Anda di halaman 1dari 11

Diare merupakan buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah padat dimana kandungan

air lebih banyak daripada biasanya, berat 200 gram, dan frekuensi lebih dari tiga kali per hari. 1 Pada
pasien HIV, diare dapat menyebabkan morbiditas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas
kehidupan. Di Afrika, diare kronik dijadikan prediktor seropositif HIV pada orang dewasa. Tidak hanya itu,
jumlah anak dengan HIV yang meninggal karena diare juga lebih tinggi daripada anak tanpa HIV. 2
Secara garis besar, etiologi diare dibagi menjadi infeksi dan non-infeksi. Neoplasma gastrointestinal,
reaksi obat, intoleransi laktosa, dan insufisiensi pankreas merupakan penyebab diare non-infeksi. 3 Diare
yang persisten (berlangsung 15-30 hari) disertai dengan demam tinggi dan nyeri abdomen menandakan
adanya enterokolitis infeksiosa. Hal ini disebabkan oleh respons pejamu yang lemah sehingga
meningkatkan insidens infeksi oportunistik seperti bakteri, protozoa, dan jamur.4

Etiologi Diare Pada Pasien HIV

A.Diare Akibat Jamur

Di Indonesia, infeksi jamur belum berhasil dibasmi secara tuntas baik yang bersifat endemik maupun
oportunistik. Insidens tertinggi infeksi oportunistik jamur disebabkan oleh kandidiasis. Jamur tersebut
merupakan flora normal di saluran pencernaan, saluran urogenital, dan kulit.5 Namun, jamur jarang
menyebabkan diare pada pasien HIV.6 Sebelum era HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy),
penderita AIDS yang menderita kriptokokus berkisar 5-10%. 5

Struktur dan Pertumbuhan Jamur

Secara garis besar, jamur dibagi menjadi yeasts (ragi) dan molds (kapang). Yeasts merupakan sel tunggal
berbentuk bulat atau elips yang tumbuh secara aseksual (pertunasan). Nantinya, hifa rantai panjang
akibat kegagalan pelepasan diri dari spesies disebut pseudohifa. Di lain sisi, molds tumbuh dengan
filamen panjang yang disebut hifa. Hifa ada yang berbentuk kusut seperti anyaman tikar yang disebut
miselium dan ada yang membentuk dinding yang disebut hifa bersepta.5

Sel jamur terdiri dari dua bagian penting yaitu:


1.dinding sel jamur terdiri dari polisakarida, glikoprotein, dan lipid,

2.membran sel jamur yang mengandung ergosterol.7

Karakter penting jamur lainnya adalah dimorfik termal sehingga molds baru terbentuk pada keadaan
saprofit dengan temperatur bebas dan yeasts terbentuk pada temperatur tubuh pejamu. Sebagian besar
jamur bersifat aerob obligat dan sisanya anaerob fakultatif. Selain itu, kebanyakan jamur berkembang
biak secara aseksual dengan spora aseksual disebut konidia. Sisanya berkembang biak secara seksual
dengan spora seksual yang disebut zigospora, ascospora, atau basidiospora.5 Kemudian, jamur
membutuhkan sumber nitrogen dan karbohidrat untuk pertumbuhannya.7

Patogenesis

Kulit yang intak merupakan pertahanan tubuh yang efektif dalam mencegah masuknya jamur,
selain adanya asam lemak pada kulit yang menghambat pertumbuhan dermatofit. Netrofil dan fagosit
mempunyai peranan penting dalam mengeliminasi infeksi jamur. Sebagai respons imun spesifik, jamur
yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan produksi IgM dan IgG yang hingga kini belum diketahui
fungsinya. Sel T CD4+ dan T CD8+ bekerjasama dalam mengeliminasi jamur. Respons dari sel Th1 bersifat
protektif, sedangkan Th2 merugikan pejamu karena merusak jaringan melalui pembentukan granuloma.
Selain itu, aktivasi dari imunitas diperantarai seluler dapat menghasilkan respons delayed
hypersensitivity.5

Oleh karena itu, individu yang imunokompeten umumnya resisten terhadap infeksi jamur. Sebaliknya,
jamur (kandidiasis) maupun filamen jamur (aspergilus, zigomycetes, Cryptococcus neoformans; non-
kandida patogen) dapat menjadi infeksi oportunistik pada individu imunosupresi, seperti HIV. Infeksi
dapat terjadi melalui inhalasi atau inokulasi kulit.5

Kandidiasis paling sering disebabkan oleh Candida albicans. Semua jenis yang patogen dapat ditemukan
sebagai mikroorganisme komensal pada kulit, tinja, mulut, dan vagina. Masuknya kandida ke aliran darah
pada saat ketahanan fagositik pejamu menurun dapat menyebabkan kandidiasis sistemik yang ditandai
dengan demam tinggi. Kandida juga dapat masuk saat keutuhan kulit dan membran mukosa terganggu
akibat trauma, luka bakar yang berat, pemasangan kateter atau infus, serta penyalahgunaan obat bius
intravena. Kemudian, semua jenis kandida seperti C. albicans, C. tropicalis, C.parapsilosis, C,krusei.
kecuali C.glabrata tampak dalam jaringan sebagai jamur maupun pseudohifa. Kandidiasis viseral akan
menimbulkan komplikasi berupa neutropenia. Hal ini membuktikan bahwa neutrofil berperan utama
dalam mekanisme pertahanan pejamu terhadap jamur ini.5

Jamur dimorfik histoplasmosis, Histoplasma capsulatum, dapat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi
menuju paru. Pada saat ini, neutrofil dan fagosit berusaha untuk menghancurkannya, dan yang berhasil
lolos akan menuju nodus limfatikus. Untuk selanjutnya, sel T tersensitisasi oleh antigen jamur yang
mengaktivasi neutrofil dan makrofag. Di jaringan, mikroorganisme ini berubah menjadi yeast. Selain itu,
jamur ini tetap menghasilkan substansi alkalin seperti bikarbonat dan amonia di dalam makrofag agar
terhindar dari degradasi fagolisosom. Mikroorganisme yang bertahan di dalam makrofag menyebar luas
secara hematogen yang bermanifestasi pada histoplasmosis diseminata, khususnya pada pasien dengan
CD4+ <150 sel/mm3. Gejala yang tampak adalah demam, berkeringat malam, penurunan berat badan,
nafsu makan menurun, dan kelemahan.5

B. Diare Akibat Virus

Diare akibat infeksi rotavirus atau virus lainnya relatif sering dan biasanya dapat sembuh sendiri (self-
limiting) pada orang dewasa sehat. Pada pasien HIV dengan CD4+ <50 sel/mm3 dapat menyebabkan
kolitis, namun menurun secara drastis sejak era HAART. CMV ini secara histologik dapat menyebabkan
badan inklusi pada sel epitel, endotel, dan otot polos. 6

C. Diare Akibat Bakteri

Pada pasien HIV, toksin Clostridium difficile, Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan E. coli
0157 H7 dapat menyebabkan diare.6 Infeksi bakteri ada yang bersifat invasif dan non-invasif. Bakteri
non-invasif mengeluarkan enterotoksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit setelah
diproduksi. Sedangkan bakteri yang invasif seperti Salmonella dan Shigella merusak dinding usus
sehingga nekrosis dan ulserasi. Oleh karena itu, diare dapat disertai lendir dan darah. Pada pasien
dengan CD4+ < 75 sel/ mm3, maka terdapat kemungkinan penyebabnya adalam M. avium complex
(MAC) sehingga dilakukan pemeriksaan tinja atau kultur darah. Selain diare, MAC menyebabkan demam,
anemia, berat badan menurun, neutropenia, dan hepatosplenomegali.6

D.Diare Akibat Parasit


Parasit penyebab diare tersering adalah Cryptosporidium, Microsporidium, dan Entamoeba
histolytica. Cryptosporidium parvum menyebar luas di seluruh dunia dan menular melalui air minum
yang terkontaminasi kista pada tinja herbivora. Parasit ini dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan
kadar ion di dalam tubuh. Microsporidium adalah bakteri berspora seperti Enterocytozoon bieneusi dan
Encephalitozoon intestinalis. Kemudian, E.histolytica biasanya asimptomatik karena berkolonisasi. Jika
simptomatik, gejala yang muncul meliputi kram, nyeri perut, dan tinja berdarah. Terakhir, Giardia
lamblia tersebar di seluruh dunia dan ditransmisikan melalui air serta fekal-oral. Gejala yang timbul
bervariasi seperti kram, diare, kembung, flatulens, dan penurunan berat badan. Keseluruhan parasit
menyebabkan diare dengan merusak dinding usus. 6

Patofisiologi Diare Akibat Infeksi Oportunistik Pada HIV

Pada dasarnya, mekanisme diare pada pasien HIV dan non-HIV adalah sama. Keparahan diare
bergantung pada daya penetrasi merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang
mempengaruhi sekresi cairan usus halus, dan daya lekat kuman.1

Toksin yang dihasilkan bakteri non-invasif menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenie
dinukleotid (NAD) sehingga meningkatkan siklik AMP (cAMP) dalam sel. Pada akhirnya, sel
menyekskresikan aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kalium,
dan natrium. Pompa natrium sendiri tidak terganggu sehingga absorpsi ion natrium dapat dikompensasi
dengan pemberian larutan glukosa. Diare sekretorik yang terjadi ditandai dengan meningkatnya sekresi
air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi, dan volume tinja banyak sekali. Meskipun dilakukan
puasa makan dan minum, diare akan tetap berlangsung.1 Sedangkan diare yang disebabkan oleh jamur
seperti kandida, mekanismenya belum diketahui.8

dan Tatalaksana Diare Terkait HIV

Pemeriksaan diare meliputi:


1.Penilaian awal.Pada awalnya, penting bagi kita untuk menanyakan riwayat bepergian, pengobatan, dan
makanan. Selanjutnya, melakukan pengukuran kadar CD4+ dan menentukan lokasi anatomis kelainan
apakah di usus halus atau usus besar.

2.Menentukan etiologi dari diare. Beberapa mikroorganisme memiliki karakteristik, seperti C. difficile
berkaitan dengan penggunaan antibiotik klindamisin dan penisilin.

3.Investigasi. Melakukan pemeriksaan mikroskop, mikrobiologi, dan kultur. Jika mikroorganisme


penyebab tidak ditemukan di tinja, maka lakukan biopsi. Selain itu, jika diare disertai demam, lakukan
pemeriksaan kultur darah, radiografi dada, dan urinalisis.3

Komplikasi HIV

Infeksi oportunistik memberi andil sekitar 80% kematian pada pasien AIDS.9 Adapun infeksi oportunistik
atau kondisi yang sesuai dengan kriteria diagnosis AIDS adalah sebagai berikut:

CMV (selain hati, limfa, atau kelenjar getah bening)

Ensefalopati HIV yang ditandai oleh gangguan kognitif dan disfungsi motorik

Herpes simpleks, ulkus kronik, bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis

Histoplasmosis diseminata atau ekstraparu

Isosporiasis dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)

Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru

Kandidiasis esofagus

Kanker serviks invasif

Koksidiomikosis diseminata atau ekstraparu

Kriptokokosis ekstraparu
Kriptosporidiosis dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)

Leukoensefalopati multifokal progresif

Limfoma Burkitt, imunoblastik, primer pada otak

MAC, M.kansasii, M. tuberculosis yang paru, diseminata atau ekstraparu

Pneumonia akibat Pneumocystis carinii dan pneumonia rekuren

Sarkoma Kaposi

Septikemia salmonella rekuren

Wasting syndrome yaitu penurunan berat badan lebih dari 10% ditambah diare kronik, kelemahan
kronik, dan demam lama (> 30 hari, intermiten atau konstan) tanpa dapat dijelaskan oleh penyakit lain
slain HIV.10

Perjalanan penyakit akan lebih progresif pada pengguna narkotika. Sekitar 80% pengguna narkotika
mengidap hepatitis C dan infeksi katup jantung juga lebih sering dijumpai pada pasien HIV dengan
penggunaan narkotika. Selain itu, lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi
pneumonia dan tuberkulosis. Di Indonesia, koinfeksi tuberkulosis dengan HIV sering dijumpai.10
Sedangkan di Amerika Serikat, epidemi AIDS memunculkan kembali tuberkulosis aktif. Risiko untuk
mengalami infeksi sangat tinggi pada orang dengan CD4+ < 200 sel/mm3.9 Nantinya, infeksi oportunistik
ini akan mempercepat pembelahan virus dan mereaktivasi virus di dalam limfosit T. Dengan demikian,
perjalanan penyakit akan semakin progresif. 10

Referensi:

1.Simadibrata S, K Daldiyono. Diare akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Volume III.
Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal. 548-51.

2.Siddiqui U, Bini EJ, Chandarana K, et al. Prevalence and impact of diarrhea on health-related quality of
life in HIV-infected patients in the era of highly active antiretroviral therapy. J Clin Gastroenterol 2007;
41:484.

3.Management in selected clinical setting. Diunduh dari http://www.info.gov.hk/aids/pdf/g104htm/


7.1.htm. Diakses pada 18 April 2012, pk. 15.14 WIB..
4. McPhee SJ, Hammer GD. Infectious disease. In Pathophysiology of Disease. 6th ed. USA:McGraw-Hill
Companies; 2006, Chapter 4.

5.Nasronudin. Infeksi jamur. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Volume III. Jakarta: Interna
Publishing; 2010, hal. 2871-79

6.Bick J. Gastrointestinal complications of HIV disease. Diunduh dari http://www.thebody.com/content/


art13071.html. Diakses pada 18 April 2012, pk.14.55 WIB.

7.Jawetz, Melnick, Adelberg. Mycology. In Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 24th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies; 2007, chapter 45.

8. Levine J, Dykoski RK, Janoff EN. Candida-associated diarrhea: a syndrome in search of credibility. Clin
Infect Dis. (1995) 21 (4): 881-886.

9. Mitchell RN, Kumar V. Dalam Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007, hal. 174.

10.Djoerban Z, Djauzi S. HIV/ AIDS di Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Volume
III. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal. 2863-65.

Sumber Gambar:

Gb.1:http://biology.clc.uc.edu/fankhauser/Labs/Microbiology/Yeast_Plate_Count/11_Yeast_Gm_stain_P
7201175crp.jpg.Diakses pada 18 April 2012, pk.12.27 WIB.

Gb.2: http://www.under-microscope.com/images/aspergillus550.jpg. Diakses pada 18 April 2012,


pk.12.28 WIB.
Gb.3: http://www.jci.org/articles/view/18326/files/JCI0318326.f1/medium. Diakses pada 18 April 2012,
pk.16.14 WIB.

Artikel Terkait

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) disusun oleh Johny Bayu Fitantra Infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) atau AIDS merupakan suatu pandemik global;. Pada akhir tahun 2009…

Tatalaksana Nutrisi pada Anak Diare Pertumbuhan bayi yang signifikan selama 1 tahun pertama
kehidupan dan pertumbuhan yang berkelanjutan dari usia 1 tahun sampai remaja membutuhkan…

Penyakit Gastrointestinal dengan Gejala Dispepsia Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman pada perut
bagian atas, terutama bagian ulu hati dan dada. Apa saja penyebabnya?

Diare Akut Pada Anak (Pedoman Tatalaksana Diare Akut dari… Seorang anak dapat dikatakan mengalami
diare cair akut apabila terjadi diare lebih dari 3 kali sehari (BAB) selama kurang dari…

Anemia Pada Penyakit Kronik Oleh Herliani Dwi Putri Halim Kebanyakan pasien yang menderita penyakit
kronik mengalami anemia. Anemia ini ditandai dengan kadar besi serum…

← LeptospirosisPemeriksaan untuk Penyakit Alergi →

Medicinesia

Sebuah website yang didedikasikan untuk mahasiswa kedokteran maupun ilmu kesehatannya lainnya di
Indonesia.

You May Also Like

Komplikasi Diare

June 20, 2011 1 Comment

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

December 15, 2013 0 Comments


Tatalaksana Nutrisi pada Anak Diare

October 31, 2015 0 Comments

Journal and News

Terapi Aspirin sebagai Pencegahan Preeklampsia : Efektif atau Berbahaya?

Journal and News Reproduksi Updates

Terapi Aspirin sebagai Pencegahan Preeklampsia : Efektif atau Berbahaya?

July 6, 2017 Medicinesia 0 Comments

Apakah pemberian aspirin sebagai pencegahan preeklampsia bermanfaat atau justru berbahaya?

Peningkatan Risiko Ketoasidosis Diabetes setelah Inisiasi Terapi SGLT2 Inhibitor

Peningkatan Risiko Ketoasidosis Diabetes setelah Inisiasi Terapi SGLT2 Inhibitor

June 9, 2017 0 Comments

Metaanalisis: Perbandingan Hasil Terapi dan Efek Samping yang Berkaitan dengan Obat Penurun Gula
Darah

Metaanalisis: Perbandingan Hasil Terapi dan Efek Samping yang Berkaitan dengan Obat Penurun Gula
Darah

July 22, 2016 0 Comments

Ancaman Kejadian Mikrosefali pada Fetus dengan Ibu Terinfeksi Virus Zika

Ancaman Kejadian Mikrosefali pada Fetus dengan Ibu Terinfeksi Virus Zika

February 11, 2016 0 Comments

Guideline Klinis Hematuria oleh American College of Physicians (ACP)

Guideline Klinis Hematuria oleh American College of Physicians (ACP)

February 5, 2016 0 Comments


Medicinesia in Facebook

Medicinesia 4 months agoMedicinesiaMeski memiliki gen yang berkaitan dengan obesitas, dengan diet
sehat, kita dapat mengalahkan pengaruh gen dan terhindar dari obesitas tersebut.

Improving adherence to healthy dietary patterns, ... See MoreImproving adherence to healthy dietary
patterns, genetic risk, and long term weight gain: gene-diet interaction analysis in two prospective cohort
studiesbmj.comResearch Improving adherence to healthy dietary patterns, genetic risk, and long term
weight gain: gene-diet interaction analysis in two prospective cohort studies BMJ 2018; 360 doi:
doi.org/1... View on Facebook·ShareMedicinesia 5 months agoMedicinesiaMedicinesia membagikan
kiriman Dr.Efriadi Ismail, Sp.P. Bagaimana tatalaksana pasien Tuberkulosis dengan masalah penyakit hati
kronik dan akut atau imbas obat ?? PhotoView on Facebook·ShareMedicinesia 10 months
agoMedicinesiaDiskusi bagus, ngeyel jangan... ?? PhotoView on Facebook·ShareMedicinesia 10 months
agoMedicinesiaPunya info seminar kesehatan atau ingin mempromosikan seminar kamu? Hubungi kami.

Kami senang dapat membantu.?? View on Facebook·ShareMedicinesia 10 months agoMedicinesiaSaat


ini, rekomendasi terapi profilaksis preeklampsia salah satunya adalah dengan terapi aspirin dosis rendah
(60-81 mg). Dari American Congress of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), rekomendasin... See
MoreTerapi Aspirin sebagai Pencegahan Preeklampsia : Efektif atau Berbahaya?medicinesia.comApakah
pemberian aspirin sebagai pencegahan preeklampsia bermanfaat atau justru berbahaya? View on
Facebook·Share

Artikel Terkini

Terapi Aspirin sebagai Pencegahan Preeklampsia : Efektif atau Berbahaya?

Peningkatan Risiko Ketoasidosis Diabetes setelah Inisiasi Terapi SGLT2 Inhibitor

Prinsip Evaluasi dan Diagnosis Efusi Pleura

Hipertermia Maligna

Sistemik Lupus Eritematosus : Pemeriksaan Autoantibodi pada SLE

Faktor Risiko Kanker Payudara


Sistemik Lupus Eritematosus: Manifestasi pada Berbagai Sistem Organ

Artikel Terpopuler

Terapi Aspirin sebagai Pencegahan Preeklampsia : Efektif atau Berbahaya? (2,286 views)

Prinsip Evaluasi dan Diagnosis Efusi Pleura (2,257 views)

Peningkatan Risiko Ketoasidosis Diabetes setelah Inisiasi Terapi SGLT2 Inhibitor (1,867 views)

Pengunjung Kami

Anda mungkin juga menyukai