Anda di halaman 1dari 16

TUGAS RANCANG BANGUN ALAT TANGKAP

OLEH
1. ARYA SETIAWAN
2. FELIXIANUS BENI
3. TEODOSIUS LAGUT
4. ALAM PAOKUMA
5. RIPERTUS DHIKI PETU

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG
2017
ALAT TANGKAP BAGAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 2/3 dari

seluruh luas wilayah Indonesia. Luas perairan yang mencapai 5,8 juta km2 yang terbagi atas

perairan teritorial 0,3 juta km2, perairan nusantara 2,8 juta km2 dan zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) 2,7 juta km2. Dari data yang diperoleh, pemanfaatan potensi sumber daya perikanan di

wilyah Indonesia baru mencapai setengah dari potensi lestari yang dimiliki. Berdasarkan hasil

evaluasi, potensi lestari sumber daya perikanan mencapai kurang lebih 4,5 juta ton/tahun dan

potensi ZEE sebesar 2,1 juta ton/tahun (Dahuri, 2000).

Walaupun dengan wilayah perairan yang luas potensi dan sumber daya hayati yang

terkandung didalamnya masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sumber daya hayati (ikan)

merupakan bagian dari sumber daya alam yang memberikan andil sebagai penghasil devisa

negara. Mengingat perikanan Indonesia terdiri dari beberapa jenis dan beragam (multi-species),

maka pengembangan yang mengacu pada peningkatan produksi (perikanan tangkap) mempunyai

peluang yang sangat besar untuk dikembangkan.

Sebagian besar masyarakat pesisir, menjadikan perikanan sebagai tulang punggung (back

tone) dari pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir dan sumber penghasilan masyarakat serta

sebagai asset bangsa yang penting. Oleh karena itu, ketersediaan dan keseimbangan

(sustainability) dari sumberdaya alam ini menjadi sangat krusial bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi dan akan sangat targantung dari pengelolaan yang baik setiap

stakeholder yakni masyarakat dan pemerintah.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan antara lain

dengan meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Salah satu cara untuk meningkatkan

produksi tersebut adalah dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yakni yang

tinggi dalam jumlah dan nilai hasil tangkapannya. Selain itu, unit penangkapan tersebut haruslah

bersifat ekonomis, efisien dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat

serta tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan.

Berhasil tidaknya suatu alat tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah bergantung

pada bagaimana mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada dan

bagaiman operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dilakukan dalam upaya penangkapan

diantaranya dengan menggunakan alat bantu penangkapan. Macam-macam alat bantu

penangkapan yang umum digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya

dengan menggunakan rumpon dan cahaya lampu.

Salah satu bentuk teknologi penangkapan ikan yang dianggap sukses dan berkembang

dengan pesat pada industri penangkapan ikan sampai saat ini adalah penggunaan alat bantu

cahaya untuk menarik perhatian ikan dalam proses penangkapan (Nikonorov, 1975; Arimoto,

1999; Baskoro, 2001; Baskoro dan Suherman, 2007).

Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang menggunakan alat bantu cahaya. Menurut

Brandt (1984), bagan diklasifikasikan kedalam lift net atau jaring angkat yang dalam

pengoperasiannya menggunakan aktraktor cahaya lampu sehingga ikan yang menjadi tujuan

penangkapannya adalah ikan yang berfototaksis positif.


1.2. Perumusan masalah

Alat tangkap bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang cukup banyak digunakan

di Indonesia. Banyaknya penggunaan alat tangkap bagan tidak lepas dari perkembangan wilayah,

kemudahan teknologi, tingkat investasi yang rendah, dan metode penangkapan yang bersifat one

day fishing. Selain hal-hal teknis tersebut, tingginya penggunaan bagan juga disebabkan tingkat

efektivitas unit penangkapan bagan untuk menangkap ikan-ikan pelagis.

Dari sekian banyak keunggulan penggunaan unit penangkapan bagan baik dari sisi

teknologi maupun metode pengoperasian tidak serta merta memberikan perubahan yang

signifikan terhadap peningkatan hasil tangkapan terlebih terhadap peningkatan pendapatan serta

perekonomian nelayan. Untuk itu maka diperlukan suatu kajian terhadap cara pengoperasian

serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan pada alat tangkap bagan

tancap.

1.3. Tujuan

Mengetahui cara pengoperasian serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah hasil

tangkapan pada alat tangkap bagan tancap.

1.4. Manfaat

Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan

kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bagan tancap, khususnya yang

menyangkut efektivitas penangkapan. Selain itu, makalah ini juga diharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai kondisi perikanan bagan tancap baik secara teknis maupun ekonomi.
II. PEMBAHASAN

2.1. Alat Tangkap Bagan

Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di tanah air untuk

menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenalkan oleh nsingkat alat tangkap tersebut

telah dikenal di seluruh Indonesia. Bagan dalam perkembangannya telah banyak mengalami

perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodofikasi sedemikian rupa sehingga sesuai

dengan daerah penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dikelompokkan

dalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan

ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1972; Baskoro dan Suherman, 2007).

Menurut Baskoro dan Suherman (2007), bagan dapat diklasifisikan menjadi dua, yaitu

bagan tancap dan bagan apung. Bagan tancap merupakan bagan yang dipasang dengan jalan

menancapkan rangka badan kedalam perairan sehingga posisi bagan tancap hanya dapat sekali

ditanam dan tidak dapat dipindah-pindah selama musim penangkapan. Operasi penangkapan

bagan tancap dilakukan pada malam hari. Sebagian besar menggunakan cahaya yang berasal dari

petromaks, walaupun ada juga yang menggunakan lampu listirk.

2.2. Cara Pengoperasian Bagan Tancap

Pengoperasian bagan dimulai dengan menurunkan atau menenggelamkan waring ke dalam

perairan hingga kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu petromaks dinyalakan untuk memikat

perhatian ikan agar berkumpul di sekitar bagan. Apabila kelompok ikan telah terkumpul di pusat

cahaya, sebagian lampu diangkat atau dimatikan agar kelompok ikan yang terkumpul tidak

menyebar kembali. Setelah kelompok ikan terkumpul secara sempurna maka waring diangkat
secara perlahan-lahan. Pada saat waring mendekati permukaan, kecepatan penangkapan lebih

ditingkatkan lagi, selanjutnya ikan ditangkap dengan menggunakan serok (Subani dan Barus,

1972; Baskoro dan Suherman, 2007).

Keterangan :

a. Bagan siap operasi;

b. Setting waring;

c. Penurunan petromaks;

d. Pengangkatan petromaks;

e. Hauling; dan

f. Pengambilan hasil tangkapan.

Proses penangkapan dengan bagan meliputi beberapa tahap, mulai dari munculnya

gerombolan ikan di daerah penangkapan, rangsangan cahaya oleh lampu, reaksi ikan saat jaring

terangkat sampai dengan tertangkapanya ikan (Baskoro, 1999).

Menurut penelitian Lee (2010), Pengoperasian unit penangkapan bagan dimulai dengan

persiapan pada pukul 16.00 WIB. Persiapan yang dilakukan meliputi menyiapkan bahan bakar

minyak (solar dan besin) kurang lebih 6 liter, membersihkan kaca, tudung dan kaos petromaks,

serta persiapan keperluan perbekalan nelayan terutama konsumsi.

Setelah persiapan perlengkapan selesai kemudian sekitar pukul 17.00 WIB nelayan menuju

kapal yang berlabuh di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. Setiap kapal bagan umumnya

digunakan oleh satu kelompok yang berjumlah 9 hingga 11 orang nelayan. Kapal berangkat dari

fishing base di PPP Karangantu menuju fishing ground, dengan waktu perjalanan 30 hingga 45

menit (Lee, 2010).


Bagan mulai dioperasikan mulai pukul 18.00 WIB. Pengoperasian bagan dimulai dengan

menurunkan waring secara perlahan-lahan hingga kedalaman maksimum, biasanya 12-15 meter.

Setelah waring selesai diturunkan nelayan mempersiapkan petromaks untuk dinyalakan (Lee,

2010).

Kegiatan selanjutnya adalah menurunkan petromaks satu persatu dan menggantungnya

tepat di bawah bangunan bagan (Gambar 2 Bagian c). Penggantungan dilakukan sedemikian rupa

sehingga petromaks berada kurang lebih 50 cm hingga 100 cm di atas permukaan air. Setelah

semua terpasang pada posisinya nelayan kemudian menunggu dan memperhatikan kondisi

lingkungan (cahaya petromaks, arus, angin dan kedatangan ikan). Setelah 1 (satu) jam biasanya

tekanan petromaks ditambah dengan memompanya sehingga cahayanya stabil dan tidak redup

(Lee, 2010).

Proses hauling rata-rata dilakukan setelah 2-3 jam setelah setting, namun patokan waktu ini

tidak selalu sama tergantung kondisi ikan, bila sebelum 2 jam ikan telah datang nelayan akan

mengangkat jaring, begitu juga sebaliknya. Proses hauling dimulai dengan mengurangi jumlah

petromaks dari 4 unit menjadi 2 unit. Hal ini dilakukan untuk mengonsentrasikan ikan disekitar

cahaya (petromaks). Setelah itu, lampu yang tersisa diangkat menjauhi permukaan air dengan

cara menarik tali penggantung petromaks, sedemikian rupa sehingga petromaks tepat ada di

bawah bangunan bagan dengan jarak sekitar 100 cm. Proses selanjutnya adalah penarikan

waring, proses ini dimulai dengan memutar roller secara perlahan-lahan, hal ini dilakukan agar

ikan tidak terkejut dan meloloskan diri dari waring. Putaran roller semakin dipercepat pada saat

waring mendekati permukaan air, hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah ikan yang lolos

karena ikan mengetahui ada benda asing yang bergerak mendekatinya. Roller terus diputar

hingga bingkai waring menyentuh lantai/rangka bagan bagian atas (Lee, 2010).
Proses terakhir dari pengoperasian bagan adalah memindahkan hasil tangkapan yang

berada di waring ke keranjang (gendut) dengan menggunakan serok. Setelah itu, ikan yang

tertangkap dikelompokkan berdasarkan jenisnya masing-masing. Proses pengoperasian bagan

diulangi hingga 4-5 kali setting setiap malamnya (Lee, 2010).

2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan Bagan

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan bagan tancap selain faktor lingkungan

antara lain:

1. Intensitas cahaya

Menurut Ayodhyoa (1981), menyebutkan bahwa peristiwa tertariknya ikan di bawah

cahaya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Peristiwa langsung, yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu berkumpul. Hal ini berhubungan

langsung dengan peristiwa fototaksis.

b. Peristiwa tidak langgsung, yaitu karena ada cahaya maka plankton, ikan-ikan kecil dan lain-lain

sebagainya berkumpul, lalu ikan yang dimaksud datang berkumpul dengan tujuan mencari

makan (feeding). Beberapa jenis ikan yang termasuk dalam kategori ini seperti ikan tengiri, selar

dan lain-lain.

Hasil penelitian terhadap ikan hias karang jenis kepe-kepe menunjukan pola pergerakan

pigmen ikan belum berpengaruh secara penuh terhadap iluminasi intensitas cahaya yang rendah.

Namun pada intensitas cahaya yang tinggi baru terlihat adanya adaptasi pigmen ikan.

Kemungkinan penerapan hasil penelitian ini untuk menarik jenis ikan dilapangan adalah pada

intensitas sekitar 350 lux, sedangkan untuk mengkonsentrasikan ikan ini pada alat tangkap lift
net perlu digunakan cahaya dengan intensitas rendah sekitar 38 lux (Baskoro dan Suherman,

2007).

Hal ini sesuai dengan penelitian dari made (2006), yang menyatakan bahwa ikan

mempunyai kesenangan terhadap intensitas cahaya tertentu, atau intensitas cahaya optimum dan

berbeda-beda setiap jenis ikan, sehingga penambahan intensitas cahaya melebihi optimum justru

menurunkan hasil tangkapan.

2. warna lampu

Penelitian mengenai pengaruh warna cahaya terhadap hasil tangkapan cumi-cumi pada

perikanan bagan tancap di perairan Suradadi Kabupaten Tegal menunjukan bahwa cahaya putih

memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan cumi-cumi, di mana cahaya putih memberikan

hasil tangkapan terbaik dibandingkan dengan penggunaan warna biru dan merah. Cahaya merah

dengan daya tembus yang rendah tampaknya kurang efektif digunakan sebagai pengumpul cumi-

cumi dalam satu area yang luas, sedangkan cahaya biru dengan tingkat penetrasi yang tinggi

justru mampu merangsang hadirnya predator ke arah sumberr cahaya yang akan menyebabkan

cumi-cumi yang telah terkumpul di bawah lampu akan menyelamatkan diri dan menghilang di

daerah gelap (Baskoro dan Suherman, 2007).

Namun dari hasil penelitian Hamzah dan Sumadhiharga (1993), menyatakan bahwa setiap

jenis cumi-cumi mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap sinar warna lampu yang

digunakan. Contohnya Loligo edulis maupun Loligo singhalensis mempunyai respons yang

berbeda-beda terhadap warna sinar lampu yang digunakan. Loligo edulis bahkan tidak

mempunyai respons yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan. Namun bila dilihat dari

perbandingan jumlah dan berat total hasil tangkapan yang dirinci menurut warna sinar lampu,

ternyata hasil tangkapan Loligo edulis dengan menggunakan sinar kuning cenderung lebih
menguntungkan. Sementara hasil tangkapan Loligo singhalensis dengan menggunakan sinar

merah adalah efektif dan kemudian disusul oleh hasil tangkapan warna hijau dan kuning.

3. Posisi dan jenis lampu

Penelitian tentang penggunaan jenis lampu terhadap efektifitas cahaya dalam penangkapan

dilakukan untuk mendapatkan gambaran jenis lampu yang baik untuk digunakan. Salah satu

penelitian yang telah dilakukan adalah penggunaan lampu petromaks dan lampu neon (bawah

air) terhadap hasil tangkapan ikan kembung (Rastrelliger sp), misalnya dengan alat tangkap mini

purse seine di pulau Mandangin, Sampan Madura menunjukan perbedaan sumber pencahayaan

antara petromaks dan neon memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap hasil tangkapan

ikan kembung, di mana hasil tangkapan terbaik diperoleh dengan menggunakan lampu neon

(Baskoro dan Suherman, 2007).

Menurut Picasouw (2005), dibandingkan dengan penangkapan ikan menggunakan lampu-

lampu lain selain petromaks seperti yang ditempatkan langsung kedalam air, lampu petromaks

memiliki beberapa kelemahan (kekurangan) antara lain :

a. Memiliki intensitas yang sangat terbatas,sebab sinarnya terpencar kemana-mana dan yang

memancar ke bawah tidak mempunyai titik fokus yang baik dengan kata lain memiliki radius

lingkaran yang besar;

b. Sebagian cahayanya terpantul ke udara;

c. Membutuhkan waktu yang cukup lama bila lampuunya mati atau padam;

d. Lampu petromaks yang diletakkan di atas permukaan air tidak efektif cahayanya bila air

bergelombang dan dapat menakutkan ikan yang berada di sekitarnya; dan

e. Hanya dapat digunakan bila air tenang dan cuaca cerah.


Penelitian selanjutnya tentang uji coba pengoperasian bagan apung dengan bouke ami di

perairan teluk Pelabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat dengan menggunakan lampu bawah air

(under water lamp) yang dikombinasikan dengan 3 buah lampu petromaks menunjukan bahwa

ikan lebih cepat muncul dengan menggunakan pencahayaan ini (Baskoro dan Suherman, 2007).

2.4. Hasil Tangkapan

Menurut penelitian Lee (2010), hasil tangkapan bagan sampel (6 unit) selama satu bulan

terdiri dari 34 jenis ikan, dengan bobot total hasil tangkapan mencapai 4.139 kg, sehingga rata-

rata hasil tangkapan per unit bagan per bulan adalah 690 kg. Hasil tangkapan bagan dibedakan

berdasarkan jenisnya, yaitu jenis ikan pelagis dan demersal.

Teri (Stolephorus spp) adalah spesies yang paling banyak tertangkap selama penelitian.

Teri yang tertangkap rata-rata memiliki panjang dan berat total kurang lebih 6,6 cm dan 6,4

gram. Total tangkapan teri (Stolephorus sp) selama satu bulan pada enam unit bagan adalah

2.546 kg, atau rata-rata per unit bagan sekitar 424 kg/bagan/bulan. Selain teri, ikan tembang

(Sardinella fimbriata) juga mendominasi selama penelitian, dimana rata-rata tangkapannya

mencapai 775 kg atau 129 kg/bagan/bulan. Tembang yang tertangkap rata-rata memiliki panjang

total dan bobot sekitar 9,9 cm dan 11,9 gram. Hasil tangkapan ketiga yang memiliki dominasi

tinggi lainnya adalah ikan pepetek. Pepetek (Leiognathus sp) yang tertangkap selama satu bulan

oleh enam unit bagan adalah 356 kg atau 59 kg per unit per bulan, ukuran pepetek yang

tertangkap rata-rata memiliki panjang total mencapai 7,8 cm dan berat tubuh rata-rata mencapai

11,3 gram (Lee, 2010).

Menurut Lee (2010), tangkapan bagan terendah selama penelitian adalah ikan sebelah

(Pseuttodes erumai), ikan ini hanya tertangkap satu ekor selama uji coba. Minimnya jumlah ikan
sebelah (Pseuttodes erumai) yang tertangkap oleh bagan disebabkan jenis ikan ini adalah jenis

ikan demersal yang hidup di dasar perairan dan hanya sewaktu-waktu melakukan ruaya diurnal

(naik/turun ke permukaan perairan). Selain itu, adanya ikan demersal yang tertangkap juga

disebabkan oleh adanya sikap feeding habit ikan-ikan demersal yang tertarik oleh kumpulan ikan

disekitar bagan.

Tabel 1. Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan


No Spesies Rata-rata Berat Rata-rata/
Total bagan /
Panjang Berat
(gram) bulan
(cm) (gram)
(gram)
1 Teri (Stolephorus 6,6 6,4 2.545.810 424.301,6
spp)
2 Tembang (Sardinella 9,9 11,9 774.928 129.154,6
fimbriata)
3 Pepetek 7,8 11,3 355.980 59.330,0
(Leiognathus sp)
4 Kembung 10,7 15,8 113.935 18.989,2
(Rastrelliger spp)
5 Cumi (Loligo sp) 14,5 26,4 83.418 13.903,0
6 Japuh (Dussumeria 9,5 12,0 76.248 12.708,1
acuta)
7 Golok-Golok 26,8 85,3 62.507 10.417,8
(Chirosentrus dorab)
8 Selar (Selaroides sp) 20,2 25,7 41.358 6.892,9
9 Talang-talang 17,9 103,9 20.423 3.403,8
(Chorinemus tala)
10 Selanget (Dorosoma 9,3 31,7 18.100 3.016,7
chacunda)
11 Kedukang/ manyung 18,9 218,5 7.650 1.275,0
(Arius thalassinus)
12 Belanak (Mugil spp) 12,1 47,3 6.345 1.057,5
13 Serinding (Apogon 7,6 8,0 6.280 1.046,7
spp)
14 Tigawaja (Jonius 16,2 73,0 6.040 1.006,7
dussunieri)

Panjang Berat
(cm) (gram)
15 Sotong (Sepia spp) 25,5 216,7 5.735 955,8
16 Gulamah 13,5 74,7 4.290 715,0
(Argyrosomus
amoyensis)
17 Bawal hitam 4,7 166,7 1.850 308,3
(Fermio niger)
18 Belida (Notopterus 24,3 96,0 1.560 260,0
chitata)
19 Kurisi (Nemipterus 9,9 20,4 1.440 240,0
nemathoporus)
20 Rajungan (Portunus 11,4 83,0 1.270 211,7
pelagicus)
21 Kerapu 12,4 65,0 1.050 175,0
(Cephalopholis sp)
22 Semadar / baronang 10,4 21,5 995 165,8
(Siganus theraps)
23 Sembilang (Plotosus 8,0 13,1 475 79,2
canius)
24 Tenggiri 11,0 30,6 407 67,8
(Scomberomorus
commersoni)
25 Layur (Trichiurus 15,5 26,0 295 49,2
savala)
26 Bawal Putih 9,5 70,0 210 35,0
(Pampus argentus)
27 Julung-julung 8,9 30,0 200 33,3
(Hemirhapus far)
28 Udang windu 7,8 8,6 200 33,3
(Penaeus monodon)
29 Ikan lidah 15,5 45,0 160 26,7
(Cynoglosus lingua)
30 Bandeng (Chanos 18,0 100,0 100 16,7
chanos)
31 Udang jerbung 13,0 30,0 90 15,0
(Penaeus
marguensis )
32 Kakap (Lutjanus 7,5 25,0 50 8,3
argentimaculatus)
33 Kerong-kerong 11 20 20 3,3
(Terapon therap)
34 Sebelah (Pseuttodes 16 5 5 0,8
erumai)
Total 4.139.423 689.904
III. PENUTUP

Pengoperasian bagan dimulai dengan menurunkan atau menenggelamkan waring ke dalam

perairan hingga kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu petromaks dinyalakan untuk memikat

perhatian ikan agar berkumpul di sekitar bagan. Apabila kelompok ikan telah terkumpul di pusat

cahaya, sebagian lampu diangkat atau dimatikan agar kelompok ikan yang terkumpul tidak

menyebar kembali. Setelah kelompok ikan terkumpul secara sempurna maka waring diangkat

secara perlahan-lahan. Pada saat waring mendekati permukaan, kecepatan penangkapan lebih

ditingkatkan lagi, selanjutnya ikan ditangkap dengan menggunakan serok.

Faktor-faktor yang mempengaruhi yang dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan pada

alat tangkap bagan tancap antara lain :

1. Intensitas cahaya;

2. Warna lampu; dan

3. Posisi dan jenis lampu

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 97 hal.

Baskoro, M.S. 1999. Capture Proses Of The Floated Bamboo-Platform Lift Net With Light Attraction
(Bagan). Graduate School of fisheries, Tokyo University of Fisheries. Doctoral Course of Marine
Sciences and Teknology. 129 pp.

Baskoro, M.S dan Suherman, A. 2007. Teknologi Penangkapan Ikan Dengan Cahaya. UNDIP.
Semarang. 176 hal.
Brandt, A Von. 1984. Fish Cathing Methodes Of The Word. Fao-Fishing News Books, Ltd. Famham-
Surrey-England. 418 pp.

Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumber daya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. LISPI dan
DKP. Jakarta. 145 hal.

Hamzah dan sumadhiharga. 1993. Pengaruh Cahaya Lampu Terhadap Hasil Tangkapn Cumi-Cumi
(Loligo Sp) Dengan Alat Tangkap “Jigs” Di Teluk Galela, Maluku Utara.Balitbang Sumber daya
Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI Ambon 55-62.

Lee, J.W. 2010. Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan Dan Tingkat Pendapatan
Nelayan Bagan Tancap Di Kabupaten Serang. Tesis Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Made, S. 2006. Efisiensi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan Bagan Rambo Di
Kabupaten Barru. UNHAS. Makasar.

Picasouw, John. 2005. Lampu Petromak Sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan. Warta Oseanografi.
Vol. XIX No 3, Juli-September.

Anda mungkin juga menyukai