Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners Stase Manajemen
Keperawatan
Disusun Oleh :
1. Vira Erizka
2. Ade Esti Pauziah
3. Siti Aisyah
4. Enny Shofiani
5. Sri Susanti
6. Endah Sugiarti
7. Dhenok Tiara Sani
8. Fitri Setyaningsih
9. Eneng Suhanah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakait telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan berbagai aspek upaya
memberikan pelayanana kesehatan. Pelayanan kesehatan sudah menjadi hak yang paling
mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan
membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh dari sistem yang ada. Pelayanan kesehatan
yang memadai sangat dipengaruhi oleh pelayanan keperawatan yang ada didalamnya
(Kemenkes, 2016).
Selain itu, pelayanan keperawatan merupakan faktor penentu baik buruknya mutu dan
citra dari rumah sakit, oleh karena itu kualitas pelayanan keperawatan perlu
dipertahankan dan ditingkatkan hingga tercapai hasil yang optimal. Dengan
memperhatikan hal tersebut, proses manajemen yang baik perlu diterapkan dalam
memberikan asuhan keperawatan sehingga dicapai suatu asuhan keperawatan yang
memenuhi standar profesi yang ditetapkan, sumber daya untuk pelayanan asuhan
keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efisien, efektif, aman bagi pasien dan tenaga
keperawatan, memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan serta aspek sosial,
ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyarakat diperhatikan dan dihormati.
Untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang berkualitas sesuai visi dan misi rumah
sakit tidak terlepas dari proses manajemen. Manajemen merupakan suatu pendekatan
yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan organisasi. Dalam
organisasi keperawatan, pelaksanaan manajemen dikenal dengan manajemen keperawatan
(Ritonga, 2014)
Manajer keperawatan yang efektif seyogianya memahami hal ini dan mampu
memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana meliputi : menggunaan proses keperawatan
dalam setiap aktivitas asuhan keperawatannya, melaksanakan intervensi keperawatan
berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditetapkan, menerima akuntabilitas kegiatan
keperawatan dan hasil-hasil keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat, serta mampu
mengendalikan lingkungan praktek keperawatan. Seluruh pelaksanaan kegiatan ini
senantiasa di inisiasi oleh para manajer keperawatan melalui partisipasi dalam proses
manajemen keperawatan dengan melibatkan para perawat pelaksana. Maka lingkup
manajemen keperawatan terdiri dari: Manajemen operasional/ menajemen layanan dan
manajemen asuhan keperawatan. sangatlah dibutuhkan. Ada tujuh prinsip manajemen
yang harus Anda ketahui, yaitu: perencanaan, penggunaan waktu yang efektif,
pengambilan keputusan, pengelola/pemimpin, tujuan sosial, pengorganisasian dan
perubahan. Supaya manajemen dapat berjalan sesuai dengan harapan dan mencapai
tujuan organisasi, maka pemahaman tentang prinsip-prinsip manajemen (Kemenkes,
2016).
Rumah Sakit Thamrin Cileungsi sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan,
pendidikan dan penelitian serta usaha lain di bidang kesehatan, bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan
masyarakat, maka rumah sakit perlu didukung dengan adanya organisasi yang mantap dan
manajemen yang baik dengan berorientasi pada mutu pelayanan bagi masyarakat. Ruang
Topaz RS Thamrin Cileungsi dalam pengelolaan asuhan keperawatan profesionalnya
menerapkan sistem asuhan keperawatan dengan metode fungsional dengan pembagian
tugas yang jelas, efesiensi dan pengawasan yang baik terhadap pemberian asuhan
keperawatan kepada klien.
Perawat sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dituntut untuk memiliki
kemampuan manajerial yang tangguh, sehingga pelayanan yang diberikan mampu
memuaskan kebutuhan klien. Dalam rangka meningkatkan keterampilan manajerial
peserta didik keperawatan selain mendapatkan materi kepemimpinan dan manajemen
keperawatan juga praktek langsung di lapangan. Mahasiswa Program Profesi Ners
Universitas MH. Thamrin melakukan praktek Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan di Ruang Topaz RS Thamrin Cileungsi dengan arahan pembimbing klinik
dan pembimbing akademik.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktik manajemen keperawatan selama 2 minggu di Ruang
Topaz RS Thamrin Cileungsi mahasiswa mampu melakukan pengelolaan
pelayanan keperawatan profesional secara bertanggung jawab dan menunjukkan
sikap kepemimpinan yang profesional.
2. Tujuan Khusus
Secara kelompok dan individu mahasiswa dapat menunjukkan kemampuan dalam
hal manajemen keperawatan baik pengelolaan sarana maupun kegiatan
keperawatan dalam pelayanan keperawatan. Kemampuan managemen diantaranya
meliputi :
1) Melakukan pengkajian data yang terdiri dari profil umum ruang topaz, situasi
ruangan topaz RS Thamrin Cileungsi
2) Melakukan analisa dari aspek manajen di Ruang Topaz RS thamrin Cileungsi
3) Mengidenifikasi dan menyusun perumusan masalah yang ada di Ruang Topaz
RS thamrin Cileungsi
4) Menyusun rencana kegiatan untuk mengatasi permasalahan yang ada di Ruang
Topaz RS thamrin Cileungsi
5) mengevaluasi tindakan sesuai hasil rencana .yang telah diterapkan Ruang
Topaz RS thamrin Cileungsi
C. Waktu
Pelaksanaan praktek manajemen keperawatan ini dilakukan di Ruang Topaz
berlangsung selama 2 minggu mulai tanggal 24 Mei 2018 - 9 Juni 2018
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, sumber informasi
khususnya program ners dalam aplikasi konsep kepemimpinan dan manajemen
keperawatan secara langsung
2. Manfaat Praktisi
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi perawat khususnya di Ruang Topaz RS Thamrin
Cileungsi untuk meningkat kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang mengacu
kepada model praktek keperawatan profesional (MAKP)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
dan Bahtiar, 2010). Fungsi yaitu perencaanaan, organisasi, perintah, koordinasi, dan
POSDCORB. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai proses
pengawasan (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi manajemen menurut G.R. Terry adalah
planning, organizing, actuating, dan controlling, sedangkan menurut S.P. Siagian fungsi
manajemen terdiri dari planning, organizing, motivating, dan controlling (Suarli dan
Bahtiar, 2010).
dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
usaha sadar dan pengambilan keputusan yang diperhitungkan secara matang tentang
hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang oleh suatu organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan Suarli dan Bahtiar (2010) menyatakan bahwa
perencanaan adalah suatu keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa,
kapan, dimana, berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu yang dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan
Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong pengelolaan sumber yang ada
dimana kepala ruangan harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek serta melakukan perubahan (Marquis dan Huston, 2010). Suarli dan bahtiar
ketidakpastian dimasa yang akan datang, memusatkan perhatian pada setiap unit yang
pengawasan.
ruang. Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap akan memberi petunjuk
dan mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan pelayanan dan
asuhan keperawatan kepada klien. Perencanaan di ruang rawat inap melibatkan seluruh
personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim dan kepala ruang. Tanpa perencanaan
yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal (Marquis dan Huston,
2010).
menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan
sumber daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi,
dapat juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain.
Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan
wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara dinamis
merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk
Manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci semua pekerjaan yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan, pembagian beban kerja sesuai dengan kemampuan
pengorganisasian adalah:
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota efektif secara
ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan. Komunikasi cenderung ke bawah dan
satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando ini datar, dengan garis
manajer dan staf teknis serta administrasi yang mendukung perawat pelaksana.
satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan primer dan manajemen kasus
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat mengawasi secara efektif
dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Pada prinsip ini, makin kurang pengawasan
yang diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih banyak pengawasan
untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan harus lebih banyak
mengkoordinasikan.
d. Prinsip spesialisasi
Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus menampilkan satu fungsi
kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi kerja atau pembagian tugas yang
membentuk departement.
b. Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
tim
yang terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat
yang berijazah dan berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya
(Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan
kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung jawab dalam mengarahkan
anggota group / tim. Selain itu ketua group bertugas memberi pengarahan dan
menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota
tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya ketua tim
melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan / asuhan keperawatan
terhadap klien.
Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin
keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan
katagori perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang
timbul akibat penggunaan model fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama
memberikan asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan
seorang perawat profesional (Marquis & Huston, 20010).
Setiap anggota tim akan merasakan kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam
mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu.
Potensi setiap anggota tim saling melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat
meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan rasa kebersamaan
dalam setiap upaya dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang berperan
sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan semua
pasien yang ada di dalam timnya dan merencanakan perawatan klien. Tugas ketua tim
meliputi: mengkaji anggota tim, memberi arahan perawatan untuk klien, melakukan
pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan aktivitas klien.
Ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan:
- Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi
anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
- Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik atau
partisipatif
- dalam berinteraksi dengan anggota tim.
- Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada
kelompok pasien.
- Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses. Komunikasi
meliputi:
- penu!isan perawatan klien, rencana perawatan klien, laporan untuk dan dari
pemimpin tim, pentemuan tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan
balik informal di antara anggota tim.
Kelebihan :
- Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.
- Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
- Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk belajar.
- Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
- Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda
secara
efektif.
- Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf secara
keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan bahwa ia mempunyai kontribusi
terhadap hasil asuhan keperawatan yang diberikan akan menghasilkan kualitas
asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan
- Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas
Kelemahan :
- Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi anggota
tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai perawat
pemimpin maupun perawat klinik
- Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila konsepnya tidak
diimplementasikan dengan total
- Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan,
sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
- Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu tergantung staf,
berlindung kepada anggota tim yang mampu.
- Akontabilitas dari tim menjadi kabur.
- Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena membutuhkan
tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi. Tanggung jawab Kepala Ruang
- Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan.
- Mengorganisir pembagian tim dan pasien
- Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.
- Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
- Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode/model tim
dalam pemberian asuhan keperawatan.
- Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
- Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
- Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya,
- Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian
menindak lanjutinya,
- Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
- Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf. Tanggung jawab
ketua tim :
- Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan,
- Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang didelegasikan
oleh kepala ruangan.
- Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan
bersama-sama anggota timnya,
- Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
- Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan
melalui konferens.
- Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan
serta mendokumentasikannya.
- Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan,
- Menyelenggarakan konferensi
- Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan,
- Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya,
- Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan, Tanggung jawab anggota
tim - Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
- Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon klien.
- Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan
- Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
- Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
- Memberikan laporan
c. Metode Primer.
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa
konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24
jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan
sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja,
perawat primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika
perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada
perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh
perawat primer.
d. Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien
tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian
perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan
untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
Kelebihan :
- Perawat lebih memahami kasus per kasus
- Sistem evaluasi
Kekurangan :
- Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
- Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
e. Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan
modifikasi antara tim dan primer. Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan
beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya manusia yang ada, antara lain
adalah:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan model PKP
III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan
terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik
yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan
riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini akan mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat
tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk
cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi
tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu
orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan
riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan
penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi metode
keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula (MPKP) merupakan tahap awal untuk menuju model PKP.
Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula.
Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan,
metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.
Menurut Ratna S. Sudarsono (2011), bahwa penetapan sistem model MAKP ii
diasarkan pada beberapa alasan, yaitu :
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer
harus mempunyai latar belakang pendidikan SI keperawatan atau setara
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni , karena tanggung jawab
asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c. Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan komunitas asuhan keperawatan
dan akountabilitasnya terdapat pada primer.
Disamping itu karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit sebagaian besar adalah
lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer atau ketua tim
tentang asuhan keperawatan.
Nilai-nilai profesional dari penatalaksanaan kegiatan keperawatan diaplikasikan
dalam bentuk aktifitas pelayanan profesional yang dipaparkan dalam 4 pilar sebagai
berikut :
1. Pendekatan Manajemen (Management Approach )
2. Penghargaan karir ( compensatory rewards )
3. Hubungan Profesional ( professional relationship)
4. Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system ) Kegiatan yang
ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP yang dapat
dikembangkan jika tenaga keperawatan yang bekerja berkualitas.
C. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang
membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini
melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan
mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam
mencapai tujuan tersebut.
Menurut Daniel Start analisis SWOT adalah instrumen perencanaaan strategis yang klasik
dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan serta kesempatan ekternal
dan ancaman. Instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik
untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa
dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.
Sebagai contoh dari bidang keunggulan, antara lain kekuatan pada sumber keuangan, citra
yang positif, keunggulan kedudukan di masyrakat, loyalitas pengguna dan kepercayaan
berbagai pihak yang berkepentingan. Sedangkan keunggulan lembaga pendidikan di era
otonomi pendidikan atara lain yaitu sumber daya manusia yang secara kuantitatif besar,
hanya saja perlu pembenahan dari kualitas. Selain itu antusiasme pelaksanaan pendidikan
yang sangat tinggi, didukung dengan sarana prasarana pendidikan yang cukup memadai.
Hal lain dari faktor keunggulan lembaga pendidikan adalah kebutuhan masyarakat
terhadap yang bersifat transendental sangat tinggi, dan itu sangat mungkin diharapkan dari
proses pendidikan lembaga pendidikan yang agamis. (Kuntoro, 2010)
2. Weakness (kelemahan)
Kelemahan adalah hal yang wajar dalam segala sesuatu tetapi yang terpenting adalah
bagaimana sebagai penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan bisa meminimalisasi
kelemahan-kelemahan tersebut atau bahkan kelemahan tersebut menjadi satu sisi
kelebihan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain. Kelemahan ini dapat berupa
kelemahan dalam sarana dan prasarana, kualitas atau kemampuan tenaga pendidik,
lemahnya kepercayaan masyarakat, tidak sesuainya antara hasil lulusan dengan kebutuhan
masyarakat atau dunia usaha dan industri dan lain-lain.
Oleh karena itu, ada beberapa faktor kelemahan yang harus segera dibenahi oleh para
pengelola pendidikan, antara lain yaitu:
a. Lemahnya SDM dalam lembaga pendidikan
b. Sarana dan prasarana yang masih sebatas pada sarana wajib saja
c. Lembaga pendidikan swasta yang pada umumya kurang bisa menangkap peluang,
sehingga mereka hanya puas dengan keadaan yang dihadapi sekarang ini.
d. Output pada lembaga pendidikan yang belum sepenuhnya bersaing dengan output
lembaga pendidikan yang lain dan sebagainya.
3. Opportunities (peluang)
Peluang adalah suatu kondisi lingkungan eksternal yang menguntungkan bahkan menjadi
formulasi dalam lembaga pendidikan. Situasi lingkungan tersebut misalnya:
a. Kecenderungan penting yang terjadi dikalangan peserta didik.
b. Identifikasi suatu layanan pendidikan yang belum mendapat perhatian.
c. Perubahan dalam keadaan persaingan.
d. Hubungan dengan pengguna atau pelanggan dan sebagainya.
Peluang pengembangan dalam lembaga pendidikan dapat dilakukan antara lain yaitu:
a. Di era yang sedang krisis moral dan krisis kejujuran seperti ini diperlukan peran serta
pendidikan agama yang lebih dominan.
b. Pada kehidupan masyarakat kota dan modern yang cenderung konsumtif dan hedonis,
membutuhkan petunjuk jiwa, sehingga kajian-kajian agama berdimensi sufistik kian
menjamur. Ini menjadi salah satu peluang bagi pengembangan lembaga pendidikan
ke depan.
c. Secara historis dan realitas, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, bahkan
merupakan komunitas muslim terbesar di seluruh dunia. Ini adalah peluang yang
sangat strategi bagi pentingnya manajemen pengembangan lembaga pendidikan.
4. Threats (ancaman)
Ancaman merupakan kebalikan dari sebuah peluang, ancaman meliputi faktor-faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi sebuah lembaga pendidikan. Jika sebuah
ancaman tidak ditanggulangi maka akan menjadi sebuah penghalang atau penghambat
bagi maju dan peranannya sebuah lembaga pendidikan itu sendiri. Contoh ancaman
tersebut adalah minat peserta didik baru yang menurun, motivasi belajar peserta didik
yang rendah, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut
dan lain-lain.
Menurut Ferrel dan Harline fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan
informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal
(kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman).
Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu
yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa
terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan
yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk
meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan
adalah sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi
altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan (Simamora, 2010)
Analisis SWOT dalam program sekolah dapat dilakukan dengan melakukan matrik
SWOT, matrik ini terdiri dari sel-sel daftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
dalam penyelenggaraan program sekolah, untuk memperoleh mutu sekolah dapat
dilakukan strategi SO (menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang), strategi WO
(memperbaiki kelemahan dan mengambil manfaat dari peluang), strategi ST
(menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman), strategi WT (mengatasi kelemahan
dan menghindari ancaman).
Hal-hal yang menjadi opposite dari kekuatan adalah kelemahan. Sehingga sama
dengan kekuatan, tidak semua kelemahan dari institusi harus dipaksa untuk diperbaiki
terutama untuk hal-hal yang tidak berpengaruh pada lingkungan sekitar.
2. Peluang dan Ancaman
Peluang adalah faktor yang didapatkan dengan membandingkan analisis internal yang
dilakukan di suatu institusi (strenghth dan weakness) dengan analisis internal dari
kompetitor lain. Sebagaimana kekuatan, peluang juga harus diranking berdasarkan
success probbility, sehingga tidak semua peluang harus dicapai dalam target dan
strategi institusi. Peluang dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan yaitu:
a. Low, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang kecil dan peluang pencapaiannya
juga kecil.
b. Moderate, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang besar namun peluang
pencapaian kecil atau sebaliknya.
c. Best, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang tinggi serta peluang tercapaianya
besar
b. Sedangkan, ancaman adalah segala sesuatu yang terjadi akibat trend
perkembangan (persaingan) dan tidak bisa dihindari. Ancaman juga bisa dilihat
dari tingkat keparahan pengaruhnya (seriousness) dan kemungkinan terjadinya
(probability of occurance).
BAB III
ANALISA SITUASI
2. Pengorganisasian (Organizing)
Diruang Topat meggunaan pengorganisasian dengan model keperawatan
fungsional yang terdapat PJ Shitt setiap pergantian dinas terdapat 1 penanggung
jawab. Setiap penanggung jawab pada shift tersebut bertanggung jawab dalam
melakuan observasi pada pasien yang dikategorikan toral care yang dibutuhkan
observasi pada pasien yang post op. Pj Shit bertugas mngatur dan menentkan
tugas-tugas yang akan dilakukan oleh perawat pelaksana salah satunya
menentukan pemegangan pasien sesuai dengan jumlah pasien yang tersedia.
Perawat pelaksana di ruang topaz tidak hanya melakukan asuhan keperawatan
pada pasien namun diantara juga menjadi penanggung jawab obat. Ruang Topaz
terdiri dari 8 ruangan dengan rincian kamar 1 sampai 7 kelas 3 Dewasa dan
kamar 8 kelas 3 Anak.
3. Penggerak (Actuating)
Kepala ruangan Topaz bersifat terbuka dan demokrasi kepada semua perawat di
ruang topaz sehingga semua perawat di ruang topaz terjalin hubungan baik satu
dan baik dan jika terjadi permasalahan di ruang topaz maka akan diakukan rapat
yang akan diarahkan oleh kepala ruangan.
5. Penilaian (Evaluasi)
Evaluasi di ruang Topaz dilakuakan oleh kepala ruangan pada saat post
conforence, saat pergantian shift, dimana PJ shift pagi melakukan operan dengan
PJ shift selanjutnya untuk dilakukan tindakan keperawatan selanjutnya.
1 P 33 bad 70% =
70/100 x 33 = 23,1
2 S 33 bad
3 M 33 bad
2. Klasifikasi Ketergantungan Pasien
Total care -
Partial care -
2. Partial Care
1) Klien memerlukan bantuan perawat sebagian
Membutuhkan bantuan untuk makan
Membutuhkan bantuan menyiapkan makanan ditempat tidur
Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK
Membutuhkan bantuan untuk berpakaian
2) Observasi post op minor
3) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
3. Total Care
1) Klien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya
Memandikan pasien
Membersihkan mulut dan menggosok gigi
Memakaikan pakaian
Mengganti alat tenun tempat tidur pasien
membersihkan BAB dan BAK ditempat tidur
70
60
51,8
50
40
persen
30
20
10
0
Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Total
500
450
400 341
350
Hari
300
250
200
150
100
50
0
Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Total
Jan Feb Maret April
Berdasarkan gambar 2 diatas didapatkan bahwa rata rata lamanya perawatan seorang
pasien (Los) Ruang Topaz berada diatas standar nasional (6-9 hari).
35
30
Hari 25
20
15
10
2,3
5
0
Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Topaz 1-5 Topaz 6-7 Total
Berdasarkan gambar 3 diatas didapatkan bahwa rata-rata tempat tidur tidak ditepati
(TOI) di ruang Topaz telah sesuai dengan standar nasional (1-3 hari).
No Pendidikan Jumlah
1. S1 Keperawatan + Ners 1 Orang
2 D3 Keperawatan 11 orang
Jumlah 12 Orang
Berdasarkan tabel 3 sebagian besar masa kerja diruang topaz adalah 1-3 tahun dan >
5 tahun
Berdasarkan tabel 4 sebagian besar perawat diruang topaz sudah pernah mengikuti
pelatihan Btcls dan hanya ada 1 orang yang belum mengikuti diklat atau pelatihan
2. Material
Tpz
R.
1
Tpz
R.
2
Tpz
R.
3
Tpz
R.
4
Tpz
R.
5
Tpz
R.
R. R. Topaz R.
Nurse Station R.Topaz 7
Maternity 8 Anak
R.
R. Ok Intalasi R.Kasir R.dr ICU R.Icu Toilet
Farmasi
Berdasarkan hasil observasi terhadap situasi lingkungan Ruang Topaz dapat disampaikan
bahwa :
Pencahayaan : Terang disemua ruang bisa untuk membaca, cukup sinar matahari
Lantai : Lantai keramik, bersih dan kering
Atap : Rapat/tidak bocor, bagian dalam bersih
Dinding : Kuat, tidak retak dan bersih
Sasarana air bersih : Tersedia
Pembuangan air limbah : Lancar
Tempat sampah medis dan non medis terpisah
3. Methode
1) Kebijakan
Kajian data:
No Kegiatan
1. Pengangkatan Kepala Ruangan
2. Penentuan penanggung jawab shift oleh kepala ruangan
3. Memantau dan memastikan panduan identifikasi pasien dikelola dengan baik oleh
penangggung jawab shift dan staf pelaksana di ruangan
4. Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan identifikasi masalah
a. visi
menjadi rumah sakit unggulan di wilayah bogor timur dan sekitarnya sebagai pusat trauma &
pelayanan intensif”
b. misi
memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan akibat
trauma/kecelakaan dan pelayanan intensif secara paripurna di kabupaten bogor timur
umumnya, wilayah cileungsi khususnya.
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat umum secara pribadi,
perusahaan dan asuransi.
mengikuti perkembangan teknologi dan melengkapi alat-alat pelayanan dan
penunjang
medis sesuai kebutuhan.
mengupayakan sisa hasil usaha yang dapat memelihara tingkat pertumbuhan serta
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
menciptakan lingkungan kerja yang mendorong kreatifitas setiap karyawan untuk
berkarya maksimal dan professional.
membangun kemitraan nasional maupun internasional.
Kajian data : berdasarkan pengkajian dan observasi kelompok dan wawancara kepala ruangan
bahwa di ruang topaz tidak ditemukan visi dan misi khusus untuk ruang topaz namun visi
dan misi rumah sakit mencakup semua instalasi rumah sakit baik itu rawat inap, dan ruang
lainnya
3) Penerapan MPKP
a. Ruang Topaz melaksanakan MPKP dengan metode fungsional dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Dalam daftar dinas di ruang topaz terbagi menjadi 3 Penanggung jawab. Penanggung
jawab 1 terdiri dari pananggung jawab shif pagi dengan perawat pelaksana 3 orang,
dan penanggung jawab 2 shif siang dan perawat pelaksana 2 orang, dan penanggung
jawab 3 shift malam dan perawat pelaksana 2 orang dan terdapat penanggung jawab
obat dimana salah satu perawat pelakana bertugas menjadi PJ obat.
Tersedia buku hasil observasi pasien selama dirawat diruang topaz seperti buku
tanda-tanda vital yang dilakukan 1 kali dalam 1 shift
Operan shift dan pengaturan shift tiap hari terbagi mnjadi 3 shift yaitu pagi dari jam
06.30-14.00, siang dari 13.30-21.00, malam dari jam 20.30- 07.00
Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan metode fungsional dengan combine tim
sangat cocok pada ruang tpaz dikarenakan jumlah perawat tidak sebanding dengan
jumlah pasien sehingga pekerjaan yang dilakukan kurang optimal.
Ruang topaz memiliki standar asuhan keperawatan didalam terdapat pengkajian,
diagnosa, intervemsi, dan pndokumentasian.
kepala ruangan, penanggung jawab shif dan perawat pelaksana melakukan overan dan
ronde keliling ruangan sehingga tercapainya komunikasi yang cukup antar profesi
dalam melakukan asuhan keperawatan.
Kepala ruangan, penanggung jawab tim dan perawat pelaksana ruang topaz
melaksanan metode SBAR yang digunakan pada saat melakukan timbang terima
pasien/pelaporan.
Ruang Topaz
4. Money
Kajian Data:
b. Tarif yang dikenakan kepada pasien baik dari rawat inap maupun rawat jalan
c. Sumbangan berasal dari Yayasan Mh Thamrin.
5 Marketing
Kajian Data:
W:
a) Pembagian tugas masih belum jelas 0,5 2 1
b) 93% perawat masih berlatar pendidikan D3 0,75 2 1,5
EFAS
O:
a) RS memberi kebijakan untuk memberi beasiswa 0,5 2 1 0-T:
dan pelatihan bagi perawat ruangan 2–1
b) Perawat berkesempatan melanjutkan pendidikan 0,5 2 1 =1
ke jenjang yang lebih tinggi
T:
a) Adanya tuntutan tinggi dari masyarakat untuk 0,5 1 0,5
pelayanan yang lebih profesional
b) Makin tinggi kesadaran masyarakat akan 0,25 2 0,5
pentingnya kesehatan
M2 BOBOT RATING TOTAL BxR
SARANA & PRASARANA
IFAS
S:
a) Tersedianya nurse station 0,5 2 1 S–W:
b) Dekat dengan ruangan intensive care dan 0,25 2 0,5 2 – 2,5
perioperati 0,5 1 0,5 = - 0,5
c) Terdapat administrasi penunjang
W:
a) Tidak setiap bed didalam ruangan memiliki 0,5 1 0,5
oksigen
b) Tidak setiap bed memiliki tiang infus 0,25 2 0,5
c) Nurse station belum tertata secara optimal 0,5 1 0,5
d) Tidak ada jalur evakuasi 0,5 2 1
EFAS
O:
a) Adanya kesempatan memiliki alat-alat yang 0,75 2 1,5 O–T:
kurang 1,5 – 2
= - 0,5
T:
a) Adanya tuntutan yang tinggi dari masyarakat 0,5 2 1
untuk melengkapi sarana dan prasarana
b) Adanya kesenjangan antara jumlah pasien dengan 0,5 2 1
peralatan di ruangan
W: 0,5
a) Belum memiliki visi dan misi ruangan 0,25 2 1
b) Job desscription belum jelas karena asuhan 2 1
keperawatan yang di combine
EFAS
O: 0,5 1 0,5 O–T:
a) Kepercayaan dari pasien dan masyrakat cukup 0,5 2 1 1,5 – 2
baik = -0,5
b) Adanya kerjasama institusi klinik independen
0,25 2 0,5
T: 0,5 2 1
a) Persaingan dengan RS lain
b) Tuntutan masyarakat akan pelayanan yang
maksimal 0,25 1 0,5
c) Kebebasan pres mengakibatkan mudahnya
penyebaran infromasi didalam ruangan ke
masyarakat
W:
a) Sistem pendokumentasi masih dilakukan secara 0,75 2 1,5
manual
b) Belum semua tindakan mandiri perawat 0,75 2 1,5
didokumentasikan
c) Catatan keperawatan kurang berkesinambungan 0,5 2 1
dan kurang lengkap
d) Catatan perkembangan kurang berkesinambungan 0,5 2 1
dan kurang lengkap
EFAS
O:
a) Adanya kesempatan untuk mengikuti pelatihan 0,75 1 0,75 0–T:
tentang pendokumentasian keperawatan 2,25 –
b) Adanya peluang perawat untuk meningkatkan 0,5 2 1 1,75
pendidikan atau mengembangan SDM = 0,5
c) Adanya kerjasama yang baik anatara mahasiswa 0,5 1 0,5
dengan perawat ruangan
T:
a) Adanya kesadaran pasien dan keluarga akan 0,75 1 0,75
tanggung jawab dan tanggung gugat
b) Akreditasi RS tentang sistem dokumentasi 0,5 2 1
EFAS
O:
a) Kerjasama yang baik antar perawat dan O–T:
mahasiswa 0,5 2 1 2,5 – 2
b) Pengajuan penambahan ruangan untuk = 0,5
sentralisasi obat 0,75 2 1,5
T:
a) Adanya tuntutan tinggi dari masyarakat yang
mulai sadar dengan jenis dan fungsi obat 0,5 2 1
b) Adanya tuntutan pelayanan yang profesional
0,5 2 1
W:
a) Belum ada format baku untuk supervisi setiap 0,75 1 0,75
tindakan
b) Super visi dilakukan tidak terjadwal 0,5 1 0,5
c) Alur supervisi diruangan belum jelas 0,5 2 1
d) Kurangnya program pelatihan dan sosialisasi 0,25 2 0,5
tentang supervisi
EFAS
O:
a) Terbukanya kesempatan untuk melanjutkan 0,5 2 1 O–T:
pendidikan 1,75 – 1
b) Adanya pengajuan program pelatihan supervisi 0,75 1 0,75 = 0,75
dan sosialisasi
T:
a) Tuntutan pasien sebagai konsumen untuk 0,5 2 1
mendapatkan pelayanan yang profesional dan
bermutu sesuai dengan peningkatan biaya
perawatan
BOBOT RATING TOTAL BxR
OVERAN
IFAS
S:
a) Overan dilakukan 3 kali 0,5 1 0,5 S–W:
b) Diikuti semua perawat yang akan dinas 0,5 1 0,5 2,75 – 1,5
c) Overan menggunakan buku CPPT 0,5 2 1 = 1,25
d) Adanya interaksi dengan pasien saat overan 0,75 1 0,75
berlangsung
W:
a) Data hanya ditulis disecarik kertas 0,5 1 0,5
b) Dokumentasi masih terbatas sehingga rencana 0,5 2 1
tindakan belum spesifik
EFAS
O:
a) Sarana dan prasarana penunjang cukup tersedia 0,25 1 0,25 O–T:
b) Adanya kesempatan klarifikasi tanya jawab dan 0,5 1 0,5 0,75 – 0,5
validasi terhadap semua yang dioverkan =0,25
T:
a) Meningkatnya kesadaran masyrakat terhdap 0,5 1 0,5
tanggung jawab dan tanggung gugat
W:
a) Belum ada leaflet dan poster untuk edukasi pasien
pulang 0,75 2 1,5
b) Pelaksanaan perencanaan pulang belum optimal
0,5 1 0,5
EFAS
O:
a) Kemauan pasien atau keluarga terhadap anjuran
perawat 0,5 1 0,5 O–T:
b) Pengajuan anggaran untuk pembuatan leaflet dan 1,5 – 1
poster untuk pasien dan ruangan 0,75 2 1,5 = 0,5
T:
a) Makin tinggi kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan 0,5 1 0,5
b) Persaingan antar ruang semakin ketat
0,5 1 0,5