Search
Dengan dibukanya penerimaan / pendaftaran CPNS online tahun 2018. Otomatis semua orang
berkesempatan untuk mendaftar dan mengikuti seleksi tersebut, salah satunya saudara saya yang
kebetulan bekerja di salah satu RS swasta di Jatim. Kronologinya sebagai berikut: Saudara saya
ketahuan oleh pihak RS swasta tempatnya bekerja, mendaftar secara online untuk mengikuti seleksi
CPNS di kota saya (baru mendaftar & belum tentu lulus). Saudara saya dikenakan sanksi oleh pihak
RS tersebut, agar mengundurkan diri atau diberhentikan jika nekat mengikuti tes CPNS tersebut
dengan alasan saudara melanggar tata tertib karyawan di RS tersebut yang berbunyi “apabila
ketahuan mendaftar di tempat lain, harus mengundurkan diri”. Sedangkan saudara saya sendiri tidak
mengetahui ada peraturan tersebut, karena pada kontrak/perjanjian kerja tidak ada pasal/klausul
yang berbunyi seperti itu. Sedangkan dari pihak manajemen bersikukuh bahwa ada aturan karyawan
itu, tapi memang belum disosialisasikan. Sekarang pihak RS tersebut memberikan dua pilihan, yang
pertama saudara saya harus mengundurkan diri atau dipecat jika melanjutkan ikut tes CPNS, opsi
kedua tetap bertahan bekerja di RS tersebut dengan catatan pemotongan masa kerja dan bonus
(otomatis pemotongan penghasilan). Yang ingin saya tanyakan apakah aturan/larangan
melamar/mendaftar pekerjaan di tempat lain atau CPNS tersebut boleh diberlakukan pada suatu
RS/perusahaan? Apakah itu melanggar UU Ketenagakerjaan (UU 13 Tahun 2013) utamanya Pasal 31
jika di kemudian hari saudara saya diberikan sanksi oleh pihak manajemen RS entah pemotongan
masa kerja atau mungkin pemecatan? Langkah apa yang harus diambil oleh saudara saya?
Konsultasi Justika.com
Jawaban:
https://images.hukumonline.com/frontend/lt5b4dc1b842992/lt5b4dc2c5bd526.jpg
Perusahaan tidak boleh melarang karyawan untuk mendaftar kerja (CPNS) di tempat lain karena hal
ini bertentangan dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tetapi dalam hal PHK tetap terjadi, maka harus ada penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Jika tidak ada penetapan, maka PHK batal demi hukum.
Penjelasan lebih lanjut dan langkah hukumnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan :
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan yang mengatur larangan pekerja untuk mendaftar
Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”) pada UU Ketenagakerjaan serta aturan pelaksana lainnya.
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau
pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
Jadi itu artinya, sah-sah saja jika saudara Anda melamar CPNS.
Kemudian megenai pilihan yang diberikan oleh perusahaan sebagaimana yang Anda maksud,
memiliki dampak hukum sebagai berikut:
Yang pertama, karyawan harus mengundurkan diri atau dipecat jika melanjutkan ikut tes CPNS.
Perlu diketahui bahwa untuk mengundurkan diri harus atas permintaan sendiri tanpa ada indikasi
adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 154 huruf b UU
Ketenagakerjaan.
Berkaitan dengan PHK, Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur sebagai berikut:
Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
Pekerja/buruh menikah;
Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
yang melakukan tindak pidana kejahatan;
Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi
fisik, atau status perkawinan;
Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan
kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat
dipastikan.
Berdasarkan pasal tersebut, PHK karena mendaftar CPNS (mencari pekerjaan baru) tidak termasuk
alasan dilarangnya PHK, berarti perusahaan boleh melakukan PHK.
Akan tetapi seharusnya hal tersebut tidak dilakukan oleh pengusaha karena berdasarkan Pasal 31
UUU Ketenagakerjaan pindah pekerjaan merupaan hak dari perkerja. Lagi pula saudara Anda
tersebut masih dalam tahap pendaftaran belum tentu diterima menjadi CPNS.
Jika perusahaan mencantumkan larangan mendaftar mendaftar CPNS tersebut dalam tata tertib
kerja, itu berarti telah bertentangan dengan Pasal 31 UU Ketenagakerjaan.
Pasal 111 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa ketentuan dalam peraturan perusahaan
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, apabila perusahaan tetap melakukan PHK, maka karyawan mendapatkan uang pesangon
dan atau penghargaan masa kerja dan/atau uang penggantian hak yang seharusnya diterima, serta
PHK hanya bisa terjadi berdasarkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial setelah dilakukan perundingan bipartit dan tripartit (mediasi) berdasarkan Pasal 151 ayat
(3) jo. Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Kedua, tetap bertahan bekerja di RS tersebut dengan catatan adanya pemotongan masa kerja dan
bonus (otomatis pemotongan penghasilan). Sah-sah saja perusahaan memotong upah karyawannya
sebagai bentuk denda atau ganti rugi karena tindakan yang dinilai melanggar tata tertib perusahaan,
tetapi hal tersebut harus berdasar (dicantumkan di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama) hal ini sesuai dengan Pasal 51 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”).
Langkah Hukum
Jadi, PHK dapat dilakukan oleh perusahaan atas dasar karyawan mendaftar kerja. Namun
perusahaan tidak boleh melarang karyawan untuk mendaftar kerja di tempat lain tersebut karena
hal ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila perusahaan tetap melakukan PHK terhadap saudara Anda tersebut, maka hal pertama yang
dapat pekerja lakukan yakni dengan mengajukan perundingan bipartit antara pekerja/serikat buruh
dengan pengusaha secara musyawarah untuk mencapai mufakat berdasarkan Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”).
Apabila perundingan bipartit tersebut gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, yakni dalam hal
ini Dinas Tenaga Kerja setempat dengan melampirkan bukti risalah perundingan bipartit.[2]
Jika perundingan tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[3]
Sebaliknya jika perundingan tersebut berhasil mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian
bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.[4]
Selain itu perlu diketahui bahwa dalam hal terjadi PHK, harus ada penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.[5] Jika tidak ada penetapan, maka PHK batal demi
hukum.[6] Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum
ditetapkan (belum berkekuatan hukum tetap),[7] baik pengusaha maupun saudara Anda harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya.[8]
Senada dengan langkah hukum apabila di PHK, jika terjadi pemotongan upah, maka langkah hukum
yang dapat Anda lakukan adalah mengupayakan perundingan bipartit dengan pengusaha terlebih
dahulu dan meminta agar perusahaan tidak melakukan pemotongan upah.
Jika bipartit gagal, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah
dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPHI.
Dalam hal perundingan di jalur tripartit masih tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak
dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 5 UU PPHI).
Sebagai contoh kasus mengenai pemotongan gaji secara sepihak tanpa ada pemberitahuan, kita
dapat lihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 676 K/Pdt.Sus/2012. Dalam putusan ini
diketahui Mahkamah Agung menyatakan tindakan perusahaan yang mengurangi pemotongan upah
adalah dalam rangka mengatasi PHK adalah tindakan tidak benar. Dan oleh karenanya, Mahkamah
Agung menghukum perusahaan untuk membayarkan upah dan THR.
Dasar Hukum:
[1] Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017, frasa “kecuali telah diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama” di Pasal 153 ayat (1)
huruf f dalam UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
https://images.hukumonline.com/frontend/lt4b457ff0c3e1b/lt5af2a259ed2dd.jpg
Bung Pokrol
KLINIK TERKAIT:
Penggantian Cuti PNS Rumah Sakit yang Tetap Bekerja Saat Cuti Bersama
Jerat Pidana Bagi Mantan Pacar Istri yang Memperkosanya di Masa Lalu
Back »
Home · Tentang Kami · Mengapa Kami · Pedoman Media Siber · Kode Etik · Kebijakan Privasi ·
Bantuan dan FAQ · Karir ·
Sumo
SharesFacebook6WhatsAppTwitterGoogle+0LinkedIn0SumoMe