Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DI RUAMG NAKULA 1 RSUD


KOTA SEMARANG

Disusun oleh :

ISMIYATI
NIM. G3A 017 236

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CRURIS
DI RUANG NAKULA 1 RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price & Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang yang ditandai oleh raqsa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan
fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur adalah teputusnya jaringan
tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Kesimpulan :
Fraktur adalah truma tulang pada lebih dari dua fraktur yang disebabkan oleh ruda
paksa, missal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, dan lain-lain. Fraktur cruris adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang
tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikena stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart)

B. ETIOLOGI
1. Trauma
a. Langsung (kecelakaan lalulintas)
b. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga
terjadi fraktur tulang belakang)
2. Patologis : Metastase dari tulang
3. Degenerasi
4. Spontan Terjadi tarikan otot yang sangat kuat
C. PATOFISIOLOGI
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma
yangmengenai tulang, arah, dan kekuatan), intrinsik ( meliputi kapasitas tulang
mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang-tulang
yang menyebabkab terjadinya patah pada tulang bermacam-macam, antara lain
trauma langsung dan tidak langsung, akibat keadaan patologi serta secara spontan.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur
pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar,
membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis yang terjadi
di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,
kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang
terjadi terus menerus misalnya orang yang bertugas kemiliteran.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchimosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum:
1. Penatalaksanaan Awal
 Pertolongan pertama ( emergency )
 Resusitasi
 Penilaian klinis
2. Enam prinsip umum pengobatan fraktur
a) Jangan membuat keadaan lebih jelek komplikasi pengobatan
latrogenik mal praktek
b) Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
c) Seleksi pengobatan
 Menghilangkan nyeri
 Memperoleh posisi fragmen yang baik
 Mengusahakan penyambungan tulang
 Pengembalian fumgsi yang obtimal
d) Mengingat proses penyembuhan secara alami
e) Bersifat realistic dan praktek dalam memilih jenis pengobatan
f) Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individu
3. AR sebelum melakukan pengobatan definitive.
a) Recognition ; diagnosis dan penilaian fraktur
 Lokasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Tahnik sesuai fraktur
 Komplikasi yang mungkin terjadi
b) Reduction ; perlu bila restorasi frakturuntuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima.
c) Retention ; mobilisasi fraktur.
d) Rehabilitasi
Prinsip penatalaksanaan dengan konservatif & operatif:
1. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan
terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya
infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan
adalah dengan gips dan traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
 Immobilisasi dan penyangga fraktur
 Istirahatkan dan stabilisasi
 Koreksi deformitas
 Mengurangi aktifitas
 Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah
:
 Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
 Gips patah tidak bisa digunakan
 Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
 Jangan merusak / menekan gips
 Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
 Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

b. Traksi (mengangkat / menarik)


Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali
pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
 Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency
 Traksi mekanik, ada 2 macam :
 Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
 Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
 Mengurangi nyeri akibat spasme otot
 Memperbaiki & mencegah deformitas
 Immobilisasi
 Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
 Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
 Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
 Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
 Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
 Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
 Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
 Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna
dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang
mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat
yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang
telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-
fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen,
sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
 Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
 Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada
didekatnya
 Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
 Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
 Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-
kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan
fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan
dijalankan

F. PENGKAJIAN FOKUS
Pada pengkajian focus yang perlu dperhatikan pada pasien fraktur merujuk pada
teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronilogis terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang,
pertolongan apa yang didapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainnya. Adanya trauma
angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama
fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tukang cruris adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetic.
4. Pola kesehatan fungsional:
a. Aktivitas atau istirahat
Keterbatasan atau kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara skunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas)
atau hipotensi kehilangan darah)
2) Takikardi (respon stress, hipovolemi)
3) Penurunan atau tidaknada nadi pada jaringan distal yang cedera,
pengisisan kapiler lambar, pusat pada bagian yang terkena.
4) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot
2) Kebas atau kesemutan (patrestesia)
3) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi.
d. Agitasi (mungkin badan nyeri atau ansietas aatautrauma lain)
e. Nyeri atau kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jarungan atau kerusakan tulang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan syaraf.
2) Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi)
f. Keamanan
1) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendaraham, perubahan warna
2) Pembengkakan local ( dapat meningkatsecara tiba-tiba atau bertahap)
g. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilanagn peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
h. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien yang fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitasnya secara normal dan pandangan terhadap
dirinya yang salah.
i. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan . selain
itu juga timbul nyeri akibat fraktur
j. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan
gerak yang dialami klien.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurur Doenges (2002) ada beberapa pemeeriksaan enunjang pada pasien
fraktur, anyara lain:
1) Pemeriksaan rontgen: untuk menentukan likasi, luas dan jenis fraktur
2) Scan tulang, tomogram, CT-Scan atau MRI: memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasibkerusakan jaringan lunak
3) Pemeriksaan darh lengkap: hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal
setelah trauma.
4) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban keratin untuk klirens ginjal
5) Profil koagulasi: perubahan dapatterjadinpada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera hati.
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan menurut Doenges (2002) :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,
ansietas
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka / ulserasi, kelemahan, penrunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringannekrotik
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas, penurunan
kekuatan/tahanan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respn inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka /kerusakan kulit,insisi
pembedahan.
I. PATHWAYS KEPERAWATAN

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar


Kerusakan fragmen tulang
Pergeseran fragmen tulang Spasme otot
Tekanan sum-sum tulang
lebih tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tekanan
kapiler Melepaskan katekolamin
Gangguan fungsi ekstremitas
Pelepasan histamin Metabolism asam lemak
Hambatan mobilitas fisik
Protein plasma hilang
Bergabung dengan
Laserasi kulit trombosit
Edema

Penekanan pembuluh darah emboli

Kerusakan integritas kulit Menyumbat pembuluh


Putus vena/ arteri Resiko infeksi darah

Perdarahan Kehilangan volume cairan Ketidakefektifan perfusi


jaringan perifer
katekolamin
Resiko syok hipovolemik
Pembedahan

Ansietas Deficit pengetahuan Pre operasi

Deficit volume cairan Perdarahan Intra operasi

Nutrisi kurang
dari kebutuhan Mual,muntah Efek anastesi
Post operasi
Resti infeksi Inflamasi bakteri Luka insisi
J. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Fokus intervensi keperawatan menurut Doenges (2002) dan Carpenito (2007)
antara lain:
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan rfragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immbilisasi, stress,
ansietas
a. Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keperawatan klien mampu beradaptasi
dengan nyeri yang dialami.
b. Criteria hasil: nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c. Intrevensi:
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala
nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
Rasional: memberikan penjelasan akanmenambah pengetahuan klien
tentang nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital
Rasional: untuk menegtahui perkembangan klien
5) Melakukan kolaborasi dengantim medis dalam pemberian analgetik
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimanaanalgetik
berfungsi memblok stimulasi nyeri
2. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolic, kerusakan sirkulasi dari enurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik
a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit
dapat teratasi, penyembkan luka sesuai waktu.
b. Kriteriaa hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal.
c. Intervensi:
1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembanagn luka
Rasional: mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan intervensi
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe caiaran luka.
Rasional:mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat didientifikasi adanya
proses peradangan
4) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, plester.
Rasional: teknik aseptic membantu mempercepat penyembuhan luka
dan mencegah terjadinya infeksi
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement
Rasional:agar benda asing aatau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainnya
6) Setelah debridement, ganti balutansesuai kebutuhan
Rasional: balutan dapat dihganti satu aatu dua hari sehari
7) Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional: antibiotic berguna untuk mematikan mikroorganisme
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, kerusakan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktvitas dan penurunan kekuatan
a. Tujuan: pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
b. Criteria hasil: klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik:
0 = Mandiri penuh
1 = Membutuhkan alat bantu
2 = Membutuhkan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan dan
pengajaran
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas
c. Intervensi:
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi
2) Tentukan tingkat motifasi pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas
apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkanperencanaan
dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
a. Tujuan: infeksi tidak terjadi/terkontrol
b. Criteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi
c. Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganismepatogen
3) Lakukan perawatan terhadap presedur inpasif seperti infuse, kateter,
drainase luka, dll
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial
4) Jika ditemukan tanda-tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan
darah seperti Hb dan leukosit
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses infeksi
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic
Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme
pathogen.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa :
Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa : I Made
Kanosa, Edisi III. EGC Jakarta.
Hinchliff, Sue. (2007). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. EGC : Jakarta
Sudart dan Burnner, (2006). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3. EGC :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Mand Map CA Mamae
    Mand Map CA Mamae
    Dokumen2 halaman
    Mand Map CA Mamae
    Arsyad arif wijaya
    Belum ada peringkat
  • Mind Map Fix
    Mind Map Fix
    Dokumen1 halaman
    Mind Map Fix
    Arsyad arif wijaya
    Belum ada peringkat
  • Pathway CA Thyroid
    Pathway CA Thyroid
    Dokumen1 halaman
    Pathway CA Thyroid
    Arsyad arif wijaya
    0% (1)
  • LP Ca Recti
    LP Ca Recti
    Dokumen19 halaman
    LP Ca Recti
    Arsyad arif wijaya
    Belum ada peringkat
  • Mind Map Ca Ovari
    Mind Map Ca Ovari
    Dokumen2 halaman
    Mind Map Ca Ovari
    Arsyad arif wijaya
    0% (1)
  • Ebn 3B
    Ebn 3B
    Dokumen40 halaman
    Ebn 3B
    Arsyad arif wijaya
    Belum ada peringkat
  • Askep 2
    Askep 2
    Dokumen29 halaman
    Askep 2
    Arsyad arif wijaya
    Belum ada peringkat
  • LP Servisitis
    LP Servisitis
    Dokumen7 halaman
    LP Servisitis
    Arsyad arif wijaya
    Belum ada peringkat
  • Woc Aml
    Woc Aml
    Dokumen2 halaman
    Woc Aml
    Arsyad arif wijaya
    100% (1)
  • Mand Map CA Mamae
    Mand Map CA Mamae
    Dokumen2 halaman
    Mand Map CA Mamae
    Arsyad arif wijaya
    Belum ada peringkat
  • Askep CHF Di IGD
    Askep CHF Di IGD
    Dokumen14 halaman
    Askep CHF Di IGD
    Arsyad arif wijaya
    100% (1)