ABSTRACT
The national development goals for social welfare are difficult to achive given the limited
capital in mastering and optimally utilizing natural resources and human resources owned by
Indonesia. In responding to these limitations the Indonesian government must open itself to
working with other countries, one of which is through investment schemes. In order to
support the success of investment in Indonesia, the government must ensure a conducive
investment climate in Indonesia both with investment arrangements that support investors
and ensure the properly implementation of these arrangements. The purpose of this research
was to analyze Law Number 25 of 2007 concerning Investment, specifically related to the
role of local governments in investment and the ease of land acquisition in Indonesia. In
addition, this research also intends to see a comparison of arrangements in Law No. 25 of
2007 with investment arrangements in Vietnam, given that Vietnam has become a popular
destination for foreign investors to open their businesses in the Southeast Asia Region. The
function of the central government at the licensing stage of investment in the regions
delegated to local governments as the realization of regional autonomy is an important role
for the success of investment in Indonesia. In addition, the ease of land acquisition rights is
also a significant consideration for investors to do business in Indonesia. This study uses a
normative juridical method that examines primary, secondary and tertiary legal materials
that will be analyzed through a qualitative approach.This research concludes that in the
licensing process, Law Number 25 of 2007 has provided sufficient regulation with one-stop
integrated services (PTSP) by both the Central Government and the Regional Government to
provide licenses in the field of investment. Whereas in obtaining land rights, the provisions in
the Law on Agrarian Principles and its implementing regulations will be the basis for
granting rights to land to investors.
Keywords: investment, regional autonomy, land acquisition, comparison of Vietnamese investment
I. PENDAHULUAN
1Badan Pusat Statistik. Indikator Strategis Nasional, Sumber: https://www.bps.go.id/QuickMap (diakses tanggal
3 Oktober 2018)
2 Usha Dar dan Pratap K Dar. Investment Opportunities in ASEAN Countries. New Delhi:Sterling Published
Pvt,ltd, 1970. Hlm.1.
Terhadap keterbatasan permodalan di Indonesia dapat diatasi dengan penanaman
modal/investasi. Pemodalan yang diperlukan oleh negara untuk pencapaian
pembangungan ekonomi dalam bentuk investasi dengan memanfaatkan penumpukan
modal dan pemanfaatan modal dalam negeri dan luar negeri. 3Penanaman modal atau
investasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(UUPM) adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanaman modal
dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
Negara Republik Indonesia.
Menekankan pada investasi asing, terlepas dari pro dan kontra terhadap
keberadaannya, kehadiran investor asing disuatu negara mempunyai manfaat yang cukup
luas antara lain menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan
demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi untuk
investor yang berorientasi ekspor dapat mendatangkan penghasilan negara dari sektor
pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) dan alih pengetahuan (transfer of
know-how).4
Untuk menciptakan kemudahan dan kelancaran investasi di Indonesia,
pemerintah melakukan upaya-upaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Di era globalisasi ini, selain sumber daya yang dimiliki, iklim investasi yang kondusif
mendapat peranan yang signifikan untuk dapat menarik investor asing dan juga menjaga
agar investor tidak mengalihkan modalnya ketempat negara lain. Secara umum dapat
disebutkan bahwa keberhasilan penciptaan iklim investasi yang “favourable” sangat
tergantung kepada 3 faktor determinan dibawah ini:
a. Faktor institusional dan kebijakan. Langkah pertama yang dilakukan oleh
seorang jika ingin menanamkan modal di suatu negara khususnya negara
berkembang, mempelajari secara rinci tentang negara tersebut, antara lain stabilitas
politiknya, kebijakan ekonomi terutama terhadap investor asing.
b. Faktor Infrastruktur. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah tersedianya
fasilitas fisik. Termasuk disina adalah jaringan transportasi, listrik, telekomunikasi
dan air bersih.
c. Faktor Hukum dan Perundang-Undangan. Dalam hal ini dapat dilihat dalam
aspek nasional artinya ketentuan hukum yang substantive dapat mempengaruhi minat
investor asing dalam menanamkan modalnya. Aspek internasional, artinya kaidah-
kaidah hukum internasional pun dapat mempengaruhi minat investor untuk
menanamkan modalnya. Selain aspek substansi hukum dan perundang-undangan
tersebut, aspek pelaksanaan dan penegakannya pun juga merupakan faktor yang
menjadi pertimbangan para investor asing. Maksudnya pelaksanaan dan penegakan
hukum yang konsisten dan tidak mudah berubah-ubah serta dapat diperkirakan
sebelumnya oleh investor, merupakan penarik yang juga amat penting bagi para
investor asing.5
3 Dhaniswara K. Harjono. Hukum Penanaman Modal. Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta: Rajagrafindo Persada,2007. Hlm.6.
4 Sentosa Sembiring. Hukum Investasi:Pembahasan dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Bandung: Nuansa Aulia, 2008. Hlm.8.
5 A.F.Elly Erawati. Meningkatkan Investasi Asing di Negara-negara Berkembang: Kajian Terhadap Fungsi dan
Peran dari “The Multilateral Investment Guarantee Agency”. Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum Unpar
Bandung, 1989. Seri Tinjauan dan Gagasan No.10.
Dalam bidang pengaturan hukum, pendapat diatas sejalan dengan pernyataan
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu “Further
regulatory simplification and enhanced regulatory certainty would help Indonesia
attract foreign investment”6.
Pengaturan hukum yang dimaksud disini juga termasuk pemberian fasilitas yang
mempermudah investor untuk berusaha di Indonesia yang dicantumkan dalam UUPM
yang antara lain adalah terkait perijinan investasi, kemudahan pendirian badan hukum,
perolehan tanah serta fasilitas perpajakan untuk investor. Dalam tulisan ini penulis akan
menitikberatkan kepada pengaturan terkait fasilitas perijinan, perolehan tanah dan
perpajakan yang diatur dalam UUPM, serta melakukan perbandingan pengaturan umum
investasi di Indonesia dengan di Vietnam.
7Aminuddin Ilmar. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana, 2007.Hlm. 185.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor
penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain
melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,
menciptakan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal,
biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang
ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.
Dengan adanya perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan
realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan Seperti yang dijelaskan
dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
yang menyebutkan bahwa: "Undang-Undang ini mencakupi semua kegiatan
penanaman modal langsung di semua sektor. Undang-Undang ini juga memberikan
jaminan perlakuan yang sama dalam rangka penanaman modal. Selain itu, Undang-
Undang ini juga memerintahkan agar Pemerintah meningkatkan koordinasi antar
instansi Pemerintah, antara instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, dan antara
instansi Pemerintah dengan Pemerintah daerah. Koordinasi yang dilakukan dengan
Pemerintah daerah harus sejalan dengan semangat otonomi daerah.8
Akibat kompetisi antar bangsa yang semakin ketat di dalam sistem
perekonomian dunia, maka pemerintah menganggap perlu untuk membuat kebijakan
penanaman modal yangdidorong untuk menciptakan daya saing perekonomian
nasional guna mendorong integritas perekonomian Indonesia, menuju perekonomian
global. Dengan berbagai pertimbangan diatas, maka pemerintah berupaya
menerbitkan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) untuk
mempercepat perkembangan perekonomian nasional melalui konstruksi
pembangunan hukum nasional dibidang penanaman modal yang berdaya saing dan
berpihak untuk kepentingan nasional. Adapun anatomi UU Penanaman Modal terdiri
dari:
9Interaksi pengaturan otonomi daerah dengan problematika investasi di daerah, yang berkaitan dengan
pengembangan pembangunan daerah. Investasi diharapkan mampu berjalan beriringan dengan kebijakan daerah
dalam peningkatan entitas bisnis pengusaha tanpa melupakan tujuan pembangunan daerah itu sendiri.
Daerah Pro-Investasi
12Priyo Hari Adi. Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi Dan Relevansinya Dengan Pertumbuhan
Ekonomi (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Se Jawa – Bali). Artikel yang dipresentasikan dalam
The1st Accounting Conference yang diselenggarakan Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia pada tanggal 7 – 9 November 2007. Hlm. 2.
secara teoritik, PTSP dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dalam bidang
investasi, melalui penyederhanaan perizinan dan percepatan waktu penyelesaian.13
14Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu daerah yang pro-investasi dengan pendekatan peraturan untuk
menjamin investor. Lihat ANTARA, Senin, 20 April 2009.
pendukung investasi di daerah. Misalnya, bahwa perlu adanya perubahan mengenai
regulasi mengenai ketenagakerjaan. keimigrasian, kepabeanan, pajak dan retribusi,
lingkungan hidup sampai dengan regulasi tentang kontribusi dan kompensasi yang
pada umumnya regulasi-regulasi tersebut belum mendukung investasi. Kedua,
kewenangan pemberian ijin untuk melakukan investasi seharusnya dapat mendukung,
terutama yang terkait dengan good governance. Pemerintah daerah diharapkan dapat
bersikap dengan lebih baik kepada para calon investor. Terutama dengan
kesediaannya untuk memberikan pelayanan yang jujur dan terbuka melalui PTSP.
15Nurlan Darise. Pengelolaan Keuangan Daerah. Cet. 2. Jakarta: PT. Indeks; 2006. Hlm. 21.
18 Abdul Halim. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Analisis Investasi (Belanja Modal) Sektor
Publik – Pemerintah Daerah. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN;
Yogyakarta, 2008
pada PAD, maka suatu daerah dapat dikatakan mandiri dan layak untuk dijadikan
daerah yang pro-investasi.
UUPM dibuat pada saat investasi sedang lesu, karena dampak dari krisis
moneter yang dialami Indonesia yang menyebabkan banyak pergolakan baik di
sektor pemerintahan, maupun dalam masyarakat. Oleh karenanya untuk menarik
kembali investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, pemerintah
memberikan fasilitas untuk investor salah satunya terkait perolehan tanah untuk
usaha. Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atauperizinan kepada
perusahaan penanaman modal untukmemperoleh hak atas tanah.19
Selanjutnya, pengaturan terkait perolehan hak atas tanah dalam UUPM diatur
sebagai berikut:
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat diberikan
dan diperpanjang di muka sekaligusuntuk kegiatan penanaman modal, dengan
persyaratanantara lain:
(a)penanaman modal yang dilakukan dalam jangkapanjang dan terkait
dengan perubahan strukturperekenomian Indonesia yang lebih berdaya
saing;
(b)penanaman modal dengan tingkat risiko penanamanmodal yang
memerlukan pengembalian modal dalamjangka panjang sesuai dengan
jenis kegiatanpenanaman modal yang dilakukan;
(c)penanaman modal yang tidak memerlukan area yangluas;
(d)penanaman modal dengan menggunakan hak atastanah negara; dan
22Zulfi Diane Zaini. Pengaturan Kepemilikan Atas Tanah sebagai Pendukung Kegiatan Investasi di Indonesia.
Dimuat dalam Buku IlmiahPerkembangan Hukum Bisnis dalam Era Globalisasi. Cetakan Pertama. Desember
2017. Bandung: Corleone Books. 2017. Hlm.53.
23 Arie S. Hutagalung. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah,.(Jakarta: Penerbit Lembaga
Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.Hlm. 151.
24Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Pasal 28.
26Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai. Pasal 8.
Hak Guna Bangunan (HGB)
HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.27
Terkait jangka waktu HGBPeraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 juga telah
mengatur sebagai berikut:
(1) Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan untuk
jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama dua puluh tahun.
(2) Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya sebagai-
mana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat
diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.28
30Loc. Cit.
32 Sujud Margono. Hukum Investasi Asing di Indonesia. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008. Hlm.15.
33Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 21,22/PUU-V/2007. Op. Cit. Hlm.4
34 Arie S. Hutagalung. Kebijakan Pertanahan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-38 No.3 Juli-September 2008.
pencabutan dan pembatalan hak atas tanah, pengaturannya di UUPM dan UUPA pun
sejalan.
Kemudian dengan adanya pengaturan terkait kemudahan perolehan hak atas
tanah (HGU,HGU dan HP) dalam UUPM tidak serta merta membentuk
pelaksana/badan baru, akan tetapi dalam prosesnya pemberian hak atas tanah tersebut
mengikuti prosedur sesuai sistem yang telah terbentuk dan pejabat/badan tertentu
yang diberikan kewenangan dari pelaksanaan UUPA atau PP No.40 Tahun 1996.
Dikaitkan dengan asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang
diatu dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pasal 6 ayat (1), rumusan
pengaturan tentang fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap investor berkaitan
dengan asas sebagai berikut:
a. Asas pengayoman adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan
ketentraman masyarakat.
b. Asas kenusantaraan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di
daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
d. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan
kepentingan bangsa dan negara.35
Hal ini dapat dilihat dalam rumusan pasal 22 ayat(2) UUPM terkait persyaratan
persyaratan perpanjangan hak atas tanah yaitu di butir a dan e
a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan
perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
…
e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak
merugikan kepentingan umum
serta tegasnya pengaturan tentang peran negara/pemerintah untuk melakukan
intervensi berupa hak evaluasi pemerintah terhadap penggunaan hak atas tanah serta
kewenangan negara dalam pencabutan dan pembatalan hak atas tanah apabila
ditemukan penyalahgunaan hak atas tanah. Selain itu rumusan tersebut juga
mengindikasikanbahwa pemberian fasilitas perolehan hak atas tanah sesuai dengan
tujuan perumusan UUPM yang terdapat dalam Penjelasan umum UUPM yaitu
… penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian
nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi
berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional,
mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
35Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. Penjelasan Umum Pasal 6 ayat (1).
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konsitusi terkait uji materi Pasal 22
UUPM disebutkan bahwa:
Dengan dinyatakannya Pasal 22 UU Penanaman Modal bertentangan dengan Pasal
33 UUD 1945, ketentuan yang berlaku terhadap pemberian kemudahan dan/atau
pelayanan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh hak atas tanah
adalah ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lainnya
sepanjang berkaitan langsung dengan penanaman modal. Khusus mengenai
pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak-hak atas tanah (HGU, HGB, dan
Hak Pakai) berlaku ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.36
Hal ini juga dapat dimaknai bahwa pelaksanaan pemberiankemudahan
dan/atau pelayanan kepada perusahaan penanaman modaluntuk memperoleh hak atas
tanah dapat dilaksanakan, karena didalam prakteknya sudah terbentuk suatu sistem
prosedur dan sudah ditentukan pejabat/ badan pemerintah yang terkait serta
kewenangannya masing dalam pemberian HGU, HGB, dan HP yang dibentuk
sebagai amanat/pelaksanaan dari pengaturan tentang perolehan hak atas tanah di
UUPA dan PP No.40 Tahun 1996 khususnya untuk HGU,HGB dan HP.
a) Lingkup investasi
1. Persamaan
Berikut merupakan tabel persamaan pengaturan tentang lingkup investasi antara
UUPM dengan LIV:
No Substan UUP LI
si M V
1 Subyek hukum: Asing dan Ps.1 angka 1 Ps. 2 ayat (1)
domestik
2 Organisasi dan individu Ps.5 ayat (1) Ps.2 ayat (2) jo Ps.3
ayat (4)
3 Jenis investasi: langsung Ps.2 Ps.3 angka 2
4 Pembatasan bidang Ps.12 Ps.30,Ps.29
investasi
2. Perbedaan
Berikut merupakan tabel perbedaan pengaturan tentang lingkup investasi antara
UUPM dengan LIV:
Perbedaannya adalah:
(1) UUPM mendelegasikan pengaturan investasi tidak langsung ke UU
No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, sedangkan LIV mengatur investasi
langsung dan investasi tidaklangsung.
(2) Jika investor asing ingin melakukan investasi langsungdiIndonesia
wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas (kecualiditentukan lain oleh
undang-undang), hal ini berbeda dengan apa yang diatur LIV, tidak ada
keharusan dalam bentuk Perseroan Terbatas.
(3) Pengaturan tentang investasi bersyarat juga berbeda pada kedua
undang-undang. LIV merinci sektor apa saja yang merupakasektor investasi
bersyarat. UUPM tidak mencantumkan hal yang sama, untuk mengetahui
sektor investasi bersyarat maka kita perlu menilik Peraturan Presiden No.77
Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Terbuka Dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
1. Persamaan
Berikut merupakan tabel persamaan pengaturan tentang jaminan dan/ atau
kewajiban Pemerintah antara UUPM dengan LIV:
No Substan UUP LI
si M V
1 Memberikan perlakuan Ps.4 ayat (2)
yang Ps.4 ayat (2)
sama
2 Peran pemerintah Ps.4 ayat (1) huruf a
untuk mendorong
investasi
dinegaranya
3 Jaminan negara bagi Ps.4 ayat (2) huruf b jo Ps.4 ayat (3)
investor dalam Ps.30 ayat (1) Pengakuan dan
berinvestasi Kepastian hukum, perlindungan aset,
kepastian berusaha, modal, hak-
dan keamanan haklain,
kepentingan dan
keberadaaninves
tor
4 Pelaksanaan Nasionalisasi Ps.7 Ps.6
5 Perlindungan Hak Diatur dalam UU Ps.7
atas Kekayaan Hak Cipta, Design
Intelektual Industri,
Merek dll.
6 Pernyataan tegas Pasal 6 ayat (2) Ps.4 ayat (4) jo Ps.5
meratifikasi ayat (3)
perjanjian internasional
2. Perbedaan
Berikut adalah tabel perbedaan pengaturan tentang jaminan dan/ atau kewajiban
Pemerintah antara UUPM dengan LIV:
37Merupakan peraturan tentang kewajiban perlakuan Pemerintah yang mengadopsi perlakuan national
treatment (memberikan perlakuan yang sama, baik kepada investor asing maupun domestik, individu maupun
badan hukum dalam kegiatan investasi), serta prinsip Most Favoured Nation (perlakuan yang sama antar negara
yang satu dengan negara yang lain) diadopsi dari prinsip GATT/WTO.
barang-barang/ jasa dari
produsen dalam negeri
2 Pemerintah tidak memaksa investor X Ps.8 ayat (2)
untuk huruf b
pembatasan kuantitas ekspor
3 Pemerintah tidak memaksa X Ps.8 ayat (2)
investor untuk impor barang pada huruf c
jumlah yang sama
dengan nilai barang ekspor
4 Pemerintah tidak memaksa investor X Ps.8 ayat (2)
untuk huruf d
memenuhi jumlah rasio lokalisasi
5 Pemerintah tidak memaksa investor X Ps.8 ayat (2)
untuk memasok barang atau huruf e
menyediakan layanan
disuatu lokasi(dalam maupun luar
negeri)
6 Pemerintah tidak memaksa investor X Ps.8 ayat (2)
untuk huruf g
mendirikan kantor pusat disuatu
lokasi tertentu
7 Jaminan penerapan harga yang sama. X Ps.10
(harga
barang,
administrasi
dan layanan
yang
diselenggara
kan negara)
8 Jaminan dalam hal terjadi perubahan X Ps.11
kebijakan.
9 Pemerintah menjamin atau X Ps.16 ayat (2)
membantu keseimbangan mata dari sejumlah
uang asing. proyek
penting di
sektor energi,
pembangunan
fasilitas
infrastruktur
lalu lintasdan
pengolahan
limbah
10 Bila diperlukan Pemerintah X Ps.17 ayat (2)
harus menyediakan kondisi
untuk tugas atau
penyesuaian modal proyek-proyek
11 Dorongan dalam X Ps.43 ayat (1)
(1) Untuk pengembangan
kawasan industri dan beberapa
zona investasi yang disetujui
Pemerintah, Pemerintah harus
merumuskan rencana investasi
induk dan mengatur
pembangunan teknis dan
infrastruktur sosial diluar zonasi
yang merupakan dibawah
manajemenmereka.
(2) Negara memberikanbantuan
parsial untuk daerah untuk
berinvestasi bersama-sama
dengan investor dalam
pembangunan infrastruktur
daerah dengan sulit kondisi
sosialekonomi
(3) Negara menyediakan modal
investasi dari APBN dan dana
preferensial untuk membantu
investasi dalam pengembangan
sistem infrastruktur teknis dan
sosial dari zonasi atau dengan
metode meningkatkan modal
dalam rangka berinvestasi dalam
pengembangansaranaprasarana
berteknologitinggi
12 Sektor insentif investasi (Hanya Ps.18 ayat (2) Ps.32
untuk investor yang dan (3) Masih ayat (2)
melakukan perluasan usaha atau terdapat jo Ps.27
penanaman modal baru, beberapa (1) Pembua
meningkatkan kapasitas produksi/ kriteria lainnya, tan material
kapasitas bisnis, renovasi teknologi/ hanya saja baru,produksi
meningkatkan kualitas produk, atau bersifat energi baru,
mengurangi polusi lingkungan) alternatif produk
(untuk dipilih teknologi
salah satunya) tinggi, bio-
teknologi,
teknologi
informasi,
manufakturme
kanik.
(2)pemeliharaan
, tumbuhan dan
pengelolaan
hasil pertanian,
kehutanan dan
produk
perikanan,
produksi garam,
penciptaan
pabrik baru dan
pemeliharaan
berbagai hewan.
(3)penggunaant
eknologi tinggi
dan teknik
canggih,
perlindungan
ekologi,
penelitian,
pengembangan
dan penciptaan
teknologi tinggi
(4)buruh
industriyang
intensif
(5)konstruksi
dan
pembangunan
sarana
infrastruktur
dan proyek-
proyek industri
penting dengan
sekalabesar
(6)profesional
pengembangan
pendidikan,
pelatihan,
kesehatan,
olahraga,
pendidikan
jasmani dan
budayaVietna
m.
(7)pengembang
an kerajinan
tradisional dan
industri
(8)sektor
manufaktur dan
jasa yang
membutuhkan
dorongan.
Pasal28
(1)daerah
dengan sulit
kondisi sosial
ekonomi,
wilayah khusus
dengan kondisi
kesulitan sosial
ekonomi
(2)zona industri,
zona
pemrosesan
ekspor,zona
teknologi tinggi
dan zona ekonomi
Dilihat dari tabel diatas, LIV lebih banyak mengatur mengenai jaminan-jaminan
Pemerintah kepada investor dalam berinvestasi, antara lain:
1) Jaminan Pemerintah tentang tidak memaksa investor untuk
menggunakan barang-barang/ jasa dari produsen dalamnegeri;
2) Tidak akan membatasi kuantitasekspor;
3) Ikut campur dalam hal kuantitasekspor-impor;
4) Jaminan menerapkan harga yang sama untuk barang, biaya
administrasi maupun layanan lain yang diselenggarakan negara;
5) Membantu membiayai pelaksanaan alih teknologi dan bantuan
pelatihan kerja dari dana APBN;dan
6) Jaminan dalam hal terjadi perubahan kebijakan, bilamana
menguntungkan investor dapat menerapkan kebijakan yang baru, dan bila
sebaliknya negara menjamin menerapkan kebijakan sesuai insentif pada
sertifikat investasi, dengan memenuhi persyaratan yang berlaku,dst.
Jaminan yang di sebutkan diatas, merupakan jaminan yang tidak diberikan oleh
UUPM. Padahal, jaminan tersebut akan menarik minat investor karena
kemudahan yang diberikan dan memberikan daya prediksi, serta nilai keuntungan
ekonomi (Economic Opportunity).
c) Hakinvestor
1. Persamaan
Berikut adalah tabel persamaan pengaturan tentang hak investor antara UUPM
dengan LIV:
38Tindak lanjut dari perjanjian internasional yang diratifikasi (WTO), yaitu mengenai pemotongan tarif.
Berikut merupakan tabel perbedaan pengaturan tentang hak
No. Substan UUP LI
si M V
1 Pemberian hak otonom X Ps.4 ayat (1) jo Ps.1
kepada investor untuk (memilih sektor,
berinvestasi bentuk investasi,
metode meningkatka
modal, lokasi
geografis, skala
investasi, mitra dan
durasi
operasi proyek)
2 Kesetaraan dalam X Ps.14 ayat (1)
mengakses dan
menggunakan sumber
modal kredit dan dana
bantuan dan dalam
penggunaan lahan dan
sumber daya alam sesuai
dengan hukum
3 Hak untuk membeli mata X Ps.16 ayat (1)
uang asing (bisnis
dalamrangka
memenuhi
permintaan transaks
transaksi modal dan
transaksi lainnya)
4 Investor berhak X Ps.17 ayat (1)
menetapkan atau
menyesuaikan modal
atau suatu proyek
investasi. Bila terdapat
laba usaha, pajak
harus dibayarkan.
5 Investor memiliki hak X Ps.19 ayat (3)
untuk berkontribusi
pendapat mengenai
hukum maupun
kebijakan investasi
6 Insentif pajak Ps.18 ayat (4) X
pertambahan nilai, dan huruf d, e,dan f
penyusutan/
amortisasi yang dipercepat
7 Insentif berupa membawa X Ps.34
kerugian maju.
8 Proyek investasi di X Ps.35
daerah dengan efisiensi
ekonomi tinggi dikenai
depresiasi dipercepat dari
aset tetap, tarif maksimal
dari depresiasi tidak
boleh lebih besar 2 kali
lipat dari tarif depresiasi
yang ditentukan
peraturan tentang
penyusutan aktiva tetap
9 Fasilitas-fasilitas hanya Ps.20 X
akan diberikan kepada Hanya perlu memenu
investor asing yang ketentuan Ps.32 ayat
berbentuk jo Ps.27 jo Ps.28
perseroan terbatas
10 Insentif penggunaan Ps.22 Ps.36
lahan Diklasifikasikan Tidak bol
berdasar jenis HAT: lebih dari
(1)HGU: 95 tahun, jik
tahun, dapat dengan
diperpanjang modal be
dimuka selama dan tingk
60 tahun dan pegembal
dapat modal
diperbaharui lambat/
selama 35tahun didaerah
(2)HGB: 80 sulit kond
tahun, dapat sosial
diperpanjang ekonomi,
dimuka selama tidak bole
50 tahun, dan lebih dari
dapat tahun, dap
diperbaharui diperpanj
selama 30tahun dengan
(3)HP: 70 tahun, persyarata
dapat
diperpanjang
dimuka selama
45 tahun dan
dapat
diperbaharui
selama 25 tahun
Namun harus
memenuhi syarat
pada ayat (2),
(3)dan
Pasalini.
Dalam LIV ditekankan bahwa investor memiliki hak otonom untuk berinvestasi
dalam hal:
1) Memilih sektor;
2) Bentuk investasi;
3) Metode meningkatkan modal;
4) Lokasigeografis;
5) Skalainvestasi;
6) Mitra, dan durasi operasiproyek;
7) Kesetaraan dalam mengakses dan menggunakan sumber modal kredit
dan danabantuan;
8) Penggunaan lahan dan sumber daya alam sesuai dengan hukum;
9) Hak berkontribusi pendapat mengenai hukum maupun
kebijakaninvestasi;
10) Melakukan kegiatan ekspor-impor,pemasaran,kegiatan produksi;
11) Akses layanan publik, dan mendapatkan informasi terkait investasi.
Hak-hak diatas merupakan hak dasar dari para investor, walaupun senyatanya tidak
ditegaskan dalam UUPM akan tetapi hal tersebut layaknya kebiasaan dalam
berinvestasi.
Perbedaan yang mendasar adalah insentif membawa kerugian maju yang tidak
diatur dalam UUPM. Apabila investor mengalami kerugian setelah selesainya
finalisasi pajak dengan kantor pajak, jumlah kerugian harus dihilangkan terhadap
penghasilan kena pajak untuk keperluan pajak penghasilan perusahaan tersebut.
Insentif lain yang menjadi hak investor seperti jangka waktu izin penggunaan lahan
juga berbeda. Berdasarkan data yang didapat dari kedua undang-undang, jangka
waktu mengenai penggunaan lahan di Indonesia (UUPM) lebih lama dibandingkan
dengan pengaturan pada LIV. Lain halnyadengan bidang keimigrasian, LIV
memberikan visa dengan jangka waktu yang lebih lama yaitu 5 tahun, sedangkan
UUPM hanya memberikan izin tinggal sementara maksimal 4 tahun dan/ atau telah
tinggal selama 2 tahun berturut-turut di Indonesia dapat diubah izinnya menjadi izin
tinggal tetap. Hal yang tidak diatur LIV dan diberikan oleh UUPM adalah pengaturan
tentang hak investor mendapatkan insentif pajak pertambahan nilai (PPN), dan
penyusutan/ amortisasi yangdipercepat.
d) Kewajibaninvestor
1. Persamaan
Berikut merupakan tabel persamaan pengaturan tentang kewajiban investor
antara UUPM dengan LIV:
2) Perlindunganlingkungan;dan
3) Menghormati tradisi budaya/ kebiasaan masyarakat tempat mereka
menjalankan kegiataninvestasi.
2. Perbedaan
Hal lain yang UUPM atur tentang kewajiban investor, yang LIV tidak miliki
adalah kewajiban tentang mengutamakan tenaga kerja dalam negeri untuk
berkerja di perusahaan yang dimiliki investor, hal ini Penulis yakini merupakan
semangat dari legislator dalam mengurangi angka pengangguran di Indonesia.
V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal mengatur
mekanisme pelaksanaan penanaman modal di Indonesia mencakup semua kegiatan
penanaman modal langsung di semua sektor yang bertujuan adanya kepastian hukum
dan keamanan dalam penanaman modal melaluipelayanan terpadu satu pintu (PTSP)
baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk menpatkan perzinan
dibidang penanaman modal. Selain itu, Undang-Undang Penaman Modal dan Hukum
Otonomi Daerah yangbersumber dari Peraturan Perundang-undangan dibidang
Pemerintahan Daerah telah mengatur agar terciptanya peningkatan koordinasi antar
instansi Pemerintah, Kementerian/Lembaga dan dengan Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota guna menciptakan iklim investasi yang baik di Indonesia yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Pengaturan terkait kemudahan perolehan hak atas tanah, yaitu hak pakai, hak
guna usaha dan hak guna bangunan,untuk penanam modal di Indonesia dikembalikan
sesuai dengan pengaturan dalam UUPA dan peraturan pelaksana lainnya yang
mengatur ketiga hak tersebut. Prosedur maupun kewenangan kelembagaan dalam
proses perolehan hak atas tanah untuk penanam modal di Indonesia juga mengikuti
ketentuan dalam UUPA.
3. Berdasarkan perbandingan UUPM dengan LIV, maka di peroleh kesimpulan
bahwa LIV memberikan pengaturan yang lebih komprehensif tentang investasi.
Banyak peraturan yang tidak dicantumkan (secara eksplisit maupun implisit) dalam
UUPM meskipun dalam pelaksanaannya beberapa hal berlaku untuk investor di
Indonesia. Lengkapnya suatu UU mengatur maka semakin baik pula nilai kepastian
hukum yang diberikan. Analisa yang telah dilakukan menunjukkan bahwa LIV
memberikan kepastian hukum lebih baik dari pada UUPM. Selain itu, LIV mengatur
investasi lebih sistematis. Investor hanya perlu melihat LIV untuk pengaturan-
pengaturan tentang investasi, daftar sektor investasi tertutup dan bersyarat serta
pengaturan lain yang di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-
undangan.Mengenai keberpihakan, kami berpendapat kedua UU tersebut sebagian
besar berpihak pada Investor maupun terhadap pada negara dan warga negaranya.
Secara implisit kegiatan investasi yang didorong pertumbuhannya adalah untuk
kepentingan negara (pembangunan nasional) dan kesejahteraan masyarakat yang
diterjemahkan dalam pengaturan tentang pemberian kemudahan bagi investor maupun
perlindungan tenaga kerja domestik dan keharusan untuk alih teknologi.
B. Saran
1. Semangat desentralisasi dan otonomi daerah, hendaknya dapat terus memacu
pemerintah daerah untuksecara cerdas mendorong pembangunan daerahnya dan
meningkatkan pendapatan daerahnya dengan cara menggali potensi daerah dan menarik
investor, serta koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah perlu
ditingkatkan kembali baik untuk mendukung kemudahan perijinan investasi maupun
dalam aspek pengawasan terhadap investor yang merupakan konsekuensi dari
penerbitan perijinan.
2. Pemerintah hendaknya dapat terus melakukan evaluasi baik terhadap
pengaturan, dan pelaksanaan ketentuan terkait perolehan hak atas tanah untuk investor.
Hal ini bertujuan baik untuk menjamin kepastian hukum penanam modal dalam
melakukan usaha dan menjamin bahwa kepentingan umum terhadap tanah dapat
diakomodir secara adil.
VI.
VII. Daftar Pustaka
A. Produk Hukum
Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 21,22/PUU-V/2007,
tanggal 25 Maret 2008.http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/litigasi/Putusan21,-
22PUU2007PenanamanModalDirjen.pdf.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
_______. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
_______.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
_______.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
_______.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai.
B. Buku
A. F. Elly Erawati. Meningkatkan Investasi Asing di Negara-negara Berkembang: Kajian
Terhadap Fungsi dan Peran dari “The Multilateral Investment Guarantee Agency”.
Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum Unpar Bandung, Seri Tinjauan dan Gagasan
No.10.1989.
Abdul Halim. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Analisis Investasi (Belanja
Modal) Sektor Publik – Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. 2008.
Asropi, Sistem Pelayanan Terpadu: Strategi Perbaikan Iklim Investasi Di Daerah, dalam
Bunga Rampai Administrasi Publik: Dimensi Pelayanan Publik dan Tantangannya
dalam Administrasi Negara (Publik) di Indonesia. Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara. 2007.
Arie S. Hutagalung. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta: Penerbit
Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia.2005.
Dhaniswara K. Harjono. Hukum Penanaman Modal. Tinjauan Terhadap Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta: Rajagrafindo Persada.2007.
Aminuddin Ilmar. Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Kencana.2007.
Nurlan Darise. Pengelolaan Keuangan Daerah. Cet. 2. Jakarta: PT. Indeks.2006.
Sentosa Sembiring. Hukum Investasi: Pembahasan dilengkapi dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Bandung: Nuansa Aulia.2008.
Sujud Margono. Hukum Investasi Asing di Indonesia. Jakarta: Novindo Pustaka
Mandiri.2008.
C. Artikel
Arie S. Hutagalung. Kebijakan Pertanahan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-38 No.3 Juli-
September 2008.
Priyo Hari Adi. Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi Dan Relevansinya
Dengan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Se Jawa-Bali).
Artikel yang dipresentasikan dalam The 1st Accounting Conference yang
diselenggarakan Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia pada
tanggal 7-9 November 2007.
Badan Pusat Statistik. Indikator Strategis Nasional. Sumber:
https://www.bps.go.id/QuickMap?id. Diakses 02 Oktober 2018.
Usha Dar dan Pratap K. Dar. Investment Opportunities in ASEAN Countries. New Delhi:
Sterling Published Pvt, Ltd. 1970. Sumber: https://catalogue.nla.gov.au/Record/125912.
Diakses 03 Oktober 2018.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Economic Forecast
Summary:Indonesia. Sumber: https://www.oecd.org/eco/outlook/economic-forecast-
summary -indonesia-oecd-economic-outlook.pdf. Diakses 02 Oktober 2018.
Zulfi Diane Zaini. Pengaturan Kepemilikan Atas Tanah sebagai Pendukung Kegiatan
Investasi di Indonesia. Dimuat dalam Buku Ilmiah Perkembangan Hukum Bisnis dalam
Era Globalisasi. Cetakan Pertama. Desember 2017. Bandung: Corleone Books. 2017.
D. LAMPIRAN MEMUAT DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
PADA SAAT PERSENTASE KULIAH KELAS B, SELASA, 9 OKTOBER 2018:
Jawaban: Yang menjadi pihak yang tampil sebagai pihak jika terjadi sengketa
investasi di lembaga Arbitrase adalah Pihak yang berinvestasi dengan Pemerintah
Indonesia setelah terlebih dahulu diselesaikan secara musywarah dan mufakat
sebagaimana lazimnya penyelesaian setiap sengketa selalu diawali dengan
musyawarah dan mufakat, bilamana upaya musyarah dan mufakat tersebut tidak
tercapai maka ditempuh upaya penyelesaian melalui Lembaga Arbitrase. Proses dan
tahapan tersebut sesuai dengan Pasal 32 UU Nomor 25 Tahun 2007, yang berbunyi
sebagai berikut:
1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah
dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa
tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
2) (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase
atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah
dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa
tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika
penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa
tersebut akan dilakukan di pengadilan.
4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah
dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut
melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
Jawaban:
Dalam Perpres No. 148/2015 yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah
kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh
pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Mengingat bahwa pengaturan mengenai pemberian perolehan hak atas tanah untuk
investor dikembalikan ke UUPA dan konstruksi Pasal 22 UUPM pasca Putusan MK
yang sejalan dengan pengaturan dalam UUPA maka kami dapat menyimpulkan bahwa
prinsip mengutamakan kepentingan umum ini juga tidak bertentangan dengan yang
dimaksud dalam Perpres 148/2015 tersebut.
Namun demikian perlu juga dipahami bahwa hak pribadi atas tanah (perseorangan
maupun badan hukum) tidak sertamerta hilang bila dihadapkan dengan kepentingan
umum. Terdapat mekanisme dalam pembebasan lahan untuk kepentingan umum dan
adanya system ganti kerugian untuk tanah yang diambil untuk kepentingan umum.
Jawaban:
Kembali pada aturan yang sudah ada yaitu UUPA, dimana pada pasal 7 UUPA di
jabarkan "untuk tidak merugikan kepentingan umum maka kepemilikan dan
penguasaan atas tanah yang melampaui batas waktu penguasaan atas tanah tidak
diperkenankan" maka selanjutnya berdasarkan pasal 17 ayat (3) tanah-tanah yang
merupakan kelebihan dari batas maksimum diambil oleh pemerintah dengan ganti
kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah.