Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ULKUS KORNEA

PEMBIMBING :
dr. R. Adri S, Sp.M

DISUSUN OLEH :
Reiner Mukti
Shavira Putri Pratama (03013181)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOESELO SLAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JULI 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, atas
segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Parkinson’s disease” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih periode 10 Agustus 2015 sampai 12 September 2015. Di
samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita
semua tentang Parkinson’s disease.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Ananda Setiabudi, Sp.S selaku pembimbing dalam
penyusunan referat ini, serta kepada dokter–dokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah
Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
rekan–rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Umum Daerah Budhi Asih serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan
dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan
tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta,
Agustus 2015
Penulis

Stephanie
Wibisono
DAFTAR ISI

Kata pengantar .......................................................................................... ..........


2
Daftar isi .................................................................................................. ..........
3
BAB I Pendahuluan ..................................................................................
4
BAB II Penyakit Parkinson..................................................................
5
BAB III Kesimpulan .......................................................................... ..........
29
Daftar Pustaka ....................................................................... ...............................
30

1.
2. Anatomi dan fisiologi kornea
a. Embriologi kornea
Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitive, yaitu ectoderm,
neuroektoderm dan mesoderm. Kornea dibentuk dari lapisan neural crest cell
yang merupakan derivate dari ectoderm
Pada akhir dari minggu ke 6 gestasional, kornea telah terdiri dari 3 lapis,
yaitu lapisan epitel skuamosa superficial dengan sel basal yang berbentuk kubus,
lapisan stroma dan lapisan sel endotel. Pada pulan ke-4, lapisan Bowman dan
descement mulai terlihat. Saat lahir ukuran diameter kornea mencapai 10,00 mm
dan terus berkembang kemudian berhenti ketika telah berusia 1 tahun. (1)

gambar 1. Gambar kornea dan bagian-bagiannya tampak dari samping

b. Anatomi dan fisiologi kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea disisipkan sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleraris. Kornea dewasa rata-
rata memiliki tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameter sekitar
12,5 mm dari anterior ke posterior, kornea memiliki lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan bowman, stroma, membrane descement dan lapisan endotel. Batas antara
sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung
dengan kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Bila kornea mengalami oedema
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai primsa yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.(1)

gambar 2. Anatomi kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:


1. Lapisan epitel
- Tebalnya 40 mikrometer, terdiri atas 5 lapisan epitel tidak bertanduk
yang salijng tumpang tindih, satu lapis epitel basal, sel polygonal dan
sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis selm dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan sel
menjadi gepeng, sel basal beriktan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosome dan macula
okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

gambar 3. Lapisan epitel kornea


2. Membrane bowman
- Lapisan bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari
lapisan fibril kolagen yang tersusun secara random. Ketebalan lapisan
sekitar 8-14 mikrometer. Bila terjadi luka yang mengenai bagian ini
maka akan digantikan dengan jaringan parut karena tidak memiliki
daya regenerasi.
3. Jaringan stroma
- Terdiri atas lamella yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang hingga 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma. Jenis kolagen yang dibentuk adalah tipe I, III dan VI.
- Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air di
stroma sebesar 78%.
4. Membrane descement
- Merupakan membrane aseluler dan meruopakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, memiliki
tebal 40 mikrometer.

5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
mikrometer. Endotel melekat pada membrane descement melalui
hesidosom dan zonula okluden.
- Sel endotel memiliki fungsi transport aktif air dan ion yang
menyebabkan stroma menjadi relative dehidrasi sehingga terus
menjaga kejernihan kornea.

gambar 4. Potongan kornea melintang

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar serta saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra
koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman
melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh darah limbus, humour aquous dan
air mata. Kornea superficial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfit.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya
dan deturgensinya. (2)
Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina, sifat tembus cahayanya disebabkan struktur yang
uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative
jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel
hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila
sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata pra kornea
akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan
penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari
stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. (3)
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak
dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh.
Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan
larut air sekaligus. (3)

2. Definisi Ulkus Kornea


Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yangdapat terjadi dari
epitel sampai stroma. (4)
Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan
kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan secara langsung. (5)
3. Etiologi
a. Infeksi
 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesiesMoraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir
semua ulkusberbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai,
hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas
menunjukan infeksi P. aeruginosa
 Infeksi jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium dan spesies Mikosis fungoides
 Infeksi virus : ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikutii oleh vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada
bentuk disiform bila mengalami nekrosis dibagian sentral. Infeksi virus
lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
 Acanthamoeba : acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang
terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi
organic. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang
semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
menggunakan larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasnaya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar. (6,7,8)

B. Non-infeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata makaakan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial
saja. Trauma kimia asam adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang
disebabkan karena adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat
menyebabkan kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen anterior
yang cukup parah serta kerusakan visus permanen baik unilateral maupun
bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan mengadakan penetrasi terbatas
pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih dalam dapat
membahayakan visus. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering dari
seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi dengan air mata yang melapisi kornea
dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel kornea.
Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi dan mengendapkan protein. Sel-
sel terkoagulasi pada permukaan berfungsi sebagai penghalang relative pada
penetrasi asam yang lebih parah. Protein jaringan juga memiliki efek buffer
pada asam, yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar asam.
Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi
penghancuran kolagen kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada
trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Sementara
trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana
merupakan suatu sawar perlindungan agar asam tidak penetrasi lebih dalam.
Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda dapat menyebabkan kerusakan
yang berat karena mereka dapat penetrasi secara cepat, dan dilaporkan bahwa
bahan akustik sodadapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam
waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema kornea
karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel,
sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk kedalam kornea.
Selain itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi berkurang
sehingga menyebabkan tidak terjadinya reepitelisai kornea dan pada
akhirnyadapat timbul sikatrik pada kornea.
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi
unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering
pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan gangguan
pemanfaatan oleh tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun,
misalnya;kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
 Kelainan dari membrane basal misalnya trauma
 Pajanan
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak
cukup dibasahi dan dilindung oleh palpebral
 Neurotropic
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada
keadaan ini kornea atau mata menjadi anestesik dan reflex mengedip hilang.
Benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada itu
kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi
pengelupasan epitel dan stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea. (6,7,8)

C. Sistem imun (Reaksi Hipersensitivitas)


 SLE
SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi okular
disegmen anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca, episkleritis,
ulkuskornea, uveitis, dan vasculitis retina.
 Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan
permukaan okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi progresif
indolen dari kornea perifer atau pericentral dengan peradangan minimal yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan perforasi kornea.

4. Klasifikasi Ulkus Kornea


berdaarkan lokasi, dikenal 2 bentuk ulkus kornea yaitu: (8)
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
4.1 Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea(serpiginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Ulkus stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema
stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion
ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

gambar 5 ulkus kornea bakterialis

Ulkus pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyebaran kedalam
dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.
Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.

gambar 6 ulkus kornea pseudomonas


Ulkus pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus
akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan didaerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu
di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan
beratnya ulkus yang terlihat. Diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis

gambar 7 ulkus kornea bakterialis dengan hipopion

b. Ulkus kornea fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberap aminggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi
jamur ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna
keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan
terlihat penyebaran seperti bulupada bagian epitel yang baik. Terlihat
suatu daerah tempat asal penyebaran dibagian sentral sehingga terdapat
satelit-satelit disekitarnya. Tukak kadang-kadangdalam, seperti tukak
yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong
dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat
rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar dengan hipopion

gambar 8 ulkus kornea fungi


c. Ulkus kornea virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster :
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala
ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit
herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor
dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit
keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex :


Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat
terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang
infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikuler. Bentuk
dendrit herpes simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresin
dengan benjolan diujungnya.

(a) (b)
gambar 9 (a) ulkus kornea dendritic, (b) ulkus kornea herpetik

d. Ulkus kornea acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma dan infiltrate perineural.

gambar 10 ulkus kornea acanthamoeba

4.2 Ulkus kornea perifer


a. Ulkus marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simple
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada
infeksi stafilococcus, toksik atau alergi dan gangguan sistemik pada
influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang
berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada
penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

gambar 11 ulkus marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral. Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
gambar 12. Mooren’s ulcer (a. gambaran awal ulkus Mooren; B. gambaran lanjut
ulkus mooren; C. Ulkus mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)

c. Ring ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya
menahun

gambar 13 ring ulcer


5. Dasar Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium.(7,8)
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simpleks yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topical oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi
akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala objektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostic seperti:
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Pemeriksaan slit lamp
d. Keratometri (pengukuran kornea)
e. Respon reflex pupil
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan garam, giemsa, atau
KOH)
h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
(a) (b)

(c) (d)

(e)
gambar 14 pewarnaan gram ulkus kornea (a) fungi (b) herpes simplex (c)
herpes zoster (d) bakteri (e) akantamoeba

6. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetesmata
yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi
reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi
obat dan perlunya obat sistemik. (6,7,8)
1. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
- Jika menggunakan lensa kontak, secepatnya untuk
melepaskannya
- Jangan memegang atau menggosok mata meradang
- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan
- Pemberian analgetik bila nyeri
2. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang
dengan keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan
umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara
yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.

2. Pengobatan Lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan
diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus
diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga,
tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi
pada mata harus diberikan :
- Sulfas atropine sebagai salep atau larutan
Kebanyakan digunakan karena bekerja lama 1-2 minggu
Efek kerja :
1. sedative, menghilangkan rasa sakit
2. dekongestif, menurunkan tanda radang
3. menyebabkan paralisis M. siliaris dan M. konstriktor pupil, dengan
lumphnya M. siliaris mata tidak memiliki daya akomodasi sehingga
mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehingga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
- Skopolamin sebagai midriatika
- Analgetik
Untuk menghilangkan rasa sakit dapat diberikan tetes pantokain tetapi
tidak boleh terlalu sering
- Antibiotic
Pemberian antibiotic sesuai dengan kuman penyebab, atau dapat
diberikan spectrum luas sebagai salep, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
menimbulkan erosi kornea kembali.
- Anti jamur
1. jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebab:
topical amphotericin B 1,2,5 mg/ml, thiomerosal 10mg/ml, natamycin
>10mg/ml, gol. Imidazole.
2. Jamur berfilamen :
topical amphotericin B, thiomerosal, natamicin, imidazole
3. Ragi :
amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces bukan jamur sejati :
golongan sulfa
- Anti viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik
spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferoninducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembang biakan kuman penyebabnya. Perban memang
diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari pajanan ulkus dapat dilakukan:
1. Kauterisasi
a. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murnitrikloralasetat
b. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter
atautermophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya
yangmengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarnakeputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang
lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka
cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva
dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan
memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat
penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali. Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan
jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris
dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
- Iridektomi dari iris yang prolapse
- Iris reposisi
- Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
- Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
a. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

7. komplikasi
komplikasi yang sering timbul berupa:
- Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
- Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panophtalmitis
- Prolaps iris
- Sikatrik kornea
- Katarak
- Glaucoma sekunder
DAFTAR PUSTAKA
1. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP,
editors.Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2007;
126-138
2. lyas S. Trauma Kimia. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai
PenerbitFKUI, Jakarta, 2010. 271-273
3. . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Available at:
http://depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/2084-
kemenkes-canangkan-hari-pemberantasan-gangguan-penglihatan-dan-kebutaan-
di-indonesia.html. Accessed on: July 8, 2018
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Available at:
http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/845-gangguan-penglihatan-
masih-menjadi-masalah-kesehatan.html. Accessed on: July 8, 2018
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Available at:
http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1112-menkes-meresmikan-
program-orbis-flying-eye-hospital-.html. Accessed on July 8, 2018
6. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3,
BalaiPenerbit FKUI, Jakarta, 2010. 159-167
7. Wong YT, Corneal Ulcers. Dalam : The Opthalmology Examination
Review.Singapore: World Scientific Printers, 2001. 114-117
8. Kanski JJ. Disorder of Cornea and Sclera. In: Clinical Opthalmology
ASystematic Approach. Edisi 6: 2007 page.100-149

Anda mungkin juga menyukai