Anda di halaman 1dari 23

SGD 2 LBM 1

UJI PREKLINIK

STEP 1 :

 Tolerabilitas :
a/ kemampuan obat untuk dapat ditoleransi.

STEP 2 :

1. apa yang dimaksud dengan tolerabilitas ?


2. apa saja manfaat dan tujuan dari dilakukannya uji preklinik?
3. apa saja macam dari uji prklinik?
4. apa saja tahapan dari uji preklinik?
5. apa perbedaan dan karakteristik dr masing2 uji ?
6. bagaimana kendala dalam melakukan uji preklinik ?
7. bagaimana uji preklinik dapat memperkirakan tolerabilitas, khasiat, dan keamanan
dari obat yang dilteliti ?
8. apa syarat2 pada hewan coba yg akan dilakukan uji priklinik ?
9. bagaimana cara terminasi hewan coba ?
10. apa saja kode etik pada uji preklinik untuk hewan coba ?

STEP 3 :

1. apa yang dimaksud dengan tolerabilitas ?


- Berhubungan dengan efek samping yaitu tingkatan dr obat yg dpt ditoleransi dr
tubuh. (tubuh pasien yg dpt menoleransi efek dari obat)

Apa perbedaan nya dengan toksisitas ?

Jika tubuh tidak dapat mentoleransi efek dr obat  menimbulkan toksisitas.

2. apa definisi, manfaat, dan tujuan dari dilakukannya uji preklinik?


- Definisi : uji yang dilakukan pd hewan coba untuk menilai keamanan dan khasiat
obat
- Tujuan : mempersiapkan obat sebelum diberi ke manusia (keamanan)
Mengetahui efek toksik pada obat
- Manfaat : memperoleh informasi dari uji tsb, meliputi efek farmakodinamik,
farmakokinetik, dan efek toksisitas.

3. apa saja macam-macam dan karakteristik dari uji preklinik?


1. uji toksisitas : mengetahui keamanan dr obat (efek toksik), secara in vitro (diluar
hewan coba)
dan
invivo (didalam hewan coba)
co : efek tnf a untuk penyembuhan luka
2. uji farmakologi : mengetahui efek farmakologi. Dibedakan jd 2 :
- uji farmakodinamik  meninjau efek yg timbulkan
-uji farmakokinetik  kemampuan bioavaibilitas
3. uji teratogenik : mengetahui apakah obat yg diuji menimbulkan kecacatan.
4. uji mutagenik : mengetahui apakah obat memiliki kemampuan untuk menjadi
mutagen.
 Uji toksisitas
- Umum (aktivitas, akut,sub akut, kronik, sub kronik.... ? (waktu)
- Khusus : (teratogenik, mutagenik, karsinogen)

Hasil :

Aktif + Toksik - : dipakai

4. apa saja tahapan dari uji preklinik?


1. penentuan target obat  seluler/genetik/jalur biokimia
2. - penentuan bio assay  sistem hidup yg dpt digunakan u/ ukur
efek obat. (pemilihan hewan coba)
- screening bio assay  pengukuran  (efek,nasib obat)
3. penentuan dosis
4. pembuatan sediaan  harus dilakukan fitokimia (zat aktif dan kadar)
Faktor yg mempengaruhi uji toksisitas :
Dosis sedian uji
Pemilihan spesies hewan coba (galur dll)
5. bagaimana kendala dalam melakukan uji preklinik ?
1. sample banyak
2. fasilitas kurang
3. biaya mahal
4. waktu lama
6. bagaimana uji preklinik dapat memperkirakan tolerabilitas, khasiat, dan keamanan
dari obat yang dilteliti ?
( kriteria dari suatu obat dapat ditoleransi dan aman dikonsumsi oleh manusia ?)
Uji preklinik (dosis hewan)
Nilai LD50
super toksik : jika diberi <5 mg/kgbb
sangat toksik : 5-50mg/kgbb
cukup toksik : 50-500/khbb
toksik : 0,5-5g/kgbb
sedikit toksik : 5-15g/kgbb
tidak toksik : >15g
7. apa syarat2 pada hewan coba yg akan dilakukan uji priklinik ?
1. hewan yg diuji terhindar dr mikroorganisme
2. imunitas hewan coba baik
3. hewan coba memiliki spesifitas
4. hewan coba sesuai dengan apa yg akan diteliti
Kriteria :
Bb <1kg
(berbeda2)
-mencit : 20gram
Masa usia 6-8minggu
-tikus: min. 80g
Usia 6-8minggu
-marmut : 250g
Usia 4-5minggu
-kelinci : 1800g
Dpt dipakai pd usia 8-9bln
Fisiologis sistem yg menyerupai manusia
Co: tikus,kelinci,mencit
Dapat dipelihara dan dikembangkan di lab
Hewan coba dapat diberiperlakuan : oral,subcutan dll
Pertimbangan kesehatan hewan
Masa hidup hewan tidak terlalu lama
Hewan mudah dikendalikan
Jenis kelamin (umumnya dilakukan pd jenis kelamin jantan)
Jenis galur(gen)

8. bagaimana cara terminasi hewan coba ?


euthanasia  anastesi terlebih dahulu (suntikan.
co: ketamin/inhalasi. Co: klorofom, pengeluaran darah dr A. Carotis) dislokasi
leher.
9. apa saja kode etik pada uji preklinik untuk hewan coba ?
- Kelestarian hidup hewan coba
- Memperhatikan kesehatan hewan (perawatan,pemberian makan)
- Cara terminasi

STEP 7 :

1. apa yang dimaksud dengan tolerabilitas ? Apa perbedaan nya dengan toksisitas ?

2. apa definisi, manfaat, dan tujuan dari dilakukannya uji preklinik?


 Manfaat
memperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan
toksisitas calon obat
 Tujuan
penelitian terhadap uji pra klinik antara lain adalah untuk mengidentifikasi potensi
terjadinya toksisitas pada manusia; merancang berbagai uji untuk menetapkan
mekanisme toksis lebih jauh; dan memperkirakan toksisitas yang spesifik dan paling
relevan untuk dipantau dalam uji-uji klinis

 Exploratory (penyelidikan) : untuk memahami mekanisme biologis, apakah termasuk


mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang berhubungan dengan fungsi
biologis yang abnormal.
 Explanatory (penjelasan) : untuk memahami lebih banyak masalah biologis yang
kompleks.
 Predictive (perkiraan) : bertujuan untuk menentukan dan mengukur akibat dari
perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk
memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia yang diberikan.

Hedi R. DewotoPengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka,


Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

3. apa saja macam-macam dan karakteristik dari uji preklinik?


 Uji toksisitas akut

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali, atau
beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

 Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik)


Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari
atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan;
yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Tetapi beberapa peneliti
menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14
dan 28 hari.

 Uji toksisitas jangka panjang (kronik)

Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3 – 6 bulan atau
seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7 – 10 tahun
untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak
akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik.

(Harmita. Uji Toksisitas, http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/3183.pdf)

Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pajanan penelitian
toksikologi menurut Frank C. Lu (1995) dibagi dalam :

a. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji
sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

b. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan dengan
memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya setiap hari atau lima kali
seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10 % dari masa hidup hewan.

c. Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang-
ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian dari masa
hidupnya.

Uji teratogenisitas : pengujian untuk memperoleh informasi adanya abnormalitas


fetus yang terjadi karena pemberian sediaan uji selama masa pembentukan organ
fetus (masa organogenesis).
Informasi tersebut meliputi : abnormalitas bagian luar fetus (morfologi), jaringan
lunak serta kerangka fetus.
Prinsip uji teratogenisitas : pemberian sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis pada
beberapa kelompok hewan bunting selama paling sedikit masa organogenesis dari
kebuntingan, satu dosis per kelompok. Satu hari sebelum waktu melahirkan induk
dibedah, uterus diambil dan dilakukan evaluasi terhadap fetus.

- Uji Teratogenik dilaksanakan : dari tahap implantasi sampai tahapan


organogenesis sempurna (pada kelompok roden dilaksanakan pada hari ke 4
sampai hari ke 11 setelah kawin). Pada tahap ini kemungkinan terjadi malformasi
dalam perkembangan embrio akibat pemaparan bahan uji.
- Parameter penilaian : terjadi abnormalitas pada perkembangan fetus tanpa
menimbulkan toksisitas bermakna pada induknya. Dalam beberapa literature
menyebutkan lingkup dari uji teratogenik mencakup semua aspek yang
merupakan penyebab dari proses abnormalitas perkembangan fetus sampai
kelahiran yang dimulai dari uji gametogenesis, fertilisasi, uji implantasi, uji
embriogenesis, uji organogesis dan kelahiran.

Hasil : keamanan/ketidakamanan senyawa bagi ibu hamil dan janin.

Uji Karsinogenik : tikus dalam waktu 24 bulan sedangkan pada mencit 18 bulan.
Berdasarkan Japenese Guidelines for Toxicity Studies lama uji pada tikus 130 minggu
dan pada mencit 104 minggu.
- Parameter yang diamati adalah terbentuknya neoplasma dan peningkatan kasus
neoplasma sejalan dengan peningkatan dosis bahan uji.
- Uji Mutagenik meliputi mutasi gen dan mutasi kromosomal.
- Mutasi gen adalah perubahan pada sekuen nukleotida pada satu atau beberapa
segmen yang dikode gen dalam bentuk substitusi basa purin atau pirimidin, atau
penghilangan/pergeseran basa tertentu yang berakibat perubahan pada sekuen
DNA.
- Mutasi kromosomal yaitu perubahan morfologi pada struktur kromosom seperti
abrasi kromosom, delesi kromosom.
- Pada uji mutagenik ini dilakukan uji secara in vitro yakni menggunakan mutasi
gen pada bakteri dan uji secara in vivo menentukan kerusakan gen pada hewan
mamalia melalui sumsum tulang  menentukan tingkat kerusakan kromosom,
sedangkan untuk mendeteksi kerusakan DNA  menggunakan sel hati mencit
atau tikus.
Sumber : DEWA KETUT MELES. 2010. PERAN UJI PRAKLINIK DALAM BIDANG
FARMAKOLOGI: UNAIR
4. apa saja tahapan dari uji preklinik?

Sumber : DEWA KETUT MELES. 2010. PERAN UJI PRAKLINIK DALAM BIDANG
FARMAKOLOGI: UNAIR
Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA

5. bagaimana kendala dalam melakukan uji preklinik ?


Terdapat berbagai keterbatasan dalam uji praklinis yang penting untuk diketahui
antara lain sebagai berikut:
1. Uji toksisitas merupakan uji yang menyita waktu dan mahal. Diperlukan waktu
sekitar 2 sampai 6 tahun untuk mengumpulkan dan menganalisa data serta
memperkirakan indeks terapeutik (suatu perbandingan antara jumlah senyawa yang
memberikan efek terapeutik dan yang menyebabkan efek toksik) obat sebelum
dianggap layak uji pada manusia.
2. Diperlukan jumlah yang besar hewan percobaan untuk mendapatkan data praklinis
yang sahih (valid). Para ilmuwan menaruh perhatian besar akan hal ini, dan berbagai
kemajuan telah dicapai untuk menurunkan jumlah hewan yang digunakan dengan
tetap mempertahankan kesahihan data. Kultur sel dan jaringan dengan berbagai
metode in vitro makin banyak digunakan, namun nilai perkiraan yang dihasilkan
masih sangat terbatas. Walaupun demikian, beberapa golongan masyarakat
berusaha untuk menghentikan semua uji menggunakan hewan percobaan dengan
alasan yang tidak berdasar bahwa hal ini tidak diperlukan lagi.
3. Ekstrapolasi indeks terapeutik dan data toksisitas dari hewan ke manusia dapat
memberikan perkiraan untuk sebagian besar toksisitas tetapi tidak seluruhnya.
Untuk menemukan suatu proses yang lebih maju, dibentuklah Predictive Safety
Testing Consortium, yakni suatu badan yang merupakan gabungan lima perusahaan
farmasi terbesar di Amerika Serikat denganFood and Drug Administration (FDA)
sebagai badan penasehat, untuk memperkirakan keamanan suatu pengobatan
sebelum diujikan pada manusia. Hal ini dicapai dengan cara menggabungkan
berbagai metode laboratorium yang dikembangkan secara internal dalam tiap
perusahaan farmasi.
4. Untuk kepentingan statistik, berbagai efek samping yang jarang ditemui tidak
mungkin dideteksi.
www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp.../09/3-uji-toksisitas.pdf

6. bagaimana uji preklinik dapat memperkirakan tolerabilitas, khasiat, dan keamanan


dari obat yang dilteliti ?
( kriteria dari suatu obat dapat ditoleransi dan aman dikonsumsi oleh manusia ?)

7. apa syarat2 pada hewan coba yg akan dilakukan uji priklinik ?

Hewan Uji

Ada beberapa cara mengorbankan hewan uji pada uji toksisitas; pada
prinsipnya hewan uji dikorbankan sesuai dengan kaidah-kaidah cara dan
teknik pengorbanan hewan sesuai dengan ethical clearence deklarasi Helsinki
serta tidak mempengaruhi hasil uji toksisitas.

1. Eutanasi

Sebelum hewan uji dikorbankan, dilakukan anestesi terlebih dahulu. Hewan


dipegang secara hati-hati tanpa menimbulkan rasa takut, lalu hewan
dikorbankan dengan salah satu teknik mengorbankan hewan di suatu
tempat terpisah dan dijaga agar tidak ada hewan hidup di sekitarnya.

2. Teknik mengorbankan hewan uji ada beberapa cara antara lain :

a. Cara dislokasi leher untuk hewan kecil seperti mencit, tikus.

b. Cara anestesi secara inhalasi atau penyuntikan.

c. Cara pengeluaran darah melalui vena jugularis atau arteri karotis.

Kriteria Hewan Uji


- Hewan yang digunakan untuk uji toksisitas harus dipertimbangkan
berdasarkan sensitivitas, cara metabolisme sediaan uji yang serupa
dengan manusia, kecepatan tumbuh serta mudah tidaknya cara
penanganan sewaktu dilakukan percobaan.
- Hewan pengerat merupakan jenis hewan yang memenuhi persyaratan
tersebut diatas, sehingga paling banyak digunakan pada uji toksisitas.
- Hewan yang digunakan harus sehat; asal, jenis dan galur, jenis kelamin,
usia serta berat badan harus jelas. Biasanya digunakan hewan muda
dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20%.

Sumber : PerKBPOM__Nomor_7_Tahun_2014_tentang_in_vivo.

 Berat badan lebih kecil dari 1 kg

 Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup
banyak

 Mudah dipegang dan dikendalikan

 Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)

 Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium

 Lama hidup relative singkat

 Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju

Sumber : Kusumawati. 2004. Bersahabat dengan hewan coba. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press

 Bebas dari mikroorganisme pathogen.

Adanya mikroorganisme patogen pada tubuh hewan sangat mengganggu


jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian  segi ilmiah hasilnya kurang
dapat dipertanggungjawabkan.

 Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal


ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama.
 Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan tingkat
suseptibilitas hewan terhadap penyakit.

 Performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat


genetiknya.

Sumber : Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal
Science Second Edition. Boca Raton: CRC Press

Selain itu pemilihan jenis hewan yg dipilih pun harus tepat menggambarkan
kondisi yg diinginkan. Contohnya :

- untuk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD
bukan Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak shg
pengamatan akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.

- Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan yakni
dengan penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi jika
sasarannya nyeri tekanan digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena tikus akan
dijepit ekornya atau telapak jarinya dengan alat tertentu, sementara kalo nyeri
berupa panas, digunakan boleh mencit atau tikus krn hewan akan diletakkan di
hot plate.

- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg pankreasnya


banyak kemiripan dg manusia, namun dengan tikus sudah cukup dengan adanya
keterbatasan subyek uji

- Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa dirangsang


utk muntah berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara hewan lain hanya muntah
sekali.

- Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing teranestesi, krn system
kardiovaskulernya paling mirip dg manusia

- Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik karagenan di bawah
kulitnya shg melepuh atau telinga mencit disuntik croton oil, bahkan kaki tikus
sering dipotong utk menimbang udem yg terbentuk

- utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu duburnya


setelah disuntik pyrogen

- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam (ayam
makan ayam) krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg terjadi dg
biokimiawi di keluarga burung.
- Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di
dalam air, hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.

- Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima pejantan.

- Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau
paru-paru tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena

Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang menghasilkan


50% efek maksimum.

Sulaksono, M. E. (1987). Dilema Pada Hewan Percobaan Untuk Pemeriksaan


Produk Biologis. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.

Cara Penandaan Hewan Uji

Penandaan hewan uji dilakukan dengan cara memberikan larutan asam

pikrat 10% dalam alkohol. Penandaan dilakukan dengan tujuan membedakan

antara hewan satu dengan yang lainnya.

Cara Memegang (Handling) Hewan Uji

Cara memegang hewan uji jenis rodensia berbeda antara tikus dan mencit pada saat
pemberian sediaan uji secara oral. Pemegangan yang benar sangat diperlukan
sewaktu pemberian sediaan uji, karena pemegangan yang salah dapat berakibat
fatal.

Cara pemegangan yang salah dapat menyebabkan antara lain:

- Sediaan uji yang diberikan tidak dapat masuk kedalam lambung tetapi
masuk kedalam paru-paru, sehingga mengakibatkan kematian hewan uji.
- Terjadinya kecelakaan kerja seperti tergigit oleh hewan.

Cara pemegangan hewan yang benar :


Sumber : PerKBPOM__Nomor_7_Tahun_2014_tentang_in_vivo.

Beberapa pemeriksaan yang menggunakan hewan percobaan, antara lain :

1. Pemeriksaan toksisitas (keracunan) atau safety, yang tujuannya adalah untuk


mengetahui komponen racun atau batas-batas yang dapat diterima.
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap semua jenis bahan biologis.

2. Pemeriksaan potensi, dilakukan untuk menentukan kekuatan atau kemampuan


atau potensi suatu produk biologis.
3. Pemeriksaan atau percobaan terhadap adanya substansi pirogen di dalam bahan
biologis (misalnya : cairan infus), yang tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah bahan tersebut mengandung substansi pirogen atau tidak. Prosedur
pemeriksaan untuk masing-masing negara dapat berbeda satu sama lainnya.

Untuk pemeriksaan tersebut di atas, WHO menganjurkan dengan persyaratan minimum.


Adapun hewan percobaan yang sering digunakan untuk pemeriksaan-pemeriksaan di atas
adalah : mencit (laboratory mouse), tikus (laboratory rat), kelinci dan marmut. Hewan-
hewan ini biasanya dipilih berdasarkan beberapa persyaratan, antara lain : sehat, berat
tertentu, jenis kelamin tertentu dan digunakan dalam jumlah tertentu pula. Syarat-syarat
tersebut memiliki pengertian yang luas dan tidak mudah dipenuhi. Oleh karenanya
diperlukan beberapa pemeriksaan atau pengamatan terlebih dahulu terhadap :

1. Hewan percobaan : yaitu meliputi strain yang menyangkut background image


tentang sifat-sifat khasnya, manajemen pemeliharaan, umur yang dikaitkan
dengan berat badannya, jenis kelamin dan data fisiologisnya. Dengan
demikian jelas bahwa strain hewan percobaan harus sesuai atau cocok
dengan tujuan pemeriksaan.

Tiap negara terutama negara maju biasanya mengembangkan strain hewan


sendiri, agar dapat menemukan hewan yang baik untuk kondisi negara
tersebut. Dapat diambil contoh, di Jepang telah dikembangkan strain lokal di
samping memelihara strain dari luar negeri. Demikian pula di Australia,
terdapat mencit jenis outbred ada 12 strain lokal, kelinci 15 strain lokal.

2. Lingkungan : yaitu meliputi temperatur ruangan; kelembaban ruangan;


tekanan udara; sirkulasi udara; tempat hidupnya (kandang) baik mengenai
ukuran, bahan maupun bentuknya; bedding (alas kandang); kebisingan suara
dan personil yang menangani; keadaan nutrisinya (makanan dan minuman).

Dengan terciptanya suatu lingkungan yang baik, akan memberikan


kesempatan pada hewan percobaan untuk hidup dan bertumbuh sesuai
dengan bakat atau sifat-sifat genetik yang dimilikinya.

Menurut SHORT, D.J dan WOODNOTT, D.P (1963) dalam bukunya The IAT,
Manual of Laboratory Animal Practice and Techniques, jenis-jenis hewan
percobaan mencit, marmut dan kelinci temperatur ruangan yang
direkomendasikan adalah : 22,2°C; 15,5°C dan 12,77°C, sedangkan
kelembaban relatif bervariasi antara 45--55% untuk semua hewan tersebut.
Keadaan semacam ini sukar dicapai terutama untuk daerah dataran rendah.

3. Uji performan atau prestasi hewan percobaan : yaitu untuk menentukan


kemampuan hewan percobaan dalam memberikan suatu reaksi atau
mempertahankan sifat khas dari populasinya.
Untuk pemeriksaan ini diperlukan kepastian kelompok hewan atau
keseragaman genetik, hingga variasi individuil tidak banyak.

Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


penggunaan hewan yang tidak jelas sumbernya atau sistem
pemeliharaannya tidak mengikuti aturan-aturan tertentu, tetap akan
mempersulit dalam memperoleh kesimpulan dalam pemeriksaan suatu
bahan biologis.

prinsip 5F pada Hewan Percobaan

Dalam pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan perlu diperhatikan prinsip 5


Freedom (5F) dengan rincian sebagai berikut:

1. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus)
Memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dan memadai untuk
kesehatan hewan mencakup jumlah dan komposisi nutrisi. Kualitas makanan dan air
minum yang memadai dibuktikan melalui analisis proximate makanan, mutu air
minum, dan uji kontaminasi yang dilakukan secara berkala.
2. Freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan)
Menyediakan lingkungan yang bersih dan paling sesuai dengan biologik spesies
antara lain meliputi siklus cahaya, suhu, dan kelembaban lingkungan serta fasilitas
fisik seperti ukuran kandang dan komposisi kelompok.
3. Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari rasa sakit, trauma, dan penyakit)
Program kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan meminimalkan/
meniadakan rasa sakit, serta pemilihan prosedur dilakukan dengan pertimbangan
meminimalkan rasa sakit (non-invasive), penggunaan anestesia dan analgesia bila
diperlukan, serta eutanasia dengan metode yang manusiawi dalam rangka untuk
meminimalkan bahkan meniadakan penderitaan hewan.
4. Freedom from fear and distress (bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang)
Memberikan kondisi lingkungan dan perlakuan untuk mencegah/ meminimalkan
timbulnya stress (aspek husbandry, care, penelitian), memberikan masa adaptasi dan
pengkondisian (misalnya training) bagi hewan terhadap prosedur penelitian,
lingkungan baru, dan personil. Semua prosedur pada hewan dilakukan oleh personil
yang kompeten, terampil dan terlatih.
5. Freedom to express natural behavior (bebas mengekspresikan tingkah laku alami)
Memberikan ruang dan fasilitas untuk program pengayaan lingkungan
(environmental enrichment) yang sesuai dengan karakteristik biologik dan tingkah
laku species seperti food searching dan foraging, memberikan sarana untuk kontak
sosial bagi species yang bersifat sosial seperti pengandangan berpasangan atau
berkelompok, dan memberikan kesempatan untuk grooming, mating, bermain, dan
lainnya.
http://www.batan.go.id/etik_hewan_lampiran.php

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan
diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk mempelajari dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan
laboratorik. Animal model atau hewan model adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan)
manusia (atau spesies lain), yang digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau
patobiologis (Hau & Hoosier Jr., 2003).

B. Klasifikasi Animal Model

1. Exploratory (penyelidikan) : untuk memahami mekanisme biologis, apakah termasuk


mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang berhubungan dengan fungsi
biologis yang abnormal.
2. Explanatory (penjelasan) : untuk memahami lebih banyak masalah biologis yang
kompleks.
3. Predictive (perkiraan) : bertujuan untuk menentukan dan mengukur akibat dari
perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk
memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia yang diberikan.

C. Syarat Hewan Coba

1. Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan bebas dari


mikroorganisme patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada tubuh
hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian, sehingga
dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya,
berdasarkan tingkatan kontaminasi mikroorganisme patogen, hewan percobaan
digolongkan menjadi hewan percobaan konvensional, specifiedpathogen free (SPF)
dan gnotobiotic.
2. Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal ini ada
hubungannya dengan persyaratan pertama.
3. Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan tingkat suseptibilitas
hewan terhadap penyakit.
4. Performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat genetiknya.

Dari keadaan tersebut di atas, timbul beberapa dilema dalam hal penyediaan hewan
percobaan, misalnya penyakit, lingkungan, seleksi dan pengelolaan (Sulaksono, 1987).
8. bagaimana cara terminasi hewan coba ?

9. apa saja kode etik pada uji preklinik untuk hewan coba ?

Anda mungkin juga menyukai