Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL OPERASIONAL TA.

2013

KAJIAN PENGEMBANGAN IRIGASI BERBASIS


INVESTASI MASYARAKAT PADA AGROEKOSISTEM
LAHAN TADAH HUJAN

Oleh:

Rudy Sunarja Rivai


Herman Supriadi
Bambang Prasetyo
Rita Nur Suhaeti
Tri Bastuti Purwantini
Djoko Trijono

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2013
KAJIAN PENGEMBANGAN IRIGASI BERBASIS INVESTASI MASYARAKAT
PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia termasuk ke dalam daerah tropika iklim basah, dengan curah hujan
dan kelembaban udara yang tinggi sehingga memungkinkan pertanaman dapat
berlangsung hampir sepanjang tahun. Kondisi iklim tropik basah yang demikian,
dengan hanya terdapat dua musim saja, yaitu musim hujan dan musim kemarau, dapat
dipandang sebagai suatu kekayaan sumberdaya alam yang potensial untuk
mengembangkan budidaya pertanian. Karena termasuk wilayah tropik basah, potensi
sumberdaya air tawar Indonesia cukup besar, dan diperkirakan mencapai 350 ribu
mega cubic meter (MCM ). Menurut kajian makro, diperkirakan kebutuhan air
Indonesia pada tahun 2020 sekitar 82 ribu MCM (Pawitan et al., 1996). Walaupun
Indonesia mempunyai ketersediaan air yang besar, namun karena persebaran potensi
sumberdaya air dan jumlah kepadatan penduduk yang tidak merata antarwilayah,
antarpulau maupun antardaerah mengakibatkan keseimbangan antara ketersediaan air
di suatu pihak dengan kebutuhan air di lain pihak menjadi sangat bervariasi.
Dalam penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya air, persaingan antara sektor
pertanian dan sektor nonpertanian semakin tajam, terutama di wilayah yang relatif
padat penduduk dan terbatasnya sumberdaya air. Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara Barat merupakan wilayah padat penduduk yang membutuhkan sumber daya
air banyak, sedangkan ketersediaannya semakin terbatas. Pemanfaatan air juga
menjadi masalah untuk wilayah yang tidak terlalu padat atau penduduknya jarang,
tetapi ketersediaan sumber daya airnya sangat terbatas, yaitu wilayah dengan musim
kering yang relatif panjang di sebagian besar wilayah Timur/Tenggara Indonesia.
Menurut analisis yang dilakukan oleh Pawitan et al. (1996) dalam kurun waktu 1990 –
2020 pangsa kebutuhan air untuk pertanian akan menurun dari 92 persen menjadi 86
persen dari kebutuhan air total. Selain keterbatasan dalam jumlah atau volume air


 
yang dapat dimanfaatkan di daerah padat penduduk, masalah pencemaran sumber
daya air juga mengakibatkan kualitas air menurun, sehingga tidak/kurang layak untuk
dimanfaatkan.
Untuk mengatasi kekurangan air irigasi di musim kemarau, para petani di Jawa,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan telah lama
memanfaatkan irigasi kecil* dari air sadapan air sungai maupun air tanah. Terutama di
Jawa, penggunaan air tanah untuk irigasi semakin meluas terutama di daerah yang
telah beririgasi untuk menunjang diverifikasi tanaman, tetapi peran air tanah untuk
irigasi baru mencapai sekitar 2-3 persen dari luas areal sawah irigasi (Pasandaran,
1996). Masih rendahnya pemanfaatan irigasi kecil baik yang bersumber dari irigasi
pompa (yang sumber airnya dari air tanah maupun dari air permukaan) maupun irigasi
sederhana yang bersumber dari air permukaan (air sungai, danau/situ maupun mata
air) mempunyai peluang cukup besar untuk dikembangkan di masa yang akan datang.
Investasi irigasi kecil (termasuk irigasi pompa) dapat dipandang sebagai salah
satu peluang untuk meningkatkan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian.
Investasi irigasi kecil dapat dipandang sebagai bagian dari upaya untuk menunjang
ketahanan pangan pada tingkat nasional, lokal dan rumahtangga petani. Kemampuan
investigasi irigasi kecil oleh swasta, kelompok tani, petani perorangan dan LSM perlu
terus didorong dan ditingkatkan sehingga mampu berperan dalam mendukung
pembangunan pertanian wilayah. Pada daerah daerah irigasi yang belum berkembang,
diharapkan Pemerintah lebih berperan sebagai pelopor dan motivator bagi
pengembangan irigasi kecil (Sudaryanto dan Hermanto, 1999).
Pengembangan irigasi kecil sebagai salah satu instrument kebijakan dalam
pembangunan pertanian berfungsi untuk mencapai sasaran antara dalam bentuk
perubahan pola tanam serta peningkatan intensitas tanam dan produktivitas dalam
rangka mendukung pencapaian sasaran akhir berupa peningkatan produksi pertanian
dan pendapatan petani. Pengembangan irigasi kecil dengan fungsi sebagai substitusi

*) Irigasi kecil yang dimaksud dalam kajian ini adalah sistim irigasi sederhana yang cakupan wilayahnya
(oncorannya) < 500 ha baik bersumber dari air gravitasi (permukaan) maupun air irigasi pompa.


 
maupun sebagai suplesi irigasi gravitasi meningkatkan secara nyata luas lahan yang
digarap petani. Terjadinya peningkatan derajat ketersediaan air irigasi sebagai output
pengembangan irigasi kecil, cenderung membuat petani tetap memilih mengusahakan
padi bahkan mengganti komoditas nonpadi dengan padi, sehingga diversifikasi
pertanian kurang berkembang (Purwoto et al., 1999).
Dalam rangka meningkatkan produksi pangan dan sekaligus bertujuan untuk
mencapai peningkatan pendapatan petani, maka pengembangan dan investasi irigasi
kecil perlu terus didorong, sehingga dapat meningkatkan luas areal tanam yang
sekaligus menyumbangkan peningkatan ketahanan pangan. Diharapkan investigasi
irigasi kecil oleh swasta dalam hal ini bisa petani sendiri, pengusaha maupun lembaga
swadaya masyarakat (LSM) akan memberikan dampak terhadap peningkatan luas
tanam dan produksi tanaman pangan utama. Oleh karena itu perlu dipelajari berbagai
faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi irigasi kecil dan viabilitas finansial
sistim irigasi kecil berbasis investasi masyarakat.
Agar berkelanjutan, pengelolaan irigasi kecil memerlukan kelembagaan
pengelolanya yaitu kepengurusan dan anggota serta berbagai norma yang
menyertainya. Pranadji (2006) menyatakan bahwa para ahli ekonomi, ekologi, dan ilmu
sosial menempatkan tata nilai sebagai bagian penting modal sosial tatanan kehidupan
masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan masyarakat dan lingkungannya.

1.2. Dasar Pertimbangan

Salah satu program utama Kementrian Pertanian dalam tahun 2010 – 2014
adalah pencapaian swasembada pangan pokok yaitu padi, jagung, kedele, gula dan
daging dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan. Pencapaian swasembada
pangan tersebut diupayakan melalui pemenuhan produksi domestik dengan
memanfaatkan semua sumberdaya yang dimiliki. Target pencapaian swasembada
pangan pokok ini berarti menyediakan pangan untuk memenuhi kebutuhan 240 juta
penduduk Indonesia yang setiap tahunnya bertambah. Salah satu sumberdaya penting
dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan pokok tersebut adalah ketersediaan lahan
dan air untuk produksi pangan (Kementrian Pertanian 2010).


 
Sejak 15 tahun terakhir, upaya peningkatan produksi padi belum optimal
terutama disebabkan oleh produktivitas dan stabilitas produksi yang masih rendah,
sehingga dapat dikatakan peningkatan produksi padi cenderung melandai. Rendahnya
peningkatan produksi padi ini karena menghadapi berbagai masalah, seperti
berkurangnya lahan sawah subur (konversi lahan untuk nonpertanian), prevaensi dan
intensitas cekaman biotik dan abiotik yang tinggi berhubungan dengan patahnya
keunggulan/superioritas gen-gen ketahanan varietas unggul baru (VUB), dan
peningkatan dinamika organisme pengganggu tanaman/OPT (Suprihatno, 2007).
Berkurangnya sumber air untuk irigasi karena daerah penangkapan air (daerah aliran
sungai/DAS) rusak serta penggunaan untuk nonpertanian dan terbatasnya air irigasi
yang disebabkan banyaknya prasarana irigasi yang rusak (Sumarno, 2011).
Dalam upaya mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan pangan
pokok (terutama padi) dan keberlanjutannya maka perlu dilakukan dengan dua
pendekatan sekaligus. Pendekatan pertama dari sisi permintaan adalah memacu
diversifikasi konsumsi pangan pokok, dengan menyediakan hasil pengolahan pangan
yang bervariasi dan menarik minat masyarakat luas, terutama karena ketersediaannya,
rasa, nilai gizi dan sosialisasi / promosi. Pendekatan kedua dari sisi penawaran, yang
berarti harus dapat meningkatkan produksi pangan secara kontinyu dan berkelanjutan.
Peningkatan produksi dapat ditempuh sekaligus melalui upaya peningkatan
produktivitas hasil dan peningkatan luas areal tanam, sehingga secara simultan akan
dapat meningkatkan produksi pangan (terutama padi) bagi memenuhi kebutuhan
masyarakat luas. Pendekatan pertama diharapkan dapat menurunkan pertumbuhan
konsumsi beras per kapita per tahun, yang dalam periode 2010 – 2014 dapat menurun
rata-rata sebesar 1,5 persen per tahun.
Peningkatan produksi pangan pokok, terutama padi dapat dilakukan dalam areal
lahan sawah beririgasi dan lahan sawah tadah hujan. Peningkatan produksi pada lahan
sawah tadah hujan dapat dilakukan melalui lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah
tadah hujan yang memanfaatkan irigasi kecil. Umumnya produksi padi pada lahan
sawah tadah hujan hanya dapat ditanam padi satu kali setahun, yaitu pada musim
hujan, sedangkan pada musim berikutnya (musim kemarau) diusahakan tanaman


 
nonpadi, bisa palawija atau sayuran atau bera bila air hujan tidak mencukupi kebutuhan
tanaman. Pada lahan sawah tadah hujan yang dibantu dengan irigasi kecil dapat
meningkatkan intensitas tanam. Musim hujan menanam padi dan musim kemarau
(yang dibantu irigasi kecil) sebagian dapat diusahakan tanaman padi dan sebagian lagi
diusahakan tanaman palawija atau sayuran, bila air irigasi kecil tidak mencukupi untuk
kebutuhan pertanaman padi. Jadi diharapkan dengan menggunakan irigasi kecil pada
lahan tadah hujan, dapat meningkatkan areal tanam padi (terutama di musim kemarau)
dan areal tanaman nonpadi (palawija dan sayuran) di musim kemarau.
Pengembangan irigasi kecil pada lahan tadah hujan tergantung pada keuntungan
finansial yang diperoleh petani dan pengusaha pompa air irigasi. Bila keuntungan ini
cukup baik, maka diharapkan irigasi kecil pada lahan tadah hujan akan dapat
berkembang, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi padi dan tanaman
semusim lainnya (palawija dan atau hortikultura). Dengan mempelajari faktor-faktor
yang mempengaruhi pengembangan irigasi kecil, dapat diupayakan pengembangan
irigasi kecil pada lahan tadah hujan yang mempunyai potensi sumber daya air, baik air
tanah maupun air permukaan.

1.3. Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengembangan irigasi
berbasis investasi masyarakat pada agroekosistem lahan sawah tadah hujan. Secara
rinci tujuan penelitian adalah untuk:
1. Mengidentifikasi keragaan sistem irigasi kecil di lahan sawah tadah hujan.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan irigasi kecil
berbasis investasi masyarakat.
3. Menganalisis manfaat dari pengembangan irigasi kecil berbasis investasi
masyarakat.
4. Menyusun alternatif kebijakan pengembangan irigasi kecil berbasis investasi
masyarakat.


 
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang diperlukan dalam
rangka mengembangkan irigasi kecil pada agroekosistem lahan sawah tadah hujan,
adapun keluaran yang diharapkan dari hasil pengkajian ini adalah :
1. Informasi keragaan sistem irigasi kecil pada lahan sawah tadah hujan
2. Informasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi irigasi kecil
di lahan sawah tadah hujan
3. Informasi faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas financial sistem irigasi
kecil.
4. Alternatif kebijakan pengembangan irigasi kecil berbasis investasi masyarakat.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Terdapat dua manfaat langsung dari pengembangan irigasi kecil pada lahan
sawah tadah hujan. Pertama adalah peningkatan luas areal tanam padi dan non padi,
dan kedua, akibat dari tersedianya air irigasi kecil (termasuk irigasi pompa), maka
dapat diupayakannya intensifikasi usahatani yang dapat meningkatan produktivitas hasil
padi dan nonpadi pada lahan tadah hujan tersebut. Peningkatan luas areal tanam dan
peningkatan produktivitas hasil, diharapkan dapat meningkatkan atau berdampak pada
peningkatan pendapatan usahatani. Bila petani dan pengusaha pompa irigasi
memperoleh keuntungan finansial, maka melalui mekanisme pasar, dengan sendirinya
irigasi kecil pada lahan sawah tadah hujan (yang berpotensi cukup tersedianya sumber
air irigasi) akan berkembang dan berdampak terhadap peningkatan produksi serta
peningkatan ketahanan pangan nasional, lokal dan rumahtangga tani.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Degradasi sumberdaya air telah terjadi diberbagai belahan bumi, dan
merupakan hambatan besar dalam penyediaan pangan dunia. Seperti yang dikutip oleh
Rivai (2011) dari kesepakatan KTT X di Johannesburg (Bab II, paragraf 24)
menyatakan : Guna sesegera mungkin membalikkan kecenderungan degradasi
sumberdaya alam, perlu dilaksanakan berbagai strategi yang harus mencakup target
yang ditetapkan pada tingkat nasional, dan bilamana perlu pada tingkat regional, guna


 
melindungi ekosistem dan mewujudkan pengelolaan sumberdaya tanah, air dan
sumberdaya hayati secara terpadu, seraya memperkuat kemampuan regional, nasional
dan lokal.
Salah satu tolok ukur penting dalam kaitannya dengan pembangunan
berkelanjutan adalah pro-lingkungan hidup (pro-environment) atau keberlanjutan
ekologis. Tolok ukur ini dapat dinilai atau dievaluasi dengan berbagai indikator
kerusakan lingkungan sumberdaya alam sebagaimana yang diuraikan oleh Pranaji
(2005) berikut: (1) Terjadinya peningkatan pencemaran perairan di kawasan padat
penduduk yang menyebabkan masyarakat kecil mendapat musibah dan tidak mendapat
pembelaan yang wajar. (2) Perusakan hutan tropis akibat penebangan tidak terkendali
oleh pemegang HPH, pembakaran hutan untuk pembukaan lahan perkebunan dan
pertanian semusim, dan illegal logging, menunjukkan betapa lemahnya budaya
pengelolaan milik bersama (common property). (3) Terjadinya kerusakan sistem
hidrologi yang serius dalam satu kawasan DAS di berbagai tempat di Jawa,
mengakibatkan masyarakat kesulitan untuk memperoleh dan memanfaatkan air yang
dulunya “gratis” dan merupakan bagian dari milik bersama; dan (4) Terjadinya
pendangkalan waduk besar (Kedung Ombo, Karangkates, Jati luhur dan Gajah
Mungkur), kerusakan bantaran sungai, pelumpuran berat di muara sungai dan
penurunan kesuburan lahan di kawasan dataran tinggi dapat dipandang sebagai bagian
dari kerusakan lingkungan bertaraf nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut, Sumaryanto (2001) menyatakan Paradigma
baru dalam pendayagunaan sumberdaya air pada prinsipnya adalah bagaimana
mendayagunakan sumberdaya tersebut secara bijaksana dengan cara mengedepankan
prinsip-prinsip pelestarian sumberdaya alam, demokrasi, dan efisiensi sedemikian rupa
sehingga kemakmuran dan keadilan yang tercipta dapat dinikmati oleh semua, untuk
generasi sekarang dan generasi mendatang. Oleh karena sektor pertanian merupakan
pengguna air terbanyak, perubahan paradigma tersebut mempunyai implikasi yang luas
terhadap strategi pendayagunaan sumberdaya air untuk pertanian, utamanya dalam
strategi pengembangan produksi pangan.


 
Pertumbuhan produksi pangan sangat ditentukan oleh ketersediaan air irigasi.
Sampai dengan dasawarsa 1990-an, dari seluruh lahan di dunia yang dapat digarap,
sekitar 237 juta hektare atau 18 persen diantaranya adalah lahan pertanian beririgasi
yang menghasilkan lebih dari 33 persen produk pertanian dunia. Dari keseluruhan areal
pertanian beririgasi itu, sekitar 71 persen berada di negara-negara berkembang,
dimana 60 persen diantaranya berlokasi di Asia (Postel, 1994 dalam Sumaryanto,
2006). Upaya peningkatan produksi pangan akan semakin terkendala dengan
meningkatnya kelangkaan air irigasi. Selain disebabkan oleh meningkatnya kompetisi
penggunaan air antarsektor perekonomian, juga disebabkan degradasi fungsi jaringan
irigasi. Sumaryanto (2006) memberikan jawaban terhadap tantangan dan
permasalahan tersebut dengan melakukan efisiensi penggunaan air irigasi. Upaya untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi dapat ditempuh melalui perbaikan
teknologi pemanfaatan air irigasi, menciptakan insentif ekonomi, dan rekayasa
kelembagaan. Ketiganya perlu dilakukan secara simultan. Pengembangan irigasi kecil
adalah merupakan salah satu perbaikan teknologi pemanfaatan air irigasi.
Seiring dengan makin langkanya air irigasi, peranan irigasi kecil dalam
pengembangan pertanian, khususnya tanaman pangan di Indonesia semakin penting.
Sampai tahun 1995 diperkirakan tak kurang dari 150 000 hektare lahan sawah
menggantungkan kecukupan air irigasinya dalam sistem irigasi pompa. Dari luasan
tersebut, tak kurang dari 75 persen berupa irigasi pompa yang dikembangkan sendiri
oleh petani dan kalangan swasta di perdesaan. Irigasi pompa swadaya masyarakat itu
dikembangkan atas dasar motif bisnis dan atau untuk memenuhi kebutuhan usahatani
garapan sendiri (Sumaryanto et al., 1999).
Pengembangan irigasi kecil (termasuk irigasi pompa) yang dilakukan oleh
petani dan swasta lebih banyak pada skala menegah dan kecil, sedangkan
pengembangan irigasi pompa yang dibantu oleh Pemerintah lebih banyak pada irigasi
pompa berskala menengah – besar. Sumber air irigasi yang digunakan oleh petani dan
swasta tersebut menggunakan air permukaan dan air tanah dangkal. Pengembangan
irigasi kecil (termasuk irigasi pompa) tidak hanya terbatas pada daerah-daerah yang
tidak terjangkau oleh irigasi gravitasi, tetapi juga didaerah persawahan beririgasi teknis.


 
Irigasi kecil dan irigasi pompa dapat bersifat substitusi dan suplesi atau konjungsi pada
sistim irigasi besar (seperti kasus di Irigasi Jati Luhur, banyak lahan sawahnya
memperoleh suplesi dari irigasi kecil yang sumber airnya dari sungai setempat).
Keduanya akan memberikan dampak yang berbeda terutama dalam peningkatan
intensitas tanam.
Dampak irigasi kecil dapat memberikan pengaruh tidak langsung terhadap
peningkatan produktivitas padi, karena ketersediaan air akan lebih baik yang
memungkinkan petani dapat melakukan intensifikasi dalam penggunaan input produksi.
Dengan kata lain, ketersediaan air irigasi yang cukup, maka unsur hara bagi tanaman
menjadi lebih tersedia. Pendapatan usahatani lahan beririgasi kecil merupakan sumber
utama pendapatan rumah tangga petani dengan pangsa antara 43 – 84 persen.
Kenyataan ini menggambarkan ketergantungan pendapatan rumah tangga terhadap
ketersediaan irigasi kecil. Risiko adanya gangguan terhadap ketersediaan sumber air
akan mempunyai implikasi yang luas kepada masyarakat pengguna air irigasi kecil
(Pasaribu dan Friyatno, 1999).
Hasil penelitian Hermanto et al., (1999), menyatakan bahwa sistem irigasi kecil
dengan nyata dapat mendukung peningkatan produksi pangan. Dengan sistem irigasi
kecil, intensitas tanam dapat ditingkatkan, sehingga merupakan perluasan areal panen
secara vertikal. Dalam kondisi dana pembangunan sangat terbatas untuk perluasan
areal tanam baru seperti saat ini, dipandang peranan investasi masyarakat dalam
pengembangan irigasi kecil dapat dikatakan sebagai terobosan yang layak. Terdapat
dua alasan penting mengapa irigasi kecil berbasis investasi masyarakat (IKBIM) layak
dikembangkan. Pertama adalah biaya investasi dapat dijangkau oleh masyarakat dan
manfaat yang dihasilkan (peningkatan produksi yang sekaligus juga peningkatan
pendapatan petani) bersifat cepat petik (quick yield).
Selain memerlukan modal fisik dan finansial, dalam mengelola barang publik
seperti IKBIM semacam ini diperlukan modal sosial. Modal sosial dapat diterangkan
secara sosiologis maupun ekonomis. Menurut Coleman (1988), terdapat dua aliran
pemikiran tentang modal sosial yaitu; (1) pendapat yang banyak dikaitkan dengan ahli
sosiologi tindakan yang diatur dengan norma-norma, peraturan dan berbagai


 
kewajiban, sehingga di sini dapat dijelaskan tindakan dalam konteks sosial dan
bagaimana tindakan tersebut dibentuk dengan berbagai kendalanya dan diarahkan
kembali dengan konteks sosial yang ada; dan (2) terkait dengan pendapat para ahli
ekonomi, bahwa seseorang maupun sekelompok orang dapat bertindak untuk suatu
tujuan dengan memaksimalkan utilitas.
Dengan kepemimpinan yang kuat, modal sosial dapat membangkitkan energi
sosial dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk dalam pengembangan pengelolaan
IKBIM. Gambar 1 mengilustrasikan gambaran model Hubungan antara Budaya dan
Tata-nilai, Penguatan Modal Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan
IKBIM. Gambar tersebut menunjukkan bahwa selain faktor ilmu pengetahuan dan
teknologi, modal sosial yang merupakan bagian dari budaya dan tata nilai masyarakat,
akan menentukan baik-buruknya pengembangan IKBIM.
Portes (1998) juga menunjukkan bahwa selain modal sosial yang positif, juga
terdapat modal sosial negatif yang tentunya harus dihindari jika diinginkan pelaksanaan
pembangunan yang bermanfaat secara seimbang bagi semua lapisan masyarakat.
Selanjutnya Pranadji (2004) membuat perbandingan nilai-nilai yang mencerminkan
kemajuan VS keterbelakangan dari individu, komunitas kecil dan bangsa serta membuat
nilai-nilai komposit yang mencerminkan kemajuan VS keterbelakangan dari individu,
komunitas kecil dan bangsa. Nilai-nilai tersebut disajikan pada Lampiran 1.

10 
 
Budaya dan Tata‐
nilai Masyarakat 

 
Pemerintah  Modal  Masyarakat 
atas Desa  Sosial Lokal

 
Ilmu  Teknologi dan 
Pengembangan 
Pengetahuan  Keterampilan 
IKBIM 
dan  Mengelola 
Pengelolaan  IKBIM 
IKBIM 

IKBIM  Sistem 
Masyarakat 
 

 
 
 
Gambar 1. Model Hubungan antara Budaya dan Tata-nilai, Penguatan Modal Sosial,
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Irigasi Kecil Berbasis
Investasi Masyarakat (diadopsi dari Pranadji, 2006)

III. METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Pengembangan irigasi kecil merupakan alat kebijakan untuk mencapai tujuan
pembangunan pertanian, terutama dalam hal peningkatan produksi pangan dan
sekaligus upaya untuk meningkatkan pendapatan petani. Peningkatan produksi pangan
dapat dicapai melalui dua pendekatan, yaitu perubahan pola tanam (termasuk
peningkatan intensitas tanam) dan peningkatan produktivitas hasil. Pengembangan

11 
 
kedua pendekatan tersebut untuk mencapai sasaran peningkatan produksi hasil dan
pendapatan petani.
Pemanfaatan air irigasi kecil, baik yang bersumber dari air tanah maupun air
permukaan dapat memberikan pasokan air irigasi hampir sepanjang tahun (tergantung
besarnya potensi sumber air), dengan ketersediaan air irigasi tersebut, akan
memberikan peluang fleksibilitas menentukan pola tanam, termasuk meningkatkan
intensitas tanam. Selain itu dengan ketersediaan air irigasi kecil, memberikan peluang
petani untuk melakukan intensifikasi usahatani sesuai dengan kebutuhan tanaman
(karena ketersediaan unsur hara tanaman lebih meningkat) sehingga produktivitas
hasil akan dapat ditingkatkan. Dengan luas tanam yang meningkat dan produktivitas
hasil juga meningkat, maka produksi hasil usahatani menjadi meningkat. Dengan harga
hasil yang optimal, diharapkan peningkatan produksi ini akan dapat meningkatkan
pendapatan usahatani, hal ini digambarkan dalam Lampiran 2.
Pengembangan irigasi kecil (terutama irigasi pompa) dari sudut pandang
investasi, dibedakan atas (1) irigasi kecil yang investasinya dilakukan oleh Pemerintah,
(2) irigasi kecil yang investasinya dilakukan oleh pengusaha swasta dan (3) irigasi kecil
yang investasinya dilakukan oleh petani sendiri. Sedangkan berdasarkan motivasi
pengembangan irigasi kecil swadaya masyarakat dapat dijadikan tiga kategori, yaitu (1)
untuk memenuhi kebutuhan lahan usahataninya sendiri (subsisten), (2) semi komersil
dan (3) komersil. Irigasi pompa yang bersifat komersial umumnya berupa irigasi
pompa air permukaan skala menengah dan besar. Struktur pasarnya adalah natural
monopoly ataupun natural oligopoly (Sumaryanto et al., 1999).
Petani mempunyai tingkat keswadayaan yang tinggi dalam investigasi irigasi
kecil, beberapa alasan kemandirian petani dalam mengembangkan investigasi irigasi
kecil sebagaimana yang diungkapkan oleh Saptana et al. adalah (1) salah satu cara
untuk mengurangi resiko usahatani; (b) pendukung utama keberhasilan usahatani
(karena sifatnya sebagai sumber air utama pada musim kemarau); (c) untuk
meningkatkan pendapatan usahatani dan (d) berkembangnya beberapa komoditas
komersial seperti cabe, tomat, semangka, melon dan lain sebagainya.

12 
 
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan irigasi kecil, secara global
dapat dibagi menjadi: (1) faktor agroekologi; (2) faktor teknologi budidaya dan
(3) faktor sosial ekonomi setempat. Termasuk faktor agrekologi adalah karakteristik
iklim, sumber air, tanah, dan kondisi fisik lahan. Sedangkan faktor teknologi budidaya
termasuk pengolahan tanah, varietas tanaman, pemeliharaan (termasuk pemupukan)
dan panen serta pascapanen. Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap
pengembangan irigasi kecil adalah: (1) ketersediaan sarana dan prasarana (terutama
transportasi, jaringan irigasi dan pasar); (2) kebijakan pemerintah terutama yang
berkaitan dengan harga input dan output hasil pertanian, (3) kelembagaan yang terkait
dengan bisnis pertanian, seperti penyuluhan, pedagang input, pedagang output,
penangkar benih, jasa alsintan (termasuk traktor), permodalan, penguasaan
sumberdaya lahan dan manajemen.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kajian pengembangan irigasi berbasis investasi masyarakat pada agro ekosistem
lahan tadah hujan, difokuskan pada pengembangan irigasi kecil yang dikembangkan
oleh masyarakat, baik swasta maupun kelompok tani (petani). Irigasi kecil yang
dimaksud adalah jaringan irigasi kategori irigasi sederhana/irigasi pedesaan yang
cakupan luas jaringannya kurang dari 500 Ha. Terdapat dua sumber air yang biasa
digunakan untuk irigasi kecil, yaitu air permukaan (surface water) dan air tanah. Air
permukaan termasuk air limpasan hujan yang mengalir ke sungai atau danau/waduk,
sedangkan air tanah dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya, air tanah dangkal
dan air tanah dalam. Irigasi kecil dapat menggunakan semua sumber air tersebut, asal
kwalitas dan volume ketersediaannya layak untuk digunakan sebagai air irigasi. Pada
irigasi pompa, penggunaan (penyadapan) air tanah maupun air permukaan (level
permukaan air lebih rendah dari lahan tadah hujan) untuk irigasi dilakukan dengan cara
memompa air tersebut ke atas/penampungan, kemudian dengan memanfaatkan daya
gravitasi melalui saluran/jaringan irigasi, air didistribusikan ke lahan pertanian sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Pada irigasi permukaan baik yang bersumber dari mata air
atau air sungai/danau (level permukaan air lebih tinggi dari lahan tadah hujan) dengan

13 
 
memanfaatkan daya gravitasi dialirkan melalui jaringan/saluran irigasi ke lahan sawah
tadah hujan.
Berdasarkan skala usahanya, irigasi pompa dapat dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu (1) irigasi pompa berskala besar, (2) irigasi pompa berskala menengah/sedang
dan (3) irigasi pompa berskala kecil. Menurut Hermanto et al. (1999), Luas oncoran
yang berskala besar > 15 ha, berskala menengah 5 – 15 ha dan yang berskala kecil , 5
ha. Karena penelitian ini lebih diutamakan pada pengembangan irigasi kecil (khususnya
irigasi pompa) dari swasta dan petani, kemungkinan besar lokasi penelitian akan
diperoleh pada pengembangan irigasi pompa berskala menengah dan skala kecil.
Karena umumnya yang berskala besar adalah pengembangan irigasi pompa bantuan
Pemerintah.
Faktor yang akan diidentifikasi mempengaruhi pengembangan irigasi kecil adalah
ketiga faktor tersebut diatas (1. faktor agroekologi; 2. faktor teknologi budidaya dan 3.
faktor sosial ekonomi (termasuk social capital). Tentunya tidak semua sub faktor akan
dikaji secara mandalam, tetapi subfaktor-subfaktor yang sangat berkaitan dengan
viabilitas finansial sistem irigasi kecil dan keswadayaan masyarakat yang akan
diprioritaskan untuk dikaji secara mendalam, sehingga dapat memberikan rekomendasi
untuk pengembangan irigasi kecil berbasis investasi masyarakat. Sedangkan untuk
mengetahui viabilitas finansial irigasi kecil dapat ditempuh melalui analisis kelayakan
usaha (Kadariah, 1988).
3.3. Bahan dan Metoda.
3.3.1. Lokasi Penelitian
Kajian pengembangan irigasi kecil berbasis investasi masyarakat pada agro
ekosistem lahan sawah tadah hujan akan dilakukan di tiga propinsi, yaitu propinsi Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Pada masing-masing propinsi akan
ditentukan empat lokasi pengembangan irigasi kecil swadaya masyarakat, baik irigasi
kecil gravitasi maupun irigasi pompa (baik yang dikelola oleh swasta, maupun oleh
kelompok tani/perorangan).

14 
 
3.3.2. Responden dan Sampling Rumahtangga Contoh
Populasi contoh adalah rumah tangga petani pengguna jasa pompa air dan
irigasi kecil. Masing-masing propinsi akan ditentukan satu kabupaten contoh yang
wilayahnya terdapat penggunaan irigasi kecil atau irigasi pompa. Selanjutnya dalam
satu kabupaten dipilih dua kecamatan yang dianggap representatif memiliki dua sampai
tiga lokasi pengembangan irigasi kecil, baik yang bersumber dari air pompa, maupun
dari air permukaan, baik yang dikelola oleh kelompok maupun swasta . Jumlah rumah
tangga contoh di masing-masing desa contoh disesuaikan dengan kondisi lahan masing-
masing desa. Untuk masing-masing provinsi diambil sampel sebanyak 40 rumahtangga
contoh sehingga secara keseluruhan terdapat 120 rumah tangga petani (Tabel 3.1).
Metode pengambilan contoh adalah stratified random sampling. Stratifikasi didasarkan
atas penggunaan pompa dan luas garapan di masing-masing desa lokasi penelitian
dengan memanfaatkan data dari Pengurus Kelompok Tani dan atau Aparat Desa yang
bersangkutan.
Dalam kajiian ini selain data kuantitatif dan kualitatif dari rumah tangga contoh
juga akan dikumpulkan data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari wawancara
kelompok. Data dan informasi di tingkat kabupaten diperoleh dari dinas terkait (Dinas
Pertanian, Badan Penyuluhan Pertanian, Dinas PU serta Pemda/Bappeda). Wawancara
kelompok (Diskusi Kelompok Terfokus/FGD) juga dilakukan di tingkat desa yang
mencakup kelompok tani, tokoh masyarakat dan aparat desa.

Tabel 3.1. Lokasi Penelitian dan Jumlah Contoh Rumah Tangga Petani

Provinsi Kabupaten Kecamatan Nama Desa Jumlah contoh


A1 Desa 1 10
Jawa Barat A Desa 2 10
A2 Desa 1 10
Desa 2 10
B1 Desa 1 10
Jawa Tengah B Desa 2 10
B2 Desa 1 10
Desa 2 10
C1 Desa 1 10
Nusa Tenggara Barat C
Desa 2 10
C2 Desa 1 10
Desa 2 10
Total 12 desa 120

15 
 
3.3.3 Metoda Analisis
Viabilatas ekonomi merupakan terjemahan dari kata economic viability. Viabilitas
berasal dari kata dasar “viable”, yang pengertiannya adalah kemampuan secara
ekonomi untuk mempertahankan dan mengembangkan eksistensi secara mandiri
(Hermanto et al. 1999). Viability dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagaimana yang
diuraikan pada bagian terdahulu (Kerangka Pemikiran). Parameter yang digunakan
untuk mengukur viabiltas finansial adalah kelayakan (feasibility) finansial.
Analisis kelayakan finansial investasi ditujukan untuk melihat besar manfaat
dari korbanan yang dilakukan. Alat ukur yang dipergunakan adalah Net Present Value
(NPV), rasio peningkatan penerimaan manfaat dan peningkatan korbanan (∆B/∆C) dan
Financial Internal Rate of Return (FIRR). Perhitungan kelayakan finansial sebagai
berikut:.
a. Net Present Value (NPV)
Menghitung selisih besarnya nilai sekarang penerimaan (present value of benefit)
dari benefit dengan nilai sekarang pengeluaran (present value of cost).

n ∆Bt Ct
∆B
NPV =  (1 + r)t t    (1+C
t
r)t
t=0

Keterangan :
NPV ≥0  usaha layak dilakukan

NPV ≤0  usaha tidak layak dilakukan

NPV = Net Present value


∆Bt = Pertambahan Penerimaan/Incremental Gross Benefit
tahun ke t

∆Ct = Pertambahan Pengeluaran/Incremental Cost tahun


ke t

r = tingkat bunga

16 
 
b. Incremental Benefit/Incremental Cost ratio (∆B/∆C)
Menghitung perbandingan (ratio) antara besarnya Pertambahan Penerimaan saat
ini (Increment Value of Benefit, ∆B) dengan Pertambahan Pengeluaran saat ini
(Incremental Present Value of Cost, ∆C).

n Bt

t
t=0 (1 + r)
∆B/∆C = n Ct

t=0 (1 + r)t

Keterangan :
∆B/∆C ≥ 1  Usaha layak dilakukan
∆B/∆C < 1  Usaha tidak layak dilakukan

c. Financial Internal Rate of Return (FIRR)


Menghitung besarnya tingkat bunga pada saat NPV=0 atau pada saat B/C = 1

NPV1
FIRR = r1 + (r1 - r2)
NPV1 - NPV2

Keterangan :

FIRR > r (bunga yang berlaku)  Usaha layak dilakukan

FIRR < r (bunga yang berlaku)  Usaha tidak layak

NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negatif

d. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas ditujukan untuk melihat kepekaan dari hasil analisis finansial
yang diuraikan di atas terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi. Beberapa
variabel yang diduga berpengaruh besar terhadap viabilitas finansial adalah tingkat
produktivitas hasil, harga bahan bakar (biaya pengelolaan) dan harga output.

17 
 
Dipandang dari segi bisnis, pengelolaan irigasi kecil dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :
1. Pengelolaan irigasi kecil adalah bagian integral dari sistem usahatani, sehingga
semua biaya operasional irigasi kecil menjadi bagian dari biaya usahatani. Kondisi
ini bisa terjadi pada irigasi kecil, baik sumber air irigasinya dari pompa maupun dari
air permukaan dimana operasional pompa dilakukan oleh petani penggarap.
2. Pengelolaan irigasi kecil terpisah dari sistem usahatani, sehingga operasional irigasi
kecil berdiri sendiri sebagai pemasok jasa penyedia air irigasi kepada para petani
yang memakai air irigasi kecil (pengelola irigasi kecil sebagai unit usaha jasa
penyedia air irigasi). Sehingga pengguna air irigasi akan membayar biaya
penyediaan air irigasi kepada pengelola air irigasi. Kategori ini akan ditemui pada
irigasi pompa sampai skala menengah. Pada kategori kedua, selain menganalisis
viabilitas unit usaha penyedia air irigasi, juga akan dianalisis keuntungan dari
pemakai jasa air irigasi pompa.
Untuk melihat modal sosial ada dua analisis data yang akan digunakan sesuai
dengan yang diterapkan oleh Pranadji (2006) yaitu (1) Analisis Pengelolaan Irigasi Kecil
Berbasis Investasi Masyarakat dan (2) Analisis Peranan Faktor Sosio-budaya. Pada
Analisis Pengelolaan Irigasi Kecil Berbasis Investasi Masyarakat akan dirinci menjadi
empat bagian analisis yaitu: (i) analisis eksploitasi terhadap irigasi kecil berbasis
investasi masyarakat; (ii) analisis hubungan antara ekonomi petani dan pemeliharaan
irigasi kecil berbasis investasi masyarakat; (iii), analisis hubungan antara dinamika
masyarakat di lokasi penelitian pada bidang keorganisasian ekonomi, ketenaga-kerjaan,
alih pengetahuan dan keterampilan serta pemerintahan, dengan pemeliharaan irigasi
kecil berbasis investasi masyarakat setempat; dan (iv) analisis perkembangan advokasi
dan penyadaran masyarakat dalam pengelolaan irigasi kecil berbasis investasi
masyarakat pada kategori komunitas, pelaku pasar, politik dan pemerintah.
Pada analisis kedua yaitu Analisis Peranan Faktor Sosio-budaya untuk melihat
faktor sosio-budaya tertentu yang dinilai berpengaruh besar terhadap perbaikan
pengelolaan irigasi kecil berbasis investasi masyarakat di lokasi penelitian. Beberapa
aspek sosio-budaya yang akan dianalisis secara kualitatif dalam penelitian ini adalah:

18 
 
(i) kompetensi petani (ii) tata-nilai apa saja yang memberikan dukungan terhadap
perbaikan pengelolaan irigasi kecil berbasis investasi masyarakat di lokasi penelitian;
(iii) kepemimpinan efektif dan diterima pada kehidupan masyarakat pedesaan di lokasi
penelitian yang terkait dengan perbaikan pengelolaan irigasi kecil berbasis investasi
masyarakat; dan (iv) sejauh mana struktur sosial, keorganisasian dan manajemen
kehidupan kolektif masyarakat pedesaan memberikan dukungan terhadap perbaikan
dan pengembangan pengelolaan irigasi kecil berbasis investasi masyarakat.

IV. ANALISIS RISIKO

Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 berikut menyajikan kemungkinan risiko yang dihadapi
dalam pelaksanaan pengkajian “Pengembangan Irigasi Berbasis Investasi Masyarakat
Pada Agroekosistem Lahan Tadah Hujan” serta penanganannya.

Tabel 4.1. Daftar risiko yang mungkin terjadi

No. Risiko Penyebab Dampak

1. Terjadinya pemotongan Kebijakan institusi dalam Sampel atau aspek kajian


(efisiensi) anggaran penghematan dana/anggaran berkurang
penelitian

2. Lokasi penelitian tidak Adanya instabilitas politik dan Proses pengumpulan data
kondusif untuk melakukan keamanan nasional dan atau primer terhambat
survey (pengumpulan data) situasi ketertiban dan
keamanan di lokasi penelitian

3. Adanya penundaan kegiatan kebijakan pemerintah terkait Proses dan jadwal


dengan realokasi anggaran kegiatan penelitian
untuk mengatasi situasi darurat mundur

19 
 
Tabel 4.2. Daftar Penanganan terhadap risiko yang mungkin muncul

No. Risiko Penyebab Penanganan Risiko

1. Terjadinya pemotongan Kebijakan institusi dalam Perancangan anggaran


anggaran penelitian penghematandana/anggaran disesuaikan dengan dana tersedia

2. Lokasi penelitian tidak Adanya instabilitas politik dan Mengantisipasi risiko yang timbul
kondusif untuk keamanan nasional dan atau dalam kaitannya dengan
melakukan survey situasi ketertiban dan ketertiban dan keamanan di lokasi
(pengumpulan data) keamanan di lokasi penelitian penelitian, yang perlu dilakukan
adalah mempersiapkan adanya
lokasi pengganti berdasarkan atas
justifikasi ilmiah agar kualitas hasil
penelitian dapat dipertahankan

3. Adanya penundaan Kebijakan pemerintah terkait Perancangan kerangka acuan


kegiatan dengan realokasi anggaran kajian yang berhubungan dengan
untuk mengatasi situasi kondisi dan situasi darurat
darurat (dikoordinasikan oleh institusi).

V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN


5.1. Tim Pelaksana
Penelitian/kajian ini dilaksanakan oleh tim peneliti seperti pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Susunan Tim Peneliti.

Fungsional Peneliti/
No Nama Status
Bidang Keahlian
1 Rudy S. Rivai Peneliti Madya/Ekonomi Ketua Tim
Pertanian
2 Herman Supriadi Peneliti Utama/ Sistem Anggota
Usaha Pertanian
3 Bambang Prasetyo Peneliti Pertama/Ekonomi Anggota
Pertanian
4 Rita Nur Suhaeti Peneliti Madya/Sosial Anggota
Budaya Pertanian
5 Tri Bastuti Purwantini Peneliti Muda/Ekonomi Anggota
Pertanian
6 Djoko Triono Pranata Komputer Anggota
Penyelia/Programmer

20 
 
5.2. Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan kegiatan terangkum dalam Tabel 10.
Tabel 10. Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian
De
Jenis Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov
s

1. Pembuatan Proposal :
- Penulisan Proposal
- Eksplorasi kriteria dan
xxx xxx
indikator berdasarkan
kompilasi awal dari
berbagai sumber yang
relevan
2. Inventarisir, Kompilasi Data
dan Informasi pada tingkat
Pusat : Data Sekunder, Hasil xx xxx xxx
Penelitian dan kajian
sebelumnya dan wawancara
Responden Tingkat Pusat.
3. Inventarisir, Kompilasi Data
Pada Tingkat Lapangan xx
xxx xxx xxx xxx xxx
- Survey pada Lokasi x
Propinsi, Kabupaten
terpilih.
4. Pengolahan Data dan
Informasi yang terdiri dari :
- Validasi data xx
xx xx xxx xxx xxx xxx
- Entri Data x
- Pengelompokan data
- Pengolahan data sesuai
Metode yg dipilih
5. Analisis dan Kajian Data : xx xxx xxx
Mapping dan Analisis.
xx xxx xxx
6. Penulisan Draft Laporan Akhir
7. Penyusunan Makalah dan xxx
Pelaksanaan Seminar Akhir
xx
xxx
8. Perbaikan Laporan Akhir x

xx
9. Penggandaan Laporan x

21 
 
DAFTAR PUSTAKA

Coleman, J. S. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital. AJS, Vol. 94.
Supplement S95-S120. University of Chicago.

Kementrai Pertanian 2010. Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010 –


2014. Kementrian Pertanian. Jakartra

Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek Pendekatan Analisis Ekonomi. Lembaga Penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Edisi ke dua. Jakarta.

Pasandaran, E. 1996. Nilai Ekonomi Air dalam rangka Menghadapi Era Baru
Pengelolaan Sumbaer daya Air. Prosiding seminar nasional Perhimpunan
Meteorologi Pertanian Indonesia, Perhimpunan Agronomi Indonesia, dan
Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia bekerja sama dengan Lembaga
ketahanan Nasional, Jakarta.

Pawitan, H. et al. 1996. Implementasi pendekatan strategis dan taktis gerakan hemat
air. Prosiding seminar nasional Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia,
Perhimpunan Agronomi Indonesia, dan Perhimpunan Ekonomi Pertanian
Indonesia bekerja sama dengan Lembaga ketahanan Nasional, Jakarta.

Portes, A. 1998. Social Capital: Its Origins and Applications in Modern Sociology.
Annu. Rev. Sociol. 1998, 24:1-24. Department of Sociology, Princeton
University, Princeton, New Jersey.

Pranadji, T. 2004. Perspektif Pengembangan Nilai-nilai Sosial Budaya Bangsa. Analisis


Kebijakan Pertanian (AKP), Vol. 2. No. 4. Des 2004: 324-339. Pusat Penelitan
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Pranadji, T. 2005. Keserakahan, Kemiskinan dan Kerusakan Lingkungan : Pintu


Gerbang Pencermatan dan Penguatan Nilai-Nilai Budaya Indonesia Pada
Milenium ke-3. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 3, Nomor 4. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

22 
 
Pranadji, T. 2006. Model Permberdayaan Masayarakat Pedesaan untuk Pengelolaan
Agroekosistem Lahan tadah hujan: Studi Penguatan Modal Sosial dalam Desa-
desa (Hulu DAS) Ex Proyek Bangun Desa, Kabupaten Gunungkidul dan Ex-Proyek
Pertanian Lahan tadah hujan, Kabupaten Boyolali. Dissertasi. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purwoto. A, A. Zulham. Dan T B Purwantini, 1999. “Dampak Pengembangan Iirgasi


Pompa Terhadap Peningkatan Produksi Pertanian dan Pendapatan Petani”
dalam Prosiding “Perspektif Keswadayaan Petani dalam Pengembangan
Irigasi kecil” , Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan
Ford Foundation, Jakarta.

Rivai, R S dan Anugrah, I S. 2011. Konsep dan Implementasi Pembangunan Pertanian


Berkelanjutan di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, volume 29, no.
1, Juli 2011. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Sahat M Pasaribu dan Supena Friyatno. 1999. Peranan Petani dan Swasta dalam
Pengembangan Irigasi kecil. Prosiding “Perspektif Keswadayaan Petani dalam
Pengembangan Irigasi kecil” , Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian dengan Ford Foundation, Jakarta.

Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumaryanto. 2001. Tinjauan Historis dan Perspektif
Pengembangan Kelembagaan Irigasi di Era Otonomi Daerah. Forum Penelitian
Agro Ekonomi, volume 19, no. 2, Desember 2001. Pusat penelitian dan
pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Sudaryanto T dan Hermanto, 1999. Kebijakan Investasi Irigasi kecil di Indonesia


dalam Prosiding “Perspektif Keswadayaan Petani dalam Pengembangan
Irigasi kecil” , Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan
Ford Foundation, Jakarta.

Sumaryanto, Hermanto, dan S. Bahri, 1999. Kinerja Pasar Air irigasi kecil : “Studi
Empiris pada Sistem Irigasi kecil Air Permukaan di Beberapa Wilayah
Perdesaan Indonesia” dalam Prosiding “Perspektif Keswadayaan Petani
dalam Pengembangan Irigasi kecil” , Kerjasama Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian dengan Ford Foundation, Jakarta.

Sumaryanto dan T. Sudaryanto. 2001. Perubahan Paradigma Pendayagunaan


Sumberdaya Air dan Implikasinya Terhadap Strategi Pengembangan Produksi

23 
 
Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, volume 19, no. 2, Desember 2001.
Pusat penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Sumaryanto. 2006. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air irigasi Melalui Penerapan


Iuran Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Air Irigasi. Forum Penelitian Agro
Ekonomi, volume 24, no. 2, Desember 2006. Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian.

24 
 
Lampiran Tabel 1. Perbandingan Nilai-nilai yang Mencerminkan Kemajuan dan
Keterbelakangan Suatu Individu, Komunitas Kecil dan Desa

Tingkatan Pelaku Sosial

Nilai-nilai Kemajuan Individu/ Dukuh/ Desa Nilai-nilai


keluarga Kampung Terbelakang

Rasa malu & harga diri Rai gedheg & rendah diri

Kerja keras Kerja lembek

Rajin & disiplin Malas & seenaknya

Hidup hemat & produktif Boros & konsumtif

Gandrung inovasi Resisten inovasi

Menghargai prestasi Askriptif/primordial

Sistematik & terorganisir Acak & difuse

Empati tinggi Antipati tinggi

Rasional/impersonal Emosional/personal

Sabar dan syukur Pemarah dan penuntut

Amanah (highly trusted) Tidak bisa dipercaya

Visi jangka panjang Visi jangka pendek

Sumber: Pranadji, 2004

25 
 
Lampiran 2.

 
Pendapatan Usahatani 
                                                                             

Produksi hasil    Harga hasil 

Luas Areal Tanam    Produktivitas 

Lahan    Intensitas Tanam    Air Irigasi    Pupuk    Pemeliharaan   Pengolahan Lahan    Varietas Unggul 

Jaringan Irigasi    Mesin Pompa    Sumber Air Irigasi 

Air Tanah    Air Permukaan

Diagram Peningkatan Produksi dan Pendapatan Usahatani Berbasis Irigasi kecil Swadaya Masyarakat.

26 
 
PROPOSAL PENELITIAN OPERASIONAL TA. 2013

KAJIAN PENGEMBANGAN IRIGASI BERBASIS


INVESTASI MASYARAKAT PADA AGROEKOSISTEM
LAHAN TADAH HUJAN

Oleh:

Rudy Sunarja Rivai


Herman Supriadi
Bambang Prasetyo
Rita Nur Suhaeti
Tri Bastuti Purwantini
Djoko Trijono

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2013

27 
 
28 
 

Anda mungkin juga menyukai