1
Lickona, T. 1992. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York:
Simon & Schuster, Inc.
2
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam lembaga Pendidikan.
Jakarta:Kencana.
3
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam lembaga Pendidikan.
Jakarta:Kencana.
Dalam grand desain pendidikan karakter, pendidikan karakter merupakan proses
pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan pendidikan
(sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Nilai luhur ini berasal dari teori
pendidikan , psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya, ajaran agama, Pancasila dan
UUD 45, dan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman
terbaik dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembudayaan dan
pemberdayaan nilai-nilai luhur ini juga didukung oleh komitmen dan kebijakan pemangku
kepentingan serta pihak-pihak terkait lainnya termasuk dukungan sarana dan prasarana yang
diperlukan.5
Karakter didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin (dalam Ahmad Tafsir, 2011) mengandung
tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving
the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan karakter kebaikan itu
sering kali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik. Dengan demikian, maka pendidikan
karakter adalah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar baku. Upaya ini
juga memberi jalan untuk menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan di
sekolah. Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan etika, tetapi praktiknya meliputi
penguatan kecakapan yang penting yang mencakup perkembangan sosial siswa.6
Homby dan Parnwell (dalam Ahmad Tafsir, 2011) karakter adalah kualitas mental,
kekuatan moral, nama atau reputasi. Hermawan Kertajaya mendefinisikan karakter adalah
“ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan
mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong
bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu. 7
Istilah karakter dan kepribadian atau watak sering digunakan secara bertukar-tukar ,
tetapi Alport menunjukkan kata watak berarti normatif, serta mengatakan bahwa watak adalah
pengertian etis dan menyatakan bahwa character is personality evaluated and personality is
character devaluated (watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian adalah watak yang
tak dinilai). Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat abstrak yang ada
pada diri seseorang.
5
Pancasila dan UUD 45, dan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik
dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari
6
Tafsir, Ahmad. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
7
Tafsir, Ahmad. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dinamika pemahaman pendidikan karakter berproses melalui tiga momen: momen
historis, momen reflektif, dan momen praktis. Momen historis, yaitu usaha merefleksikan
pengalaman umat manusia yang bergulat dalam menghidupi konsep dan praksis pendidikan
khususnya dlam jatuh bangun mengembangkan pendidikan karakter bagi anak didik sesuai
dengan konteks zamannya. Momen reflektif, sebuah momen yang melalui pemahaman
intelektualnya manusia mencoba melihat persoalan metodologis, filosofis, dan prinsipil yang
berlaku bagi pendidikan karakter. Momen praktis, yaitu dengan bekal pemahaman teroretis
konseptual itu, manusia mencoba menemukan secara efektif agar proyek pendidikan karakter
8
dapat efektif terlaksana di lapangan (Masnur Muslich, 2011).
Meminjam terminologi yang dipergunakan David Kerr (1999), pada saat menjelaskan
isi dan modus Citizenship Education, maka proses pembelajaran pendidikan karakter
hendaknya dilakukan secara inklusif pada pembelajaran semua mata pembelajaran di kelas,
luar kelas, satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
3. Formulasi Kebijakan
Formulasi merupakan tahap yang terjadi setelah sebuah isu diagendakan. Raymond
Bauer menyatakn bahwa perumusan kebijakan adalah proses transformasi input menjadi
output. Formulasi kebijakaan menurut Winarno adalah sebagai suatu proses, dapat dipandang
dalam 2 macam kegiatan. Pertama memutuskan secara umum apa yang harus dilakukan atau
dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan tentang suatu
alternative lebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang menyetujui adalah hasil dari proses
seluruhnya. Sedangkan kegiatan selanjutnya diarahkan pada bagaimana keputusan kebijakan
dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seorang pejabat atau
lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah dan menolak suatu alternative kebijakan yang
dipilih. Hasil yang diharapkan dalam formulasi kebijakan adalah solusi tahapan masalah
public.
8
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Formulasi kebijakan adalah langkah kedua yang dilalui dalam proses pembuatan
kebijakan-kebijakan tertentu sesudah setting agenda. Adapun tahapan/ cara kerja formulasi
kebijakan adalah :
a. Identifikasi masalah; dimana pada proses ini setiap masalah atau isi yang akan dibahas
harus terlebihdahulu diidentifikasi sesuai dengan beberapa kriteria tertentu. Informasi
mengenai masalah kebijakan dapat diperoleh melalui sumber tertulis seperti indicator
social dan sensus dan laporan-laporan survey nasional, jurnal, koran dan sebagainya.
b. Indentifikasi alternative; apabila masalah telah diidentifikasi maka selanjutnya adalah
dicari teori yang mampu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, dan berdasarkan analisis
tersebut mengembangkan alternative-alternative kabijakan.
c. Seleksi alternative; dalam tahap ini seorang perencana akan melakukan seleksi alternative
terbaik untuk diajukan ke poicy makers.
d. Pengesahan kebijakan; setelah melalui beberapa tahapan di atas maka pengesahan
kebijakan bisa diterapkan hal ini tentu saja setelah proses/ tahapan di atas telah dianggap
relevan dari apa yang diharapkan.
4. Implementasi
Implementasi kebijakan adalah cara yang dilakukan agar sebuah kebijakan dapat
tercapai tujuannya. Dalam tahap implementasi, isi kebijakan dan akibat-akibatnya mungkin
akan mengalami modofikasi dan elaborasi bahkan mungkin akan dinegasikan.
Implementasi kebijakan memerlukan perangkat yang digunakan untuk mengetahui
kesesuaian pelaksanaan suatu program dengan kebijakan public yang menjadi acuan. Tidak
ada satupun skema acuan pencapaian tujuan yang bekerja dengan baik jika implementasi
mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana cara yang tepat untuk mencapainya.
Pada akhirnya diperlukan bagimana negosiasi siantara aktor-aktor yang terlibat atau bahkan
komunitas yang lebih luas lagi untuk menetapkan cara yang terbaik mencapai tujuan.
Cara kerja dari implementasi kebijakan itu sendiri adalah berupa proses pelaksanaan
dari rancangan kebijakan yang telah diputuskan dan diterapkan ke public secara terbuka dan
mendalam tanpa adanya suatu kekurangan dalam penerapannya.
5. Evaluasi
Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tingkatan di dalam proses kebijakan, sebab
evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan
dengan tepat sasaran, baik dan benar atau tidak.
Proses evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses/ penerapan kebijakan, dalam
proses ini pemerintah harus bisa melihat hasil dari kebijakn yang diterapkan apakah sesuai
harapan atau ada yang kurang dalam proses penerapannya. Dari kesemua tahapan di atas
dapatlah dievaluasi prosesnya karena disinilah letak akhir dari tahapan tersebut, andaikan ada
yang belum memenuhi target sasaran yang diharapkan maka proses evaluasi ini bisa sebagai
bahan untuk memperbaiki ataupun menambah dari kekuarangan-kekurangan tersebut.
Kesimpulan
Pendidikan karakter sebagai bagian integral dari keseluruhan tatanan sistem pendidikan nasional
dikembangkan dan dilaksanakan secara sistemik dan holistik dalam tiga pilar nasional pendidikan
karakter, yaitu: satuan pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, satuan/program pendidikan nonformal),
keluarga (keluarga inti, keluarga luas, keluarga orang tua tunggal), dan masyarakat (komunitas,
masyarakat lokal, wilayah, bangsa, dan negara). Implementasi proses pembelajaran pendidikan karakter
hendaknya dilakukan secara inklusif pada pembelajaran semua mata pembelajaran di kelas, luar kelas,
satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Pengembangan proses pembelajaran yang demikian
dimaksudkan untuk menghindarkan pendidikan karakter dari sifat yang eksklusif dimana upaya
pembinaan karakter hanya dilakukan oleh mata pelajaran tertentu sementara pelajaran maupun program
pendidikan lain di sekolah maupun luar sekolah termasuk di keluarga dan masyarakat tidak
menyentuhnya sama sekali.
Dalam penyusunan kebijakan pendidikan karakter terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan
termasuk dalam penyusunan formulasi kebijakan, implementasi kebijakan serta dilakukan adanya
evaluasi kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Ibrahim , 2004. Pokok – pokok Analisis Kebijakan Publik ( AKP ), Bandung : Mandar Maju
Center for Indonesian Civic Education. 1999. Democratic Citizen in a Civil Society: Report of the
Conference on Civic Education for Civil Society. Bandung:CICED.
Hesel Nogi S Tangkilan, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi ( Konsep, Strategi dan Kasus ).
Yogyakarta : Lukman Offset
Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva
Press.
Kesuma,Dharma. Triatna, Chepi & Permana,Johar. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan Praktik
Di Sekolah. Bandung:PT remaja Rosdakarya.
Lickona, T. 1992. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New
York: Simon & Schuster, Inc.
Lickona, T. 2004.Character Matters: How to Help Our Children Develop. New York:Simon &
Schuster,Inc.
M. Irfan Islami, 2000. Prinsip – Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara
Muchlas Samani & Hariyanto, 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Tafsir, Ahmad. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam lembaga Pendidikan.
Jakarta:Kencana.