C2, D3, dan D1 dengan luas 7,10 Ha atau 7% dari luas daerah
penelitian. Dengan demikian sebesar 18% dari keseluruhan luas daerah
penelitian adalah daerah yang tercemar akan konsentrasi nitrat. (lihat Tabel
5.7).

Tabel 5.7 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Nitrat

Klasifikasi Luas (Ha) Persentase


(mg/l) Tidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
<5 46,01 43,30 47,0% 44,0%
5 - 10 41,62 36,34 43,0% 37,0%
10 - 15 8,02 11,00 8,0% 11,0%
> 15 2,09 7,10 2,0% 7,0%
Total 97,76 100%

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Hasil pengukuran nitrat pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai
konsentrasi nitrat kurang dari 5 mg/l wilayah sebarannya berada di bagian
timur dan utara TPA Cipayung, serta sebagian kecil di bagian barat dan selatan.
Beberapa lokasi yang termasuk wilayah ini adalalah A1, A1’, A10, A7, B2, C1,
D2 dan B4, dengan luas daerah 46,01 Ha atau 47% dari lus daerah penelitian.
Wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki luasan terbesar dari wilayah
yang lain. Daerah ini merupakan daerah pemukiman sehingga nilai nitrat
menjadi lebih kecil. Sementara untuk wilayah dengan nilai nitrat berkisar
anatar 5 – 10 mg/l terdapat pada lokasi B2, C3, C6, D4, dengan luas 41,62 Ha
atau 43% dari luas daerah penelitian yang tercemar akan konsentrsi nitrat yang
menyebar di bagian Barat TPA Cipayung dan daerah ini juga dikelilingi

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
58

penggunaan tanah lahan irigasi yang menyebabkan nilai nitrat meningkat (lihat
peta 15).

Lokasi D2 dan D3 adalah lokasi yang termasuk wilayah dengan nilai


berkisar antara 10 – 20 mg/l yaitu berada dibagian timur laut
aut TPA, dengan luas
8,02 Ha atau 8%.
8% Lokasi ini adalah lokasi yang tercemar parameter nitrat
karena nilai nitrat melebihi 10 mg/l untuk penggolongan air kelas I yang
merupakan
pakan air besih yang diperuntukan
diperuntuk untuk air minum.

Dari peta 10 dan 15 diperlihatkan pola sebaran spasial nilai nitrat pada
waktu hujan dan tidak memiliki pola yang tidak seragam mengikuti jarak dari
TPA. Nilai nitrat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah sekitar lokasi
sampel.

5.1.5.5 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak (NH 3-N)

2.0
Amoniak (mg/l)

1.0
Batas
Baku
0.0 Mutu

A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2
Tidak Hujan Hujan Titik Sampel

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.7 Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan


dan Waktu Hujan

Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi amoniak pada waktu hujan dan


tidak hujan memiliki kisaran nilai 0-1,42
0 mg/l. Pada
ada pengukuran waktu hujan
nilai rata-rata
rata konsentrasi amoniak sebesar 0,2 mg/l dan pada waku tidak hujan
sebesar 0,1 mg/l.. Sehingga nilai
nila amoniak lebih tinggi pada waktu hujan, pada
gambar 5.7 menunjukkan
unjukkan terjadi perbedaan fluk tuasi nilai amoniak pada
perhitungan waktuu tidak hujan dan hujan.
hujan Pada grafik tersebut
tersebu terlihat bahwa
nilai amoniak lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang mencapai nilai 0,95
mg/l, sedangkan pada waktu hujan nilai amoniak tertinggi mencapai 1 ,42 mg/l.
Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu tidak hujan adalah lokasi C2

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
59

yaitu 0,95 mg/l, lokasi ini berada di bagian utara TPA Cipayung tepatnya di
perkampungan Benda, Kelurahan Cipayung, dengan kondisi penggunaan tanah
sekitar lokasi adalah kebun dan padat permukiman. sedangkan pada waktu
hujan terdapat pada lokasi A2. Lokasi ini berada di bagian utara dengan jarak
100 meter dari TPA Cipayung, penggunaan tanah di sekitar lokasi ini di bagian
barat merupakan area kebun. Nilai ini melewati batas baku mutu kualitas air
golongan I yang dipergunakan untuk minum lebih besar dari 0,5 mg/l.

Berdasarkan hasil pengukuran pada waktu hujan menunjukkan perbedaan


pada hasil pengukuran pada waktu tidak hujan. Untuk wilayah dengan nilai
kurang dari 0,3 mg/l hampir di semua lokasi sampel yang ada dan menyebar
diseluruh daerah dengan luas daerah sebesar 77,82 Ha atau sebesar 80% dari
luas daerah penelitian yaitu dari jarak 100-500 meter dari TPA Cipayung.
Beberapa lokasi sampel yang terdapat pada wilayah ini adalah A1, B2, B3, B7,
B8, C1, C2, C6, D12, dan E1, wilayah ini adalah wilayah yang paling luas
yang terdapat di daerah penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 5.7,
sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai amoniak 0,3-0,5 mg/l wilayah
persebaran mengelompok pada beberpa titik saja yaitu A7, C5, D1, dan D4
yang berada di bagian utara, barat, dan timur TPA dan berjarak antara 100-400
meter dari TPA (lihat peta 11).

Wilayah dengan nilai konsentrasi amoniak berkisar 0,5-1,0 mg/l terdapat


pada lokasi A6 dan B4 dimana wilayah pengaruhnya mengelompok pada satu
titik, yang berada di bagian timur TPA dan berjarak antara 100-200 meter.
Dengan demikian, lokasi A6 dan B4 adalah sampel lokasi yang merupakan
daerah tercemar oleh parameter amoniak karena lebih dari 0,5 mg/l dengan luas
2,89 Ha atau 3,0%. Wilayah dengan nilai amoniak lebih dari 1,0 mg/l berada di
lokasi A2 yang berada di bagian utara.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
60

Tabel 5.8 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Amoniak

Klasifikasi Luas (Ha) Persentase


(mg/l) Tidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 0,3 67,13 77,82 69,0% 80%
0,3 - 0,5 28,19 16,80 29,0% 17,0%
0,5 - 1,0 2,08 2,89 2,0% 3,0%
> 1,0 0,34 0,23 0,0% 0,0%
Total 97,76 100,0%

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Peta 16 diperlihatkan persebaran wilayah dengan nilai konsentrasi


amoniak kurang dari 0,3 mg/l berada di bagian seluruh wilayah utara TPA dan
bagian selatan. Beberapa lokasi pada wilayah ini adalah A1, A6, B2, B3, C3,
D1, D2, E1 dan E1, dengan luas 67,13 Ha atau 69% dari luas daerah. Wilayah
dengan nilai amoniak yang berkisar 0,3-0,5 mg/l berada di bagian barat dan
timur TPA Cipayung. Lokasi titik sampel yang terdapat pada wilayah ini
adalah A6, A7, B8, dan C3 yang memiliki luas 28,19 Ha atau 29% seperti yang
terlihat pada Tabel 5.8.

Sedangkan untuk wilayah dengan nilai amoniak 0,5-0,1 mg/l hanya


terdapat pada dua titik lokasi sampel yaitu B4 dan C4 yang daerah pengaruhnya
memusat pada satu titik saja dan dengan luas 2,08 Ha atau 2%. Sedangkan
lokasi C2 merupakan lokasi sampel yang memiliki klasifikasi lebih dari 1 mg/l
yang berada sebalah utara dan berjarak 300 meter. Dengan demikian dua
wilayah ini merupakan wilayah yang tercemar oleh parameter amoniak.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
61

5.1.5.6 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fosfat (PO 4)-3


-

4.0

Fosfat (mg/l)
2.0 Batas
Baku

0.0 Mutu

A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2
Tidak Hujan Hujan Titik Sampel

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.88 Nilai Konsentrasi Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan


dan Waktu Hujan

Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi fosfat pada waktu hujan dan


tidak hujan memiliki kisaran nilai 0-2,75
2,75 mg/l. Pada pengukuran waktu hujan
rata-rata
rata nilai konsentrasi fosfat 1,2 mg/l sementara untuk ni lai rata-rata fosfat
pada waktu tidak hujan 0,9 mg/l. Nilai rata -rata
rata ini menunjukan bahwa nilai
konsentrasi fosfat melebih i ambang batas baku
ku mutu kualitas air yaitu sebesar
0,2 mg/l.

Gambar 5.8 menunjukkan tidak terjadi


di perbedaan flukutuasi yang besar
atau hampir sama antara nilai fosfat pada hasil perhitungan waku tidak hujan
dan hujan. Pada grafik tersebut terlihat bahwa nilai fosfat hampir sama pada
waktu tidak hujan dan hujan yang mencap ai nilai 2,75 mg/l. Lebih dari lima
lokasi sampel yang memiliki nilai fosfat lebih dari 2,0
2 0 mg/l baik pada kondisi
tidak hujan dan hujan.
hujan Hampir 80% lokasi memiliki nilai konsentrasi fosfat
lebih dari 0,22 mg/l dan itu tergolong kedalam kelas air yang tercemar akan
fosfat, karena batas baku mutu
mu kualitas air untuk air bersihh dan minum adalah
0,2 mg/l.

Berdasarkan hasil pengukuran pada waktu hujan menunjukkan perbedaan


dengan hasil pengukuran
engukuran waktu tidak hujan. Untuk wilayah dengan nilai
konsentasri fosfat kurang dari 0,2 mg/l terdapat di bagian utara
u TPA yaitu
beberapa lokasi A1, A1’, B2, C1, D1, D3, dan E3, luas wilayah sebaran 0,48
Ha, yang berada dibagian selatan yaitu lokasi B7, C6, dan C8. Sedangkan
untuk wilayah yang termasuk kedalam nilai konsentrasi antara 0,2-1,0
0,2 mg/l

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
62

menyebar di bagian barat dan timur TPA Cipayung, lokasi yang berada pada
klasifikasi ini adalah A6 dan A10. Namun, wilayah pengaruh dari titik ini
menyebar merata dengan luas wilayah sebesar 49,20 Ha atau sebesar 50%
yaitu hampir setengah dari luas daerah kajian merupakan wilayah yang
tercemar akan fosfat karena lebih dari 0,2 mg/l seperti yang terlihat pada Tabel
5.9. Untuk wilayah dengan nilai fosfat lebih dari 2,0 mg/l terdapat pada lokasi
A2, A7, B1, C3, dan C4 yang berada di bagian barat dan bagian timur TPA.
(lihat peta 12)

Tabel 5.9 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Fosfat

Klasifikasi Luas (Ha) Persentase


(mg/l) Tidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 0,2 0,02 0,04 0% 0%
0,2 - 1,0 43,93 37,73 45,0% 39,0%
1,0 - 2,0 47,04 49,28 48,0% 50,0%
> 2,0 6,77 10,81 7,0% 11,0%
Total 97,76 100%

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Hasil pengukuran pada waktu tidak hujan kondisi secara umum kualitas
parameter fosfat dibawah baku mutu kualitas air tidak lebih dari 0,2 mg/l. Peta
17 terlihat wilayah dengan nilai konsentrasi fosfat kurang dari 0,2 mg/ berada di
bagian Selatan TPA. Beberapa lokasi pada wilayah ini adalah A2, D1, D3, B4,
B8, C6, dan C8 dengan luas 0,024 Ha wilayah ini adalah wilayah yang paling
kecil. Dengan demikian, hanya sedikit daerah yang tidak tercemar akan
konsentrasi fosfat. Pada peta 17 terlihat bahwa sebaran lokasi yang merupakan
wilayah dengan nilai konsentrasi fosfat berkisar antara 0,2-1,0 mg/l berada di
bagian barat dan timur, serta utara TPA Cipayung. Lokasi titik sampel yang
terdapat pada wilayah ini adalah A7, C3, dan C4 luas daerah 43,93 Ha atau 45%
Dengan demikian, wilayah ini merupakan wilayah yang tercemar oleh parameter
fosfat, karena nilainya lebih dari 0,2 mg/l.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
63

Sedangkan untuk wilayah dengan nilai fosfat 1,0 hingga 2,0 mg/l
membentang dari arah barat, timur, dan utara di sekitar TPA yaitu lokasi tersebut
dekat dengan pemukiman, dan lahan pertanian. Dengan luas wilayah persebaran
seluasa 47,39 Ha atau 45% untuk klasifkasi lebih dari 2,0 mg/l terdapat pada
lokasi C2, D1, dan E2 yang jarak dari TPA lebih dari 300 meter, Lokasi ini juga
merupakan lokasi yang tercemar dari kondungan fosfat dalam air (lihat peta 17).

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
64

5.2 Pembahasan

Untuk mengetahui hubungan konsentrasi TDS, DHL, serta konsentrasi


senyawa nitrat, amoniak, dan fosfat dalam airtanah dangkal di daerah sekitar TPA
Cipayung dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, analisis yang
digunakan adalah analisis overlay dan analisis statistik. Analisis overlay
digunakan untuk melihat hubungan keruangan yang kemudian diperkuat dengan
analisis statistik.

Tabel 5.10 Nilai Rata-Rata Konsentrasi Parameter Terhadap Jarak, Jenis Batuan,
Jenis Tanah, dan Penggunaan Tanah

Amoniak Fosfat
Kondisi Fisik TDS (ppm) DHL (µS) Nitrat (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Jarak H TH H TH H TH H TH H TH
> 100 m 110,7 123,3 138,2 138,2 5,01 3,5 0,44 0,06 1,58 0,95
100 - 200 m 128,2 141,4 207,7 219,8 6,06 13,8 0,93 0,07 0,95 0,35
200 - 300 m 85,3 83,9 122,8 138,5 7,01 4,8 0,15 0,24 1,59 0,67
300 - 400 m 111,4 115,2 216,3 202,3 15,4 5,5 0,22 0,02 1,08 2,23
< 400 m 123,5 128,2 211,5 232,3 6,7 8,0 0,03 0,08 0,47 1,07
Jenis Batuan
Kipas Aluvium 99,10 105,3 150,2 165,2 5,05 8,91 0,22 0,09 1,43 0,59
Aluvium 107,4 103,2 188,8 175,8 13,93 5,27 0,06 0,15 0,64 1,77
Formasi Bojong manik 150,0 179,82 210,9 235,3 3,42 7,65 0,27 0,01 1,35 0,38
Jenis tanah
Latosol Merah 116,6 115,4 163,3 156,4 9,41 4,77 0,24 0,11 1,19 1,14
Aluvium Kelabu 91,9 99,0 149,9 166,5 2,20 9,22 0,17 0,01 1,50 0,13
Regosol Coklat 115,7 124,3 221,2 230,2 10,0 9,73 0,11 0,03 0,97 1,58
Asosiasi Latosol 132,0 145,4 181,9 199,0 4,20 11,60 0,18 0,19 1,39 0,35
Asosiasi Regosol 83,0 103,1 144,2 209,5 5,85 6,30 0,11 0,00 0,69 0,72
Penggunaan Tanah
(% non-permukiman)
<40% 83,25 80,45 142,7 131,0 9,6 7,2 0,36 0,00 1,09 1,16
40-70% 132,3 147,9 198,3 202,4 8,3 5,2 0,16 0,12 0,96 1,19
>70% 96,82 100.0 152.7 176,2 4,7 10,6 0,16 0,09 1,54 0,37
Sumber : Diolah dan Hasil Survey Lapang, 2011

5.2.1 Analisis Spasial Konsentrasi TDS dan DHL

Konsentrasi nilai TDS dan DHL, kedua parameter ini tidak tercemar karena
nilai menunjukan dibawah batas maksimum adalah 1000 ppm dan DHL adalah
750 µS. Secara umum diperlihatkan terdapat variasi yang muncul pada masing-
masing nilai TDS dan DHL. Peta 8 dan Peta 13 memperlihatkan nilai TDS lebih
besar di daerah yang dekat dengan TPA dengan jarak kurang dari 100 meter.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
65

Sementara pada peta 9 dan 14 diperlihatkan persebaran nilai konsentrasi DHL


juga tidak berbeda dengan nilai TDS dengan nilai tertinggi berada di dekat TPA
dan membentang dari barat daya hingga timur laut.

5.2.1.1 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL Dengan Jenis Batuan

Sebaran nilai konsentrasi TDS dan DHL pada setiap jenis batuan
memiliki variasi baik pada kondis hujan dan tidak hujan. Wilayah dengan
nilai TDS dan DHL dengan nilai rata-rata yang tinggi berada pada wilayah
dengan jenis batuan formasi bojong manik.

Untuk memperkuat analisis overlay, uji statistik ANOVA


diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada
waktu hujan dan tidak hujan yang ada pada ke tiga jenis batuan di sekitar
TPA Cipayung. Dengan kata lain, rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada
setiap jenis batuan di daerah penelitian memiliki nilai yang sama. Hasil nilai
signifikan untuk nilai TDS hujan, TDS tidak hujan, DHL hujan, dan DHL
tidak hujan masing-masing yang diperoleh dari tabel ANOVA, yaitu 0,21,
0,11, 0,33, dan 0,30. Pada Tabel 5.9 diperlihatkan bahwa pada jenis batuan
formasi bojong manik menunjukan nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL
tertinggi dibandingkan kedua jenis batuan yang lain.

5.2.1.2 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Jenis Tanah

Hasil overlay antara Peta 5 dengan Peta 8, 9, 13, 14 memperlihatkan


bahwa nilai konsentrasi TDS dan DHL pada waktu hujan dan tidak hujan
memiliki variasi di setiap jenis tanah. Hal ini menunjukan bahwa nilai
konsentrasi TDS dan DHL tersebar pada seluruh jenis tanah. Untuk
mendukung analisi overlay antara peta diberlakukan uji statistik ANOVA.
Hasil perhitungan ANOVA menunjukan bahwa, nilai rata-rata konsentrasi
TDS dan DHL dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata, artinya masing-masing jenis tanah di sekitar TPA
memiliki nilai rata-rata kandungan konsentrasi yang sama. Nilai signifikan
untuk TDS dan DHL berkisar 0,6-0,9, yang menunjukan nilai tersebut lebih

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
66

besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian, yaitu 0,05, ini berarti
hasil menunjukan tidak signifikan.

Tabel 5.9 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi konsentrasi


TDS pada waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada jenis tanah asosiasi
latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah sebesar 132 dan 145,4 ppm.
Sementara untuk nilai rata-rata konsentrasi DHL pada waktu tidak hujan
tertinggi pada jenis tanah asosiasi regosol coklat dengan laterit coklat
dengan nilai 181,9 µS, dan pada waktu hujan nilai tertinggi yaitu 209,5 µS
pada jens tanah asosiasi latosol. Hal ini disebabkan faktor tekstur tanah
asoisiai regosol dan latosol coklat memiliki tekstur tanah agak kasar dan
halus. Kondisi tekstur tersebut berpengaruh pada drainase yang cepat.

5.2.1.3 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Penggunaan Tanah

Nilai konsentrasi TDS dan DHL terendah pada penggunaan tanah


sekitar 40% non permukiman. Sedangkan untuk nilai yang tertinggi terdapat
pada wilayah dengan 40-70% non permukiman. Hal ini juga juga berlaku
sama pada waktu hujan dan tidak hujan (lihat Tabel 5.10)

Untuk memperkuat analisi ovelay, uji statistik ANOVA


diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada
waktu hujan dan tidak hujan yang ada pada persentase penggunaan tanah
non permukima. Nilai signifikan untuk TDS hujan, tidak hujan, dan DHL
hujan dan tidak hujan masing-masing yaitu 0,180, 0,156, dan 0,353, 0,365.
Dengan demikian, tidak ada perbedaan yang nyata nilai konsentrasi TDS
dan DHL terhadap penggunaan tanah.

5.2.1.4 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Jarak dari TPA

Nilai Konsentrasi TDS dan DHL secara umum bervariasi. Tabel


5.10 diperlihatkan bahwa pada kondisi hujan atau tidak hujan pada jarak 100
hingga 200 meter dari TPA merupakan jarak dengan nilai konsentrasi rata-
rata TDS tertinggi dengan nilai 128,2 ppm dan 141,4 ppm. Sementara

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
67

konsentrasi DHL nilai rata-rata tertinggi berada pada jarak lebih dari 400
meter dari TPA pada kondisi tidak hujan dengan nilai rata-rata 216,3 µS dan
pada waktu hujan nilai rata-rata tertinggi pada jarak 200 hingga 300 meter
dengan nilai 232,3 µS. fluktuasi perberdaan nilai TDS di setiap jarak TPA
dapat dilihat pada Gambar 5.9, sedangkan untuk nilai konsentrasi DHL
dapat dilihat pada Gambar 5.10.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunakan Person’s


Product Moment dengan taraf kepercayaan 95% antara titik sampel ke TPA
dengan konsentrasi TDS dan DHL, menunjukan tidak adanya hubungan
yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi TDS dan DHL
dalam airtanah dangkal. Dengan nilai r=0,42 pada waktu hujan dan r=-0,37
untuk konsentrasi TDS dan yang artinya mempunyai hubungan yang sangat
lemah. Sementara nilai r DHL pada waktu hujan 0,229 dan pada waktu tidak
hujan 0,262.

400
TDS (ppm)

200
0
0 100 200 300 400 500
Hujan Jarak (meter)

400
TDS (ppm)

200
0
0 100 200 300 400 500
Tidak Hujan Jarak (meter)
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.9 Hubungan antara Nilai TDS Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan
dengan Jarak dari TPA Cipayung

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
68

400

DHL (µS)
200

0
0 100 200 300 400 500
Hujan jarak (meter)

400
DHL (µS)
200

0
0 100 200 300 400 500
Tidak Hujan Jarak (meter)

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.10 Hubungan antara Nilai DHL Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan
dengan Jarak dari TPA Cipayung

5.2.2 Analisis Spasial Konsentrasi Senyawa Nitrat

Secara umum nilai konsentrasi senyawa nitrat menunjukan nilai yang


bervariasi di daerah penelitian. Pada waktu tidak hujan nilai konsentrasi senyawa
nitrat lebih tinggi dibandingkan waktu hujan. Titik yang memiliki nilai
konsentrasi nitrat tertinggi pada waktu tidak hujan adalah titik sampel B6 dan B8
lokasi ini berada pada jarak antara 200-300 meter dari TPA, lokasi ini secara
administrasi terdapat di kampung Bulak Barat dan Kelurahan Pasir Putih. Kondisi
fisik sekitar lokasi ini adalah dekat dengan aliran sungai di bagian selatan TPA
serta dikeliling oleh penggunaan tanah lahan pertanian. Nilai konsentrasi nitrat di
daerah penelitian secara umum ada hubungan dengan keberadaan TPA. Namun,
karena nitrat adalah senyawa yang bebas dan sudah ada di alam dan peningkatan
senyawa ini dalam tanah juga dapat berasal dari sumber lain dan kondisi fisik.

5.2.2.1 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jenis Batuan

Sebaran nilai konsentrasi senyawa nitrat pada setiap jenis batuan


memiliki variasi. Hampir di setiap jenis batuan alluvium, kipas alluvium,
dan formasi bojong manik terdapat lokasi yang memiliki nilai senyawa nitrat
lebih dari 10 mg/l, lokasi ini merupakan lokasi yang tercemar.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
69

Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan.


Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa nitrat yang ada pada ke tiga jenis batuan
pada waktu tidak hujan. Namun, pada waktu hujan terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa nitrat pada ke tiga jenis batuan, hal ini
dibuktikan dengan nilai signifikan 0,05.

Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata-rata konsentrasi nitrat pada waktu


hujan tertinggi terdapat pada jenis batuan alluvium sebesar 13,93 mg/l dan
pada waktu tidak hujan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada jenis batuan
kipas alluvium. Alluvium memiliki endapan material endapan material lepas
berupa pasir, kerikil, dan lempung, kondisi tersebut yang menyebabkan sifat
batuan ini sangat porous, sehingga dapat lebih menyerap konsentrasi
senyawa nitrat terlebih pada waktu hujan.

5.2.2.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jenis Tanah

Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 10 dan 15 memperlihatkan bahwa


nilai konsentrasi senyawa nitrat memiliki variasi pada setiap jenis tanah. Hal
ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi senyawa nitrat tersebar pada seluruh
jenis tanah. Hampir di setiap jenis tanah memiliki nilai konsentrasi nitrat
yang melebihi standar baku mutu kualitas air yaitu 10 mg/l. lokasi yang
memiliki nilai konsentrasi senyawa tetringgi yaitu sebesar 33,0 mg/l terdapat
pada jenis tanah regosol coklat dan asosiasi latosol coklat kemerahan.

Untuk mendukung analisis overlay antar peta diberlakukan uji


ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa, nilai rata-rata
konsentrasi nitrat dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan nitrat pada
waktu hujan tidak hujan masing-masing 0,74 dan 0,38, yang menunjukan
nilai tersebut lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian, yaitu
0,05.

Selanjutnya dapat terlihat pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertinggi


senyawa nitrat pada waktu hujan sebesar 9,41 terdapat pada jenis tanah

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
70

latosol merah. Sementara nilai rata-rata senyawa nitrat pada waktu tidak
hujan terdapat pada asosiasi latosol coklat. Sedangkan untuk nilai rata-rata
terendah pada waktu hujan sebesar 2,2 terdapat di jenis tanah alluvium
kelabu, jenis alluvium kelabu memiliki tekstur halus, kondisi ini
menyebabkan drainase terhambat.pada waktu tidak hujan sebesar 4,77 pada
terdapat pada latosol merah.

5.2.2.3 Hubungaan Konsentrasi Nitrat dengan Penggunaan Tanah

Bedasarkan nilai nitrat Tabel 5.10, nilai rata-rata konsentrasi


senyawa nitrat pada wilayah dengan presentase kurang dari 40% lebih tinggi
yaitu saat waktu hujan sebesar 9,6 mg/l. sementara pada waktu tidak hujan
nilai rata-rata tertinggi konsentrasi senyawa nitrat terdapat pada wilayah
dengan presentase lebih dari 70% sebesar 10,6 mg/l.

Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan.


Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata konsentrasi senyawa nitrat pada waktu hujan dan
tidak hujan. Nilai signifkan pada perhitungan ini lebih besar dari 0,005 yaitu
0,37-0,458, sehingga tidak signifikan.

5.2.2.4 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jarak dari TPA

Nilai Konsentrasi senyawa nitrat secara umum bervariasi. Tabel


5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan terdapat
pada jarak 300-400 meter dari TPA. Sementara nilai konsentrasi nitrat pada
waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 100-200 meter (lihat gambar 5.11).
Hal ini dapat terjadi karena pada waktu hujan senyawa nitrat dalam airtanah
terbawa dan mengalir berbarengan dengan air hujan yang turun.

Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi


statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan
95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi nitrat, menunjukan tidak
adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi
senyawa nitrat dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat dengan hasil nilai

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
71

r=0,224 pada waktu hujan dan r=-0,34 untuk konsentrasi senyawa nitrat
pada waktu tidak hujan.

40

Nitrat (mg/l) 20 Batas


Baku
0 Mutu

0 100 200 300 400 500


Hujan Jarak (meter)

40
Nitrat (mg/l)

20 Batas
Baku
Mutu
0
0 100 200 300 400 500
Tidak Hujan Jarak (meter)

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.11 Hubungan antara Nilai Nitrat Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan
dengan Jarak dari TPA Cipayung

5.2.3 Analisis Spasial Konsentrasi Senyawa Amoniak

Nilai konsentrasi senyawa amoniak secara umum di daerah penelitian


menunjukan nilai yang bervariasi. Pada waktu hujan nilai konsentrasi amoniak
lebih tinggi dibandingkan pada waktu tidak hujan. Titik lokasi yang memiliki nilai
konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada lokasi C2 sebesar 0,95 mg/l pada
pengukuran tidak hujan yang terletak secara administrasi di Kampung Benda
Kelurahan Cipayaung dan berjarak 300 meter dari TPA. Lokasi ini berada di
sebelah utara TPA dengan kondisi fisik sekitar lokasi merupakan permukiman
yang padat dan terdapat lahan pertanian. Sementara pada pengukuran hujan lokasi
yang memiliki nilai konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada lokasi A2 sebesar
1,42 mg/l yaitu lokasi yang berada kurang dari 100 meter dari TPA, serta dekat
dengan aliran sungai dan penggunaan tanah sekitar dikelilingi oleh lahan
pertanian, lokasi ini saat survey lapang merupakan lokasi yang berada
dipertengahan lahan pertanian dan juga d ibagian timur lokasi terdapat area
pertenakan kambing.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
72

5.2.3.1 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Jenis Batuan

Sebaran nilai konsentrasi pada setiap jenis batuan memiliki variasi


di setiap ke tiga jenis batuan, yaitu kipas alluvium, alluvium, dan formasi
bojong manik. Lokasi yang tercemar oleh konsentrasi senyawa amoniak
yaitu dengan nilai lebih dari 0,5 mg/l terdapat pada dua jenis batuan yaitu
kipas alluvium dan formasi bojong manik.

Untuk memperkuat analisis uji statistik ANOVA diberlakukan.


Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa amoniak yang ada pada ke tiga jenis
batuan pada waktu hujan dan tidak hujan. Hal ini dibuktikan dari nilai
siginifikan nilai senyawa amoniak pada waktu hujan sebesar 0,76 dan pada
waktu tidak hujan sebesar 0,97. Kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai α
yang digunakan dalam penelitian, yaitu 0,05 (tidak signifikan).

Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata konsentrasi amoniak pada waktu


hujan tertinggi terdapat pada jenis batuan formasi bojong manik sebesar 0,27
mg/l, dan pada waktu tidak hujan terdapat pada jenis alluvium sebesar 0,15
mg/l. Formasi bojong manik merupakan persilangan batu pasir dan batu
lempung dengan sisipan batu gamping.

5.2.3.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Amoniak dengan Jenis Tanah

Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 11 dan 16 memperlihatkan bahwa


nilai konsentrasi senyawa amoniak memiliki variasi pada setiap jenis tanah.
Hal ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi amoniak tersebar pada seluruh
jenis tanah. Namun, hanya pada jenis tanah latosol merah dan regosol coklat
terdapat lokasi yang tercemar oleh senyawa amoniak karena nilainya lebih
dari 0,5 mg/l

Untuk mendukung analisis overlay antar peta diberlakukan uji


ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa nilai rata-rata
konsentrasi amoniak dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan amoniak

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
73

pada waktu hujan sebesar 0,76 dan pada waktu tidak hujan sebesar 0,97.
Nilai ini lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian ini yaitu
0,05.

Pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertingi senyawa amoniak terdapat


pada jenis tanah latosol merah waktu pengkuran hujan sebesar 0,24 mg/l.
Sementara pada waktu tidak hujan nilai tertinggi pada jenis tanah asosiasi
latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah, sebesar 0,19 mg/l. Jenis
tanah latosol merah dan asosiasi latosol memiliki tekstur tanah yang halus
dengan sistem drainase yang sedang. Dengan demikian zat pencemar sulit
untuk mengalir dan tertahan didalam tanah.

5.2.3.3 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Penggunaan Tanah

Nilai rata-rata konsentrasi amoniak di presentase penggunaan tanah


non permukiman bervariasi. Pada Tebl 5.10 diperlihatkan nilai tertinggi
nailai rata-rata amoniak pada waktu tidak hujan terdapat pada wilayah
dengan kurang dari 40 % non permukiman yaitu sebesar 0,36 mg/l.
sedangkan pada waktu hujan nilai rata-rata tertinggi pada wilayah dengan
40-70% non permukiman yaitu sebesar 0,124 mg/l.

Untuk mendukung analisis tersebut, uji statistik ANOVA


diberlakuan. Berdasarkan hasil uji ANOVA tersebut nilai signifikan
amoniak pada waktu hujan dan tidak hujan masing-masing sebesar 0,576
dan 0,645. Angka ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
antara nilai rata-rata senyawa amoniak dengan penggunaan tanah non
pertanian.

5.2.3.4 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Jarak dari TPA

Nilai Konsentrasi senyawa amoniak secara umum bervariasi. Tabel


5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan terdapat
pada jarak 100-200 meter dari TPA sebesar 0,93 mg/l. Sementara nilai
konsentrasi amoniak pada waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 200-300
meter sebesar 0,24 mg/l. (lihat Gambar 5.12). Penyebaran senyawa amoniak

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
74

ada hubungannya dengan jarak dari TPA. Namun, senyawa amoniak adalah
senyawa yang merupakan bagian dari hasil siklus nitrogen di alam membuat
keberadan senyawa amoniak ini sudah ada di dalam tanah, dan peningkatan
kandungan senyawa amoniak dapat berasal dari penggunaan tanah sekitar
dan aktivitas manusia di sekitar lokasi.

Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi


statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan
95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi amoniak, menunjukan
tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan
konsentrasi senyawa amoniak dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat
dengan hasil nilai r= -0,293 pada waktu hujan dan r=-0,19 untuk
konsentrasi senyawa nitrat pada waktu tidak hujan.

2.0
Amoniak
(mg/l)

1.0 Batas
Baku
Mutu
0.0
0 100 200 300 400 500
Hujan Jarak (meter)

1.0
Amoniak

Batas
(mg/l)

0.5 Baku
Mutu

0.0
0 100 200 300 400 500
Tidak Hujan Jarak (meter)
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.12 Hubungan antara Nilai Amoniak Waktu Tidak Hujan dan Waktu
Hujan dengan Jarak dari TPA Cipayung

5.2.4 Analisis Spasial Konsentrasi Fosfat

Nilai konsentrasi senyawa fosfat secara umum di daerah penelitian


menunjukan nilai yang bervariasi dan hampir seluruh lokasi sampel tersebut sudah
tercemar oleh senyawa fosfat dalam airtanah. Karena nilai konsentrasi senyawa
fosfat melebihi ambang batas baku mutu kualitas airtanah yaitu 0,2 mg/l. Nilai
konsentrasi fosfat rata-rata tertinggi terdapat pada pengukuran waktu hujan. Titik

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
75

lokasi yang memiliki nilai konsentrasi fosfat tertinggi waktu hujan terdapat pada
lokasi-lokasi di bagian barat, timur TPA sebesar 2,75 mg/l. lokasi ini hampir
tersebar di seluruh daerah penelitian dengan penggunaan tanah seperti padat akan
permukiman dan lahan pertanian. Hal ini pun juga terjadi pada pengukuran waktu
tidak hujan. Namun, lokasi waktu tidak hujan bagian yang tecemar lebih di bagian
utara TPA Cipayung. Senyawa fosfat merupakan senyawa yang sudah ada di
alam, seperti dilahan pertanian, industry, lingkungan padat akan permukiman
seperti hasil buangan kotoran manusia (tinja).

5.2.4.1 Hubungan Konsentrasi Senyawa Fosfat dengan Jenis Batuan

Hasil overlay Peta 4 antara Peta 12 dan Peta 17, memperlihatkan


bahwa sebaran nilai konsentrasi fosfat pada setiap jenis batuan memiliki
variasi. Pada setiap jenis batuan nilai konsentrasi fosfat memiliki nilai yang
lebih dari 0,2 mg/l atau tercemar. Namun, nilai rata-rata konsentrasi fosfat
tertinggi pada waktu hujan terdapat pada jenis batuan kipas alluvium sebesar
1,43 mg/l. Sementara pengukuran waktu tidak hujan nilai tertinggi pada
jenis alluvium sebesar 1,77 mg/l (lihat Tabel 5.10).

Untuk memperkuat analisi overlay, uji statistik ANOVA


diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada pengukuran waktu hujan. Namun, terdapat
perbedaan yang nyata pada waktu tidak hujan. Hal ini dibuktikan dari nilai
signifikan pada waktu hujan 0,22 dan pada waktu tidak hujan 0,009, nilai
pada waktu tidak hujan lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai αsebesar
0,05 yang digunakan dalam penelitian.

5.2.4.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Fosfat dengan Jenis Tanah

Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 12 dan 17 memperlihatkan bahwa


nilai konsentrasi senyawa fosfat memiliki variasi pada setiap jenis tanah. Hal
ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi fosfat tersebar pada seluruh jenis
tanah. Di seluruh jenis tanah yang berbeda di daerah penelitian terdapat
lokasi yang tercemar akan senyawa fosfat.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
76

Untuk mendukung analisis overlay antara peta diberlakukan uji


ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa nilai rata-rata
konsentrasi fosfat dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan fosfat pada
waktu hujan sebesar 0,14 dan pada waktu tidak hujan sebesar 0,88. Nilai ini
lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,05.

Pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertinggi senyawa fosfat terdapat pada
jenis alluvium kelabu saat hujan sebesar 1,5 mg/l. Sementara pada waktu
tidak hujan nilai rata-rata tertinggi di jenis tanah regosol coklat. Jenis tanah
alluvium kelabu adalah jenis tanah yang memiliki tekstur halus dan drainase
yang terhambat, kondisi ini yang menyebabkan senyawa fosfat terhambat
untuk mengalir.

5.2.4.3 Hubungan Konsentrasi Fosfat dengan Penggunaan Tanah

Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi


pada waktu tidak hujan terdapat pada wilayah dengan leboh besar dari 70%
wilayah non permukiman yaitu sebesar 1,54 mg/l. Sementara pada waktu
hujan nilai fosfat tertinggi pada wilayah dengan presentase wilayah non
permukiman sebesar 40-70%.

Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan.


Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa fosfat pada waktu hujan dan tidak hujan,
karena nilai signifikan lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,402 dan 0,120.

5.2.4.4 Hubungan Konsentrasi Fosfat dengan Jarak dari TPA

Nilai Konsentrasi senyawa fosfat secara umum bervariasi. Pada


Tabel 5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan
terdapat pada jarak 200-300 meter dari TPA sebesar 1,59 mg/l. Sementara
nilai konsentrasi fosfat pada waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 300-400
meter sebesar 2,23 mg/l. Penyebaran senyawa fosfat ada hubungannya
dengan jarak dari TPA (lihat Gambar 5.13). Namun, senyawa fosfat adalah

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
77

senyawa yang merupakan bagian dari hasil siklus fosfar di alam membuat
keberadan senyawa fosfat ini sudah ada di dalam tanah, dan peningkatan
kandungan senyawa fosfat dapat berasal dari penggunaan tanah sekitar dan
aktivitas manusia di sekitar lokasi.

Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi


statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan
95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi fosfat, menunjukan
tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan
konsentrasi senyawa fosfat dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat dengan
hasil nilai r= -0,331 pada waktu hujan dan r= 0,242 untuk konsentrasi
senyawa nitrat pada waktu tidak hujan.

4.0
Fosfat (mg/l)

2.0 Batas
Baku
0.0 Mutu

0 100 200 300 400 500


Hujan Jarak (meter)

3.0
Fosfat (mg/l)

2.0 Batas
Baku
1.0 Mutu

0.0
0 100 200 300 400 500
Tidak Hujan Jarak (meter)

Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011

Gambar 5.13 Hubungan antara Nilai Fosfat Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan
dengan Jarak dari TPA Cipayung

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
BAB VI

KESIMPULAN

Pola spasial kualitas airtanah dangkal dengan parameter total zat terlarut,
daya hantar listrik, nitrat (NO3), amoniak (NH3-N), dan fosfat (PO4)-3 di sekitar
TPA Cipayung Depok membentuk pola acak atau pola yang tidak seragam saat
hujan dan tidak hujan. Dengan kualitas airtanah dangkal waktu hujan dan tidak
hujan di sekitar TPA tidak tercemar untuk parameter total zat terlarut dan daya
hantar listrik, tetapi untuk parameter nitrat (NO3) dan amoniak (NH3-N) wilayah
yang tercemar terdapat di bagian utara, dan barat, sedangkan untuk parameter
fosfat (PO4 )-3 hampir seluruh wilayah tercemar.

Tidak ada pengaruh perbedaan untuk setiap parameter yang diuji statistik
One Way of Anova terhadap jenis batuan, jenis tanah, dan penggunaan tanah.
Namun, terdapat perbedaan yanga nyata antara senyawa nitrat saat waktu hujan
dan senyawa fosfat saat waktu tidak hujan pada jenis batuan yang ada di daerah
penelitian. Sementara untuk faktor jauh atau dekatnya jarak dari TPA, tidak
memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai konsentrasi parameter total
zat terlarut, daya hantar listrik, nitrat, amoniak, dan fosfat. Berdasarkan uji
statistik Person’s Product Moment antara jarak dengan konsentrasi parameter
tidak menunjukan adanya hubungan.

78 Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air, Surabaya: Usaha
Nasional.
Arsadi, dkk. 2007. Optimalisasi Sumber Daya Air di Wilayah Pesisir,Studi
Kasus:Pantai Utara Kabupaten Karawang,Jawa Barat. Kumpulan
Jurnal Sumber Daya Air dan Lingkungan,Potensi, Degradasi, dan Masa
Depan: 47-74. Jakarta: LIPI Press.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Astuti, D. 2008 “Analisis Kualitas Air Lindi di Tempat Pembungan Akhir Sampah
Putri Cempo Mojosongo Surakarta.” Oktober 02, 2010 pukul 17.23.
http://eprints.ums.ac.id/1441/1/4._Dwi_Astuti.pdf
Clark, J.R. 1977. Coastal Ecosystem Management. John Willey and Sons, New
York.
Departemen Pekerjaan Umum. 1994. Domestic Solid Waste Disposal. UP3KT
Bidang Air Bersih dan PLP, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Diana, E, 1992. Pemantauan Dampak Lokasi Pembungan Akhir sampah Secara
Sanitary Landfill Bantar Gebang Terhadap Kualitas Air permukaan,
Air Tanah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitarnya. Tesis. Program
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dwinanto, R. 2007. Wilayah Kerentanan Airtanah di Kecamatan Sawangan.
Depok : Skripsi Geografi FMIPA Universitas Indonesia.

Foth, H.D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, terj. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Fuller, W.H & Warrich, A.W, 1986. Soil inWaste Treatment and Utilization, CRC
Presc. Inc. Boca Raton, Florida, vol II.
Freeze, R.A. and John A.C, 1979. Groundwater. United States of America : Prentice-
Hall.
Ghufran, H.M & Andi B.T, (2007). Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

79 Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
80

Lyman, W.J. & Guswa J.H., 1983 Groundwater Contamination and Emergency
Response Guide, New York
Lechie, J.O., & Pacey, J.G., 1975. Landfill Management With Moisture Control.
Journal ASCE En. Eng, DIV, vol.101. No. Eei
Kodoatie, R. J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Andi Offset, Yogyakarta.
Mato, R. (2002). Groundwater Pollution In Urban Dar es Salaam, Tanzania :
Assesing Vulnerability and Protection Priorities. Netherlands : Eindhoven
University of Technology. November 13, 2011 pukul 23.05 WIB.
http://alexandria.tue.nl/extra2/200211708.pdf.
Masduqi. (2007). Kualitas Air Sebagai Indikator Pengolahan DAS. April 13, 2011
pukul 13.45 WIB. http://blog.its.ac.id/masduqi/2007/11/04/kualitas-air-
sebagai-indikatorpengelolaan-daerah-pengaliran-sungai/
Notodarmojo, S., 2005. Tanah dan Air tanah; ITB , Bandung.

Purwanti. 2006. Pemodelan Salinitas Air Tanah Di Surabaya Timur. Prosiding


Seminar Nasional Manajemen Teknologi III. Mei 15, 2011 pukul 22.15
WIB. www.mmt.its.ac.id/library/wp-content/uploads/2008/06/30/8-
prosidingipung-ok.
Salvato, J.A. 1972. Enviromental Enigineering and Sanitation. John Willy &
Sons, New York.
Sandy, I Made. 1996. Republik Indonesia Geografi Regional Depok; Geogarfi
FMIPA UI.

____________. 1987. Iklim Regional Indonesia. Depok: Geografi FMIPA UI.


Slamet, 1994, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

Seyhan, E., (1997). Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press. Sparks, Donald L.( 2003) Environtmental Soil Chemistry.Second
edition. USA: Elsevier Science.
Soemarto., 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta
Sundra, I Ketut. (1997). “ Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air
Sumur Gali di Sekitar Tempat Pembuangan Sampah Akhir Sampah
Suwung Denpasa Bali.” Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 19:3,
206-214

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
81

____________.2006. Kualitas Air Bawah Tanah Di Wilayah Pesisir Kabupaten


Badung. Jurnal Ecotrophic Volume 1 No 2. 1 Juli 2009 Mei 2011 pukul
14.45 WIB. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/i%20ketut%20sundra.pdf.
Tchobanaglous, G.H. Theisen & R. Elliasen. 1977. Solid Waste. Mc. Graw-Hill,
Tokyo
Wallce H.F. & Arthur W.W., 1986. Soils inWaste Treatment an Utilization, Boca
Raton, florida.

Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Lampiran 1. Kedalaman Muka Airtanah dan Jarak Lokasi Sampel Terhadap
TPA Cipayung

Koordinat MAT
No Titik
BT LS (meter) Jarak (m)
1 A1 106°47'16.07" -6°25'8.51" 8.0 16.23
2 A1’ 106°47'16.95" -6°25'8.94" 4.8 6.35
3 A2 106°47'15.11" -6°25'6.76" 13.0 71.50
4 A3 106°47'12.47" -6°25'11.13" 0.0 24.27
5 A4(1) 106°47'14.25" -6°25'17.15" 0.0 37.76
6 A4(2) 106°47'14.27" -6°25'16.43" 0.0 36.76
7 A4 (3) 106°47'14.27" -6°25'15.34" 0.0 31.61
8 A5 106°47'13.22" -6°25'15.85" 0.0 67.36
9 A6 106°47'21.60" -6°25'22.40" 25.0 72.04
10 A7 106°47'21.38" -6°25'14.71" 0.1 68.40
11 A8 106°47'20.32" -6°25'27.26" 0.0 96.45
12 A9 106°47'13.98" -6°25'11.66" 0.0 24.86
13 A10 106°47'18.95" -6°25'7.40" 3.2 63.00
14 B1 106°47'9.63" -6°25'11.30" 6.3 106.95
15 B2 106°47'9.98" -6°25'5.94" 14.0 183.65
16 B3 106°47'21.50" -6°25'4.72" 17.0 169.66
17 B4 106°47'24.66" -6°25'16.81" 10.5 153.06
18 B5 106°47'23.41" -6°25'22.38" 18.0 125.45
19 B6 106°47'22.93" -6°25'25.99" 3.1 137.42
20 B7 106°47'13.80" -6°25'29.07" 3.8 130.46
21 B8 106°47'8.49" -6°25'24.10" 7.6 177.34
22 C1 106°47'13.07" -6°25'0.39" 10.0 276.51
23 C2 106°47'19.04" -6°25'0.75" 6.6 264.46
24 C3 106°47'23.77" -6°25'31.15" 3.5 256.07
25 C4 106°47'4.89" -6°25'22.88" 8.0 288.50
26 C5 106°47'5.73" -6°25'12.70" 13.5 226.99
27 C6 106°47'11.21" -6°25'30.95" 15.0 214.87
28 D1 106°47'19.60" -6°24'57.28" 4.4 372.35
29 D2 106°47'28.03" -6°25'4.08" 2.1 332.20
30 D3 106°47'4.73" -6°25'3.76" 9.0 344.75
31 E1 106°47'1.06" -6°25'5.11" 9.0 419.67
32 E2 106°47'16.48" -6°24'54.42" 17.5 449.11
33 E3 106°47'29.05" -6°24'59.69" 6.0 438.63

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Lampiran 2. Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak Hujan dan Hujan

Tanggal Pengambilan Waktu TDS DHL Nitrat Amoniak Fosfat


No Titik TH H TH H TH H TH H TH H TH H TH H
1 A1 23-Apr-11 5 Mei 2011 10.4 9.23 52.2 50.3 87 93 5.6 3.4 0 0.01 0.87 0.57
2 A1’ 23-Apr-11 5 Mei 2011 10.5 9.3 53.2 48.4 93 84 5.2 4.5 0 0.01 2.75 0.72
3 A2 23-Apr-11 5 Mei 2011 11.25 9.45 72.4 78.3 110 118 5.7 20.4 0 1.42 0.5 2.75
4 A3 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.13 9.5 103 105.6 138.2 143 33 7.8 0.27 0.56 2.75 2.75
5 A4(1) 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.28 10.05 2380 2460 3630 3750 3.4 8.5 0.3 0 2.75 0
6 A4(2) 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.4 10.1 2250 2050 3670 3560 3.1 1.3 0.25 0.36 0 0.67
7 A4(3) 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.42 10.13 2200 2100 2730 2650 0 0.7 0.05 0.41 0 0.81
8 A5 20-Apr-11 12 Mei 2011 10.51 10 93.9 145 173 544 10.5 6.5 0 0 0.58 0.75
9 A6 20-Apr-11 12 Mei 2011 11.22 9.58 323 234.8 118.5 108.9 1.3 0 0.01 0.71 0.58 1.04
10 A7 20-Apr-11 12 Mei 2011 11.4 10.15 166 178 302 300 0.7 0 0.34 0.48 0.83 2.75
11 A8 20-Apr-11 12 Mei 2011 13.05 9.4 91.6 87 142.2 134.3 1.6 1.9 0.44 1.26 0.65 2.75
12 A9 20-Apr-11 5 Mei 2011 12.08 10.19 2600 2300 4720 3450 1.8 1.75 0.5 0.01 0 1.79
13 A10 23-Apr-11 5 Mei 2011 10.55 10.2 72.9 74.4 119 125.2 2.7 1.8 0 0.03 0.15 1.7
14 B1 20-Apr-11 12 Mei 2011 11.45 10.17 73 65.3 114 105.6 32 3.4 0.03 0 0 2.75
15 B2 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.15 9.24 51.9 62 75 79.2 2.3 4.2 0 0 0.05 0.53
16 B3 23-Apr-11 12 Mei 2011 11.4 10.34 71 87.2 111 125.7 5.9 17.7 0 0 0.69 0.15
17 B4 20-Apr-11 12 Mei 2011 14.05 10.45 177 165 324 287.5 0.5 0 0 0.68 0.25 0.53
18 B5 20-Apr-11 5 Mei 2011 14.16 11.05 168 152 323 297 0.34 4.4 0 0 0.5 2.75

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Lampiran 2. Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak Hujan dan Hujan (Lanjutan)

Tanggal Pengambilan Waktu TDS DHL Nitrat Amoniak Fosfat


No Titik TH H TH H TH H TH H TH H TH H TH H
19 B6 20-Apr-11 5 Mei 2011 11.52 11.1 137 123 259 234 33 11.5 0.06 0 0.34 0.25
20 B7 20-Apr-11 5 Mei 2011 12.18 11.15 321 234 331 295 3.52 0.5 0.02 0.06 0.75 0.29
21 B8 20-Apr-11 12 Mei 2011 12.31 9.41 132 136.8 222 238 33 6.8 0.44 0 0.22 0.38
22 C1 23-Apr-11 5 Mei 2011 11.42 11.2 71 67.5 113 98 3.8 4.6 0 0.01 0.21 0.35
23 C2 23-Apr-11 5 Mei 2011 13 11.25 64.6 75.3 124 135 1.5 22.25 0.95 0.02 2.75 0.69
24 C3 23-Apr-11 12 Mei 2011 13.48 9.45 94.1 75.3 152 127.3 2.1 1.2 0 0 0.25 2.22
25 C4 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.07 9.28 117 143 205 174 6.9 5.1 0.49 0.48 0.14 2.75
26 C5 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.19 9.15 49.1 36.9 65 64.8 3.1 0.8 0 0.37 0.48 2.75
27 C6 23-Apr-11 12 Mei 2011 13.56 9.35 108 114 172 137.7 11.5 8.1 0 0 0.2 0.8
28 D1 23-Apr-11 12 Mei 2011 11.58 9.46 71.4 68.3 11912 120 0.5 19.9 0 0.44 2.75 0.39
29 D2 23-Apr-11 5 Mei 2011 13.02 11.35 180 178.2 310 333 7.5 18.6 0 0 2.75 2.12
30 D3 23-Apr-11 5 Mei 2011 12.15 11.4 94.3 87.6 183 196 8.5 7.8 0 0.23 1.2 0.75
31 E1 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.29 9.2 112 78.5 236 92.4 4.1 3.9 0 0 0.23 0.64
32 E2 23-Apr-11 5 Mei 2011 12.01 11.46 121 119.8 225 234 5.1 4.2 0.07 0.01 2.75 0.5
33 E3 23-Apr-11 5 Mei 2011 13.09 11.53 144 156 234 276 12.6 10.3 0 0 0.53 0.34
32 E2 23-Apr-11 5 Mei 2011 12.01 11.46 121 119.8 225 234 5.1 4.2 0.07 0.01 2.75 0.5
33 E3 23-Apr-11 5 Mei 2011 13.09 11.53 144 156 234 276 12.6 10.3 0 0 0.53 0.34
Keterangan :
TH : Waktu Tidak Hujan H : Waktu Hujan

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Lampiran 3. Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA
dengan Konsentrasi TDS 1 (Tidak Hujan) dan TDS 2 (Hujan)

Total Total
Dissolved 1 Dissolved 2 Jarak TPA
Total Dissolved 1 Pearson Correlation 1 .938** -.037
Sig. (2-tailed ) N .000 .847
30 30 30

Total Dissolved 2 Pearson Correlation .938** 1 .042


Sig. (2-tailed ) N .000 .828
30 30 30

Jarak TPA Pearson Correlation -.03 7 .042 1


Sig. (2-tailed ) N .84 7 .82 8
30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).

Lampiran 4. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan


Konsentrasi DHL 1 (Tidak Hujan) dan DHL 2 (Hujan)

Daya Hantar Daya Hantar


Listrik 1 Lsitrik 2 Jarak TPA
Daya Hantar Lis trik 1 Pearson Correlation 1 .87 1** .262
Sig. (2-tailed) N .000 .161
30 30 30
Daya Hantar Lsitrik 2 Pearson Correlation .871** 1 .229
Sig. (2-tailed) N .000 .223
30 30 30
Jarak TPA Pearson Correlation .262 .229 1
Sig. (2-tailed) N .161 .223
30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011


Lampiran 5. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan
Konsentrasi Nitrat 1 (Tidak Hujan) dan Nitrat 2 (Hujan)
Nitrat 1 Nitrat 2 Jarak TPA
Nitrat 1 Pearson Correlation 1 .110 -.034
Sig. (2-tailed ) N .563 .859
30 30 30
Nitrat 2 Pearson Correlation .11 0 1 .224
Sig. (2-tailed ) N .5 63 .235
30 30 30

Jarak TPA Pearson Correlation -.034 .224 1


Sig. (2-tailed ) N .85 9 .235
30 30 30

**. Correlation is signi ficant at the 0.01 level (2-tailed ).

Lampiran 6. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan


Konsentrasi Amoniak 1 (Tidak Hujan) dan Amoniak2 (Hujan)

Amoniak 2 Jarak TPA


Amoniak 1 Person Correlation 1 .008 -.019
Sig. (2-tailed) .965 .9 22
30 30
30
N
Amoniak 2 Pearson Correlation .008 1 -.293
Sig. (2-tailed) N .965 .11 6
30 30 30

Jarak TPA Pearson Correlation -.019 -.293 1


Sig. (2-tailed) N .922 .116
30 30 30

**. Correlation is signi ficant at the 0.01 level (2-tailed ).

Lampiran 7. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan


Konsentrasi Fosfat 1 (Tidak Hujan) dan Fosfat2 (Hujan)

Fosfat 1 Fosfat 2 Jarak TPA


Fosfat 1 Pearson Correlation 1 -.178 .2 42
Sig. (2-tailed) N .347 .1 97
30 30 30
Fosfat 2 Pearson Correlation -.17 8 1 -.331
Sig. (2-tailed) N .3 47 .0 74
30 30 30
Jarak TPA Pearson Correlation .2 42 -.331 1
Sig. (2-tailed) N .1 97 .0 74
30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).

Universitas Indonesia

Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai