KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Sinusitis adalah keradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal dengan
gejala berupa buntu hidung, nyeri fasial dan pilek kental (purulen). Pada tahun
1996, American Academi of Otolaryngology – Head and Neck Surgery
mengusulkan untuk mengganti terminologi sinusitis dengan rinosinusitis. Istilah
rinosinusitis dianggap lebih tepat kerena menggambarkan proses penyakit
dengan lebih akurat. Beberapa alasan yang mendasari perubahan “sinusitis”
menjadi “rinosinusitis” adalah membran mukosa hidung dan sinus secara
embriologis berhubungan satu sama lain (contigious), Sebagian besar penderita
sinusitis juga menderita rhinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rhinitis, gejala
pilek, buntu hidung dan berkurangnya penciuman ditemukan baik pada sinusitis
maupun rhinitis, dan foto CT scan dari penderita common cold menunjukkan
inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal secara simultan.
Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa sinusitis merupakan kelanjutan dari
rinitis. Hal ini mendukung konsep “one airway disease”, yaitu penyakit disalah
satu bagian saluran nafas akan cenderung berkembang ke bagian yang lain.
Inflamasi di mukosa hidung akan diikuti inflamasi mukosa sinus paranasal
dengan atau tanpa disertai cairan sinus. Keadaan ini menunjukkan rinosinusitis
sebenarnya merupakan kondisi atau manifestasi dari suatu respon inflamasi
mukosa sinus paranasal.
18
B. ETIOLOGI
Penyebab utama dan terpenting dari rinosinusitis adalah obstruksi ostium sinus.
Berbagai faktor baik lokal maupun sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau
kondisi yang mengarah pada ostium obstruksi sinus. Berbagai faktor tersebut
meliputi infeksi saluran nafas atas, alergi, paparan bahan iritan, kelainan anatomi,
Defisiensi imun dan kondisi ko-morbid.
Sebab-sebab Lokal
18
nasofaring. Sebagai contoh, tumor-tumor ganas, radiasi kobalt disertai
redionekrosis atau hipertrofi adenoid dapat mempredisposisi seseorang ke
perkembangan sinusitis bakterialis rekuren. Dengan perluasan regional, tumor
palatinum juga mempredisposisi perkembangannya.
Faktor-faktor Sistemik
C. INSIDEN
18
Kebanyakan kasus rinosinusitis mengenai satu atau lebih sinus paranasal,
terutama sinus maksila dan sinus etmoid. Berdasarkan teknik eksplorasi
endoskopik pada dinding lateral rongga hidung, Messerklinger mengatakan
sebagian besar penyakit sinus paranasal disebabkan faktor rinogenik. Secara jelas
ditunjukkan proses terjadinya keradangan di sinus paranasal diawali oleh
inflamasi atau kelainan di daerah kompleks ostiomeatal (KOM). Untuk dapat
menjelaskan etiologi dan konsep terkini patofisiologi rinosinusitis, akan
disampaikan terlebih dulu anatomi sinus paranasal.
D. MANIFESTASI KLINIK
a) Sinusitis akut
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksilaris, sinusitis frontalis dan sinusitis etmoidalis anterior
tampak mukopius atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis
etmoidalis posterior dan sinusitis sfenoidalis nanah tampak keluar dari
meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip).
Gejala subjektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta
gejala local yaitu hidung tersumbat, mucus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (post nasal drip), sakit kepala, nyeri di daerah sinus
yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada sinusitis
maksilaris, nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
18
alveolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga. Pada sinusitis etmoidalis, nyeri di pangkal hidung dan kantus
medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Pada sinusitis frontalis, nyeri terlokalisasi di dahi atau
diseluruh kepala. Pada sinusitis sfenoidalis, rasa nyeri diverteks, oksipital,
retro orbital dan di sfonoidalis.
b) Sinusitis Subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang
akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
c) Sinusitis kronik
Gejala objektif
18
Gejala faring, berupa rasa tidak nyaman di tenggorok.
Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan berkurang di siang hari.
Mungkin akibat penimbunan secret dalam rongga hidung dan sinus,
serta stasis vena pada malam hari.
E. PATOFISIOLOGI
18
“Mucociliary clearance” yang baik akan mencegah terjadinya infeksi
didalam sinus dimana untuk dapat tercapainya hal ini transfor mucosiliar,
jumlah dan kualitas secret serta pergerakan silia harus baik. Transfor
mukosiliar akan mencegah akumulasi secret yang memang bertambah pada
saat infeksi. Pergerakan silia didalam sinus bergeraka dengan arah menuju
ostium sinus alamiah dan bukan berdasarkan gravitasi. Mucus dalam sinus
yang normal mengandung anti mikroba dari miskin nutrisi sehingga
merupakan medium yang kurang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Perubahan jumlah dan kualitas secret pada infeksi juga akan memberi
dampak terhadap efisiensi transport mucosiliar. Pada infeksi virus fungsi
mucosiliar akan menjadi inaktif, keadaan ini mempermudah terjadinya
infeksi bacterial.
F. DIAGNOSIS
18
Diagnosis multisinusitis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemerikasaan fisis
serta didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologik
pemeriksaan radiologic (foto polos, CT-Scan, MRI), endoskopi nasal.
a) Anamnesa
Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan untuk menilai gejala-
gejala di atas. Ini penting terutama pada sinusitis kronik karena diperlukan
pengetahuan tentang kemungkinan factor penyebab yang lain selain
inflamasi itu sendiri. Adanya penyebab infeksi baik kuman maupun virus,
adanya latar belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis di dalam
rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.
Penderita dengan latar belakang alergi mempunyai riwayat yang khas
terutama karateristik gejala sebelumnya, riwayat alergi dalam keluarga, serta
adanya factor lingkungan yang mempengaruhi. Disamping itu perlu juga
diketahui riwayat pengobatan sebelumnya.
b) Pemeriksaan fisik
18
belakang rongga hidung serta nasofaring. Adanya post nasal secretion dapat
dilihat dengan jelas.
c) Pemeriksaan penunjang
18
Menurut Task Force yang terbentuk oleh the American Academy of Otolaryngic
Allergy (AAOA), dan American Rhinologic Siciety(ARS), gejala klinik RS pada
dewasa dapat digolongkan menjadi (1):
~ Gejala mayor yakni gejala yang banyak dijumpai serta mempunyai faktor
prediksi yang tinggi.
2) Buntu hidung,
3) Ingus purulen/pos-nasal/berwarna,
4) Gangguan penciuman,
1) Batuk,
3) Tenggorok berlendir,
4) Nyeri kepala,
5) Nyeri geraham,
6) Halitosis
18
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding biasanya tidak sulit. Untuk sinusitis supurativa akut, pasien
harus mengalami obstruksi saluran pernafasan atas, secret hidung mikopurulen
atau postnasal. Terlihatnya mukopus di dalam hidung atau di dalam nasofaring,
pus yang melekat ke faring posterior, eritema atau edema konka nasalis dan nyeri
di sinus yang terkena disertai nyeri kepala dan gambaran sistemik demam yang
berkisar antara 38,3-39,4˚C memungkinkan ditegakkanya diagnosis.
H. KOMPLIKASI
a) Komplikasi orbita :
Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Abses subperiosteal.
Selulitis orbita.
Abses orbita.
Edema palpebra.
Syndrom fissure orbitalis superior.
Syndrom apex orbita.
Trombosis sinus cavernosus.
b) Komplikasi intra cranial
18
Meningitis dan encephalitis
Abses ekstradural
Abses subdural
Abses otak
18
Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
2. Pembedahan
18
4) Fronto-ethmo-sphenoidectomy
5) Osteo plastic frontal flap
Tonggak sejarah baru untuk mengatasi rinosinusitis pada semua sinus
paranasalis berkembang sesudah digunakannya metode FESS
(functional Endoscopic Sinus Surgery). Tujuan utama FESS adalah
memulihkan aliran mukosilier di suatu daerah di dinding lateral rongga
hidung yang disebut kompleks ostero-meatal. Pada umumnya operasi
dilakukan bertahap mulai dari :
Infundibulektomi;
Pelebaran ostium sinus maksilla;
Ethmoidektomi retrograde;
Resessus frontal dan ostium sinus frontal dan
Sphenidotomi.
FESS adalah terapi pembedahan yang baik untuk sinusitis yang tidak
berespon terhadap pengobatan dan merupakan prosedur yang paling
efektif dan aman.
18
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Obstruksi nares
Riwayat bernafas melalui mulut pada siang atau malam hari, kapan terjadi, lamanya
dan frekwensinya.
Penggunaan obat tetes atau semprot hidung jenis, jumlah, frekwensi dan lamanya
penggunaan.
2. Secret hidung
3. Riwayat sinusitis
6. Polip (pucat, lunak edematous keluar dari nasal atau mukosa sinus) mungkin timbul dan
biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami peradangan.
18
Faktor lokal Faktor regional Faktor sistemik
Obstruksi ostium
Nyeri
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
18
1. Pola nafas kurang efektif berhubungan dengan sekresi sinus
D. INTERVENSI
1. Pendidikan pasien merupakan aspek penting dari asuhan keperawatan untuk pasien
dengan sinusitis akut.
3. Pasien juga harus diberitahukan tentang efek samping sprei hidung, seperti kongesti
rebound yang akan terjadi jika pemakaian berlebihan.
4. Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi sinus dan menganjurkan
tindakan pencegahan seperti tindakan berikut dan menghindari kontak dengan orang
yang mengalami infeksi saluran napas atas. Penyuluhan pasien : pencegahan infeksi
sinus :
Olahraga
18
d. Cari pertolongan medis jika gejala pernapasan atas menetap lebih dari 7-10
hari.
e. Ingatkan pemberi perawatan primer jika nyeri pada area sinus menetap atau
jika terdapat rabas nasal dan terdapat perubahan warna dan berbau busuk.
5. Sinusitis akut, jika dibiarkan tanpa pengobatan, dapat mengarah pada keparahan,
yang kadang pada komplikasi yang mengancam jiwa, seperti meningitis, abses otak,
dan osteomielitis. Terdapatnya demam, sakit kepala hebat, dan kaku kuduk
merupakan tanda potensial komplikasi.
6. Jika demam menetap meskipun sudah mendapat terapi antibiotik, pasien harus
mendapat perawatan tambahan.
E. EVALUASI
4. Pasien dapat menyatakan bagaimana menggunakan obat yang diberikan dan pengobatan
berlebihan apa yang harus dihindari.
18