Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Haji adalah rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa.

Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslimin

sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan

melaksanakan beberapa kegiatan dibeberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang

dikenal sebagai musim haji pada bulan Dzulhijjah. Hal ini berbeda dengan ibadah umrah

yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu. Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8

Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah

pada tanggal 9 Dzulhijjah dan berakhir setelah melempar jumrah pada tanggal 10

Dzulhijjah.

Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut

etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan

menyengaja.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dan hukum haji?

2. Bagaimana latar belakang sejarah haji?

3. Apa saja rukun dan wajib haji?

4. Apa saja larangan dan sunnah haji?

5. Bagaimana cara pelaksanaan ibadah haji?

6. Apa saja hikmah ibadah haji?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi dan hukum haji

2. Mengetahui latar belakang dan sejarah haji

1
3. Mengetahui rukun dan wajib haji

4. Mengetahui larangan dan sunnah haji

5. Mengetahui cara pelaksanaan ibadah haji

6. Mengetahui hikmah dari ibadah haji

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Hukum Ibadah Haji

Secara etimologis lafazh “al-hajj” difatahkan, bisa juga dibaca “al-hijj”

memiliki kesamaan arti dengan qashdu yaitu berarti sengaja beermaksud menuju

sesuatu, yaitu menuju rumah Allah.1

Ka’bah adalah rumah yag pertama didirikan untuk manusia beribadah kepada

Allah di dunia. Nabi Ibrahim As. Diperintahkan Allah mendirikannya dengan dibantu

oleh putranya Ismail. Dipelihara kesucian rumah pertama itu dan dijadikan daerah

terlarang untuk membuat huru-hara dan keonaran, supaya tetaplaj menjadi tempat

beribadah, dan Allah berikan pula syi’ar-syi’ar agung di dalamnya, yaitu seperti

maqam tempat Ibrahim shalat dan sumur Zamzam yang tiada pernah kering.

Mengunjungi Baitullah yang terletak di Makkah untuk menunaikan ibadah

haji adalah wajib sebagaimana shalat, puasa dan zakat. Allah SWT berfirman : “

Untuk Allah, atas segenap manusia mengunjungi Baitullah, yakni yang mempunyai

kemampuan pergi kepadanya “. (QS. Ali Imron[3]:97)

Di samping itu Rasulullah SAW bersabda :

“Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan

yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan

Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan

berpuasa pada bulan ramadhan”. (HR Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib, dan

dianggap murtad bagi siapa yang mengingkarinya. Haji hanyalah diwajibkan sekali

dalam seumur hidup manusia. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw yang

1
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, Jakarta : 1996

3
diriwayatkan dari Abu Hurairah : “Rasulullah Saw berkhotbah kepada kami. Katanya

: Wahai manusia! Allah telah memfardhukan haji bagi kamu, maka laksanakanlah!

Kemudian seseorang bertanya : Apakah haji itu dikerjakan setiap tahun ya

Rasulullah? Rasulullah Saw kemudian diam, sampai laki-laki itu mengulang

pertanyaan itu tiga kali. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : Kalau saya katakan

benar, pasti akan wajib setiap tahun, tetapi kalian tidak akan mampu”. (HR. Ahmad

bin Hanbal, Muslim dan al-Nasai).

Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda : “Ikutilah amalan haji dengan

umrah karena kedua amalan itu meniadakan sifat kikir dan dosa sebagaimana ahli

logam membuang karat dari besi, perak dan emas. Tiada lain pahala yang diterima

haji yang mabrur, kecuali surga”. (HR. al-Tirmidzy, al-Nasai dan Ibnu Majah dan

Ibnu Mas’ud).

Dari hadits tersebut di atas maka dalam setiap pembahasan haji, seringkali

disinggung pula tentang umrah, yang secara etimologis bermakna “ziarah”. Ada

kemiripan diantara kedua ibadah tersebut, yakni dalam praktek kedua-duanya sama-

sama mengunjungi Baitullah, sehingga ibadah umrah mendapat julukan “haji kecil”.

Namun, secara signifikan terdapat perbedaan mendasar antara indaha haji dengan

umrah. Ibadah haji dilakukan hanya pada waktu-waktu yang tertentu, yaitu di bulan-

bulan haji. Bulan-bulan haji itu waktunya sejak awal bulan syawal sampai dengan

terbitnya matahari pada tanggal 10 Dzulhijjah.2 Sedangkan umrah boleh dilakukan di

bulan-bulan haji, yiatu dilakukan secara berbarengan dengan ibadah haji, atau dapat

pula dilakukan diluar bulan haji (kapan saja). Perbedaannya lagi adalah bahwa dalam

ibadah haji diwajibkan melakukan wuquf di Arafah, sedangkan umrah tidak perlu

melakukannya. Selain itu, setiap melakukan ibadah haji selalu diiringi dengan

2
Ma’rifat Iman KH. Dan Nandi Rahman, Ibadah Akhlak Tinjauan Eksoteris Dan Esoteris, Jakarta : UHAMKA
Press, 1998, h.153.

4
melakukan ibadah umrah, sedangkan tidak setipa umrah dapat melakukan ibadah haji

seklaigus.

B. Latar Belakang dan Sejarah Ibadah Haji

Pelaksanaan ibadah haji ditetapkan sepenuhnya oleh Rasulullah Saw,

berdasarkan petunjuk Allah. Praktek pengamalannya pada prinsipnya menapaktilasi

perjalanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail As.

Setelah Nabi Ibrahim As membangun Baitullah, mengajak umat manusia

melakukan haji ke Baitullah, menyuruh anak cucunya bertempat tinggal disekitarnya.

Sejak itulah orang-orang Arab melakukan haji ke Baitullah dan hal itu dilakukan terus

menerus dengan prinsip beribadah hanya mengharap ridho Allah tanpa

menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sebagaimana ayat berikut (QS. Al-

Baqarah 2:127) : “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-

dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) : Ya Tuhan kami terimalah daripada

kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui”.

Setelah beberapa abad kemudian, mereka melakukan perubahan tatacara

ibadah haji sebagaimana dilakukan pada Nabi Musa As. Dengan perubahan itu,

mereka mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala, mengangkat berhala di atas

Baitullah dan meletakkan di sekeliliingnya. Mereka meminta pertolongan kepada

berhala dan menjadikannya sebagai pemeberi syafa’at selain Allah. Mereka

menyembelih hewan qurban untuk berhala dan menyebut nama-nama berhala ketika

menyembelih. Mereka melakukan thawaf dengan telanjang dan sebagian mereka tidak

melakukan wuquf di Arafah bersama yang lain, karena mereka merasa derajatnya di

5
atas derajat manusia yang lain, sebab mereka mempunyai kewenangan mengurus

Baitullah.3

Mengenai pernyataan di atas, Hamka menjelaskan dengan lebih detail, yaitu

bahwa sebelum negeri Mekkah ditaklukan oleh Rasulullah dan kaum Muslimin pada

tahun ke 8 hijriah, maka pada tahun ke 7 hijriah sudah berlaku juga umratul qadha,

pengganti umrah yang tidak jadi pada tahun ke 6 hijriah, padahal di Mekkah masih

ada berhala, di Ka’bah masih terdapat 360 berhala.

Bahkan di bukit Shafa, masih terdapat berhala Lata sehingga menghalangi

orang Islam yang datang untuk melakukan ritual Sa’i (berjalan cepat antara Shafa dan

Marwah). Maka ada sahabat Rasulullah yang ragu-ragu tentang Sa’i di antara Shafa

dan Marwah itu karena melihat masih ada berhala lata berdiri di sana. Lalu datanglah

ayat, bahwa Sa’i di antara Shafa dan Marwah itu tidak ada halangan diteruskan sebab

kita melakukan Sa’i itu semata-mata ibadah karena Allah. Dan Shafa dan Marwah

adalah satu syiar antara berbagai syiar Allah dan kita, tidak ada sangkut-paut dengan

berhala itu.

Kerena terdapat berbagai perubahan itulah maka diutuslah Nabi Muhammad

Saw, yang dengan tegas mengatakan bahwasannya kedatangannya adalah hendak

membangkitkan kembali ajaran asli Nabi Ibrahim, ajaran Hanif dan Muslim. Lurus

menuju Allah dan berserah diri kepada-Nya. Maka kedatangan Nabi Muhammad

adalah memperkuat kemabli ajaran Nabi Ibrahim itu, menghidupkan kembali sendi

pokok ajaran beliau. Oleh sebab itu, Ka’bah bukanlah semata-mata sebuah rumah

kuno yang antikdan menjadi sekedar tujuan wisata rohani bagi wisatawan. Oleh sebab

3
Ma’rifat Iman KH. Dan Nandi Rahman, Ibadah Akhlak Tinjauan Eksoteris Dan Esoteris, Jakarta : UHAMKA
Press, 1998, h.154.

6
itu Nabi Muhammad Saw meneruskan perintah Allah atas Nabi Ibrahim, agar semua

manusia datang ke tempat itu.4

C. Rukun dan Wajib Ibadah Haji

Ada sesuatu yang unik dalam pelaksanaan ibadah haji disbanding dengan

ibadah-ibadah yang lain, di mana rukun dan wajib biasanya menyatu, tidak dibedakan

antara yang satu dengan yang lain. Namun, dalam ibadah haji terdapat perbedaan

yang principal antara rukun haji dengan wajib haji.

Rukun haji adalah perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh

digantikan dengan sesuatupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya mengakibatkan

tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu yang harus dikerjakan namun

bila tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh diganti dengan membayar dam

(denda yang harus dibayarkan/ditunaikan sesuai dengan ketentuan yang telah

tetepkan).5

 Rukun haji ada enam, yaitu :6

1. Ihram

Ihram adalah berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, dengan

memakai pakaian ihran (warna putih). Pakaian ihram laki-laki tidak berjahit,

namun bagi wanita boleh berjahit.

2. Wuquf di Arafah

Wuquf adalah berhenti (hadir) di padang Arafah pada waktu yang

ditentukan, yang mulai dari tergelincir matahari (waktu zhuhur) tanggal 9

Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Artinya orang yang

4
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1983, Juz III-IV, h.18-19
5
Ma’rifat Iman KH. Dan Nandi Rahman, Ibadah Akhlak Tinjauan Eksoteris Dan Esoteris, Jakarta : UHAMKA
Press, 1998, h.154-156.
6
Ma’rifat Iman KH. Dan Nandi Rahman, Ibadah Akhlak Tinjauan Eksoteris Dan Esoteris, Jakarta : UHAMKA
Press, 1998, h.154-156.

7
sedang mengerjakan haji itu wajib berada di padang arafah pada waktu

tersebut. Dalam sebuah sabda Rasulullah Saw, diterangkan :

“Dari Abd al-Rahman bin Ya’mur, bahwasannya orang-orang Nejd telah

datang kepada Raulullah Saw, sewaktu beliau sedang wuquf di Arafah.

Mereka bertanya kepada beliau, maka beliau kemudian menyuruh orang

supaya mengumumkan : “Haji itu Arafah.” Artinya, yang terpenting urusan

haji iaslah hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam sepuluh

sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang sah” (HR.

Lima Ahli Hadits).

Dari hadits tersebut, bahwasannya kehadiran di padang Arafah pada

waktu-waktu yang telah ditentukan itu penting, karena inti haji adalah

Arafah. Dan Wuquf inilah yang menjadi pokok perbedaan haji dengan umrah,

bahwa dalam pelaksanaan ibadah umrah tidak diharuskan melakukan wuquf

di Arafah.

3. Thawaf

Thawaf ialah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf

rukun/thawaf yang merupakan rukun haji ini dinamakan Thawaf Ifadhah.

Cara melakukan thawaf ialah : Pertama, harus suci dari hadats dan najis.

Kedua, menutup aurat. Ketiga, Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang

thawaf. Keempat, memulai thawaf dari Hajar al-Aswad (batu hitam) yang ada

di salah satu sudut Ka’bah yang dinamakan Rukun Yamani, dengan cara

menyapunya (kalau dapat, bahkan bolehmenciumnya, namun kalau tidak

dapat cukup dengan melambaikan tangan sewaktu berada di arah Hajar al-

Aswad tersebut). Kelima, thawaf itu dilakukan tujuh kali (dari Hajar al-

Aswad ke Hajar al-Aswad terhitung satu kali). Keenam, melakukan thawaf

8
hendaknya berada berada di dalam Masjid al-Haram. Sewaktu Thawaf

membaca : “Mahasuci Allah, segala puji bagi-Nya, tiada Tuhan melainkan

Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah”.

4. Sa’i

Sa’i ialah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak

tujuh kali, dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah. Dimana pada saat ini,

jarak di antara dua bukit ini telah dibuatkan penghubung berupa atap dan

berlantai marmer, sehingga orang-orang yang melakukan sa’i tidak lagi

merasa kepanasan oleh teriknya matahari.

5. Tahallul

Tahallul ialah penghalalan atas beberapa larangan dalam ibadah haji

dengan cara menggunting rambut minimal tiga helai. Tahallul ada dua

macam, yaitu Tahallul pertama adalah penghalalan atas beberapa larangan

haji seperti bolehnya melepas pakaian ihram, menggunting kuku, memakai

wangi-wangian, menutup kepala. Setelah tahallul pertama, pelaksanaan rukun

haji telah selesai, namun wajib hajinya belum selesai. Tahallul kedua adalah

penghalalan atas keseluruhan larangan dalam ibadah haji, seperti melakukan

akad nikah.

6. Tertib

Yaitu menertibkan urutan pelaksanaan rukun, yang dahulu didahulukan,

yang kemudian dikemudiankan, seperti melakukan thawaf lebih didahulukan

daripada melakukan sa’i dan seterusnya.

 Adapun wajib haji ada tujuh, yaitu:7

1. Ihram dari miqat

7
Hasbi al-Shiddeqy, Kuliah Ibadah, Jakarta : Bulan Bintang, 1968, cet.IV, h.68,

9
Miqat ada dua macam, yaitu miqat zamani dan miqat makani. Miqat

zamani, adalah waktu berniat haji, yakni sejak awal bulan Syawal sampai

terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Miqat makani adalah tempat-tempat yang

telah ditentukan untuk melakukan ihram, seperti Yamlam, Dzulhulaifah,

Juhfah, Qarn al-Manazil, Dzatu Irqin, Birr Ali, Jeddah dan lain-lain.

Secara lebih terperinci, Sulaiman Rasyid menerangkan mengenai miqat

makani ini sebagai berikut:

a) Mekkah aialah miqat bagi orang-orang yang tinggal di Mekkah. Maka

penduduk Mekkah yang hendak berhaji, hendaklah mereka ihram dari

rumah masing-masing.

b) Zulhulaifah adalah miqat bagi orang-orang yang datang dari arah

Madinah dan negeri-negeri yang sejajar dengan Madinah.

c) Juhfah adalah miqat bagi orang-orang yang datang dari Mesir, Maghribi

dan negeri-negeri yang sejajar dengannya. Juhfah itu sendiri merupakan

kampong di antara Mekkah dan Madinah yang kini telah lenyap. Oleh

karena itu miqat ditentukan di kampong yang dekat dengannya yaitu

kampong Rabig.

d) Yalamlam adalah suatu bukit, miqat bagi orang yang datang dari arah

Yaman, Indian, Indonesia dan negeri-negeri yang sejajar dengannya.

e) Qarnul Manazil adalah miqat bagi orang yang datang dari arah Najd serta

negeri-negeri yang sejajar dengannya.

f) Dzatu Irqin adalah miqat bagi orang yang datang dari arah Iraq dan

negeri-negeri yang sejajar dengannya.

10
g) Bagi orang yang tinggal di daerah antara Mekah dan miqat-miqat tersebut

diatas, maka miqat mereka adalah di daerahnya masing-masing.8

2. Bermalam di Muzdalifah

Maksudnya adalah setelah melakukan wuquf di Arafah, para jama’ah

melakukan perjalanan menuju Muzdalifah dan malam itu (malam 10

Dzulhijjah) hendaknya bermalam di Muzdalifah, jangan melanjutkan

perjalanan (karena yang melanjutkan dikenakan denda/dam). Yang dilakukan

di Muzdalifah di waktu malam itu adalah mencari/mengambil batu-batu

kerikil dengan menggunakan lentera atau lampu senter untuk melontar

jumrah di Mina keesokan harinya.9

3. Melontar Jumrah al-Aqabah

Melontar jumrah adalah melempar suatu jumroh yang dinamai Jumrah al-

Aqabah. Penentuan miqat ini ditetapkan oleh Rasulullah. Namun, karena

situasi dan kondisi dan demi kenyamanan jama’ah haji, maka ketentuan

berikutnya diterapkan oleh Pemerintah Arab Saudi dan sewaktu-waktu dapat

berubah sesuai dengan situasi dan kondisi.

Jumrah ada tiga, berbentuk tiga buah tugu sebagai pelambang syaitan

(yang dulu menggoda Nabi Ibrahim, Ismail dan Siti Hajar. Yaitu sewaktu

Ibrahim hendak menyembelih Ismail atas perintah Allah. Ketiganya digoda

oleh syaitan agar tidak melakukannya, namun ketiga orang tersebut tidak

tergoda dan masing-masing melempari syaitan dengan batu sebanyak tujuh

lontaran batu kerikil. Pelontaran terhadap Jumrah al-Aqabah ini dilakukan

pada tanggal 10 Dzulhijjah yakni di hari Raya Idul Adha.

8
Majelis Tarjih PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, Jakarta : 1996, h.197-198
9
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1998, h.260-262.

11
4. Melontar Tiga Jumrah

Ketiga jumrah dilontar masing-masing dengan tujuh buah batu kerikil,

yang dilakukan pada hari Tasyrik, yakni tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah.

Pelontaran terhadap ketiga jumrah itu hendaknya berurutan, mulai Jumrah al-

Ula, kemudian Jumrah al-Wushta dan terakhir Jumrah al-Aqabah.

5. Bermalam di Mina

Yaitu bermalam di Mina selama tiga hari, yaitu dihari-hari tasyriq, tempat

dimana terletak ketiga jumrah. Jarak Mina dengan Mekkah sekitar 5km.

dalam sebuah hadits yang yang diriwayatkan oleh Aisyah Ummul Mukminin,

Ia berkata : “Rasulullah Saw, telah tinggal di Mina selama hari tasyriq,

beliau melontar jumrah apabila matahari telah cenderung ke sebelah Barat,

tiap-tiap jumrah dilontar dengan tujuh batu kerikil” (HR. Ahmad dan Abu

Daud).

6. Thawaf Wada’

Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, sebagaimana cara

melakukan Thawaf Ifadhah. Thawaf Wada’ ini adalah thawaf perpisahan

sebagai symbol perpisahan melakukan ibadah haji. Setelah itu para jama’ah

haji melakukan tahallul kedua, yang merupakan pembebasan atas seluruh

larangan haji.

7. Meninggalkan larangan haji

Yaitu menjauhkan diri dari segala larangan (muharramat) dalam

pelaksanaan ibadah haji.

12
D. Larangan dan Sunnah Ibadah Haji

Beberapa larangan dan konsekuensi denda karena melanggar larangan adalah

sebagai berikut:10

1. Memakai pakaian yang berjahit (bagi kaum pria).

2. Menutup kepala (bagi kaum pria).

3. Menutup muka dan telapak tangan (bagi perempuan).

4. Memakai wangi-wangian setelah ihram (baik laki-laki maupun perempuan).

5. Menghilangkan rambut atau bulu badan yang lain.

6. Memotong kuku.

Terhadap pelanggaran atas keenam larangan haji di atas dikenakan denda masing-

masing dengan memilih alternative di antara tiga hal, yaitu menyembelih seekor

kambing yang sah untuk qurban, atau puasa tiga hari, atau bersedekah tiga gantang

(9,3 liter) makanan kepada enam orang miskin. Hal ini didasarkan atas firman Allah

SWT dalam QS. Al- Baqarah: 196

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung

(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sebelihlah) korban yang mudah

didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat

penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya

(lalu ia bercukur), maka wajiblah tas berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau

berkorban. Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi siapa yang ingin

mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih),

korban yang mudah didapat tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau

tidak mampu). Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi)

10
Majelis Tarjih PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, Jakarta : 1996, h.189-190

13
apabila kamu telah berpulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.

Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak

berada di (sekitar) Majidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah).

Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-

Nya.”

Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa suatu ketika seseorang mengadu kepada

Rasulullah Saw bahwa kepalanya sakit sewaktu beribadah. Kemudian Rasulullah Saw

bersabda: “Cukurlah rambutmu itu dan sembelihlah seekor kambing, kalau tidak

puasalah tiga hari ataubersedekah tiga gantang korma kepada enam orang miskin”

(HR.Ahmad dan Muslim).

7. Mengadakan akad nikah (nikah, menikahkan atau menjadi wakil dalam akad

nikah). Bagi orang yang melanggar, maka hajinya tidak sah dan harus mengulang

tahun depan.

8. Bersetubuh

Hal tersebut berarti melanggar haji, maka tidak sah hajinya dan harus

menyembelih seekor kambing (menurut dalil yang kuat).

9. Berburu dan membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan. Bagi

pelanggar larangan haji ini wajib menggantikan hewan yang senilai dengan

binatang yang diburu/dibunuhnya, atau membayar dengan harga yang senilai

dengan binatang yang diburu/dibunuhnya tersebut kemudian dibelikannya

makanan untuk orang-orang miskin atau berpuasa sebanyak harga binatang tadi,

tiap-tiap seperempat gantang makanan berpuasa satu hari.

14
Adapun beberapa kesunatan dalam haji adalah sebagai berikut:11

1. Melakukan Haji Ifrad, yaitu melakukan haji saja tanpa disertai/dibarengi dengan

umrah.

2. Membaca doa talbiyah (bagi laki-laki dengan suara keras, bagi perempuan sekedar

didengar oleh dirinya sendiri) selama dalam ihram sampai melontar jumrah al-

aqabah pada hari raya haji. Bacaannya sebagai berikut: “Ya Allah, aku memenuhi

panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu.

Sesungguhnya segala puji bagI-Mu dan nikmat adalah dari-Mu, Engkaulahyang

menguasai segala sesuatu, tiada sekutu bagi-Mu”.

3. Berdoa setelah membaca talbiyah, yakni dengan meminta keridhaan Allah, supaya

diberi surga dan meminta perlindungan kepada-Nya dari siksa api neraka.

4. Membaca dzikir sewaktu thafaf (sewaktu di antara Rukun Yamani dan Hajar

Aswad), sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, yaitu membaca doa

sapujagat: “Ya Allah berilah kebaikan kepada kami di dunia dan kebaikan di

akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka”.

5. Shalat dua rakaat sesudah thawaf.

6. Memasuki Ka’bah sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh

Ibnu Abbas bahwasannya Nabi Saw telah bersabda: “Barang siapa yang masuk ke

Baitullah (Ka’bah), ia telah masuk ke dalam kebaikan, serta ia keluar mendapat

ampunan” (HR. al-Baihaqy).

E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji

Ada tiga macam cara melaksanakan ibadah haji, yaitu:

1. Haji Ifrad, yaitu mendahulukan pelaksanaan ibadah haji kemudian mengerjakan

ibadah umrah. Cara pelaksanaan ibadah haji ini lebih baik daripada cara ibadah

11
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1998, h. 262-264

15
haji yang lain. Pelaksanaan cara ini dihukumkan sunnah, dan tidak terkena

dam/denda. Hanya saja pelaksanaannya membutuhkan waktu dan tenaga ekstra,

karena harus menyelesaikan haji terlebih dahulu, baru kemudian melakukan

ibadah umrah.

2. Haji Qiran, yaitu mengerjakan ibadah haji dan umrah secara berbarengan

(serentak). Cara ini dikenakan dam/denda dengan menyembelih seekor kambing

yang sah untuk qurban, atau berpuasa sepuluh hari (tiga hari sewaktu masih

melakukan ihram sampai hari raya haji, tujuh hari dilakukan bila telah sampai di

negeri masing-masing).

3. Haji Tamattu’, yaitu mendahulukan melakukan ibadah umrah daripada ibadah

haji (di waktu musim haji). Cara pelaksanaan ibadah haji inipun dikenakan denda.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 196 di atas.12

F. Hikmah dari Ibadah Haji

Hikmah yang terkandung dalam ibadah haji sangatlah banyak. Hal ini dapat

dimengerti mengingat ibadah haji merupakan ibadah yang paling komperhensif dan

paripurna dalam pelaksanaannya, dan merupakan ibadah ruhaniah-jasmaniah-

maliyah sekaligus. Oleh karena itu, hikmah haji dapat ditinjau dari beberapa aspek,

yaitu:13

1. Aspek historis-geografis

Ditinjau dari segi ini, ibadah haji mengandung pelajaran untuk menghargai

jasa-jasa para pendahulu, yaitu para Nabi terdahulu. Bahwa diutusnya Rasulullah

dan salah satu syariatnya adalah ibadah haji menunjukkan penghargaan dan

pelanjut kebrlangsungan ajaran dan jasa-jasa perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi

12
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1998, h. 274
13
Ma’rifat Iman KH. Dan Nandi Rahman, Ibadah Akhlak Tinjauan Eksoteris Dan Esoteris, Jakarta : UHAMKA
Press, 1998, h.160.

16
Ismail serta Siti Hajar, yang telah mendirikan rumah ibadah pertama di muka

bumi bagi manusia.

Perjuangan berat ketiga pendahulunya itu dilestarikan bukan dalam bentuk

prasasti atau peninggalan-peninggalan bentuk fisik, namun dengan menapaktilasi

perjalanan para pendahulunya, yaitu diwujudkan dengan perilaku perbuatan

ibadah, sehingga orang yang menunaikan ibadah haji dapat meraskan langsung

perjuangan berat dalam menunaikan ibadah haji yang pelaksanaannya disamakan

dengan jihad fisabilillah.

Di samping itu, dalam melaksanakan ibadah haji dapat secara langsung

melihat dan merasakan medan perjuangan Nabi Saw dan para sahabat dalam

menegakkan agama Allah. Menaklukan medan yang berat, yang terdiri dari

luasnya padang pasir yang kering dan tandus. Dengan demikian, akan dapat

memotivasi setiap bentuk amaliah ibadah seberat apapun, hendaknya dilakukan

dengan tabah dan penuh kesabaran, serta selalu penuh harap mendapat

pertolongan Tuhan.

2. Aspek sosiologis

Ibadah haji diperuntukkan bagi seluruh umat Islam sedunia dari berbagai

kultur dan ras. Sehingga akan dapat dirasakan keragaman budaya umat Islam yang

diikat dalam satu kesatuan aqidah Islam. Akan terlihat pula betapa Islam

mengajarkan egalitarianism, persamaan derajat HAM. Maka wajar jika Ka’bah

dilambangkan sebagai pemersatu dunia. Banyak orang juga menyebutkan bahwa

pelaksanaan ibadah haji merupakan kongres dunia.

Dengan demikian orang yang telah berhaji adalah orang yang telah memiliki

pengalaman tingkat dunia, telah memiliki wawasan yang luas, karena telah

melihat berbagai macam corak kebudayaan dunia luar. Maka wajar pula jika para

17
haji setelah pulang ke negerinya masing-masing menjadi orang yang dihormati

dan mendapat tempat yang tinggi dalam masyarakat namun tetap menjadi orang

yang tawadhu karena menghayati pakaian yang dikenakan sewaktu ibadah haji

adalah warna pakaian yang akan dikenakan sewaktu berakhir hidupnya. Kafan

yang berwarna putih, akan dapat mengingatkan bahwa manusia manakala

menghadap Allahkelak, atribut apapun yang disandangya di dunia ini akan

ditinggalkan, hanya ketaqwaan yang akan diperhitungkan di hadapan Allah SWT.

3. Aspek pedagogis

Ibadah haji dapat mendidik manusia untuk meningkatkan amal perbuatan

menjadi lebih baik. Dengan melakukan ibadah haji, manusia dapat mengambil

I’tibar (penjelasan) atas berbagai pengalaman yang ditemuinya untuk selalu

melakukan introspeksi dan evaluasi diri, sehingga dirinya tidak merasa sebagai

orang terbaik, karena ternyata kebaikan yang ada pada dirinya juga didapatkan

pada orang lain, bahkan mungkin orang lain itu lebih baik dari dirinya.

Dengan ibadah haji akan memunculkan suatu sifat utama dengan selalu

menghargai orang lain dan mencintainya, sebagaimana menghargai dan mencintai

dirinya sendiri. Pada dirinya akan tertanam suatu sikap menghargai, yang pada

akhirnya akan tercipta suasana penuh kedamaian dalam kebersamaan. Ibadah haji

yang dilaksanakan dengan penuh ikhlas karena Allah SWT akan memberikan

makna penyucian diri secara maksimal.

4. Aspek ekonomis

Ibadah haji merupakan ibadah maliah, karena umtuk melaksanakan ibadah haji

dibutuhkannya biaya yang cukup besar. Maka secara langsung maupun tidak

langsung, jumlah calon haji yang berangkat dapat dijadikan sebagai indikasi

kesejahteraan masyarakat negeri bersangkutan. Dengan melaksanakan ibadah haji,

18
maka cukup banyak sector ekonomi masyarakat tergerak dinamis sehingga dapat

menambah kesejahteraan ekonomi mereka, mulai dari masyarakat di negeri

sendiri juga kemakmuran masyarakat negeri Mekkah Mukarramah.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-hajj secara etimologi berarti tujuan, maksud dan menyengaja. Dalam arti

terminology, haji berarti bermaksud dengan sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah)

menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu, karena memenuhi panggilan

Allah semata. Hukum melaksanakan ibadah haji hanyalah diwajibkan sekali dalam

seumur hidup manusia.

Rukun haji adalah perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh

digantikan dengan satupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya mengakibatkan

tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu yang harus dikerjakan namun

bila tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh diganti dengan membayar dam.

Tata cara pelaksanaan haji harus sesuai dengan syarat, rukun dan wajib haji.

B. Saran

Bagi umatIslam yang hendak melaksanakan ibadah haji, sebaiknya

mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental atau spiritual sebab ibadah haji

merupakan ibadah yang sangat menuras tenaga di samping mental dan batin.

20
DAFTAR PUSTAKA

Iman KH, Ma’rifat.,dkk. 2012. Ibadah Akhlak untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Uhamka

Press.

Rasyid, H. Sulaiman. 1954. Fiqih Islam. Jakarta: Attahiriyah.

Ash-Shiddieqy, Prof. Dr. Teungku Muhammad. 2010. Kuliah Ibadah. Semarang : PT.

Pustaka Rizki Putra.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih. 2011. Himpunan Putusan Tarjih

Muhammadiyah. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah.

21

Anda mungkin juga menyukai