Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Abses submandibula merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Nyeri tenggorok
dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus
dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di
dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari
berbagai sumber, seperti gigi, dasar mulut, kelenjar liur atau kelenjar limfa. Gejala dan tanda
klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat.
Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman
anaerob Bacteriodes atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses
peritonsil, abses retrofaring, abses submandibulla, dan ludovici (Ludwig’s Angina).1
Penelitian Yang pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001 sampai
Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Abses
submandibula merupakan kasus terbanyak (35%), diikuti oleh abses parafaring (20%),
mastikator (13%), peritonsil (9%), sublingual (7%), parotis (3%), infra hyoid (26%),
retrofaring (13%), ruang karotis (11%).5
Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama periode Oktober 2009
sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang. Abses
submandibula (26%) merupakan kasus kedua terbanyak setelah abses peritonsil (32%),
diikuti abses parafaring (18%), abses retrofaring (12%), abses mastikator (9%), dan abses
pretrakeal (3%).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Leher


Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia servikalis.
Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf
dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis
terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda.7,8
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari
perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah
toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis
superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan
pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna.7,8
Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu (gambar 1):7,8
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai
daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah dan melekat
pada klavikula serta membungkus musculus sternokleidomastoideus, musculus
trapezius, musculus masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga
lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.

2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi muskular
terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus
musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus tirohioid dan musculus
omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian
inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula.
Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan
esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak bagian posterior
sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan
os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus
serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi
viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor
dan musculus buccinator.

1
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi alar
terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi prevertebra, yang
berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan bersatu dengan divisi
viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian
posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space.
Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke
prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar
tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space
dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini
membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak
melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.

Gambar 1. Potongan obliq leher9

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang
leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan gambar 3).6
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:
a. ruang retrofaring
b. ruang bahaya (danger space)

2
c. ruang prevertebra.
2. Ruang suprahioid terdiri dari:
a. ruang submandibula
b. ruang parafaring
c. ruang parotis
d. ruang mastikor
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal.

Gambar 2. Potongan sagital leher10

3
Gambar 3. Potongan axial kepala11

2.2. Ruang Submandibula


Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang
sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang submaksila
selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot
digastrikus anterior.2 Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh garis inferior dari
badan mandibula, medial oleh perut anterior musculus digastricus, posterior oleh ligament
stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid
dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini
mengandung glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes.7
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula dan membagi
ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja. Abses dapat terbentuk
di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah
kepala leher.2
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya (gambar 4),
oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya.3

4
Gambar 4. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.
Ket : SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS:
carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland; GGM: genioglossus
muscle; MHM: mylohyoid muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle;
LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal muscle.3

2.3. Definisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah submandibula.1,2 Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari

5
proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga
kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.2
Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah semakin
jarang dijumpai.1,3 Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut
yang meningkat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari komplikasi yang timbul akibat
abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan
tepat sangat dibutuhkan.

2.4. Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula.
Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.2 Sebanyak 61% kasus abses
submandibula disebabkan oleh infeksi gigi. 7
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika
apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid.4 infeksi dari gigi dapat
menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui
pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.3
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik
kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan
adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia,
Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan
pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides,
Prevotella, maupun Fusobacterium.6
Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang, periode April 2010 sampai
dengan Oktober 2010 terdapat sebanyak 22 pasien abses leher dalam dan dilakukan kultur
kuman penyebab, didapatkan 73% spesimen tumbuh kuman aerob, 27% tidak tumbuh kuman
aerob dan 9% tumbuh jamur yaitu Candida sp.6 Kuman aerob yang tumbuh pada
pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

6
Tabel 1. Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang periode April
2010-Oktober 20106
Jenis Kuman Jumlah %
Streptocccus α haemoliticus 6 37
Klepsiella sp 4 25
Enterobacter sp 3 19
Staphylococcus aureus 2 12,5
Staphilococcus epidermidis 1 6
E. Coli 1 6
Proteus vulgaris 1 6

2.5. Diagnosis
Anamnesa dan gejala klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus akibat
keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh
lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada
insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus
mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.2,7,8

7
Gambar 5. Abses submandibula10

Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah
(purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik
2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan
saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam.
Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-
scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70%
pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan
hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level
(gambar 6 dan gambar 7). 6,13

8
Gambar 6. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri
dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus
pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang
jelas dari musculus platysmal (ujung panah).3

Gambar 7. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses
multifokal.12

9
2.6. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1. Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan
perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan
secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap
kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik
mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris
kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji
sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 2,4-6,13
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap
terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih
dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama
untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang
10 hari. 2,4-6,13
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses
(gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi
dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan
luas abses.2 Bila abses belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif
dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka
evakuasi abses dapat dilakukan.14

10
Gambar 4. (a)Insisi pada abses submandibula atau parotid. (b). Insisi pada abses
submasseter. Pada saat insisi kutaneus, perjalanan arteri dan vena fasialis (a) harus
diperhatikan, begitu juga dengan nervus fasialis (b)10

3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomi


perlu dipertimbangkan.14
4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.2

2.7. Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke
ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.3 Perluasan ini dapat secara
langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke
parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.6
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri
selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami
nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau
endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.3

2.8. Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis secara
dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses

11
masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat
menghasilkan penyembuhan yang sempurna. Apabila telah terjadi mediastinitis, angka
mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis
mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka
mortalitas 60%. 2,14,15

12
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Usia : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Bumiayu 1/2 Wedarijaksa, Pati
Agama : Islam
Status : Rawat Inap
Ruang : Mawar
Tanggal masuk : 25 November 2018
No.RM : 218xxx

II. Anamnesis
Anamnesis pada pasien dilakukan pada tanggal 27 November 2018, pukul 14.00 WIB di
ruang Mawar RSUD RAA Soewondo Pati.

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan rahang bawah bengkak sejak 6 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan rahang bawah bengkak sejak 6 hari yang lalu. Awalnya
pasien merasakan bengkak dirasakan kecil yang semakin lama dirasakan semakin
membesar. Pasien juga merasakan panas dan nyeri pada rahang bawahnya. Pada saat
pasien mengalami bengkak pertama kali, pasien merasakan badannya panas namun pada
saat datang ke rumah sakit pasien tidak mengeluhkan badannya panas.
Pasien juga mengeluhkan rahangnya kaku sehingga sulit untuk membuka mulut dan
makan sejak 3 hari yang lalu. Pada saat makan, pasien juga merasakan nyeri saat menelan.
Pasien juga kadang-kadang merasakan sesak. Pasien juga mengeluhkan lidahnya terangkat
sejak munculnya bengkak ini.

13
Pasien menyangkal mengalami sakit gigi sebelum keluhan ini muncul. Pasien juga
menyangkal keluhan batuk, pilek dan suara serak. Pasien juga menyangkal riwayat
trauma.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : Disangkal
- Riwayat darah tinggi : Disangkal
- Riwayat kencing manis : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa : Disangkal
- Riwayat darah tinggi : Disangkal
- Riwayat kencing manis : Disangkal

Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok dan minum minuman beralkohol. Pasien jarang berolahraga

III. Status Present


Dilakukan pada tanggal : 27 November 2018 pukul 14.30 WIB
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Frekuensi Napas : 22 x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36.9°C

IV. Pemeriksaan Sistem


Kepala Normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata Palpebra simetris, cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(+/+), pupil bulat isokor Ø 3mm, reflek cahaya pupil (N).
Telinga Serumen (-/-), tidak nyeri, tidak bengkak.

14
Hidung Cavum nasi dextra dan sinistra lapang, septum deviasi (-), concha nasi
inferior dextra dan sinistra eutrofi, discharge (-)
Tenggorokan Tidak dapat dinilai, trismus.
Leher Regio Submandibula : Edema (+), konsistensi keras, teraba panas,
warna sama seperti kulit sekitar, berfluktuasi, nyeri tekan (+),
tidak ikut saat menelan.
KGB tidak membesar.

Thorax
• Paru – paru
Inspeksi : Pergerakan nafas saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak ada retraksi
Palpasi : Stem fremitus kanan kiri depan belakang sama kuat, pergerakan
nafas inspirasi dan ekspirasi sama
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

• Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba, thrill -
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II parasternal line sinistra
Batas kanan : ICS IV sternal line dextra
Batas kiri : ICS V midclavicula line sinistra
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur -, gallop -

Abdomen
Inspeksi : dinding perut = dinding dada, distensi (-)
Auskultasi : Peristaltic (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

15
Ekstremitas
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ (N) +/+ (N)
Reflek patologis -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Petekhie -/- -/-

Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5/5 5/5

Turgor kulit Cukup Cukup

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di


Preauricular, postauricular, submental, submandibula,
cervical, supraclavicula, dan inguinal.

V. Status Lokalis
1. TELINGA Kanan Kiri
Daun telinga
 Bentuk : normal normal
 Peradangan : (-) (-)
 Sikatriks : (-) (-)
 Fistel pre/
retroaurikula : (-) (-)
 Abses
Retroaurikula : (-) (-)
 Nyeri Tarik : (-) (-)
 Nyeri Tekan Tragus : (-) (-)
 Nyeri Tekan Mastoid : (-) (-)
Liang telinga Lapang Lapang
 Hiperemis : (-) (-)
 Sekret : (-) (-)
 Furunkel : (-) (-)

16
 Jaringan granulasi : (-) (-)
 Serumen : (-) (-)
 Benda Asing : (-) (-)
 Massa Tumor : (-) (-)
 Eksotose : (-) (-)
Membran Timpani Tidak dilakukan
Tes Berbisik Tidak dilakukan
Tes Penala Tidak dilakukan

2. HIDUNG
Bentuk : Normal
Frog Nose : (-)
Ragaden : (-)
Depresi Tulang Hidung : (-)
Udara Pernapasan : simetris
Nyeri Tekan Hidung : (-)
Nyeri Tekan Sinus Paranasal : (-)

3. OROFARING
Tidak dapat dinilai, trismus.

VI. Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 25 November 2018

HEMATOLOGI RUTIN

Hb 11,9 g/dl (↓)

Ht 37,1 % (N)

Eritrosit 4,29 jt/ uL (N)

MCV 86,5 fl (N)

MCH 27,7 pg (N)

MCHC 32,1 g/dL (N)

17
Leukosit 16,4 3/uL (↑)

Trombosit 240.000 /uL (N)


KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu/PP 167 mg/dL (N)

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27 November 2018

HEMATOLOGI

APTT 27, 5 detik (N)

PT 13, 5 detik (N)

Leukosit 19,1 103 / uL (↑)

Eritrosit 3,85 106/ uL (N)

Hemoglobin 10,7 g/dL (↓)

Hematokrit 31,2 % (↓)

MCV 86,5 fl (N)

MCH 27,7 pg (N)

MCHC 32,1 g/dL (N)

Trombosit 240.000 /uL (N)


HITUNG JENIS
Netrofil 90,60 % (↑)

Limfosit 45,00 % (↑)

Monosit
LAJU ENDAP DARAH 5,20 % (N)

Eosinofil
LED 1 jam mm % (↓)(↑)
53 0,00
Basofil
LED 2 jam 910,20
mm % (N)(↑)

HITUNG JENIS
Glukosa Darah Sewaktu 171 mg/dL (↑)

SGOT 35,5 U/L (↑)

18
SGPT 48,7 U/L (↑)

Ureum
IMUNOLOGI 94,6 mg/dL (↑)

HbsAg
Creatinine Non
0,68 reaktif(N)
mg/dL

Anti HIVdarah
Natrium Non
132,8 reaktif (↓)
mmol/L

Kalium darah 4,46 mmol/L (N)

Chlorida darah 102,9 mmol/L (N)

 Pada tanggal 27 November 2018 dilakukan x foto cervical dengan kesan


spondylosis servikalis
 Pada tanggal 27 November 2018 dilakukan x foto thorax dengan kesan cor dan
pulmo masih dalam batas normal
VII. Rencana Pemeriksaan Penunjang
Kultur abses, CT Scan Tanpa Kontras pada leher.

VIII. Resume
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berumur 49 tahun dengan keluhan bengkak
pada rahang bawah sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit yang dirasakan
semakin lama semakin membesar. Pasien juga merasa panas dan nyeri pada rahang
bawahnya. Pasien juga mengeluhkan rahangnya kaku sehingga sulit untuk membuka
mulut dan makan sejak 3 hari yang lalu. Pada saat makan, pasien juga merasakan nyeri
saat menelan. Pasien juga kadang-kadang merasakan sesak. Pasien juga mengeluhkan
lidahnya terasa seperti terangkat sejak munculnya bengkak ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus pada rahang pasien, edema pada rahang
bawah dengan konsistensi keras, berfluktuatif, panas, nyeri tekan (+) dan warna sama
seperti kulit sekitar.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis shift to the left, anemia ringan,
soft tissue swelling submandibula dan paru serta cor dalam batas normal.

IX. Diagnosis
Diagnosis utama : Abses Submandibula
Diagnosis banding : Angina Ludwig

19
X. Penatalaksanaan
Medikamentosa
 Inf Rl 20 tpm
 Inj. Cefoperazone 1gr /12 jam
 Inf. Metronidazole 500 mg/8 jam
 Inj. Gentamicin 40 mg/ 12 jam
 Inj. Methypredinosolon 125 mg/ 12 jam
 Inj. Ranitidine 500 mg/12 jam
 Inj. Paracetamol 1 g/ 8 jam
Non medikamentosa
 Insisi drainase abses
 Tirah baring total dengan posisi mendatar
 Awasi keadaan umum dan tanda-tanda gagal napas
 Ganti balut dan tampon setiap hari
 Apabila terjadi gagal napas maka dipertimbangkan dilakukan krikoidektomi

XI. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengeluhkan bengkak pada rahang bawah yang
dirasakan semakin lama semakin membesar, rasa panas dan nyeri juga dirasakan. Hal ini
sesuai teori, karena adanya proses infeksi yang menyebabkan respon inflamasi berupa edema,
rasa panas dan nyeri pada daerah regio submandibula. Keluhan rahang kaku pada pasien juga
sesuai teori karena adanya keterlibatan musculus pterygoideus. Lidah yang terangkat
diakibatkan oleh adanya edema di regio submandibular yang menyebabkan keluhan sesak
pada pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan trismus pada rahang pasien, edema pada rahang bawah
dengan konsistensi keras, berfluktuatif, panas, nyeri tekan (+) dan warna sama seperti kulit
sekitar. Hal ini sesuai dengan teori tanda dari abses submandibular.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis shift to the left yang menunjukkan
adanya inflamasi akut pada pasien. Paru serta cor dalam batas normal menunjukkan belum
adanya komplikasi dari abses submandibular berupa mediastinitis dan pneumonia aspirasi.

21
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal infection.
International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33
2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007. 145-48
3. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all. Odontogenic
infection pathway to the submandibular space: imaging assessment. Int. J. Oral
Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9
4. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection: analysis of
18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4
5. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck abscess: an
analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics. Infection and Drug
Resistance. 2008;1:1-8.
6. Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER-DALAM-
Revisi. [Diakses tanggal 7 Februari 2010]
7. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition. USA:
Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3
8. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi ke-13.
Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304
9. Deep Neck Space Infections (updated 08/06). Diunduh dari
http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf. [Diakses tanggal 7 Februari 2010]
10. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview. [Diakses tanggal 7 Februari
2010]
11. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive atlas of human
anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008 10:51 pm). Diunduh dari
http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-Neck/Face-and-neck-MRI. [Diakses
tanggal 20 Februari 2011].

22
12. Yonetsu K, Izumi M, Nakamura T. Deep facial infections of odontogenic origin: CT
assessment of pathways of space involvement. AJNR Am J Neuroradiol 1998;19:123
13. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan Universitas Sumatra Utara. Diunduh dari USU digital library 2003.
[Diakses tanggal 7 Februari 2010]
14. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, López CB. Phlegmon in the submandibular region
secondary to odontogenic infection. Emergencias 2007;19:52-53
15. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for therapy. J
antimicrob chemother 2002;50:805-10

23

Anda mungkin juga menyukai