Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perubahan yang
sangat besar terhadap pola hidup masyarakat terutama dalam memenuhi kebutuhan asupan gizi
serta pengolahan makanan dan minuman. Perubahan pola hidup dalam memenuhi kebutuhan
gizi salah satunya adalah kebiasaan jajan. Jajanan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan masyarakat yang kontenporer saat ini, disebabkan karena murah, mudah
didapat, cita rasa yang sesuai dengan selera masyarakat serta warna (bentuk) yang menarik.
Meskipun jajanan saat ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat, ternyata
mempunyai resiko terhadap kesehatan.
Hal ini disebabkan penggunaan bahan tambah pangan (BTP) oleh pedagang makanan dan
minuman. Bahan tambah pangan (BTP) merupakan senyawa atau campuran yang ditambahkan
kedalam makanan dan minuman pada proses pengemasan, pengolahan, dan penyimpanan guna
untuk memperbaiki karakter serta meningkatkan kualitas pangan, seperti pengawet, pewarna,
pemanis dan pemutih. Bahan tambah pangan (BTP) yang sering digunakan untuk
meningkatkan daya tarik makanan dan minuman adalah pewarna. Penggunaan pewarna yang
diizinkan dan dilarang untuk makanan diatur dalam SK Mentri Kesehatan RI Nomor
722/MenKes/Per/IX/88. Winarno, 2004 menyatakan bahwa Tartrazin merupakan pewarna
sintetis dari salah satukelas ozo yang menghasilkan warna kuning dengan gugus bis-azon R-
N=N-R1-N=N-R2. Dimana R, R1, R2 adalah gugus aromatik. Selain memiliki gugus aromatik
tartrazin juga memiliki gugus kromofor yang memiliki ikatan phi (π) terkonyugasi.
Penggunaan tartrazin dapat memberikan efek yang berbahaya, seperti urtikana (elergi kulit),
rhinitis (pilek), asma, purpura(memar pada kulit) dan anafilaksis sistemik (shock).
Secara luas aditif pangan telah ada lebih dari 2.500 jenis yang digunakan untuk
preservative (pengawet) dan pewarna (dye). Zat-zat aditif ini digunakan untuk mempertinggi
nilai pangan sebagai konsekuensi dari industrialisasi dan perkembangan proses teknologi
pangan. Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati makanan setelah aroma.
Pewarna dalam pangan dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap suatu produk.

1
Oleh karena itu produsen pun berlomba menawarkan aneka produknya dengan tampilan yang
menarik dan warna-warni. Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk
pangan diantaranya adalah Tartrazine. Tartrazine secara komersial digunakan sebagai zat
aditif makanan, dalam pengobatan dan kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat
dengan mudah dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah
dibandingkan dengan pewarna alami. Pewarna ini memiliki panjang gelombang maksimum
pada 485 nm. Dalam fase solid, absorbansi pewarna ini adalah 487 nm. Oleh karena itu, maka
akan dijelaskan dalam makalah ini mengenai zat aditif yang digunakan sebagai pewarna
tartrazin dalam produk minuman pada jajanan di kaki lima.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian Tartrazine?
2. Bagaimana manfaat dan identifikasi minuman yang mengandung Tartrazine?
3. Bagaimana efek dari zat warna dalam minuman tersebut?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui ada tidaknya zat warna Tartrazin dan kadar zat wrna Tartrazin yang
terdapat pada jajanan minuman ringan tak berlabel yang dijual oleh pedagang kaki lima
dengan menggunakan metoda kromatografi kertas dan Spektrofotometry
2. Untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah pilihan Kimia Bahan Pangan di Institut Sains
dan Teknologi Nasional Jakarta

2
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Definisi tartrazin


Tartrazin (dikenal juga sebagai E102 atau FD) adalah pewarna kuning lemon sintetis yang
umum digunakan sebagai pewarna makanan. Tartrazin merupakan turunan dari coal tar, yang
merupakan campuran dari senyawa fenol, hidrokarbon polisiklik, dan heterosiklik. Karena
kelarutannya dalam air, tartrazin umum digunakan sebagai bahan pewarna minuman.
Absorbansi maksimal senyawa ini dalam air jatuh pada panjang gelombang 427±2 nm.
Tartrazin merupakan bahan pewarna yang umum digunakan di Afrika, Swedia, dan Indonesia.
Untuk menghasilkan warna lain, tartrazin dapat dicampurkan dengan E133 Biru Brilian
Brilliant Blue FCF atau E142 Hijau Green S untuk menghasilkan sejumlah variasi warna hijau.
Parlemen Eropa mengizinkan penggunaan senyawa ini di negara Uni Eropa dengan Surat
Keputusan Konsul (Council Directive) 94/36/EC.

2.2 Manfaat tartrazin


Tartrazine biasanya dimanfaatkan dalam pewarna makanan dan obat-obatan. Ada tidaknya
dan sedikit banyaknya tartrazine di dalam makanan tergantung pada kebijakan perusahaan
manufaktur ataupun koki yang membuat makanan atau minuman. Makanan atau minuman
yang mengandung tartrazine seperti: minuman ringan, puding, keripik, sereal, kue, sup, saus,
es krim, permen, selai, jeli, mustard, acar, yogurt, mie, dan jus dengan kode E102/FD. Namun
pemakaian tartrazine mempunyai batas maksimum, yaitu 100 mg/kg bahan makanan.

2.3 Bahaya tartrazin


Tartrazine dapat menyebabkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu
orang. Selain itu juga dapat menyebabkan sejumlah reaksi alergi dan intoleransi bagi orang-
orang yang intoleransi terhadap aspirin atau penderita asma. Kasus ini cukup langka dan
menurut dapat FDA, prevalensi intoleransi tartrazin di Amerika Serikat jatuh pada angka
0,12% (360 ribu dari 200 juta penduduk).
Beberapa referensi lain menyebutkan bahwa penggunaan tartrazin dapat menyebabkan
biduran (urtikaria) dengan prevalensi di bawah 0,01% atau 1 dari 10.000 penderita. Jumlah ini

3
cukup kecil bila dibandingkan dengan angka prevalensi penderita alergi terhadap udang, yaitu
sebesar 0,6-2,8% (1 dari 50 orang). Gejala alergi tartrazine dapat timbul apabila senyawa ini
terhirup (inhalasi) atau ditelan (ingesti). Reaksi alergi yang timbul berupa sesak napas, pusing,
migrain, depresi, pandangan kabur, dan sulit tidur.
Menurut The American Academic of Pediastrics Committee on Drugs, tartrazin dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, diantaranya adalah tumor pada kelenjar tiroid,
Lymphocytic lymphomas, serta kerusakan kromosom. Penggunaan tartrazin sendiri telah
dihentikan di beberapa negara, yakni Austria, Norwegia, serta Jerman.

2.4 Sifat tartrazin


1. Tampilan berupa tepung berwarna kuning jingga.
2. Mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol 95%, muda larut dalam gliserol dan
glikol.
3. Rumus molekul tartrazine adalah C16H9N4Na3O9S2
4. Nama IUPAC tartrazine adalah Trisodium (4E)-5-oxo-1-(4-sulfonatophenyl)-4-[(4-
sulfonatophenyl)hydrazono]-3-pyrazolecarboxylate.
5. Tahan terhadap asam asetat, HCl, NaOH 10%. NaOH 30% merubah warna menjadi
kemerah-merahan.
6. Berat molekul tartrazin yaitu 534,4 gram/mol.

Gambar 1. Rumus bangun tartrazin

2.5 Kualitatif dengan kromatografi kertas


Prinsip uji bahan Pewarna Tambahan Makanan (BTP) adalah zat warna dalam contoh
makanan atau minuman diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan
kemudian dilakukan kromatografi kertas , yaitu : Memasukan ± 10 mL sampel cair atau 10–
25 g sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL. Kemudian diasamkan dengan

4
menambahkan 5 mL Asam asetat 10 %. Selanjutnya masukan dan rendam benang wool ke
dalam sampel, panaskan dan diamkan sampai mendidih (± 10 menit). benang wool diambil,
dicuci dengan air kemudian dibilas dengan aquades. 25 mL amoniak 10 % ke dalam benang
wool yang telah dibilas tersebut. Panaskan benang wool sampai warna pada benang wool
luntur. Benang wool dibuang, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering. Residu
ditambah beberapa tetes metanol, untuk ditotolkan pada kertas kromatografi yang siap pakai.
Kemudian, dieluasi dalam bejana. Eluen yang digunakan berupa etilmetilketon : aseton : air
dengan perbandingan 70: 30: 30 sebesar 15 ml. Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan
mengering. Warna yang terjadi diamati.

Tabel 1. Hasil analisis kualitatif zat warna tartrazin dengan kromatografi kertas

2.6 Kuantitatif dengan spektrofotometer UV/Vis


Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif menggunakan metode
Spektrofotometri UV/Vis. Pembuatan larutan standar Zat warna Tartrazin sebanyak 0,1000 g
dilarutkan dalam 100 mL akuades untuk mendapatkan larutan induk Tartrazin 1000 mg/L.
Kemudian larutan induk Tartrazin 1000 mgL diencerkan menjadi 5 variasi konsentrasi 10, 30,
50, 70 dan 90 mg/L. Metode preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara Spektrofotometri
UV/Vis menggunakan metode preparasi sampel pada analisa kualitatif (Kromatografi kertas),
yaitu : Memasukan ± 10 mL sampel cair atau 10–5 g sampel padatan ke dalam gelas piala 100
ml. Kemudian diasamkan dengan menambahkan 5 ml asam asetat 10 %. benang wool
dimasukan dan rendam ke dalam sampel. Panaskan dan diamkan sampai mendidih (± 10
menit). Benang wool diambil, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades. 25 ml amoniak
10 % ditambahkan ke dalam benang wool yang telah dibilas tersebut. benang wool dipanaskan

5
sampai warna yang tertarik pada benang wool luntur. Warna yang telah ditarik dari benang
wool dan masih larut dalam amoniak kemudian di analisa dengan spektrofotometer UV-
Visibel.

Gambar 2. Kurva standar zat warna tartrazin

Menunjukan serapan maksimum dari standar zat warna Tartrazin pada kosentrasi 10,
30, 50, 70 dan 90 mg/L didapatkan persamaan regresi Y = 0,03717 X + 0,19443 dengan
panjang gelombang (λ) 427 nm. Hasil analisis kuantitatif dengan menggunakan
spektrofotometer UV/Vis .

2.7 Hasil dan diskusi


Sampel yang dijadikan objek penelitian adalah jajanan minuman ringan tak berlabel yang
dijual oleh pedagang kaki lima di Banda Aceh. Sampel berupa es lilin dan es sirup berwarna
kuning (Gambar 3). Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada daerah perkantoran dan
sekolah atau kampus pada daerah Darussalam, Ulee Kareng, Lampineng, Lamgugup dan
Prada. Daerah tersebut diambil dikarenakan banyaknya pedagang kaki lima yang menjual
makanan ringan dan banyaknya konsumen yang membeli jajanan minuman ringan tak berlabel.

6
Gambar 3. Sampel Minuman Ringan Tak Berlabel

Analisis zat warna Tartrazin pada jajanan minuman ringan tak berlabel
menggunakan metoda Spektrofotometri UV/Vis dengan λ427 nm ini bertujuan untuk
menentukan kadar (kosentrasi) zat warna Tartrazin pada sampel jajanan minuman tak
berlabel. Dari tabel 2 terlihat bahwa penggunaan zat warna Tartrazin pada sampel jajanan
minuman ringan tak berlabel ini melebihi batas maksimum yang diserap oleh tubuh yaitu
sekitar 7,5 mg/Kg/day berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake). Hal ini berarti, jika
sampel dikonsumsi secara terus menerus menyebabkan keracunan bagi tubuh, kerusakan
saraf, kelainan sel dan kulit serta kanker usus.

Tabel 2. Absorban dan kadar zat warna tartrazin (mg/L)

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jajanan minuman ringan tak berlabel yang diambil dari beberapa pedagang kaki lima di
daerah banda aceh positif mengandung zat warna Tartrazin dengan kadar yang melebihi batas
yang telah ditetapkan ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu sekitar 7,5 mg/Kg/day. Kadar zat
warna Tartrazin pada sampel A, B,C, D dan E berturut – turut antara lain 1,06457 ; 28,1832 ;
40,6126 ; 15,7269 dan 28,936 mg/L. Tartrazine dapat menyebabkan hiperaktivitas anak pada
sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu orang, selain itu juga menimbulkan efek samping langsung
seperti urtikaria (ruam kulit), mual, muntah, rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam)
dan anafilaksis sistemik (shock) dan kanker usus.

3.2 Saran
Untuk terhindar dari bahaya tartrazine sebaiknya kita tidak mengkonsumsinya sama sekali.
Dan tartrazine juga dapat diganti dengan pewarna makanan alami, yaitu beta karoten yang
sama-sama dapat memberikan warna kuning. Selain itu, kita sebagai konsumen harus bijak
dengan melihat bahan apakah yang terkandung dalam produk makanan atau minuman yang
kita konsumsi.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhayu Gita Bhernama. 2016. Analisis zat warna tartrazin pada jajanan minuman ringan
tak berlabel yang dijual pedagang kaki lima di Banda Aceh. Prodi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Uin Ar-raniry Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai