OLEH
1. ARYA SETIAWAN
2. FELIXIANUS BENI
3. TEODOSIUS LAGUT
4. ALAM PAOKUMA
5. RIPERTUS DHIKI PETU
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 2/3 dari
seluruh luas wilayah Indonesia. Luas perairan yang mencapai 5,8 juta km2 yang terbagi atas
perairan teritorial 0,3 juta km2, perairan nusantara 2,8 juta km2 dan zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) 2,7 juta km2. Dari data yang diperoleh, pemanfaatan potensi sumber daya perikanan di
wilyah Indonesia baru mencapai setengah dari potensi lestari yang dimiliki. Berdasarkan hasil
evaluasi, potensi lestari sumber daya perikanan mencapai kurang lebih 4,5 juta ton/tahun dan
Walaupun dengan wilayah perairan yang luas potensi dan sumber daya hayati yang
terkandung didalamnya masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sumber daya hayati (ikan)
merupakan bagian dari sumber daya alam yang memberikan andil sebagai penghasil devisa
negara. Mengingat perikanan Indonesia terdiri dari beberapa jenis dan beragam (multi-species),
maka pengembangan yang mengacu pada peningkatan produksi (perikanan tangkap) mempunyai
Sebagian besar masyarakat pesisir, menjadikan perikanan sebagai tulang punggung (back
tone) dari pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir dan sumber penghasilan masyarakat serta
sebagai asset bangsa yang penting. Oleh karena itu, ketersediaan dan keseimbangan
(sustainability) dari sumberdaya alam ini menjadi sangat krusial bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi dan akan sangat targantung dari pengelolaan yang baik setiap
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan antara lain
dengan meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Salah satu cara untuk meningkatkan
produksi tersebut adalah dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yakni yang
tinggi dalam jumlah dan nilai hasil tangkapannya. Selain itu, unit penangkapan tersebut haruslah
bersifat ekonomis, efisien dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat
Berhasil tidaknya suatu alat tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah bergantung
pada bagaimana mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada dan
bagaiman operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dilakukan dalam upaya penangkapan
penangkapan yang umum digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya
Salah satu bentuk teknologi penangkapan ikan yang dianggap sukses dan berkembang
dengan pesat pada industri penangkapan ikan sampai saat ini adalah penggunaan alat bantu
cahaya untuk menarik perhatian ikan dalam proses penangkapan (Nikonorov, 1975; Arimoto,
Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang menggunakan alat bantu cahaya. Menurut
Brandt (1984), bagan diklasifikasikan kedalam lift net atau jaring angkat yang dalam
pengoperasiannya menggunakan aktraktor cahaya lampu sehingga ikan yang menjadi tujuan
Alat tangkap bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang cukup banyak digunakan
di Indonesia. Banyaknya penggunaan alat tangkap bagan tidak lepas dari perkembangan wilayah,
kemudahan teknologi, tingkat investasi yang rendah, dan metode penangkapan yang bersifat one
day fishing. Selain hal-hal teknis tersebut, tingginya penggunaan bagan juga disebabkan tingkat
Dari sekian banyak keunggulan penggunaan unit penangkapan bagan baik dari sisi
teknologi maupun metode pengoperasian tidak serta merta memberikan perubahan yang
signifikan terhadap peningkatan hasil tangkapan terlebih terhadap peningkatan pendapatan serta
perekonomian nelayan. Untuk itu maka diperlukan suatu kajian terhadap cara pengoperasian
serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan pada alat tangkap bagan
tancap.
1.3. Tujuan
Mengetahui cara pengoperasian serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah hasil
1.4. Manfaat
Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan
kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bagan tancap, khususnya yang
menyangkut efektivitas penangkapan. Selain itu, makalah ini juga diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi perikanan bagan tancap baik secara teknis maupun ekonomi.
II. PEMBAHASAN
Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di tanah air untuk
menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenalkan oleh nsingkat alat tangkap tersebut
telah dikenal di seluruh Indonesia. Bagan dalam perkembangannya telah banyak mengalami
perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodofikasi sedemikian rupa sehingga sesuai
dalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan
ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1972; Baskoro dan Suherman, 2007).
Menurut Baskoro dan Suherman (2007), bagan dapat diklasifisikan menjadi dua, yaitu
bagan tancap dan bagan apung. Bagan tancap merupakan bagan yang dipasang dengan jalan
menancapkan rangka badan kedalam perairan sehingga posisi bagan tancap hanya dapat sekali
ditanam dan tidak dapat dipindah-pindah selama musim penangkapan. Operasi penangkapan
bagan tancap dilakukan pada malam hari. Sebagian besar menggunakan cahaya yang berasal dari
perairan hingga kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu petromaks dinyalakan untuk memikat
perhatian ikan agar berkumpul di sekitar bagan. Apabila kelompok ikan telah terkumpul di pusat
cahaya, sebagian lampu diangkat atau dimatikan agar kelompok ikan yang terkumpul tidak
menyebar kembali. Setelah kelompok ikan terkumpul secara sempurna maka waring diangkat
secara perlahan-lahan. Pada saat waring mendekati permukaan, kecepatan penangkapan lebih
ditingkatkan lagi, selanjutnya ikan ditangkap dengan menggunakan serok (Subani dan Barus,
Keterangan :
b. Setting waring;
c. Penurunan petromaks;
d. Pengangkatan petromaks;
e. Hauling; dan
Proses penangkapan dengan bagan meliputi beberapa tahap, mulai dari munculnya
gerombolan ikan di daerah penangkapan, rangsangan cahaya oleh lampu, reaksi ikan saat jaring
Menurut penelitian Lee (2010), Pengoperasian unit penangkapan bagan dimulai dengan
persiapan pada pukul 16.00 WIB. Persiapan yang dilakukan meliputi menyiapkan bahan bakar
minyak (solar dan besin) kurang lebih 6 liter, membersihkan kaca, tudung dan kaos petromaks,
Setelah persiapan perlengkapan selesai kemudian sekitar pukul 17.00 WIB nelayan menuju
kapal yang berlabuh di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. Setiap kapal bagan umumnya
digunakan oleh satu kelompok yang berjumlah 9 hingga 11 orang nelayan. Kapal berangkat dari
fishing base di PPP Karangantu menuju fishing ground, dengan waktu perjalanan 30 hingga 45
menurunkan waring secara perlahan-lahan hingga kedalaman maksimum, biasanya 12-15 meter.
Setelah waring selesai diturunkan nelayan mempersiapkan petromaks untuk dinyalakan (Lee,
2010).
tepat di bawah bangunan bagan (Gambar 2 Bagian c). Penggantungan dilakukan sedemikian rupa
sehingga petromaks berada kurang lebih 50 cm hingga 100 cm di atas permukaan air. Setelah
semua terpasang pada posisinya nelayan kemudian menunggu dan memperhatikan kondisi
lingkungan (cahaya petromaks, arus, angin dan kedatangan ikan). Setelah 1 (satu) jam biasanya
tekanan petromaks ditambah dengan memompanya sehingga cahayanya stabil dan tidak redup
(Lee, 2010).
Proses hauling rata-rata dilakukan setelah 2-3 jam setelah setting, namun patokan waktu ini
tidak selalu sama tergantung kondisi ikan, bila sebelum 2 jam ikan telah datang nelayan akan
mengangkat jaring, begitu juga sebaliknya. Proses hauling dimulai dengan mengurangi jumlah
petromaks dari 4 unit menjadi 2 unit. Hal ini dilakukan untuk mengonsentrasikan ikan disekitar
cahaya (petromaks). Setelah itu, lampu yang tersisa diangkat menjauhi permukaan air dengan
cara menarik tali penggantung petromaks, sedemikian rupa sehingga petromaks tepat ada di
bawah bangunan bagan dengan jarak sekitar 100 cm. Proses selanjutnya adalah penarikan
waring, proses ini dimulai dengan memutar roller secara perlahan-lahan, hal ini dilakukan agar
ikan tidak terkejut dan meloloskan diri dari waring. Putaran roller semakin dipercepat pada saat
waring mendekati permukaan air, hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah ikan yang lolos
karena ikan mengetahui ada benda asing yang bergerak mendekatinya. Roller terus diputar
hingga bingkai waring menyentuh lantai/rangka bagan bagian atas (Lee, 2010).
Proses terakhir dari pengoperasian bagan adalah memindahkan hasil tangkapan yang
berada di waring ke keranjang (gendut) dengan menggunakan serok. Setelah itu, ikan yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan bagan tancap selain faktor lingkungan
antara lain:
1. Intensitas cahaya
a. Peristiwa langsung, yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu berkumpul. Hal ini berhubungan
b. Peristiwa tidak langgsung, yaitu karena ada cahaya maka plankton, ikan-ikan kecil dan lain-lain
sebagainya berkumpul, lalu ikan yang dimaksud datang berkumpul dengan tujuan mencari
makan (feeding). Beberapa jenis ikan yang termasuk dalam kategori ini seperti ikan tengiri, selar
dan lain-lain.
Hasil penelitian terhadap ikan hias karang jenis kepe-kepe menunjukan pola pergerakan
pigmen ikan belum berpengaruh secara penuh terhadap iluminasi intensitas cahaya yang rendah.
Namun pada intensitas cahaya yang tinggi baru terlihat adanya adaptasi pigmen ikan.
Kemungkinan penerapan hasil penelitian ini untuk menarik jenis ikan dilapangan adalah pada
intensitas sekitar 350 lux, sedangkan untuk mengkonsentrasikan ikan ini pada alat tangkap lift
net perlu digunakan cahaya dengan intensitas rendah sekitar 38 lux (Baskoro dan Suherman,
2007).
Hal ini sesuai dengan penelitian dari made (2006), yang menyatakan bahwa ikan
mempunyai kesenangan terhadap intensitas cahaya tertentu, atau intensitas cahaya optimum dan
berbeda-beda setiap jenis ikan, sehingga penambahan intensitas cahaya melebihi optimum justru
2. warna lampu
Penelitian mengenai pengaruh warna cahaya terhadap hasil tangkapan cumi-cumi pada
perikanan bagan tancap di perairan Suradadi Kabupaten Tegal menunjukan bahwa cahaya putih
memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan cumi-cumi, di mana cahaya putih memberikan
hasil tangkapan terbaik dibandingkan dengan penggunaan warna biru dan merah. Cahaya merah
dengan daya tembus yang rendah tampaknya kurang efektif digunakan sebagai pengumpul cumi-
cumi dalam satu area yang luas, sedangkan cahaya biru dengan tingkat penetrasi yang tinggi
justru mampu merangsang hadirnya predator ke arah sumberr cahaya yang akan menyebabkan
cumi-cumi yang telah terkumpul di bawah lampu akan menyelamatkan diri dan menghilang di
Namun dari hasil penelitian Hamzah dan Sumadhiharga (1993), menyatakan bahwa setiap
jenis cumi-cumi mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap sinar warna lampu yang
digunakan. Contohnya Loligo edulis maupun Loligo singhalensis mempunyai respons yang
berbeda-beda terhadap warna sinar lampu yang digunakan. Loligo edulis bahkan tidak
mempunyai respons yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan. Namun bila dilihat dari
perbandingan jumlah dan berat total hasil tangkapan yang dirinci menurut warna sinar lampu,
ternyata hasil tangkapan Loligo edulis dengan menggunakan sinar kuning cenderung lebih
menguntungkan. Sementara hasil tangkapan Loligo singhalensis dengan menggunakan sinar
merah adalah efektif dan kemudian disusul oleh hasil tangkapan warna hijau dan kuning.
Penelitian tentang penggunaan jenis lampu terhadap efektifitas cahaya dalam penangkapan
dilakukan untuk mendapatkan gambaran jenis lampu yang baik untuk digunakan. Salah satu
penelitian yang telah dilakukan adalah penggunaan lampu petromaks dan lampu neon (bawah
air) terhadap hasil tangkapan ikan kembung (Rastrelliger sp), misalnya dengan alat tangkap mini
purse seine di pulau Mandangin, Sampan Madura menunjukan perbedaan sumber pencahayaan
antara petromaks dan neon memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap hasil tangkapan
ikan kembung, di mana hasil tangkapan terbaik diperoleh dengan menggunakan lampu neon
lampu lain selain petromaks seperti yang ditempatkan langsung kedalam air, lampu petromaks
a. Memiliki intensitas yang sangat terbatas,sebab sinarnya terpencar kemana-mana dan yang
memancar ke bawah tidak mempunyai titik fokus yang baik dengan kata lain memiliki radius
c. Membutuhkan waktu yang cukup lama bila lampuunya mati atau padam;
d. Lampu petromaks yang diletakkan di atas permukaan air tidak efektif cahayanya bila air
perairan teluk Pelabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat dengan menggunakan lampu bawah air
(under water lamp) yang dikombinasikan dengan 3 buah lampu petromaks menunjukan bahwa
ikan lebih cepat muncul dengan menggunakan pencahayaan ini (Baskoro dan Suherman, 2007).
Menurut penelitian Lee (2010), hasil tangkapan bagan sampel (6 unit) selama satu bulan
terdiri dari 34 jenis ikan, dengan bobot total hasil tangkapan mencapai 4.139 kg, sehingga rata-
rata hasil tangkapan per unit bagan per bulan adalah 690 kg. Hasil tangkapan bagan dibedakan
Teri (Stolephorus spp) adalah spesies yang paling banyak tertangkap selama penelitian.
Teri yang tertangkap rata-rata memiliki panjang dan berat total kurang lebih 6,6 cm dan 6,4
gram. Total tangkapan teri (Stolephorus sp) selama satu bulan pada enam unit bagan adalah
2.546 kg, atau rata-rata per unit bagan sekitar 424 kg/bagan/bulan. Selain teri, ikan tembang
mencapai 775 kg atau 129 kg/bagan/bulan. Tembang yang tertangkap rata-rata memiliki panjang
total dan bobot sekitar 9,9 cm dan 11,9 gram. Hasil tangkapan ketiga yang memiliki dominasi
tinggi lainnya adalah ikan pepetek. Pepetek (Leiognathus sp) yang tertangkap selama satu bulan
oleh enam unit bagan adalah 356 kg atau 59 kg per unit per bulan, ukuran pepetek yang
tertangkap rata-rata memiliki panjang total mencapai 7,8 cm dan berat tubuh rata-rata mencapai
Menurut Lee (2010), tangkapan bagan terendah selama penelitian adalah ikan sebelah
(Pseuttodes erumai), ikan ini hanya tertangkap satu ekor selama uji coba. Minimnya jumlah ikan
sebelah (Pseuttodes erumai) yang tertangkap oleh bagan disebabkan jenis ikan ini adalah jenis
ikan demersal yang hidup di dasar perairan dan hanya sewaktu-waktu melakukan ruaya diurnal
(naik/turun ke permukaan perairan). Selain itu, adanya ikan demersal yang tertangkap juga
disebabkan oleh adanya sikap feeding habit ikan-ikan demersal yang tertarik oleh kumpulan ikan
disekitar bagan.
Panjang Berat
(cm) (gram)
15 Sotong (Sepia spp) 25,5 216,7 5.735 955,8
16 Gulamah 13,5 74,7 4.290 715,0
(Argyrosomus
amoyensis)
17 Bawal hitam 4,7 166,7 1.850 308,3
(Fermio niger)
18 Belida (Notopterus 24,3 96,0 1.560 260,0
chitata)
19 Kurisi (Nemipterus 9,9 20,4 1.440 240,0
nemathoporus)
20 Rajungan (Portunus 11,4 83,0 1.270 211,7
pelagicus)
21 Kerapu 12,4 65,0 1.050 175,0
(Cephalopholis sp)
22 Semadar / baronang 10,4 21,5 995 165,8
(Siganus theraps)
23 Sembilang (Plotosus 8,0 13,1 475 79,2
canius)
24 Tenggiri 11,0 30,6 407 67,8
(Scomberomorus
commersoni)
25 Layur (Trichiurus 15,5 26,0 295 49,2
savala)
26 Bawal Putih 9,5 70,0 210 35,0
(Pampus argentus)
27 Julung-julung 8,9 30,0 200 33,3
(Hemirhapus far)
28 Udang windu 7,8 8,6 200 33,3
(Penaeus monodon)
29 Ikan lidah 15,5 45,0 160 26,7
(Cynoglosus lingua)
30 Bandeng (Chanos 18,0 100,0 100 16,7
chanos)
31 Udang jerbung 13,0 30,0 90 15,0
(Penaeus
marguensis )
32 Kakap (Lutjanus 7,5 25,0 50 8,3
argentimaculatus)
33 Kerong-kerong 11 20 20 3,3
(Terapon therap)
34 Sebelah (Pseuttodes 16 5 5 0,8
erumai)
Total 4.139.423 689.904
III. PENUTUP
perairan hingga kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu petromaks dinyalakan untuk memikat
perhatian ikan agar berkumpul di sekitar bagan. Apabila kelompok ikan telah terkumpul di pusat
cahaya, sebagian lampu diangkat atau dimatikan agar kelompok ikan yang terkumpul tidak
menyebar kembali. Setelah kelompok ikan terkumpul secara sempurna maka waring diangkat
secara perlahan-lahan. Pada saat waring mendekati permukaan, kecepatan penangkapan lebih
Faktor-faktor yang mempengaruhi yang dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan pada
1. Intensitas cahaya;
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 97 hal.
Baskoro, M.S. 1999. Capture Proses Of The Floated Bamboo-Platform Lift Net With Light Attraction
(Bagan). Graduate School of fisheries, Tokyo University of Fisheries. Doctoral Course of Marine
Sciences and Teknology. 129 pp.
Baskoro, M.S dan Suherman, A. 2007. Teknologi Penangkapan Ikan Dengan Cahaya. UNDIP.
Semarang. 176 hal.
Brandt, A Von. 1984. Fish Cathing Methodes Of The Word. Fao-Fishing News Books, Ltd. Famham-
Surrey-England. 418 pp.
Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumber daya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. LISPI dan
DKP. Jakarta. 145 hal.
Hamzah dan sumadhiharga. 1993. Pengaruh Cahaya Lampu Terhadap Hasil Tangkapn Cumi-Cumi
(Loligo Sp) Dengan Alat Tangkap “Jigs” Di Teluk Galela, Maluku Utara.Balitbang Sumber daya
Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI Ambon 55-62.
Lee, J.W. 2010. Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan Dan Tingkat Pendapatan
Nelayan Bagan Tancap Di Kabupaten Serang. Tesis Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Made, S. 2006. Efisiensi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan Bagan Rambo Di
Kabupaten Barru. UNHAS. Makasar.
Picasouw, John. 2005. Lampu Petromak Sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan. Warta Oseanografi.
Vol. XIX No 3, Juli-September.