Anda di halaman 1dari 18

SINUSITIS

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

Sinusitis adalah keradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal dengan
gejala berupa buntu hidung, nyeri fasial dan pilek kental (purulen). Pada tahun
1996, American Academi of Otolaryngology – Head and Neck Surgery
mengusulkan untuk mengganti terminologi sinusitis dengan rinosinusitis. Istilah
rinosinusitis dianggap lebih tepat kerena menggambarkan proses penyakit
dengan lebih akurat. Beberapa alasan yang mendasari perubahan “sinusitis”
menjadi “rinosinusitis” adalah membran mukosa hidung dan sinus secara
embriologis berhubungan satu sama lain (contigious), Sebagian besar penderita
sinusitis juga menderita rhinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rhinitis, gejala
pilek, buntu hidung dan berkurangnya penciuman ditemukan baik pada sinusitis
maupun rhinitis, dan foto CT scan dari penderita common cold menunjukkan
inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal secara simultan.
Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa sinusitis merupakan kelanjutan dari
rinitis. Hal ini mendukung konsep “one airway disease”, yaitu penyakit disalah
satu bagian saluran nafas akan cenderung berkembang ke bagian yang lain.
Inflamasi di mukosa hidung akan diikuti inflamasi mukosa sinus paranasal
dengan atau tanpa disertai cairan sinus. Keadaan ini menunjukkan rinosinusitis
sebenarnya merupakan kondisi atau manifestasi dari suatu respon inflamasi
mukosa sinus paranasal.

18
B. ETIOLOGI

Penyebab utama dan terpenting dari rinosinusitis adalah obstruksi ostium sinus.

Berbagai faktor baik lokal maupun sistemik dapat menyebabkan inflamasi atau
kondisi yang mengarah pada ostium obstruksi sinus. Berbagai faktor tersebut
meliputi infeksi saluran nafas atas, alergi, paparan bahan iritan, kelainan anatomi,
Defisiensi imun dan kondisi ko-morbid.

 Sebab-sebab Lokal

Sebab-sebab lokal yang mempredisposisi ke invasi bakteri sekunder ke dalam


sinus akan dibahas. Rinitis non-virus dapat mencakup kelainan-kelainan karena
bakteri dan jamur, tetapi sebagai contoh untuk diskusi ini akan digunakan
sinusitis bakterialis. Sebab-sebab lokal sinusitis supurativa mencakup patologi
septum nasi. Edema yang terjadi sekunder akibat infeksi traktus respiratoriusatas
serta menimbulkan obstruksi ostium sinus dan memungkinkan bakteri, baik
bakteri setempat atau bakteri l;ain, masuk dan mengkomplimasi infeksi traktus
tersipatorius dapat menjadi predisposisi sinusitis supurativa. Diatesis alergika,
polip nasi, benda-benda asing seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi
seperti air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam
menyebabkan gangguan intranasal lokal yang lazim, yang menjadi faktor
predisposisi bagi berkembangnya sinusitis bakterialis.

 Faktor-faktor Predisposisi Regional

Mungkin faktor regional yang terlazim yang mempredisposisi untuk


berkembangnya sinusitis, secara khusus sinusitis maksilaris, meliputi gigi geligi
yang buruk, karies gigi atau abses apical. Gigi-gigi premolar atau molar atas
yang tersering karena gigi geligi tersebut didekat dasar sinus maksilaris. Faktor
regional lain yang dapat mempredisposisi ke sinusitis rekuren adalah obstruksi

18
nasofaring. Sebagai contoh, tumor-tumor ganas, radiasi kobalt disertai
redionekrosis atau hipertrofi adenoid dapat mempredisposisi seseorang ke
perkembangan sinusitis bakterialis rekuren. Dengan perluasan regional, tumor
palatinum juga mempredisposisi perkembangannya.

 Faktor-faktor Sistemik

Faktor-faktor sisitemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis


mencakup keadaan umum yang lemah seperti malnutrisi, diabetes yang tidak
terkontrol, terapi steroid jangka lama, dyscrasia darah, kemoterapi dan keadaan
deplesi metabolisme lainnya. Tanpa menandai sebabnya, semua faktor-faktor
siskemik tersebut dapat mempredisposisi perkembangan sinusitis non-virus.
Penting untuk mengidentifikasi faktor predisposisi, tidak hanya untuk melakukan
penatalaksanaan yang tepat tetapi juga untuk menyingkirkan penyebabnya
terutama bila ia lokal atau regional. Penting mengontrol faktor-faktor
predisposisi yang mendasarinya dalam penatalaksanaan jangka panjang
rinosinusitis rekuren.

C. INSIDEN

Kekerapan rinosinusitis terutama pada anak di Indonesia belum diketahui dengan


pasti, tetapi diperkirakan cukup tinggi mengingat inflamasi di sinus paranasal
dapat terjadi pada setiap infeksi saluran nafas. Di Eropa, rionosinusitis
diperkirakan mengenai 10% hingga 30% populasi. Insiden di Amerika dilaporkan
sebesar 135 per 1000 populasi per tahun dengan 12 juta kunjungan kedokter
selama tahun1995. Diperkirakan 31-35 juta penduduk Amerika menderita
rinosinusitis (akut, kronik atau rekuren) setiap tahunnya. Sebanyak 14%
penduduk Amerika paling sedikitnya pernah sekali mengalami episode
rinosinusitis semasa hidupnya. Sekitar 15% penduduk Amerika diperkirakan
menderita rinosinusitis kronik.

18
Kebanyakan kasus rinosinusitis mengenai satu atau lebih sinus paranasal,
terutama sinus maksila dan sinus etmoid. Berdasarkan teknik eksplorasi
endoskopik pada dinding lateral rongga hidung, Messerklinger mengatakan
sebagian besar penyakit sinus paranasal disebabkan faktor rinogenik. Secara jelas
ditunjukkan proses terjadinya keradangan di sinus paranasal diawali oleh
inflamasi atau kelainan di daerah kompleks ostiomeatal (KOM). Untuk dapat
menjelaskan etiologi dan konsep terkini patofisiologi rinosinusitis, akan
disampaikan terlebih dulu anatomi sinus paranasal.

D. MANIFESTASI KLINIK
a) Sinusitis akut

 Gejala objektif, tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis


maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal
terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak
kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksilaris, sinusitis frontalis dan sinusitis etmoidalis anterior
tampak mukopius atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis
etmoidalis posterior dan sinusitis sfenoidalis nanah tampak keluar dari
meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip).

 Gejala subjektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta
gejala local yaitu hidung tersumbat, mucus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (post nasal drip), sakit kepala, nyeri di daerah sinus
yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada sinusitis
maksilaris, nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke

18
alveolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga. Pada sinusitis etmoidalis, nyeri di pangkal hidung dan kantus
medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Pada sinusitis frontalis, nyeri terlokalisasi di dahi atau
diseluruh kepala. Pada sinusitis sfenoidalis, rasa nyeri diverteks, oksipital,
retro orbital dan di sfonoidalis.

b) Sinusitis Subakut
 Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang
akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.

Pada rinoskopi anterior tampak secret purulen di meatus medius atau


superior. Pada rinoskopi posterior tampak secret purulen di nasofaring.

c) Sinusitis kronik
 Gejala objektif

 Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis


akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah.

 Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan secret kental purulen dari


meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak
secret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.

 Gejala subjektif bervariasi dari ringan sampai berat, seperti:

 Gejala hidung dan nasofaring, berupa secret di hidung dan nasofaring.


Secret di nasofaring secara terus menerus akan menyebabkan batuk
kronik.

18
 Gejala faring, berupa rasa tidak nyaman di tenggorok.

 Gejala klinis, berupa gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba


Eustachius.

 Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan berkurang di siang hari.
Mungkin akibat penimbunan secret dalam rongga hidung dan sinus,
serta stasis vena pada malam hari.

 Gejala mata, akibat penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

 Gejala saluran nafas, barupa berupa batuk dan kadang-kadang kompliksi


di paru.

 Gejala saluran cerna, dapat tejadi gastroenteritis akibat mukopus yang


tertelan.

E. PATOFISIOLOGI

Patensi ostium sinus paranasal, “mucociliary clearance” dan “local immune


defenses” yang baik, mutlak diperlukan untuk mencegah dan menjaga sinus
paranasalis dari infeksi. Walaupun semua faktor-faktor ini penting, obstruksi
ostium diduga merupakan penyebab utama dan tersering berkembangnya
sinusitis. Obstruksi ostium biasanya ditemukan baik pada sinusitis akut maupun
kronik dan pada sebagian akut virus rhinitis. Potensi ostium tidak saja penting
untuk drainase secret tetapi juga untuk ventilasi sinus paranasalis dalam hal
pertukaran O2 dan CO2 dalam sinus. Kadar O2 yang rendah dalam sinus
menyebabkan bakteri aerob dapat bertumbuh dengan cepat sedangkan bila sama
sekali tidak ada O2 akan memungkinkan bakteri anaerob berkembang. Obstruksi
ostium sinus juga mempengaruhi “mucociliary clearance” dan “local immune
defenses”.

18
 “Mucociliary clearance” yang baik akan mencegah terjadinya infeksi
didalam sinus dimana untuk dapat tercapainya hal ini transfor mucosiliar,
jumlah dan kualitas secret serta pergerakan silia harus baik. Transfor
mukosiliar akan mencegah akumulasi secret yang memang bertambah pada
saat infeksi. Pergerakan silia didalam sinus bergeraka dengan arah menuju
ostium sinus alamiah dan bukan berdasarkan gravitasi. Mucus dalam sinus
yang normal mengandung anti mikroba dari miskin nutrisi sehingga
merupakan medium yang kurang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Perubahan jumlah dan kualitas secret pada infeksi juga akan memberi
dampak terhadap efisiensi transport mucosiliar. Pada infeksi virus fungsi
mucosiliar akan menjadi inaktif, keadaan ini mempermudah terjadinya
infeksi bacterial.

 “Local immune defenses” dan “sekretory immune system” merupakan


pertahanan lini pertama terhadap infeksi bakteri. Termasuk disini adalah
immunoglobulin terutama IgA disamping IgG dan IgM, komplemen
komponen dan leukosit. Defisiensi immunoglobulin sering dihubungkan
dengan sinusitis kronik sedangkan komplemen komponen dihubungkan
dengan sinusitis berulang.

Kegagalan transfor mucus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor


utama berkembangnya sinusitis. Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai
lingkaran tertutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khusunya kompleks
ostiomeatal. Secara skematiknya sebagai berikut: inflamasi mukosa hidung 
pembengkakan (udem) dan eksudasi  obstruksi (blokade) ostium siuns 
gangguan ventilasi dan dreinase, resorpsi oksigen yang ada di rongga sinus 
hipoksi (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negative)  permeabilitas
kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat  transudasi, peningkatan
eksudasi, penurunan fungsi silia  retensi sekresi sinus  pertumbuhan kuman.

F. DIAGNOSIS

18
Diagnosis multisinusitis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemerikasaan fisis
serta didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologik
pemeriksaan radiologic (foto polos, CT-Scan, MRI), endoskopi nasal.

a) Anamnesa

Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan untuk menilai gejala-
gejala di atas. Ini penting terutama pada sinusitis kronik karena diperlukan
pengetahuan tentang kemungkinan factor penyebab yang lain selain
inflamasi itu sendiri. Adanya penyebab infeksi baik kuman maupun virus,
adanya latar belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis di dalam
rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.
Penderita dengan latar belakang alergi mempunyai riwayat yang khas
terutama karateristik gejala sebelumnya, riwayat alergi dalam keluarga, serta
adanya factor lingkungan yang mempengaruhi. Disamping itu perlu juga
diketahui riwayat pengobatan sebelumnya.

b) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang penting adalah rinoskopi. Rinoskopi anterior dilakukan


dengan pencahayaan yang berasal dari lampu kepala dengan cahaya yang
cukup terang. Peralatan lainnya adalah spekulum hidung. Pada sinusitis
kadang-kadang diperlukan pemberian dekongestan topical sebelum
pemeriksaan untuk mendapatkan lapangan pandang yang luas. Dengan
pemeriksaan ini kelainan di dalam rongga hidung yang berkaitan dengan
rinosinusitis sebagian besar dapat dilihat. Adanya hiperemi, secret, udem,
krusta, septum yang deviasi atau adanya polip/tumor sebagian penyebab
rinosinusitis dapat diketahui.

Rinoskopi posterior adalah untuk melihat rongga hidung bagian posterior


dan nasofaring. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui patologi di bagian

18
belakang rongga hidung serta nasofaring. Adanya post nasal secretion dapat
dilihat dengan jelas.

c) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi merupakan pemriksaan tambahan yang umum


dilakukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah X-ray dalam posisi
water, lateral, CT-Scan, dan MRI. X-ray water cukup informatif pada
sinusitis akut terutama untuk konfirmasi, akan tetapi CT-Scan merupakan
pemeriksaan radiologic yang mempunyai nilai obyektif tinggi.

Pemeriksaan endoskopi nasal merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat


berguna dalam memberikan informasi tentang penyebab rinosinusitis kronik.
Dengan endoskopi nasal dapat diketahui dengan jelas patologi didalam
rongga hidung, termasuk memeriksa ostium sinus dan melihat patologi pada
komplek ostio-meatal. Patologi didaerah tersebut dapat dilihat dengan jelas.
Polip yang kecil, gambaran mukosa di meatus medius, posisi konka, posisi
konka medius processus unsinatus yang tidak tampak dengan rinoskopi
anterior dapat dengan jelas melalui endoskopi nasal.

Transiluminasi merupakan pemeriksaan sederhana terutama untuk menilai


adanya patologi disinus maksilaris.

Rontgenogram harus dibuat pada semua kasus sinusitis supurativa akut


untuk menentukan luas bagian yang terkena, terutama bila nyeri dan
gambaran sistemik menonjol, atau bila pasien sakit berat atau gagal
membaik dalam satu minggu terapi antibiotik.

18
Menurut Task Force yang terbentuk oleh the American Academy of Otolaryngic
Allergy (AAOA), dan American Rhinologic Siciety(ARS), gejala klinik RS pada
dewasa dapat digolongkan menjadi (1):

~ Gejala mayor yakni gejala yang banyak dijumpai serta mempunyai faktor
prediksi yang tinggi.

Termasuk dalam gejala mayor adalah:

1) Sakit pada daerah muka (pipi, dahi, hidung),

2) Buntu hidung,

3) Ingus purulen/pos-nasal/berwarna,

4) Gangguan penciuman,

5) Ditemukannya secret purulen dirongga hidung (dengan rinoskopi),

6) Demam (untuk RS akut saja)

~ Gejala minor yakni:

1) Batuk,

2) Demam (untuk RS nonakut),

3) Tenggorok berlendir,

4) Nyeri kepala,

5) Nyeri geraham,

6) Halitosis

18
G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding biasanya tidak sulit. Untuk sinusitis supurativa akut, pasien
harus mengalami obstruksi saluran pernafasan atas, secret hidung mikopurulen
atau postnasal. Terlihatnya mukopus di dalam hidung atau di dalam nasofaring,
pus yang melekat ke faring posterior, eritema atau edema konka nasalis dan nyeri
di sinus yang terkena disertai nyeri kepala dan gambaran sistemik demam yang
berkisar antara 38,3-39,4˚C memungkinkan ditegakkanya diagnosis.

Diagnosis banding sinusitis aupurativa, tergantung atas apakah ia akut atau


kronik, meliputi infeksi traktus respiratorius atas (rinitis virus). Rinitis alergika
(musiman dan atau sepanjang tahun), reaksi vasomotor atau sebab-sebab lain
gangguan hidung yang menimbulkan obtsuksi saluran pernafasan hidung, yang
mungkin mencakup tumor-tumor benigna atau maligna hidung dan maksila
(rahang atas). Keadaan-keadaan ino harus dipikirkan dan biasanya mudah
disingkirkan hanya dengan melihat ke dalam hidung pasien.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.


Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut. Komplikasi yang terjadi adalah :

a) Komplikasi orbita :
 Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
 Abses subperiosteal.
 Selulitis orbita.
 Abses orbita.
 Edema palpebra.
 Syndrom fissure orbitalis superior.
 Syndrom apex orbita.
 Trombosis sinus cavernosus.
b) Komplikasi intra cranial

18
 Meningitis dan encephalitis
 Abses ekstradural
 Abses subdural
 Abses otak

c) Osteomielitis dan abses subperiosteal


 Osteomielitis os maksilla
 Osteomielitis os frontal
d) Mukokel sinus paranasalis
e) Kelainan paru
 Bronchitis kronik
 Bronkiektasis.

I. PENGOBATAN DAN PENATALAKSANAAN


1. Medikamentosa
a) Antibiotik
Antibiotic merupakan terapi penting disamping terapi medikamentosa
lainnya. Untuk memilih antibiotic yang tepat perlu pengetahuan tentang
kuman penyebab serta kepekaannya terhadap antibiotic yang tersedia.
b) Dekongestan
Obat dekongestan yang digunakan pada umumnya adalah merangsang
reseptor a-adrenergik, yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
kapiler mukosa rongga hidung sehingga mengurangi udem dan
memperlancar drainase sinus. Dekongestan dapat diberikan dalam bentuk
topical maupun sistemik.
c) Kortikosteroid
Kortikosteroiid topical (semprot hidung) bermanfaat pada pengobatan baik
dengan atau tanpa latar belakang alergi. Kortikosteroid topical dapat
mengurangi inflamasi dan sensitifitas reseptor kolinergik mukosa rongga
hidung sehingga mengurangi sekresi.
d) Antihistamin
Pemberian antihistamin pada sinusitis akut masih controversial.
Antihistamin memang merupakan obat yang sangat efektif untuk
mencegah serangan alergi sehingga penggunaannya hanya bermanfaat
pada sinusitis kronik dengan latar belakang alergi.
e) Analgetik

18
Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.

2. Pembedahan

Pada umumnya sinusitis akut tidak memerlukan tindakan bedah, kecuali


beberapa kasus yang mengalami komplikasi ke orbita atau intra cranial, atau
bila ada nyeri yang hebat karena ada secret tertahan oleh sumbatan dan tidak
memberikan respon dengan terapi medis yang tepat.

Ada 5 tindakan bedah dasar pada problem sinus yaitu :

1) Nasal antral window


Indikasi tindakan ini adalah : infeksi kronis, infeksi yang rekuren, dan
adanya oklusi di ostium sinus. Adanya lubang yang cukup lapang pada
antrostomi memungkinkan drainase secara gravitasi, sehingga akan
mengurangi infeksi, adanya abses untuk antral lavage, serta dapat
melakukan visualisasi ke dalam sinus yang memungkinkan untuk
mengeluarkan jaringan atau benda asing. Biasanya dikerjakan melalui
meatus inferior.
2) Caldwell Luc
Prinsip dari operasi ini yaitu membuka dinding depan sinus maksilla
pada daerah fossa canina (transbucal antrostomy), dan membuat
nasoantral window melalui meatus inferior. Dengan cara ini
memungkinkan visualisasi yang baik ke dalam sinus maksillaris,
sehingga penilaian penyakit di antrum dapat dibuat lebih baik. Prosedur
ini juga dapat memberikan jalan untuk mencapai sinus ethmoid dan
sinus sphenoid melalui dinding supero medial.
3) Intra nasal ethmoidektomy
Indikasi tindakan ini adalah : nasal poliposis dengan hiperplastik
pansinusitis, rekuren dan kronik supuratif sinusitis, frontoethmoid
mukopiokel tanpa komplikasi dan abses untuk intranasal spheno
ethmoidektomy.

18
4) Fronto-ethmo-sphenoidectomy
5) Osteo plastic frontal flap
Tonggak sejarah baru untuk mengatasi rinosinusitis pada semua sinus
paranasalis berkembang sesudah digunakannya metode FESS
(functional Endoscopic Sinus Surgery). Tujuan utama FESS adalah
memulihkan aliran mukosilier di suatu daerah di dinding lateral rongga
hidung yang disebut kompleks ostero-meatal. Pada umumnya operasi
dilakukan bertahap mulai dari :
 Infundibulektomi;
 Pelebaran ostium sinus maksilla;
 Ethmoidektomi retrograde;
 Resessus frontal dan ostium sinus frontal dan
 Sphenidotomi.

FESS adalah terapi pembedahan yang baik untuk sinusitis yang tidak
berespon terhadap pengobatan dan merupakan prosedur yang paling
efektif dan aman.

18
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Obstruksi nares

 Riwayat bernafas melalui mulut pada siang atau malam hari, kapan terjadi, lamanya
dan frekwensinya.

 Riwayat pembedahan hidung atau trauma pada hidung

 Penggunaan obat tetes atau semprot hidung jenis, jumlah, frekwensi dan lamanya
penggunaan.

2. Secret hidung

 Warna ; jumlah dan konsistensi secret

 Perdarahan hidung (epistaksis) dari satu atau kedua nares

 Adanya krusta atau nyeri pada hidung.

3. Riwayat sinusitis

 Nyeri kepala, lokasi dan beratnya nyeri

 Hubungan sinusitis dengan musim tertentu atau cuaca tertentu.

4. Gejala-gejala umum lainnya seperti kelemahan

5. Demam dan drainase (serous, mukopurulen)

6. Polip (pucat, lunak edematous keluar dari nasal atau mukosa sinus) mungkin timbul dan
biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami peradangan.

7. Kemerahan dan edema pada membran mukosa.

B. PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN KDM

18
Faktor lokal Faktor regional Faktor sistemik

Obstruksi ostium

Inflamasi mukosa hidung

Pembengkakan (udem) dan eksudasi

Obstruksi (blokade) ostium sinus

Gangguan ventilasi dan drainase resorpsi oksigen yg ada di rongga sinus

Hipoksia (O2 menurun, pH menurun, tekanan negatif)

Permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat

Transudasi, peningkatan eksudasi, penurunan fungsi silia

Sesak Retensi sekresi sinus Kompresi pada ujung


saraf mukosa sinus

Pertumbuhan kuman Menyentuh ujung


saraf reseptor
Pola nafas
kurang efektif Infeksi oleh bakteri anaerob
Proses transduksi
transmisi modulasi, persepsi
Infeksi

Nyeri

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

18
1. Pola nafas kurang efektif berhubungan dengan sekresi sinus

2. Infeksi berhubungan dengan pertumbuhan kuman bakteri anaerob

3. Nyeri berhubungan dengan proses transduksi, transmisi modulasi dan persepsi.

D. INTERVENSI

1. Pendidikan pasien merupakan aspek penting dari asuhan keperawatan untuk pasien
dengan sinusitis akut.

2. Perawat dapat menginstruksikan pasien tentang metoda untuk meningkatkan drainase


seperti inhalasi uap (mandi uap, mandi hangat, sauna fasial), meningkatkan masukan
cairan dan memberikan kompres hangat setempat (handuk basah hangat).

3. Pasien juga harus diberitahukan tentang efek samping sprei hidung, seperti kongesti
rebound yang akan terjadi jika pemakaian berlebihan.

4. Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi sinus dan menganjurkan
tindakan pencegahan seperti tindakan berikut dan menghindari kontak dengan orang
yang mengalami infeksi saluran napas atas. Penyuluhan pasien : pencegahan infeksi
sinus :

a. Hindari alergen jika diduga menderita alergi.

b. Pertahankan kesehatan umum sehingga daya tahan tubuh alamiah tidak


menurun.

 Makan diet yang tepat

 Olahraga

 Istirahat yang cukup

c. Hindari orang yang menderita infeksi saluran napas atas.

18
d. Cari pertolongan medis jika gejala pernapasan atas menetap lebih dari 7-10
hari.

e. Ingatkan pemberi perawatan primer jika nyeri pada area sinus menetap atau
jika terdapat rabas nasal dan terdapat perubahan warna dan berbau busuk.

5. Sinusitis akut, jika dibiarkan tanpa pengobatan, dapat mengarah pada keparahan,
yang kadang pada komplikasi yang mengancam jiwa, seperti meningitis, abses otak,
dan osteomielitis. Terdapatnya demam, sakit kepala hebat, dan kaku kuduk
merupakan tanda potensial komplikasi.

6. Jika demam menetap meskipun sudah mendapat terapi antibiotik, pasien harus
mendapat perawatan tambahan.

E. EVALUASI

1. Gejala-gejala (nyeri kepala dan sumbatan hidung) membaik.

2. Pasien dapat mencegah serangan lebih lanjut.

3. Pasien menunjukkan pemakaian obat tetes hidung yang benar.

4. Pasien dapat menyatakan bagaimana menggunakan obat yang diberikan dan pengobatan
berlebihan apa yang harus dihindari.

5. Pasien menyatakan rencana untuk melakukan tindak lanjut keperawatan

18

Anda mungkin juga menyukai