Anda di halaman 1dari 43

LBM 2 JIWA

MUDAH SUKA MUDAH DUKA

STEP 1

- Depresi : gangguan dari gejala gangguan suasana meliputi hilangnya


kendali perasaan, suasana hati, dan pengalaman subjektif dengan
adanya penderitaan.

- Mood : suatu emosi yang meresap dan dipertahankan serta dialami


secara subjektif dinyatakan oleh pasien serta terlihat oleh orang lain.

- Afek : ekspresi eksternal dari isi emosional seseorang saat ini.


Suatu bentuk emosi yang dapat dilihat dari seseorang dan bersifat
tidak menetap.

STEP 2

1. Apa hubungan dia di PHK dengan keluhan saat ini?


2. Bagaimana patofisiologinya sehingga dia tidurnya terganggu?
3. Perubahan apa saja yang terjadi pada seseorang yang mengalami
gangguan mood?
4. Mengapa pasien selitar 3bulan lalu merasa sangat senang, selalu
bersemangat dan tidak merasa lelah, sangat senang, dan menjadi
suka berbelanja?
5. Apa saja jenis-jenis dari sindroma depresi? Gejalanya apa saja?
6. Apa hubungan jenis kelamin dan umur dengan keluhan pasien?
Sebutkan faktor resiko yang lain!
7. Bagaimana mekanisme kerja otak dalam menerima rangsang suka
dan duka?
8. Apa saja macam-macam gangguan suasana perasaan?
9. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk pasien ini?
10.Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan gangguan mood atau
afektif?
11.Mengapa pasien mencoba untuk bunuh diri?
12.Kapan seseorang dikatan mengalami gangguan mood afektif?
13.Tata laksana untuk pasien tersebut?
14.DD?
STEP 7

1. Bagaimana mekanisme kerja otak dalam menerima rangsang suka


dan duka?
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke
hipokampus terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan
aktivasi locus ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang
dipelajari. Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula
adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi
LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor
ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC,
selanjutnya ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb.
Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal
terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak)
meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan.
Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial.
Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada
depresi.

Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat
dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang
mengganggu, bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh
meningkatkan kewaspadaan untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah
kelenjar adrenal. Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk
mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang peranan penting dalam mengatur
tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan semua faktor penting kehidupan.
Peningkatan aktivitas glukokortikoid (kortizol) merupakan respon utama terhadap
stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan “umpan balik”, yaitu
hipotalamus menekan sekresi cortikotropik-releasing hormone (CRH) , kemudian
mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga hipofisi juga menurunkan produksi
adrenocortictropin hormon (ACTH). Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke
adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.
Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran
pada awal perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya
gangguan mood pada masa dewasa.
Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang
dialami seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan
peningkatan sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis.
Stressor pada awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang
menetap pada sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf
yang berfungsi merespon respon tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan
terhadap stressor dan resiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
stressor meningkat, seperti terjadinya depresi setelah dewasa.
Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola
pengasuhan buruk, menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang
kehidupannya. Selain itu , setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan
terhadap stressor.
Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,
mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf.
Keadaan ini menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa.
Depresi dapat dicetuskan hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.
Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal
terhadap stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat
penyiksaan fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.
Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik
seseorang terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi
bila orang tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh
pula pada tempat di luar hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya,
mekanisme “umpan balik” semakin terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan
kortisol menekan sekresi CRH sehingga pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini
mempermudah seseorang mengalami depresi mayor, bila berhadapan dengan
stressor.
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila
peningkatan kadar kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi.
Kerusakan ini menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi
dikaitkan dengan gangguan hipokampus.
Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten
pada gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan
dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi
deksametason, tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan
peningkatan konsentrasi CRH di cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada
keadaan depresi, terjadi akibat tidak berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi
inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui dengan test DST (dexamethasone
supression test).
2. Apa hubungan dia di PHK dengan keluhan saat ini (sedih,
kehilangan minat, dll)?

penyebab dari sindrom depresi


 HPA aksis (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal)

Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari

kita tercatat dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi

yang mengganggu, bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh

meningkatkan kewaspadaan untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah

kelenjar adrenal. Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk

mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang peranan penting dalam mengatur

tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan semua faktor penting

kehidupan. Peningkatan aktivitas glukokortikoid (kortizol) merupakan respon

utama terhadap stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan “umpan

balik”, yaitu hipotalamus menekan sekresi cortikotropik-releasing hormone


(CRH) , kemudian mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga hipofisi juga

menurunkan produksi adrenocortictropin hormon (ACTH). Akhirnya pesan ini

juga diteruskan kembali ke adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.

Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran

pada awal perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya

gangguan mood pada masa dewasa.

Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor

yang dialami seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang

menyebabkan peningkatan sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH

adenohipofisis. Stressor pada awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan

perubahan yang menetap pada sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak

pada sistem syaraf yang berfungsi merespon respon tersebut. Akibatnya,

seseorang menjadi rentan terhadap stressor dan resiko terhadap penyakit-

penyakit yang berkaitan dengan stressor meningkat, seperti terjadinya depresi

setelah dewasa.

Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola

pengasuhan buruk, menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang

kehidupannya. Selain itu , setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat

berlebihan terhadap stressor.

Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,

mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf.

Keadaan ini menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah

dewasa. Depresi dapat dicetuskan hanya oleh stressor yang derajatnya sangat

ringan.

Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-

adrenal terhadap stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang

mempunyai riwayat penyiksaan fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi

dibanding kontrol.

Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik

seseorang terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat


tinngi bila orang tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan

berpengaruh pula pada tempat di luar hipotalamus, misalnya di hipokampus.

Akibatnya, mekanisme “umpan balik” semakin terganggu. Ini menyebabkan

ketidakmampuan kortisol menekan sekresi CRH sehingga pelepasan CRH semakin

tinggi. Hal ini mempermudah seseorang mengalami depresi mayor, bila

berhadapan dengan stressor.

Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila

peningkatan kadar kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat

terjadi. Kerusakan ini menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif

pada depresi dikaitkan dengan gangguan hipokampus.

Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu

konsisten pada gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat

ditunjukkan dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol

terhadap supresi deksametason, tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian

CRH, dan peningkatan konsentrasi CRH di cairan serebrospinal. Gangguan aksis

HPA, pada keadaan depresi, terjadi akibat tidak berfungsinya sistem otoregulasi

atau fungsi inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui dengan test DST

(dexamethasone supression test).

 Monoamin dan Depresi

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang

menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan

depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya

ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat

menyebabkan depresi. mekanisme gangguan transduksi sinyal dari reseptor


monoamine adalah target gen bagi BDNF (brain derived neurotrophic factor). Secara
normal BDNF berfungsi mempertahankan kehidupan neuron otak. Dalam keadaan
stres, gen untuk BDNF tertekan mengakibatkan atrofi atau apoptosis neuron-neuron
hipokampus yang vulnerable bila BDNF mengalami kerusakan. Keadaan ini bisa
menyebabkan depresi Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan
trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di

sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.

 Teori neurobiologik

Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin

(5-HT). Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang

sama, tirosin, dan diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin.

Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh rendahnya

kadar NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada beberapa pasien

kadar MHPG (metabolit utama NE rendah). Serotonin disintesis dari asam amino

triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu. Serotonin

juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).Hipotesis indolamin menyatakan

bahwa rendahnya neurotransmiter serotonin (5-HT) otak menyebabkan depresi

dan peningkatan serotonin (5-HT) dapat menyebabkan mania. Hipotesis lain

menyatakan bahwa penurunan NE menimbulkan depresi dan peningkatan NE

menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah.

Neurotransmiter dan sinapsis

 Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang

terdiri atas enam neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin,

serotonin, asetilkholin dan histamin.

 Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam

amino. Asam amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua

neurotransmiter utama dari asam amino ini adalah gamma-aminobutyric

acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino inhibitor

(penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang

cara sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat

keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut.

 Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-

reseptor pada membran sel paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin,

norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya pada celah sinaptik,

terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi


asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter

asetilkolin di celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.

Note : Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang

menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak

jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik

tersebut. Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor

di blok oleh obat tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan

hilang dan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang

menyebabkan menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di celah

sinaptik.

3. Bagaimana patofisiologinya sehingga dia tidurnya terganggu?

Melatonin - Pada siang hari, tubuh Anda berubah dari serotonin menjadi
melatonin.
Tubuh Anda kemudian menyimpan melatonin pada kelenjar pineal di dalam
otak Anda. Ketika tingkat penurunan cahaya pada malam hari, kelenjar pineal
mengeluarkan melatonin, membantu Anda untuk tertidur. Di pagi hari, siang
hari sinyal kelenjar pineal Anda untuk menutup produksi melatonin,
membantu Anda untuk bangun. Jika kadar serotonin Anda rendah,
kemungkinan besar, Anda tidak memproduksi melatonin yang cukup. Dan
tanpa melatonin yang cukup, tubuh Anda tidak dapat secara memadai
mengatur tidur Anda / siklus bangun. Studi menunjukkan bahwa mengambil
dalam jumlah yang tepat dari melatonin dapat mengembalikan tidur pada
orang dewasa
lebih dari 50. Ambil 1-3 mg setengah jam sebelum Anda pergi tidur. (Melatonin
sintesis)(Dr. Frank Shallenberger (www.realcuresletter.com)

Sumber: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa(PPDGJ-III),Dr.Rusdi Maslim dan


http://adiwarsito.files.wordpress.com/2010/03/6224830-otak-manusia-
neurotransmiter-dan-stress-by-dr-liza-pasca-sarjana-stain-cirebon.pdf dan
Buku Saku Psikiatri Klinik, Harold I Kaplan & Benajmin J Sadock.
Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu :
1. Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep.
2. Fase nonrapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep.
Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui
osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan tidur,
delta osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah ciri tahap
tidur NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic dalam nukleus
retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus.
Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke
sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus
dan sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan
neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi.
Fungsi tidur NREM masih merupakan dugaan beberapa teori telah diajukan salah satu
teorinya menyatakan bahwa penurunan metabolisme akan memfasilitasi
peningkatan penyimpanan glikogen. Teori lain memanfaatkan plastisitas neuron
yang menyatakan bahwa depolarisasi dan hiperpolarisasi dari osilasi akan
berkonsolidasi dengan proses memori dan menghilangkan sinaps yang berlebihan.
Selama fase NREM permintaan metabolik otak berkurang. Hal ini ditunjukkan oleh
penelitian menggunakan oksigen positron emission tomography (PET) yaitu selama
fase NREM aliran darah ke seluruh otak semakin menurun. Selama fase REM
aliran darah meningkat di talamus dan visual utama, kortek motorik dan sensorik
relatif menurun di prefrontal dan daerah parietal asosiasional. Peningkatan aliran
darah ke daerah visual utama dari korteks dapat menjelaskan sifat alamiah bermimpi
saat REM, penurunan aliran darah ke korteks prefrontal dapat menjelaskan
penerimaan isi mimpi.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan
kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata
kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali
dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa,
betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak
didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih
berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari
gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang
verteks dan komplek K
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih
banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang slee[
spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG
didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.
Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit kemudian akan mulai
kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90 menit. Setelah
itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari eye movement
(EM) dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan berulang kembali setiap
75 – 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat , fase 2 menjadi lebih
panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 – 5 kali setiap
malam dengan irama yang teratur sehingga orang normal dengan lama tidur 7 – 8
jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan lama tiap siklus 75 – 90 menit.
Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah, sepertiga
akhir. Pada orang normal, sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4,
sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir lebih
banyak fase REM. Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relatif dipengaruhi
oleh usia, sebagai contoh pola tidur pada laki – laki muda (20 – 29 tahun ),
pertengahan (40-49 tahun) dan tua (70 – 90 tahun) akan memberikan gambaran pola
tidur yang berbeda. Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu
tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat
gelisah dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda 15%
waktu tidurnya dihabiskan pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang
tua, demikian juga lama fase REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari
pascapubertas menjadi 18% pada orang tua (gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa
tidur menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai
bertambahnya usia.
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/Fisiologi%20tidur%20010210%20sken%20r
ev%201.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wahyunigsi-5300-3-
bab2.pdf

Bagaimana stress dapat mengganggu pola tidur kita?


Depresi juga mengganggu fisiologi tidur, dengan induksi rapid eye
movement (REM) tidur dan secara keseluruhan peningkatan kepadatan REM.
Pada gambaran otak dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI)
menunjukan perbedaan pada orang depresi dengan orang tanpa depresi. Bagian otak
yang bertanggung jawab untuk mengatur suasana hati, pikiran, tidur, nafsu makan,
tingkah laku memperlihatkan fungsi yang abnormal. Neurotransmitter sel otak yang
digunakan untuk komunikasi terlihat tidak seimbang. Tapi gambaran ini tidak
menunjukan kenapa depresi bisa terjadi.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82615&val=970

Gangguan tidur
- insomnia : kualitas dan kuantitas tidak tercukupi
- inisial : awal susah tidur
- intermitten : terjaga ditengah-tengah tidur
- terminal : bangun dini tdk dapat tidur lagi
- Hipersomnia : lebih

Bagaimana stress dapat mengganggu pola tidur kita?

Selama tidur, seseorang biasanya melewati setidaknya 3 tahapan dalam


NREM sebelum masuk ke fase REM. Siklus atau perputaran antara dua
fase ini akan terus berulang selama tidur, yang masing-masingya
membutuhkan waktu antara 1 – 2 jam. Dan siklus ini dapat berulang
sekitar 3 hingga 4 kali dalam satu malam.
4. Dampak apa saja yang terjadi pada seseorang yang mengalami
gangguan mood?
5.
6.
5. Mengapa pasien sekitar 3bulan lalu merasa sangat senang,
selalu bersemangat dan tidak merasa lelah, sangat senang, dan
menjadi suka berbelanja?

Berbelanja adalah kegiatan yang menyenangkan dan bisa menghilangkan


stres terutama bagi kaum perempuan. Tapi saat orang berbelanja ternyata
ada perang di otak.

Peneliti menemukan adanya tarikan perang saraf di otak ketika seseorang


berbelanja. Belanja merupakan suatu kegiatan yang melibatkan interaksi
berbagai faktor mulai dari genetik sampai tata letak dari suatu mal. Faktor-
faktor ini mempengaruhi dorongan seseorang untuk membeli sesuatu.

Penelitian yang dipimpin oleh ahli saraf Profesor Brian Knutson dari California
menuturkan adanya tarikan perang saraf di otak ketika seseorang berbelanja.
Hasil penelitiannya dilaporkan dalam jurnal Neuron.

Hal yang terjadi di otak dan memainkan peran sentral ketika berbelanja
adalah meningkatnya produksi neurotransmitter dopamin, yaitu respon
menyenangkan yang berhubungan dengan makanan dan seks.

Tapi saat seseorang memikirkan harga dari barang tersebut otak akan
mengaktifkan insula, yaitu suatu bagian dari korteks otak besar yang
memainkan peran untuk merenungkan kerugian (untung ruginya).

"Ketika seseorang memutuskan untuk membeli sesuatu, maka ia akan


membuat keputusan emosional dan rasional. Seseorang memiliki keinginan
untuk percaya bahwa ia membuat keputusan yang rasional, walaupun
kenyataanya tidak. Hal ini yang menyebabkan terjadinya perang saraf di
otak," ujar psikolog Adam Ferrier, seperti dikutip dari ABC.net.au.

Depresi dopamin turun sedih dll

Berdasarkan laporan dalam Journal of Consumer Research apapun barang


yang dipilih oleh seseorang baik saat membeli cokelat atau mobil sekalipun
semuanya dipengaruhi oleh faktor genetik.

Selain itu jenis kelamin juga memberikan perbedaan dalam berbelanja.


Perempuan memiliki afinitas pemikiran yang besar saat berbelanja,
karenanya ia akan berjalan santai di setiap toko, memeriksa barang,
membandingkan produk dan nilainya, berinteraksi dengan staf penjual,
mengajukan pertanyaan, mencobanya hingga akhirnya melakukan
pembelian.

Sedangkan pada laki-laki memiliki pemikiran yang berbeda, umumnya ia


sudah tahu apa yang diinginkannya sehingga langsung mencari barang
tersebut serta memiliki sedikit kesabaran untuk browsing.
6. Mengapa terjadi penurunan GAF pada gg.mood?

7. Mengapa pasien mencoba untuk bunuh diri?


 Perilaku bunuh diri bukan merupakan gangguan psikologis, namun
merupakan simtom dari gangguan psikologis lain, umumnya
gangguan mood
 Umumnya pelaku percobaan bunuh diri tidak segera mencari
bantuan profesional setelah upaya bunuh diri dilakukan
 Munculnya pemikiran untuk bunuh diri umumnya merefleksikan
semakin berkurangnya pilihan yang dapat ditempuh untuk
menyelesaikan masalah dan tidak melihat jalan keluar lain
 Prevalensi
 Pria 4x lebih cenderung melakukan bunuh diri drpd wanita
 Angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 65 tahun
 Penderita gangguan mood yang parah seperti Depresi Mayor dan
Gangguan Bipolar, memiliki resiko yang lebih besar untuk
melakukan bunuh diri
 Bunuh diri juga dihubungkan dengan gangguan psikologis lain
seperti ketergantungan obat dan alkohol, anorexia, skizofrenia,
gangguan panik, gangguan kepribadian, PTSD dan gangguan
kepribadian ambang

 SEROTONIN.
serotonin => depresi, dan beberapa pasien yang bunuh diri memiliki
konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan serebrospinalis yang
rendah dan konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di
trombosit, seperti yang diukur oleh imipramin (Tofranil) yang berikatan
dengan trombosit..
8. Apa hubungan jenis kelamin dan umur dengan keluhan pasien?
Sebutkan faktor resiko yang lain!

FR :
Epidemiologi
Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi. Prevalensi
gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 % dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif
yaitu 20-50 tahun. World Health Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada
urutan keempat penyakit di dunia.Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki
pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan
depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia.Gangguan
depresif dapat terjadi pada semua umur, dengan riwayat keluarga mengalami gangguan depresif,
biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun
dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun
(20-50 tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan sosioekonomi.
Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak.
Faktor Risiko:
1. Seks / Jenis Kelamin
2. Usia
3. Status pernikahan
4. Faktor SosioEkonomi

KAPLAN SADDOCK. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2010.

9. Apa saja macam-macam gangguan suasana perasaan?

Keadaan Afek yang cenderung meninggi ( Hyperthymia ) :

– Euphoria : perasaan gembira yang berlebihan


– Elasi : seperti euphoria tapi disertai tingkah laku motorik yang agak
berlebihan, labil dan menjurus mudah tersinggung

– Eksaltasi : peninggian kehidupan afektif yang sangat menonjol disertai


perbuatan dan pikiran yang serba meninggiu dan berlebihan, tidak dapat
tinggal diam untuk jangka pendek

– Ekstasi : seringkali berkaitan dengan hal – hal religius dan identifikasi


dengan kekuatan kosmik.5

Keadaan Afek yang cenderung merendah ( Hypothymia ) :

– Depresi : menggambarkan segala bentuk keadaan sedih atau murung.


Biasanya disertai hambatan di bidang aktifitas baik pikiran, perbuatan
maupun perasaan.

– Dukacita ( Grief ) : merupakan episode kesedihan yang mendalam


yang harus dibedakan dengan depresi.5

Gangguan Afektif lain :

– Dysthimia : perasaan tidak menyenangkan

– Poikilothymia : perasaan yang berubah – ubah.5

Gangguan afektif dibedakan menurut :

– Episode tunggal atau multiple

– Tingkat keparahan gejala :

– Mania dengan gejala psikotik, mania tanpa gejala psikotik (hipomania)

– Depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan


psikotik

– Dengan atau tanpa gejala somatik.3

Maslim Rusdi, Dr.”Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ-


III”. Pedoman Diagnostik : F 30-39 : gangguan suasana perasaan/mood
(gangguan afektif). Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK – Unika
Atmajaya. 2001. H; 58-69.

DIAGNOSIS

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan tanda-tanda dan gejalanya.


Riwayat depresi sebelumnya atau riwayat keluarga dengan depresi bisa
memperkuat diagnosis.4
Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik gangguan depresif yang
berulang :7

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :

episode depresi ringan (F32.0)

episode depresi sedang (F32.1)

episode depresi berat (F32.3)

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan. Akan tetapi


frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan


hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2). Namun
kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania
(F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya
dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)

Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian


kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap,terutama
pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori harus tetap digunakan).

Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali


dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental
lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

Pedoman Diagnostik :

Untuk diagnosis pasti

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0) dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama


minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna

F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi sedang(F32.1) dan
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik (F32.2) dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama


minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala


Psikotik

Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala
psikotik (F32.3) dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama


minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi

Pedoman diagnostik

Untuk diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di


masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria
untuk episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain
apapun (F30-F39) dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama


2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna

F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya


F33.9 Gangguan Depresif Berulang Lainnya YTT

Maslim Rusdi, Dr.”Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ-


III”. Pedoman Diagnostik : F 30-39 : gangguan suasana perasaan/mood
(gangguan afektif). Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK – Unika
Atmajaya. 2001. H; 58-69.

Menurut DSM-IV
A. Depresi berat ( depresi unipolar)
B. Ggn bipolar :
 Episode mani-depresi atau mani-mani (mani unipolar atau mani
murni)
 Episode hipomani-depresi
C. Ggn mood tambahan:
 Ggn siklotimik ( siklotimia )
 Ggn distimik ( distimia )
 Ggn berhubungan dg sindrom depresi:
 Ggn depresi ringan – sedang
 Ggn depresi singkat rekuren ( berat-ringan)
 Ggn disforik pra menstrual
 Ggn mood krn kondisi medis umum
 Ggn mood akibat zat
 Ggn mood yg tdk ditentukan
Sinopsis Psikiatri, Kaplan & Sadock ed. 7 jilid satu

Kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan


suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan
atau tanpa anxietas yang menyertai), atau ke arah elasi (suasana
perasaan yang meningkat). Perubahab afek ini biasanya disertai dengan
suatu perubahab pada keseluruhan tingkat aktifitas, dan kebanyakan
gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah
dipahami hubungan perubahan tersebut.
PPDGJ III

F30 EPISODE MANIK

F30.1 Hipomania

F30.2 Mania Tanpa Gejala Psikotik

F30.3 Mania Dengan Gejala Psikotik

F30.8 Episode Manik Lainnya


F30.9 Episode Manik YTT

F31 Gangguan Afektif Bipolar

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala


psikotik

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan


gejala psikotik

F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya

F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan

F32 EPISODE DEPRESIF

F32.0 Episode Depresif Ringan

.00 Tanpa Gejala Somatik

.01 Dengan Gejala Somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang

.00 Tanpa Gejala Somatik

.01 Dengan Gejala Somatik

F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik


F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik

F32.8 Episode Depresif Lainnya

F32.9 Episode Depresif YTT

F33 Gangguan Depresif Berulang

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala


Psikotik

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan gejala


psikotik

F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi

F33.5 Gangguan Depresif Berulang lainnya

F33.6 Gangguan Depresif Berulang YTT

F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood / Afektif) Menetap

F34.0 Siklotimia

F34.1 Distimia

F34.8 Gangguan afektif Menetap lainnya

F34.9 Gangguan afektif Menetap lainnya

F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya.

F38.0 Gangguan Afektif Tunggal lainnya


F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya

F38.8 Gangguan afektif Lainnya YDT

F38.9 Gangguan Afektif YTT

Dr. Rusdi Maslim, PPDGJ III

10.Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk pasien ini?

A. Prinsip Kerja PET-Scan.


Sel-sel kanker memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari sel-sel lain. Salah satu
karakteristik adalah bahwa sel-sel kanker memerlukan tingkat yang lebih tinggi glukosa untuk
energi. Ini adalah langkah-langkah proses biologis PET. Positron emisi tomografi (PET)
membangun sistem pencitraan medis gambar 3D dengan mendeteksi gamma sinar radioaktif
yang dikeluarkan saat glukosa (bahan radioaktif) tertentu disuntikkan ke pasien. Setelah
dicerna, gula tersebut diolah diserap oleh jaringan dengan tingkat aktivitas yang lebih tinggi /
metabolisme (misalnya, tumor aktif) daripada bagian tubuh.
PET-scan dimulai dengan memberikan suntikan FDG (suatu radionuklida glukosa-based)
dari jarum suntik ke pasien. Sebagai FDG perjalanan melalui tubuh pasien itu memancarkan
radiasi gamma yang terdeteksi oleh kamera gamma, dari mana aktivitas kimia dalam sel dan
organ dapat dilihat. Setiap aktivitas kimia abnormal mungkin merupakan tanda bahwa tumor
yang hadir.
Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan dari bahan radioaktif
bertabrakan dengan elektron dalam jaringan. Tubrukan yang dihasilkan menghasilkan sepasang
foton sinar gamma yang berasal dari situs tabrakan di arah yang berlawanan dan terdeteksi oleh
detektor sinar gamma diatur di sekitar pasien.

Detektor PET terdiri dari sebuah array dari ribuan kilau kristal dan ratusan tabung
photomultiplier (PMTS) diatur dalam pola melingkar di sekitar pasien. Kilau kristal
mengkonversi radiasi gamma ke dalam cahaya yang dideteksi dan diperkuat oleh PMTS.
Gambar 2. Proses kerja PET-Scan
 Blok Diagram Sistem PET-Scan
Sinyal dari setiap output PMT dikonversi menjadi tegangan dan amplitudo oleh low
noise amplitudo (LNA). Sinyal yang dihasilkan oleh PMT berupa sinyal pulsa yang lambat.
Kekuatan sinyal dari setiap PMT ditentukan dengan mengintegrasikan sinyalnya menjadi pulsa.
Setelah LNA, sistem ini menggunakan variabel-gain amplifier (VGA) untuk mengkompensasi
variabilitas sensitivitas dari PMTS.
Output dari VGA dilewatkan melalui lowpass filter, offset kompensasi, dan kemudian
dikonversi menjadi sinyal digital dengan bit 10 sampai 12-bit analog-ke-digital (converter ADC
sampling) dengan 50Msps untuk menilai 100Msps.
Sinyal-sinyal dari beberapa PMTS harus dijumlahkan, oleh karena itu gabungan sinyal
masukan berupa ultra-high-speed. Sebuah DAC menghasilkan tegangan referensi komparator
untuk mengkompensasi offset DC. Akurasi yang sangat tinggi diperlukan untuk menghasilkan
sinyal output komparator dengan waktu yang berkecepatan tinggi. Sinyal output dari DAC
kemudian masuk ke bagian processing unit untuk dikirim ke image processing.
Dari hasil pendeteksian, dilakukan image reconstruction untuk mendapatkan gambaran
sebaran glukosa di dalam tubuh. Perangkat kamera PET biasanya telah dilengkapi dengan
program untuk keperluan ini, sehingga hasil image reconstruction dapat diperoleh dengan
mudah.
 Kamera PET
Kamera PET memiliki kejernihan citra yang lebih baik dibandingkan kamera gamma yang
secara umum digunakan pada kedokteran nuklir. Hal ini dikarenakan pendeteksiannya
didasarkan pada coincidence detection.
Ketika positron dilepaskan dari fluor-18, partikel ini akan segera bergabung dengan
elektron dan terjadilah anihilasi. Dari anihilasi ini dihasilkan radiasi gelombang elektromagnetik
dengan energi sebesar 511 V dengan arah berlawanan (180o). Adanya dua buah proton yang
dilepaskan secara bersamaan ini memungkinkannya dilakukan coincidence detection. Pada
coincidence detection ini, sinyal yang ditangkap oleh detektor akan diolah jika dua buah sinyal
diperoleh secara bersamaan. Jika hanya satu buah sinyal yang ditangkap, maka sinyal tersebut
dianggap sebagai pengotor. Oleh karenanya, hampir seluruh sinyal pengotor dapat dieliminasi
dengan cara ini.
 Hasil foto PET-Scan.
Physical Examination
No physical findings are specific to major depressive disorder; instead, the diagnosis is based
on the history and the mental status examination. Nevertheless, a complete mental health
evaluation should always include a medical evaluation to rule out organic conditions that
might imitate a depressive disorder. Most of these fall into the following major general
categories:
 Infection
 Medication
 Endocrine disorder
 Tumor
 Neurologic disorder

Laboratory Studies to Rule Out Organic Causes


Depression is a clinical diagnosis, based on the history and physical findings. No diagnostic
laboratory tests are available to diagnose major depressive disorder, but focused laboratory studies
may be useful to exclude potential medical illnesses that may present as major depressive disorder.
These laboratory studies might include the following:
 Complete blood cell (CBC) count
 Thyroid-stimulating hormone (TSH)
 Vitamin B-12
 Rapid plasma reagin (RPR)
 HIV test
 Electrolytes, including calcium, phosphate, and magnesium levels
 Blood urea nitrogen (BUN) and creatinine
 Liver function tests (LFTs)
 Blood alcohol level
 Blood and urine toxicology screen
 Arterial blood gas (ABG)
 Dexamethasone suppression test (Cushing disease, but also positive in depression)
 Cosyntropin (ACTH) stimulation test (Addison disease)
Neuroimaging
Neuroimaging can help clarify the nature of the neurologic illness that may produce psychiatric
symptoms, but these studies are costly and may be of questionable value in patients without
discrete neurologic deficits. Computed tomography (CT) scanning or magnetic resonance imaging
(MRI) of the brain should be considered if organic brain syndrome or hypopituitarism is included in
the differential diagnosis.
Positron emission tomography (PET) imaging provides the means for the study of receptor binding of
certain ligands and the effect a compound may have on receptors. However, PET scanning is
problematic for use with children and adolescents because it requires complex equipment and uses
radiation.
Using single-photon emission computed tomography (SPECT) scanning, Tutus et al reported
significant differences between the perfusion index values of untreated adolescents with depression
and those of control patients. The researchers found that adolescents with major depressive
disorder may have regional blood flow deficits in the left anterofrontal and left temporal cortical
regions, with greater right-left perfusion asymmetry than healthy control patients.

Alat Ukur Depresi:


1. Zung : 20 item

2. Raskin : 5 poin

3. Hamilton : 24 itemd
Gangguan organik :
1. Neurologis : cerebrovaskular, dementia, eoilepsi, hidrosefalus,
sklerosis multiple
2. Medis : cushing, hiperaldosteronisme, paratiroid
3. Infeksi : AIDS, pneumoni, artritis rheumatoid
4. Lain2 : kanker, carrdio
5. Farma : obat jantung, antineuroplastik, neurologi, dll.

11.DD? (alasan) ?

Gangguan mood afektif bipolar episode depresi berat tanpa


gejala psikotik F31.4

12.Tata laksana untuk pasien tersebut?

13.

Anda mungkin juga menyukai