Anda di halaman 1dari 17

EPISTEMOLOGI, LOGIKA DAN BAHASA

(Sebuah Analisis Tentang Logika Bahasa)

Zaimul Am
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pada Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Tangerang)

Abstrak:
Ada keberkaitan erat antara kajian mengenai pengetahuan dan kajian mengenai bahasa
sebagai media untuk mengungkapkan apa yang diketahui. Para filsuf umumnya tertarik untuk
membahas hubungan antara pikiran, kata dan realitas. Sebagian dari mereka telah tiba pada
sebuah kesimpulan bahwa ternyata kata-kata berada di persimpangan jalan: apakah ia ingin
mencerminkan apa yang ada di dalam pikiran ataukah ia ingin mencerminkan apa yang ada di
dalam realitas. Kemudian bagaimana cara membedakan antara kalimat (proposisi) yang benar
dari kalimat yang keliru. Analisis gramatikal berhenti hanya sebatas hubungan antara kalimat
dengan kaidah-kaidah gramatikal sebagai uji kebenaran suatu proposisi. Tetapi bagaimana
menguji kebenaran isi (properti, esensi, substansi) suatu proposisi? Banyak teori filosofis yang
dikemukakan namun tetap saja bahwa seperti hal pikiran merupakan suatu misteri, kata-kata
dan kalimat juga membentuk misterinya sendiri.

Kata Kunci: Epistemologi, Logika, Bahasa

A. Pendahuluan dan proposisi yang sederhana harus


Kata logika bahasa sering diartikan diungkapkan sebagai gambar realitas.1
sebagai cara untuk membedakan antara Bertrand Russel mengakui adanya
kebermaknaan dan omong kosong di dalam berbagai problem dalam bahasa. Pertama,
bahasa. Wittgenstein, misalnya, menyatakan ada problem mengenai apa yang sebenarnya
bahwa logika bahasa menjadi sebuah cara ada di dalam pikiran kita ketika kita
untuk membuat sebuah pembedaan objektif menggunakan bahasa dengan niat memaknai
dalam konteks filsafat dengan memperluas sesuatu dengannya. Persoalan ini berkaitan
konsep tatabahasa (grammar) agar meliputi dengan psikologi. Kedua, ada problem yang
setiap deskripsi mengenai penggunaan berkaitan dengan apa hubungan yang ada di
bahasa. Dengan cara ini, Wittgenstein antara pikiran, kata atau kalimat dengan
menyejajarkan logika dengan bahasa sebab kepada apa ia merujuk atau dapat diartikan.
logika menjelaskan kaidah-kaidah tentang Problem ini menjadi bagian dari
kebermaknaan dan omong kosong (atau arti epistemologi. Ketiga, ada problem dalam
bahasa) dan bukan hanya bentuknya saja. penggunaan kalimat, misalnya untuk
Dia yakin bahwa tanpa disadari, bahasa menyampaikan kebenaran dan bukan
menyamarkan struktur pemikiran. Adalah kesalahan. Persoalan ini menjadi bagian dari
tugas filsafat, katanya, untuk ilmu khusus yang membahas tentang
mengungkapkan bentuk asli pemikiran yang kalimat. Keempat, ada pertanyaan:
berada di balik tirai bahasa biasa. Proposisi- 1
proposisi yang rumit harus direduksi Ian Proops, Logic and Language in
Wittgenstein’s Tractatus, (New York: Garland
menjadi proposisi-proposisi yang sederhana Publishing, 2000), 61
hubungan apa yang harus dimiliki oleh pertama adalah memahami bahwa
sebuah fakta (misalnya sebuah kalimat) mengetahui (to know) memiliki arti
dengan fakta lainnya agar ia mampu proposisional dan sekaligus pula prosedural:
menjadi sebuah simbol bagi yang lain? ada persoalan intelektual tentang
Inilah sebuah pertanyaan logika. 2 mengetahui bahwa sesuatu dan lainnya
adalah kasus (that-knowledge) dan persoalan
Dalam hal ini, peneliti bermaksud
praktis tentang bagaimana melakukan suatu
melaksanakan sebuah kajian investigatif perbuatan demi mencapai suatu tujuan
tentang epistemologi dan bahasa di satu (how-to-knoowledge). Perbedaan ini sangat
pihak, dan hubungan antara keduanya yang penting sebab hanya yang pertama, yakni
membentuk logika bahasa, di pihak lain. bentuk pengetahuan intelektual dan
Kata filsafat bahasa juga acap digunakan proposisional, yang secara umum telah
untuk menunjukkan hubungan antara menjadi fokus perhatian dalam epistemologi
epistemologi dan bahasa. Dengan kata lain, tradisional, dan bukan yang kedua, yakni
apakah pikiran menjadi prinsip penataan bentuk pengetahuan praktikal. 4
bagi bahasa ataukah sebaliknya, bahasa Filsafat bahasa mengkaji bahasa
berpengaruh terhadap hukum-hukum di alamiah, misalnya bahasa Inggris dan
dalam pikiran. Immanuel Kant pernah bahasa rekaan, misalnya logika dan
menarik garis paralel antara pikiran dan matematika. Kata bahasa dapat mengandung
bahasa dengan membuat sebuah analogi arti penggunaannya secara pribadi di dalam
antara logika dan tata bahasa. Kant pikiran maupun penggunaannya secara
bahwa publik untuk mengkomunikasikan pikiran.
Fakta sentral bahasa adalah sifatnya yang
representasional. Dalam filsafat bahasa
seperti tata
dikaji pula hubungan antara arti dan
(grammar) berhubungan dengan
sebuah
bahasa. 3 kebenaran. Agar S menjadi bermakna, ia
Epistemologi sering didefinisikan harus mampu mencerminkan dunia
sebagai kajian mengenai dasar-dasar, sebagaimana adanya dengan berbagai cara
hakikat, sumber-sumber pengetahuan dan sebab itulah cara S mencerminkan dunia.
batas-batas pemahaman manusia. Karena adanya syarat-syarat kebenaran S,
Epistemologi juga membahas persoalan- maka S menjadi bermakna jika ia memenuhi
persoalan seperti bagaimana pengetahuan syarat-syarat kebenaran itu. Dengan
diperoleh dan bagaimana pengetahuan itu demikian, pengkajian sistematik terhadap
diuji dan dianggap benar. Ada analisis yang makna membutuhkan sebuah kerangka bagi
menyatakan bahwa pembahasan yang penentuan syarat-syarat kebenaran kalimat
bermanfaat mengenai sebaiknya dimulai
berdasarkan struktur sintaksisnya, dan isi
dengan memahami beberapa fakta dasar 5
bahasa yang berkaitan dengan bagaimana representasional bagian-bagiannya.
kata kerja mengetahui (to know) dan bagian- Tetapi ada beberapa persoalan
bagiannya berfungsi di dalam rentang lazim mengenai hal ini. Pertama, apa yang
dari pembahasan yang relevan. Langkah sesungguhnya harus direpresentasikan oleh

2 4
Bertrand Russel, “Introduction” in Ludwig Nicholas Rescher, Epistemology, An
Wittgenstein, Tractatus Logico-Philosophicus, (New Introduction to the Philosophy of Knowledge, (New
York: Routledge, 1974), x York: State University of New York Press, 2003),
3
Michael N. Forster, Kant’s Philosophy of xiii-xiv
5
Language, (Jerman: tijdschrift voor filosofie, 2009), Scott Soams, Philosophy of Language,
488 (Princeton: Princeton University Press, 2010), 1
bahasa: pikiran atau dunia di luar diri metode yang memberikan kebebasan luas
seseorang (fakta-fakta)? Kedua, pikiran bagi peneliti dalam menafsirkan teks selain
berisi hal-hal yang abstrak dan bersifat karena metode ini cocok dengan
universal sedangkan realitas bersifat keseluruhan pendekatan kajian yang
kongkret dan partikular. Dalam konteks ini, memang bersifat analitik.
apakah bahasa dapat menjadi titik temu bagi Adapun pendekatan yang digunakan
kedua ranah yang sangat berbeda itu? dalam penelitian ini adalah pendekatan
Ketiga, adalah sebuah pertanyaan yang filosofis. Hal ini karena pembahasan
sangat serius: bagaimana kita menguji mengenai epistemologi, bahasa dan logika
kebenaran pengetahuan? Jika pikiran kita bahasa membutuhkan pendekatan radikal
tak dapat menangkap realitas dengan utuh untuk memahami hakikat konseptual
dan demikian pula pancaindera, makna masing-masingnya dan cara ketiga aspek
kebenaran sebagai apa yang sesuai dengan dalam kehidupan manusia itu saling
realitas menjadi tak berfaedah. berhubungan satu sama lain.
Penelitian ini berupaya mengurai
seluk beluk hubungan tripartit antara C. Pikiran dan Karakteristika Objek
pikiran, bahasa dan realitas. Pengetahuan Pikiran
mengenai karakteristika pikiran diharapkan Pertanyaan mendasar yang berkaitan
dapat membantu mengungkap duduk dengan pikiran dan karakteristika objek
persoalan yang jelas mengenai misteri pikiran dapat berupa “Apa sebenarnya objek
penggunaan kata ketika ia diletakkan baik pikiran itu?” Proposisi “Aku sedang berpikir
sebagai cermin pikiran maupun sebagai tentang unicorn”6 jelas menunjukkan adanya
sebuah gambar realitas (as a picture of objek tertentu yang sedang dipikirkan. Teori
reality) sebagaimana digagas oleh tentang objek-objek yang ada (subsistent
Wittgenstein. objects) memberikan sebuah jawaban
alternatif dan tampaknya didasarkan atas
B. Metodologi Penelitian pertimbangan bahwa kita tengah berpikir
Penelitian ini merupakan studi naskah mengenai sesuatu saat kita berpikir
(content analysis) sepanjang menyangkut mengenai unicorn. Tetapi G.E. Moore
kajian atas pemikiran para filsuf yang menolak gagasan ini. Menurutnya, teori
mengkaji epistemologi, bahasa dan logika subsistent objects telah gagal dalam
bahasa baik yang berasal dari sumber primer membedakan antara bentuk logika dan
maupun sumber sekunder. Peneliti juga gramatika dari pernyataan semacam “Aku
menggunakan metode deskriptif-analitik tengah berpikir tentang unicorn” dan “Aku
karena penelitian ini merupakan paparan tengah berburu singa.” Propisisi yang
analitik dan kritis atas berbagai pemikiran pertama berisi objek pemikiran yang tidak
para filsuf mengenai epistemologi, bahasa ada di dalam realitas (unicorn) sedangkan
dan logika bahasa. prosisi yang kedua berisi “sesuatu” (singa)
Dalam penelitian ini juga digunakan yang ada di dalam realitas.7
metode komparatif terutama dengan tujuan
untuk menarik persamaan maupun 6
Unicorn adalah wujud rekaan imajinasi atau
perbedaan antara pemikiran para filsuf itu. dapat pula dianggap sebagai sebuah fiksi. Ia lazim
Sedangkan metode penelitian teks yang diilustrasikan dengan gambar rusa bertanduk satu.
7
A.I. Melden, “Thought and It‟s Objects” in
digunakan adalah metode interpretatif yakni Roland Houde and Joseph P. Mullally, Philosophy of
Dalam konteks epistemologis, akal karena itu, pembenaran terhadap sebuah
dipandang sebagai daya pikiran yang proposisi kongkret harus bersifat
dengannya kelemahan pancaindera teratasi. kondisional dan jauh dari kepastian.
Dengan pikiran, pengetahuan mengenai Pembenaran mutlak tak memiliki fungsi
segala sesuatu yang ada di luar diri kita, yang sah kecuali sebatas tindakan
misalnya pengetahuan tentang wujud, fakta- “meratifikasi” intuisi atau demonstrasi. 9
fakta dan berbagai kejadian, diperoleh Para filsuf Muslim juga banyak
dengan cara “melampaui” rentang membahas tentang fungsi akal (pikiran) dan
pancaindera. Pikiran memastikan bagi kita berbagai bentuk pengetahuan yang
bukan hanya hal-hal yang bersifat alamiah, bersumber darinya. Al-Kindi menyebutkan
bersifat imaterial, saat ini, kemarin atau bahwa akal (pikiran) berkinerja ketika
nanti; tetapi meski pikiran berdaya terbatas, genera dan spesies disatukan oleh jiwa,
namun ia bersifat tak terbatas dalam maka keduanya menjadi objek pikiran
jangkauannya. Ia dapat mencapai ujung (intelligibles). Jiwa benar-benar menjadi
alam semesta bahkan hingga Singgasana rasional setelah penyatuannya dengan
Tuhan. Pikiran memberi kita pengetahuan, spesies. Setelah penyatuan ini, secara
apakah real atau tidak pasti, tetap saja potensial, jiwa menjadi rasional. Tetapi,
pengetahuan, di tingkat apapun dari segi segala sesuatu yang berada di dalam
kesempurnaan dan dari sisi manapun. potensialitas tidak tiba ke dalam aktualitas
Newman mengidentifikasi dua fungsi akal kecuali oleh sesuatu yang memang
ketika kita berpikir, yakni penarikan berfungsi untuk membawanya dari
kesimpulan (inferensi) dari berbagai premis, potensialitas menuju aktrualitas. Adalah
dan membenarkan terhadap sebuah genera dan spesies segala sesuatu, yakni hal-
kesimpulan. Perlu diingat bahwa keduanya hal yang bersifat universal, yang membawa
sangat berbeda satu sama lain. Kita sering jiwa yang secara potensial bersifat rasional
membenarkan sebuah proposisi ketika kita agar secara aktual menjadi rasional.10
lupa mengenai alasan bagi pembenaran itu; Menurut al-Farabi, logika merupakan ilmu
sebaliknya, pembenaran juga mungkin saja yang memberikan kaidah-kaidah yang dapat
diberikan tanpa alasan atau didasarkan atas mengkoreksi pikiran dan mengarahkan
alasan yang keliru. Alasan bisa saja manusia ke jalan kebenaran yang jauh dari
merupakan alasan yang lebih baik atau lebih kesesatan. Al-Farabi memandang logika
buruk, tetapi pembenaran bisa saja ada atau memiliki kedudukan yang sama terhadap
tidak. Benar bahwa argumen-argumen objek-objek pikiran (intelligible) seperti
mungkin saja sangat menarik sehingga halnya tatabahasa (grammar) terhadap kata-
pembenaran langsung mengikuti kata dan prosodi (ilmu syair) terhadap bait-
8
kesimpulan. bait dalam syair. Dia menekankan aspek-
Locke berpendapat bahwa tak ada aspek praktikal dan terapan logika yang
kebenaran yang dapat didemonstrasikan di menunjukkan bahwa objek-objek pikiran
dalam hal-hal yang bersifat kongkret dan harus diuji oleh kaidah-kaidahnya seperti

9
Knowledge, (New York: J. B. Lippincott Co., 1960), Anthony Kenny, A New History of Western
115 Philosophy, 147
8 10
Anthony Kenny, A New History of Western Ahmad Fouad El-Ehwawny, Al-Kindi,
Philosophy, (Oxford: Oxford University Press, dalam MM. Sharif, History of Muslim Philosophy,
2004), 147 (Wiesbaden: Otto Harrasaoit, 1963), 433
halnya dimensi, isi dan bobot oleh ukuran- kepada pikiran, akal kemudian diubah dari
ukurannya. Tetapi al-Farabi selalu sebuah akal dalam potensi menjadi akal
memperhatikan perbedaan antara tatabahasa dalam aktifitas (intellect in action).12
dan logika. Yang pertama hanya berkaitan Karena itu, akal aktual, atau kadang
dengan kata-kata sedangkan yang kedua disebut sebagai akal habitual, merupakan
membahas arti atau makna yang dikaitkan salah satu jenjang pikiran dalam
dengan kata-kata selagi arti atau makna itu memperoleh sejumlah objek pikiran. Meski
memang ada hubungannya dengan kata- pikiran tak mampu memahami semua
kata. Selain itu, tatabahasa mengkaji kaidah- objeknya, namun akal aktual lah yang
kaidah bahasa yang berbeda-beda di antara berhubungan dengan apa yang
masyarakat dan ras yang berbeda-beda pula. dipersepsikannya dan akal potensial
Sedangkan logika membahas pikiran berhubungan dengan apa yang belum
manusia yang selalu sama dimana-mana. 11 dipersepsikannya. Objek-objek pikiran itu
Al-Farabi membagi akal ke dalam dua sendiri berada secara potensial di dalam
bagian. Pertama, akal praktis (al-‘aql bi al- objek-objek penginderaan. Manakala objek
fi‘l) yang menarik kesimpulan mengenai apa pikiran ditanggalkan dari objek
yang harus dilakukan dan akal teoretis yang penginderaan, ia menjadi objek pikiran
membantu jiwa mencapai kesempur- secara aktual. Kemudian ketika seseorang
naannya. Akal material dibagi ke dalam tiga telah mencapai tingkatan akal aktual ini, dia
bagian, yakni akal material, akal habitual dapat mengenal dirinya sendiri. Jenis
dan akal mustafad (acquired intellect). pemahaman ini tak ada kaitannya dengan
Akal material, atau seperti yang dunia yang ada di luar dirinya. sebab ia
kadang disebut al-Farabi sebagai akal merupakan sebuah pemahaman mental yang
potensial, adalah jiwa atau merupakan abstrak. 13
bagian dari jiwa yang memiliki daya Perbedaan antara konsepsi rasional
mengabstraksikan dan memahami sifat dan persepsi inderawi ini adalah bahwa yang
material segala sesuatu. Ia nyaris dapat pertama merupakan sebuah bentuk intuisi
disamakan dengan sesuatu yang bersifat atau dengan kata lain, ia merupakan jenis
material yang padanya bentuk segala pemahaman langsung (immediate
sesuatu dipasangkan, persis seperti lilin apprehension). Ini merupakan tingkatan
yang menjadi satu dengan tulisan yang tertinggi dari pemahaman manusia dan
diguratkan padanya. Tulisan itu bukanlah hanya bisa diraih oleh seseorang yang
selain indera dan objek pikiran. Dengan mencapai tingkatan akal mustafad dimana
demikian, objek pikiran berada secara yang tersembunyi menjadi terungkap dan
potensial di dalam segala objek pancaindera dia tiba pada hubungan langsung dengan
(sensibles), dan ketika ia diabstraksikan dari alam para malaikat. 14
pancaindera, iapun secara aktual berada di Dengan demikian, akal mampu secara
dalam pikiran. Hal itu menjelaskan persepsi perlahan naik dari akal potensial menjadi
dan abstraksi, kinerja penting pikiran yang akal aktual dan akhirnya menjadi akal
mengubah semua objek pikiran dari mustafad. Kedua tingkatan yang saling
potensialitas menjadi aktualitas. Ketika
berbagai objek pikiran ini disampaikan 12
Al-Farabi, al-Tsamarât al-Mardhiyyah, 54
13
Al-Farabi, al-Tsamarât al-Mardhiyyah, 49
14
Al-Farabi, Arâ‟ Ahl al-Madînah al-Fâdhilah,
11
Al-Farabi, Ihshâ al-‘Ulûm, 53-62 52.
bertautan itu berbeda satu sama lain meski Kesulitan kedua muncul dari fakta bahwa,
yang lebih rendah selalu berfungsi sebagai meski secara umum Aristoteles berpendapat
anak tangga bagi yang lain. Meski akal bahwa definisi atau esensi sesuatu adalah
potensial berfungsi hanya sebagai penerima bentuknya, namun dia mengatakan di
bentuk-bentuk objek indera, namun akal beberapa bagian penting karyanya bahwa
aktual menjaga objek-objek pikiran dan materi juga terdapat di dalam esensi sesuatu,
memahami konsep-konsep. Akal mustafad sebab jika tidak demikian, tentu kita hanya
naik ke tingkatan kemanunggalan akan memiliki sebuah definisi parsial
(communion), ekstase dan inspirasi. darinya. Kemudian jika kita memandang
Konsepsi merupakan tingkatan yang materi maupun bentuk sebagai pembentuk
berbeda; pada mulanya ia merupakan objek definisi, tentu kita tak akan pernah tiba pada
pikiran yang secara potensial berada di sebuah eksistensi aktual dari sesuatu.
dalam materi; ketika objek pikiran pada Hal inilah yang menyebabkan Ibn Sina
tahapan ini diabstraksikan dari materi, maka berpendapat bahwa dari bentuk dan materi
ia menjadi objek pikiran secara aktual. Yang saja kita tak akan pernah memperoleh
tetap lebih tinggi kedudukannya adalah sebuah eksistensi yang kongkret kecuali
bentuk-bentuk abstrak yang tidak pernah hanya sebatas sifat-sifat esensial dan
berada di dalam materi. 15 aksidental saja. Ibn Sina telah secara
Dalam memahami secara akurat panjang lebar menganalisis hubungan antara
mengenai pikiran dan karakteristika objek bentuk dan materi. Dia menyimpulkan
pikiran, penting untuk dikemukakan dua bahwa materi maupun bentuk bergantung
unsur penting yang berkaitan erat dengan pada Tuhan dan bahwa wujud yang tersusun
objek pikiran, yakni materi dan bentuk. juga tak dapat disebabkan oleh bentuk dan
Menurut Aristoteles, bentuk sesuatu adalah materi saja, tetapi juga oleh “sesuatu yang
jumlah keseluruhan sifat esensial dan dapat lain.” Akhirnya Ibn Sina menyimpulkan
diuniversalkan (universalizable) yang bahwa segala sesuatu selain Tuhan yang zat
membentuk definisinya. Materi pada setiap dan wujud-Nya tunggal membutuhkan
sesuatu adalah materi yang memiliki potensi eksistensi dari yang lain. 16
untuk menerima sifat-sifat ini—bentuk— Upaya untuk menyingkap hubungan
dan yang dengannya bentuk-bentuk menjadi antara pikiran dan objeknya juga dilakukan
sebuah eksistensi individual. Tetapi ada dua oleh Hegel. Teori dialektika Hegel
macam kesulitan besar dalam konsepsi ini mencerminkan sebuah pemahaman
dari segi eksistensi aktual sesuatu. Kesulitan mengenai kebenaran-kebenaran funda-
pertama adalah bahwa bentuk bersifat mental, termasuk kebenaran psikologis,
universal dank arena itu tidak ada. Materi mengenai realitas dan cara ia dipersepsikan
juga, karena menjadi potensialitas murni, dan bagaimana jiwa diciptakan lalu
tidak ada sebab ia hanya diaktualisasikan mencapai aktualisasi utuhnya melalui
oleh bentuk. Lalu bagaimana kemudian interaksi kesadaran diri dan kesadaran
sesuatu dapat menjadi ada oleh sebuah mengenai sesuatu yang lain (consciousness
bentuk yang tak bereksistensi dan oleh of an-other). Sistem Hegel pada dasarnya
sebuah materi yang tak bereksistensi pula? berkaitan dengan jiwa sebagai produk

15 16
Al-Farabi, Arâ‟ Ahl al-Madînah al-Fâdhilah, Fazlur Rahman, Ibn Sina, dalam MM.
46 Sharif, History of Muslim Philosophy, 433
interaksi dialektik antara pikiran subjektif ide kekal menjadi prinsip-prinsip pengarah
dan alam objektif, antara logika dan alam dan memiliki berbagai pola inheren yang
semesta. Segalanya bermula dari logika, berhubungan dengan segala sesuatu yang
demikian Hegel, yang didefinisikan sebagai kita tangkap dengan pancaindera. Segala
hakikat gagasan (the Idea in itself) yang sesuatu di dalam alam (fenomena)
membahas pikiran manusia dan kehidupan berkembang dari satu tingkatan ke tingkatan
batin pikiran. Ia kemudian diiringi oleh lain di sepanjang waktu karena ingin meniru
Filsafat Alam yakni ilmu ilmu tentang atau bersesuaian dengan ide-ide yang kekal
gagasan di luar dirinya sendiri atau untuk itu.19
dirinya sendiri yang membahas alam fisik. 17 Aristoteles menolak pemisahan tajam
Wittgenstein memberikan gambaran antara kedua alam yang berbeda itu—yakni
yang lebih jelas mengenai pikiran dan objek alam ide dan alam objek-objek yang
pikiran. Dia menyatakan bahwa sebuah dipersepsikan oleh setiap orang. Dia lebih
pikiran dapat diungkapkan sedemikian rupa memilih paham empirisistik bahwa ide-ide
sehingga unsur-unsur tanda proposisional dipostulatkan oleh Plato itu sesungguhnya
berhubungan dengan objek-objek pikiran. membentuk esensi objek-objek dari persepsi
Yang dimaksud oleh Wittgenstein dengan pancaindera. Realitas Ideal Plato
objek pikiran adalah unsur-unsur fisik yang mengungkapkan dirinya di dalam alam
hubungannya satu sama lain membentuk fenomena—alam di sekeliling kita yang kita
pikiran. 18 ketahui melalui pengalaman indera. Bagi
Diskursus tentang pikiran dan Plato, alam indera memanifestasikan dirinya
karakteristika objek pikiran dapat dianggap dengan cara meniru alam ide. Sedangkan
sebagai kelanjutan dari perdebatan kuno bagi Aristoteles, alam ide Platonik
antara Plato dan Aristoteles mengenai memanifestasikan diri melalui alam
bentuk dan materi serta hubungan keduanya fenomena. Menurut Aristoteles, konsep
dengan alam ide maupun alam fisik. Para Plato tentang yang universal (the universals)
filsuf Yunani kuno pada umumnya selalu akan selalu terdapat di dalam hal-hal yang
berupaya untuk mengentaskan paradoks bersifat partikular (objek-objek
yang inheren pada kelanggengan dan pengalaman). Secara ontologis, konsep Plato
perubahan sebagai karakteristika realitas. tentang objek yang real (Ide-ide) diberi
Jika sebuah objek secara permanen real, istilah esensi oleh Aristoteles. Di saat yang
bagaimana ia dapat menjadi sesuatu yang lain, dia juga menyebutnya sebagai bentuk
berbeda? Jika hukum alam menetapkan (forms) atau esensi yang menjadi objek
realitas tertinggi itu abadi dan tak berubah, pikiran (intelligible essences). Menurut
bagaimana kita dapat menjelaskan fenomena Plato, esensi (Ide-ide) sungguh-sungguh
gerakan dan perubahan?. Plato berupaya independen dari segala sesuatu yang bersifat
mengatasi persoalan di atas dengan cara partikular. Bagi Aristoteles, esensi hanya
menggagas dualism yang di dalamnya ide- akan menjadi real jika ia diaktualisasikan,
yakni ketika ia memanifestasikan dirinya di
17
dalam alam fenomena lalu ia mengambil
Hester Solomon, “The Trancendent Function
and Hegel‟s Dialectical Vision”, in Journal of
Analytical Psychology, vol. 39, (London: Blackwell
19
Publishing Ltd., 1994), 78. William S. Sahakian, History of Philosophy,
18
Anthony Kenny, Philosophy in the Modern (New York: Barnes and Noble Books, tanpa tahun),
World, (Oxford: Clarendon Press, 2007), 208 66
bentuk yang dapat ditangkap oleh komponen dari apa yang ingin
20
pancaindera. dikomunikasikan oleh bahasa. Gagasan
Dari apa yang diuraikan di atas adalah yang mendasari hal ini adalah bahwa kata-
dapat dikemukakan bahwa akal adalah daya kata merupakan komponen dasar bahasa
jiwa yang memiliki kemampuan berpikir. sehingga arti dari kata-kata haruslah
Ada dua kategori besar objek pikiran, yakni: menjadi komponen dasar dari apa yang
Pertama, pikiran itu sendiri jika dilihat dari dimaksudkan oleh bahasa. Mungkin saja
segi norma dan hukum-hukumnya. Kedua, orang akan berpikir bahwa arti (apapun itu)
realitas yang sarat dengan perubahan yang dari kata-kata yang menjadi komponen
berada di dalam dunia materi (material bahasa adalah sama dengan arti (apapun itu)
world) atau alam fenomena (the world of dari kata-kata yang menjadi komponen
phenomena). kalimat. Kalimat dibentuk oleh kata-kata
dan bagaimanapun ia diucapkan atau ditulis,
D. Fungsi Bahasa: Sebuah Tinjauan ia tetap saja disusun di dalam kalimat.
Filosofis Tetapi mengapa kita harus berpikir bahwa
Seperti halnya terdapat misteri dalam kata-kata menjadi komponen dasar kalimat?
hubungan antara materi dan bentuk, Bagaimana halnya dengan hurup (jika
demikian pula terdapat misteri dalam kalimat ditulis) atau suara (jika kalimat
hubungan antara pikiran dan konsep di satu diucapkan)? Jawabannya adalah bahwa
pihak, dengan bahasa di pihak lain. kata-kata dianggap sebagai komponen dasar
Dalam konteks ini tentu patut dibahas kalimat selama ia berkaitan dengan arti. Arti
fungsi dasar bahasa (proposisi). kalimat secara sistematik bergantung pada
Sesungguhnya ada teori yang menyatakan arti kata-kata yang membentuknya. Tetapi
bahwa esensi proposisi adalah untuk makna kata-kata tidak secara sistematik
mewakili atau mencerminkan (to represent) bergantung pada makna bagian kata-kata.22
sesuatu. Proposisi mencerminkan dunia Dalam hubungan kata dengan arti ada
dengan cara apapun. Sekiranya proposisi- beberapa teori filosofis yang dapat
proposisi tidak mencerminkan dunia, dikemukakan. Salah satunya adalah teori
sulitlah untuk memandangnya sebagai referensial. Gagasan besar teori ini adalah
pengemban tertinggi nilai-nilai kebenaran. bahwa ungkapan-ungkapan lingustik
Proposisi juga dapat dipandang sebagai memiliki arti karena merepresentasikan atau
objek pikiran dalam pengertian modern.21 mencerminkan sesuatu. Arti suatu suatu
Dikatakan pula bahwa yang ingin ungkapan terletak pada apa yang
dikomunikasikan oleh bahasa adalah direpresentasikannya. Dalam teori ini kata-
pikiran. Jika dilakukan ekstraksi terhadap kata menjadi label. Kata-kata merupakan
bahasa tentu yang akan muncul adalah kata symbol yang mencerminkan, menyatakan,
sebagai komponen pembentuk kalimat. menamakan, mengartikan atau merujuk
Dengan istilah lain, kata-kata kepada entitas-entitas di dalam dunia: nama
memberikan pengertian mengenai Adolf Hitler mengandung arti (orang) Hitler,
kata benda “harimau” merujuk kepada
20 harimau, dan seterusnya. Kalimat “kucing
William S. Sahakian, History of Philosophy,
67
21 22
Michael Jubien, “Propositions and the Michael Morris, An Introduction to the
Objects of Thought” in Philosophical Studies 104 Philosophy of Language, (Cambridge: Cambridge
(Netherlands: Kluwer Academic Publisher, 2001), 47 University Press, tanpa tahun), 15

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


duduk di atas tikar” mencerminkan berkat kerja kerasnya. Tetapi “berkat”
duduknya kucing di atas tikar. Dengan bukanlah sesuatu atau salah satu jenis dari
demikian, kalimat mencerminkan sifat-sifat sesuatu. Selain kedudukannya sebagai kata
sesuatu yang disebutkannya dan seperti benda, kata-kata semacam itu tidak memiliki
itulah cara kalimat digunakan untuk arti yang diperoleh dengan cara
menyatakan sesuatu.23 merujukkannya kepada jenis objek
Teori referensial mengenai arti tertentu.24
linguistik akan menjelaskan arti semua Arti sebuah kata dapat juga berkaitan
ungkapan sesuai dengan keberkaitannya dengan tiga aspek penting dalam filsafat
secara konvensional dengan segala sesuatu bahasa, yakni hubungan arti dan maksud,
atau sifat-sifat tertentu di dalam dunia, dan hubungan arti dengan kebenaran dan
ia akan menjelaskan cara manusia hubungan arti dengan metafisika.
memahami sebuah kalimat bahwa seseorang Pada kajian bagian pertama, yakni
mengetahui apa yang disebutkan oleh kata- hubungan antara arti dan maksud, ada
kata sebagai komponen kalimat. Teori pembedaan terhadap arti kalimat dan
referensial terkesan cukup kuat. Tetapi ada maksud orang yang berbicara. Arti kalimat
beberapa keberatan terhadapnya. Pertama, berkaitan dengan arti langsung dan harfiah
tidak semua kata merujuk kepada objek dari sebuah jenis kalimat tertentu. Berikut
yang aktual. Misalnya, kata Pegasus yang adalah sebuah contoh tentang sebuah
tak memiliki arti apa-apa sebab tak ada pernyataan mengenai arti kalimat dari
realitas kuda bersayap yang dapat dirujuk “Jones adalah seorang administrator yang
sebagai arti dari kata-kata itu. Kedua, kata efisien.”
gemuk pada kalimat sederhana yang berisi 1) Jones adalah seorang administrator yang
subjek dan predikat, misalnya kalimat efisien mengandung arti bahwa Jones
“Sokrates gemuk.” Dapat dikatakan bahwa adalah seorang administrator yang
kata gemuk merujuk kepada sesuatu yang efisien.
bersifat abstrak. Misalnya, ia dan berbagai 2) Dalam skema Frege, kalimat “Jones
kata sifat lainnya mungkin saja dianggap adalah seorang administrator yang
merujuk kepada sifat-sifat (qualities) segala efisien”, akan menjadi kalimat yang
sesuatu. Kata gemuk mungkin saja benar jika, dan hanya jika, Jones memang
digunakan untuk menamai kegemukan di merupakan seorang administrator yang
dalam abstraksi, atau seperti yang efisien. 25
disebutkan oleh Plato, “gemuk hakiki yang Sepanjang berkaitan dengan hubungan
berada di Alam Ide.” Ketiga, ada kata-kata antara arti kalimat dan maksud si pembicara,
yang secara gramatikal dianggap sebagai ada sebuah pertanyaan, “Apakah kita
kata benda padahal bukan dan secara intuitif menjelaskan arti kalimat menurut maksud si
menamai beberapa sesuatu yang bukan pembicara, atau sebaliknya?” Dalam skema
merupakan sesuatu yang tidak ada atau sifat- Frege, pertanyaan-pertanyaan mengenai arti
sifat yang abstrak. Misalnya, kata “demi”, kalimat dibahas oleh semantika dan
“atas nama” dan “berkat.” Sering dikatakan pertanyaan-pertanyaan mengenai maksud
bahwa seseorang dapat mencapai sesuatu
24
William G. Lycan, Philosophy of Language,
6
23 25
William G. Lycan, Philosophy of Language, Alexander Miller, Philosophy of Language,
(New York: Routledge, 2001), 5 (New York: Routledge, 2007), 247

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


dibahas oleh pragmatika. Persoalan utama begitu jelas apakah kelima teori ini
yang harus dibahas oleh pragmatika adalah membahas persoalan yang sama ataukah
“mengingat sebuah tipe kalimat memiliki tidak, tetapi jelas bahwa kelima teori ini
sebuah arti kalimat tertentu, apa yang mengkaji kebenaran dan kesalahan sebagai
menentukan maksud si pembicara muatan atau isi dari apa yang dipikirkan
mengucapkan kalimat semacam itu?” Dalam atau dikatakan orang. Sebagian orang akan
skema Frege, penjelasan mengenai arti menjelaskan kebenaran berdasarkan kalimat,
kalimat—menurut syarat-syarat kebenaran bagian-bagian dari bahasa, sebagaimana
—muncul lebih dahulu sedangkan diucapkan oleh orang tertentu pada waktu
penjelasan mengenai maksud si pembicara tertentu. Bagi mereka, kalimat menjadi
26
datang kemudian. pengemban kebenaran. Sebagian dari
Dalam hubungan antara arti dan mereka bahkan menyatakan bahwa
kebenaran, ada beberapa teori yang pernyataan dan proposisi lah yang menjadi
mengemuka. Davidson menjelaskan bahwa pengemban kebenaran. Tetapi secara umum,
ketika dia berbicara mengenai sebuah teori berbagai teori tentang kebenaran itu
tentang arti, dia langsung teringat kepada sesungguhnya membahas hubungan antara
konsep Frege tentang arti. Frege dunia dengan apa yang kita katakan atau
berpendapat bahwa pandangan yang pikirkan mengenainya. 28
memadai mengenai bahasa akan mendorong Teori korespondensi menyebutkan
kita untuk tiba pada tiga karakter kalimat: bahwa kebenaran adalah hubungan antara
referensi (nilai semantik), arti dan daya. proposisi (kalimat atau keyakinan) di satu
Davidson juga menyatakan bahwa sebuah pihak, dengan dunia di pihak lain. Syarat
teori kebenaran yang bersumber dari sebuah kebenaran sebuah proposisi, menurut teori
tipe definisi kebenaran Tarsky ini, adalah jika ia berhubungan atau
menyampaikan kepada kita semua yang kita bersesuaian dengan dunia. Frege menolak
butuhkan mengenai arti. Dengan teori korespondensi dengan argument
menghitung kebenaran di dalam domain sebagai berikut:
referensi (nilai semantik) seperti yang 1) Asumsikan bahwa kebenaran merupakan
dilakukan Frege, kajian mengenai arti akan sebuah relasi korespondensi dengan
tunduk kepada kajian mengenai referensi dunia, lalu:
(nilai semantik). 27 2) Untuk menemukan apakah “p” itu benar,
Dalam konteks ini pula, ada beberapa kita harus menemukan apakah „“p”
teori kebenaran dalam filsafat. Kesemua berhubungan atau bersesuaian dengan
teori tersebut sesungguhnya berhubungan dunia adalah benar.
erat dengan isi (content) suatu kalimat 3) Untuk menemukan apakah „”p”
dengan kata-kata dan arti dari kata-kata itu berhubungan atau bersesuaian dengan
yang menjadi komponen utamanya. Sering dunia itu benar, kita harus menemukan
dikatakan bahwa ada 5 (lima) teori utama apakah “‟”p” berhubungan atau
tentang kebenaran: teori korespondensi, bersesuaian dengan dunia itu benar”
teori koherensi, teori pragmatis, teori adalah benar dan seterusnya tanpa akhir.
redundansi dan teori semantik. Meski tak
28
Bob Hale and Crispin Wright, A Companion
26
Ibid., 247 to the Philosophy of Language, (Oxford: Blackwell
27
Ibid., 272 Publisher, 1998), 309

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


4) Maka jika kita berasumsi bahwa sesungguhnya sama dengan mengemukakan
kebenaran merupakan sebuah relasi pernyataan itu sendiri. Misalnya,
korespondensi dengan dunia, kita tidak menyatakan kalimat “salju itu putih adalah
akan pernah menemukan apakah suatu benar” sama dengan menyatakan kalimat
proposisi itu benar. “salju itu putih.” Para pendukung teori ini
Teori koherensi menyamakan menarik kesimpulan dari premis bahwa
kebenaran sebuah putusan dengan kebenaran merupakan sebuah konsep yang
koherensinya terhadap berbagai keyakinan berulang. Dengan kata lain, “kebenaran”
yang lain. Berbagai versi teori itu hanyalah kata yang lazim digunakan dalam
memberikan pandangan yang berbeda konteks pembicaraan tertentu dan bukan
mengenai koherensi. Namun di semua kata yang mengarah kepada apapun di
bentuknya, intinya adalah mengemukakan dalam realitas. Frank P. Ramse y
bahwa kebenaran merupakan sebuah menyatakan bahwa penggunaan kata-kata
hubungan internal di antara berbagai seperti fakta dan benar hanyalah cara
keyakinan. Teori ini menyatakan bahwa berputar untuk menyatakan sebuah proposisi
kebenaran atau kesalahan sebuah keyakinan dan memperlakukan kata-kata ini sebagai
dapat ditentukan dengan cara menemukan persoalan terpisah yang tak berkaitan
apakah ia lulus uji koherensi ataukah dengan putusan jelas sebuah “kekacauan
tidak.29 linguistik”. 32
Teori pragmatik menyatakan bahwa Teori kebenaran semantik menyatakan
keseluruhan arti dari sebuah konsepsi bahwa kebenaran merupakan sebuah isi dari
mengungkapkan diri di dalam konsekuensi- kalimat. Teori ini membedakan bahasa yang
konsekuensi praktisnya baik melalui bentuk membicarakan sesuatu (objek bahasa) dan
tindakan yang dianjurkan atau melalui bahasa yang digunakan seseorang untuk
bentuk pengalaman yang diharapkan, jika berbicara mengenai sesuatu (metabahasa).
konsepsi itu memang benar.30 Teori Tarski menyebarkan paham tentang arti
pragmatik tentang kebenaran berhubungan yang tersamar oleh terjemahan dalam
erat dengan teori koherensi tipe Kantian. Ia analisisnya tentang kebenaran. Syarat bahwa
menyatakan bahwa kebenaran sebuah “p” menerjemahkan “s” merupakan bagian
keyakinan merupakan persoalan mengenai dari apa yang menjamin kesetaraan material
apakah ia “bekerja” yakni apakah keyakinan dari definisi kebenaran. Cara kerjanya
itu dapat menimbulkan efek praktis. Dengan adalah sebagai berikut. Anggaplah bahwa
demikian, teori pragmatik juga membuat “s” adalah benar. Karena “p” merupakan
kebenaran sebagai persoalan koherensi, terjemahan dari “s”, tentu ia harus memiliki
namun koherensi dengan pengalaman di nilai yang sama dengan “s”. Artinya, ia
masa depan.31 harus benar pula. Karena (T) adalah benar,
Menurut teori kebenaran redundansi, (“s” adalah T) dan “p” harus memiliki nilai
menyatakan bahwa sebuah pernyataan benar kebenaran yang sama. Maka, (“s” adalah T)
32
Bdk. Penjelasan Bob Hale and Crispin
29
Ibid., 310 Wright bahwa teori redundansi kebenaran bukanlah
30
Henrik Rydenfelt, “Meaning and teori tentang isi kebenaran, namun hanya sekadar
Pragmatism. James on the Pragmatic Consequence of teori mengenai apa arti kata-kata “adalah benar. ”
Belief” (Helsinki: University of Helsinki, 2008), 4 Teori ini berpendapat bahwa “…adalah benar” dapat
31
Bob Hale and Crispin Wright, A Companion dihilangkan tanpa ada efek buruk sedikitpun bagi
to the Philosophy of Language, op.cit., 311 suatu proposisi. Lihat, Ibid., 323

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


juga benar. T menjadi berlaku untuk “s”. tertentu dan pandangan bahwa hubungan ini
sebaliknya, jika “s” salah, “p” juga salah. sangat penting untuk mengartikan kata-
Jika “p” salah, (“s” adalah T) juga salah dan kata. 36
T tidak berlaku kepada “s”. dengan Di sisi yang lain, arti sebuah kata
demikian, T berlaku kepada semua dengan merepresentasikan sebuah perpaduan sangat
syarat kalimat L adalah benar.33 pekat antara pikiran dan bahasa sehingga
Tarski mendefinisikan kebenaran sangatlah sulit untuk mengatakan apakah
berdasarkan kepuasan. Kepuasan adalah kata merupakan fenomena ucapan ataukah
sebuah relasi yang mengikat antara sebuah fenomena pikiran. Sebuah kata yang
ungkapan dan objek atau sekuen objek. tak memiliki arti akan menjadi suara yang
Secara umum, ia merupakan pembahasan hampa: dengan demikian, arti menjadi
mengenai “yang benar.” Misalnya, sebuah kriteria bagi kata-kata. Arti menjadi
objek memuaskan predikat “adalah putih” komponen utama kata-kata. Kemudian ada
jika predikat “adalah putih” memang benar kesan bahwa arti dapat dianggap sebagai
pada objek itu.”34 sebuah fenomena ucapan. Tetapi dari sudut
Dalam hubungan antara arti dengan pandang psikologi, arti setiap kata
dunia dan metafisika, ada realisme yakni merupakan sebuah generalisasi atau sebuah
aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep. Lalu karena generalisasi atau
berpikir bahwa pikiran kita mengenai konsep itu jelas merupakan tindakan pikiran,
sesuatu bertujuan untuk mencerminkan tentulah arti dapat dipandang sebagai sebuah
sebuah realitas objektif dan terkadang ada femonena dari berpikir. Arti suatu kata
keberhasilan dalam mencapai tujuan ini. 35 menjadi sebuah fenomona pikiran hanya
Selain itu, ada hubungan paling sejauh mana pikiran itu menjadi bagian dari
mendasar yang perlu pula dikaji, yakni ucapan dan ucapan dapat dianggap sebagai
hubungan antara kata-kata (bahasa) dengan ucapan hanya jika ia berkaitan dengan
pikiran. Dalam mengucapkan kata-kata, pikiran dan dipengaruhi oleh pikiran. Arti
seseorang dapat mengungkapkan sebuah adalah sebuah fenomena dari pikiran verbal
pikiran, demikian pula dalam mendengar atau ucapan yang bermakna—sebuah
atau memahami ucapan seseorang. Tetapi kemanunggalan kata dan pikiran. 37
ada beberapa persoalan dalam teori ini.
Misalnya, apakah pikiran itu? dan E. Logika Bahasa: Pemaknaan dan
bagaimana sebuah kalimat, yang hanya Ruang Lingkupnya
merupakan rangkaian suara/tanda/pola Ada berbagai teori yang menyatakan
iluminasi/isyarat dapat mengungkapkan hubungan antara logika dan bahasa. Teori-
sebuah pikiran? Teori kedua berupaya fokus teori itu pada gilirannya membentuk sebuah
pada hubungan antara kata-kata dengan prinsip-prinsip penataan yang
segala sesuatu. Banyak orang yang tidak mencerminkan pengaruh pikiran terhadap
memahami teori mengenai arti. Tetapi penggunaan bahasa yang dalam hal ini
banyak pula dari mereka yang mengetahui adalah penggunaan kalimat atau kata-kata.
bahwa suatu kata benda tentu menjadi
cermin dari atau merujuk kepada sesuatu
36
Barry Lee (ed), Philosophy of Language:
33
Ibid., 326 The Key Thinkers, (London: Continuum, t. t), 6
34 37
Ibid., 326 Lev Vygotsky, Thought and Language.
35
Ibid., 307 (London: The MIT Press, 1986), 212

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


Hubungan antara logika dan arti sering menciptakan perbandingan ekstensif dan
mengalami perubahan dari waktu ke waktu integrasi antara linguistik generatif dan
dan dari zaman ke zaman. Dalam kondisi tatabahasa logis. Fase ketiga diilustrasikan
seperti ini, orang bisa saja memiliki secara sangat jelas dengan cara merujuk
keyakinan mengenai adanya hubungan kepada peran utama teori Chomsky melalui
timbal balik antara cara berpikir dengan konsep Bentuk Logika.38
dinamika perubahan di dalam masyarakat Para filsuf Barat abad ke 20 mengkaji
dan pengaruhnya terhadap penggunaan kata- hubungan antara pemikiran (logika) dan
kata. Kemudian ada fenomena yang bahasa (kata-kata, kalimat atau proposisi).
membuat orang mengira bahwa apa yang Frege, misalnya, menyatakan bahwa konsep
benar ternyata berbeda-beda dari waktu ke logika yang paling penting adalah
waktu dan dari suatu wilayah ke wilayah kebenaran. Adalah analisis mengenai hal ini
lain. Lalu dia yakin bahwa kebenaran yang mendorongnya untuk menciptakan
merupakan persoalan konvensional. Mereka sebuah kerangka teoretik yang di dalamnya
yakin terhadap hal ini karena mereka yakin kalimat (sentences) dibagi ke dalam
bahwa kebenaran dibentuk oleh kata-kata beberapa bagian yang masing-masingnya
dan arti kata-kata berubah dari waktu ke dikaitkan dengan entitas-entitas yang ada di
waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. dalam alam dengan sebuah cara yang
Ia juga merupakan persoalan konvensional sistematik. Dengan menjadikan kebenaran
yang bergantung pada pilihan-pilihan sebagai fokus utama pemikirannya, Frege
kolektif kita. menjadi seorang perintis dalam kajian
Interaksi antara logika dan bahasa mengenai suatu konsep semantik yang
secara umum dapat dibagi ke dalam tiga kemudian mendominasi kajian logika
fase. Fase pertama (awal abad ke 20 hingga bahasa hingga saat ini. Frege melihat
tahun 1960-an) ditandai oleh begitu banyak bagaimana sebuah analisis mengenai
karya dalam bidang tatabahasa logis (logical kebenaran akan mendorong seseorang untuk
grammar) dengan kemunculan tatabahasa mengemukakan arti hubungan antara
kategorial di dalam Polish School pada awal ungkapan kalimat dengan berbagai entitas
abad ke 20 dan penerapannya yang ekstensif ekstra-linguistik. Pandangan Frege
terhadap bahasa alamiah oleh Yehoshua mengenai analisis logis bahasa telah
Bar-Hillel pada awal tahun 1950-an. Selain menandai perpisahan total dengan tradisi.
itu, karya Tarski mengenai semantic Frege menyatakan bahwa setiap proposisi
kebenaran kondisional memberikan latar kategorial memiliki sebuah subjek, sebuah
belakang yang dibutuhkan bagi model predikat, sebuah copula, sebuah kualitas dan
analisis-teoretik tentang bahasa alamiah dan sebuah kuantitas. Misalnya, dalam kalimat
bagi Tatabahasa Montague pada tahun “Orang yang saleh itu bahagia, ” “orang
1970-an. Fase kedua dimulai dengan krisis yang saleh” dan “bahagia” merupakan term
berbagai model semantik yang telah dimana “orang yang saleh” merupakan
dikembangkan pada awal periode tatabahasa subjek, dan “bahagia” merupakan predikat
generatif dan jatuh bangunnya upaya dan “itu atau adalah” merupakan copula.
Semantik Generatif. Pada masa ini, “Kualitas” proposisi merupakan afirmasi
berlangsung perdebatan besar mengenai
38
kedudukan semantika terhadap teori Alessandro Lenci and Gabriel Sandu, Logic
and Linguistic in the Twentieth Century, (Helsinki:
tatabahasa dan upaya pertama untuk University of Helsinki, n.d. ), 3

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


atau negasi, sedangkan kuantitas sebuah besar daripada” dan nama angka “2 dan
proposisinya adalah universalitas atau 3”.40
partikularitasnya. Frege secara terang- Layak ditekankan bahwa pandangan
terangan menolak pemisahan antara subjek Frege tentang logika dan catatan
dan predikat. Menurut dia, pemisahan antara konseptualnya telah membuka pintu bagi
subjek dan predikat tidak memiliki tempat di berbagai kemungkinan yang tak pernah
dalam sistemnya tentang sebuah putusan. dibayangkan oleh para pendahulunya. Ada
Dalam hal ini, Frege mengaku mengikuti beberapa hal yang dapat dikemukakan.
rumusan bahasa matematika dimana subjek Pertama, pada pemikiran Frege terdapat,
dan predikat hanya dapat dipisahkan dengan untuk pertama kalinya, gagasan tentang
cara merusaknya. 39 sejarah derivasional sebuah kalimat dengan
kemungkinan yang dihasilkan untuk
Tetapi sebaliknya, Frege mengemuka-
menentukan kebenaran atau kesalahannya
kan pemisahan antara objek dan fungsi.
dalam beberapa tahapan, yang diawali
Menurut konsep ini, kalimat “John adalah
dengan tahapan atomik. Prosedur Frege
orang yang tinggi” harus dianalisis ke dalam
tidak selalu berkaitan erat dengan
sebuah konsep kata “tinggi” dan nama orang kebenaran, yakni kebenaran dari sebuah
”John.” Yang disebut terakhir menunjukkan kalimat yang tersusun tidak dapat diperoleh
sebuah objek, yang mengemban nama pada kebenaran susunan dan ini disebabkan
orang. Sedangkan yang disebut pertama oleh hal yang sederhana bahwa susunan
menunjukkan sebuah konsep, yakni sebuah tidak selalu merupakan kalimat. Karena itu,
fungsi yang bagi Frege merupakan sebuah kalimat “semua orang akan mati” (everyone
entitas tak jenuh yang argumennya is mortal) adalah benar jika, dan hanya jika,
merupakan objek dan yang nilainya adalah “Ahmad mati”, “Budi mati” dan seterusnya,
nilai kebenaran “Benar” atau “Salah.” yakni, jika dan hanya jika kata konsep
Dengan demikian, kata konsep “tinggi” tingkatan pertama, “mati”, memuat nilai
menunjukkan konsep yang—bagi setiap Kebenaran ketika kita berlakukan kepada
objek ketika argumennya menyampaikan semua (nama) objek di dalam semesta yang
nilai kebenaran—Benar jika dan hanya jika merupakan person. Kedua, pembedaan
individu yang ditunjukkan oleh kata John kategorikal Frege antara objek dan konsep,
adalah tinggi. Dengan demikian, dan pembedaan sintaktik antara ungkapan
keseluruhan kalimat menunjukkan yang utuh dan tidak utuh yang kemudian
kebenaran jika dan hanya jika individu yang memunculkan sebuah hierarki tingkatan
yang, pada gilirannya, menyampaikan
ditunjukkan oleh kata John adalah tinggi.
sebuah teori signifikansi bagi kalimat
Penolakan terhadap pemisahan subjek dan
bahasa alamiah. Dengan kata lain, dia
predikat menjadi semakin jelas dalam kasus
mampu menjelaskan mengapa kalimat
ungkapan relasional. Pernyataan “3 adalah
tertentu dalam bahasa alamiah, meski
lebih besar daripada 2” (“3>2”) bukanlah bersifat gramatik, menjadi tidak bermakna
untuk dianalisis ke dalam subjek “3” dan dan paradoksikal. 41
predikat “adalah lebih besar daripada 2”
tetapi ke dalam analisis simbol relasi “lebih
40
Frege, G. (1891), "Function and Concept",
in Brian McGuiness (ed. ) Gottlob Frege: Collected
Papers on Mathematics, Logic, and Philosophy,
(Basil: Basil Blackwell, 1984), 139
39 41
Ibid., 4 Ibid., 6

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


Edmund Husserl menaruh perhatian menunjukkan materi, yakni segala sesuatu
istimewa terhadap persoalan tentang apa dan entitas di dalam dunia dan seterusnya.42
yang membuat ungkapan bahasa alamiah Al-Farabi telah menguraikan berbagai
menjadi bermakna. Jawaban yang diberikan komponen kalimat. Dia membagi kata (al-
Husserl terhadap pertanyaan ini sama lafzh) dalam hubungannya dengan arti ke
dengan yang dikemukakan Frege. Yakni dalam tiga bagian: kata tunggal yang
selama ungkapan tersebut mematuhi prinsip- memiliki arti tunggal, kata tersusun yang
prinsip kombinasi dan substitusi yang memiliki arti tunggal dan kata tersusun yang
menata kategori-kategori makna asalnya. memiliki arti tersusun. Kata yang
Dengan demikian, seperti halnya Frege, menunjukkan arti tunggal dibagi ke dalam
Husserl membuat pembedaan kategorik dan tiga bagian: nama, kata dan kata bantu
secara terang-terangan menyatakan (copula). Nama adalah kata yang
hubungan antara berbagai ungkapan yang menunjukkan arti tunggal yang dapat
berasal dari berbagai kategori. Hubungan- dipahami secara independen, tanpa harus
hubungan itu dikodifikasi di dalam apa yang menunjukkan kedudukannya dalam kalimat
disebut sebagai kaidah-kaidah hubungan arti atau dengan sifat, dan arti tersebut berkaitan
yang menyatakan bentuk (mode) kombinasi dengan waktu tertentu. Kata adalah kata
dan substitusi berbagai ungkapan menjadi tunggal yang menunjukkan arti, dapat
hubungan yang lebih rumit. Kaidah-kaidah dipahami secara independen dan arti
ini memungkinkan Husserl untuk tersebut dapat pula ditunjukkan oleh
menjelaskan mengapa jalinan tertentu dalam kedudukannya dalam kalimat namun bukan
bahasa bersifat nonsensikal. Tatabahasa dengan sifat. Arti kata berlaku untuk waktu
logis adalah seperangkat kaidah a priori tertentu. Waktu dibatasi dalam tiga
yang sama bagi semua bahasa. pengertian, yang sudah berlalu, sekarang
Untuk memahami kaidah hubungan dan yang akan datang. Sedangkan kata
arti versi Husserl, kita terlebih dahulu harus bantu (adâh, copula) adalah kata yang
memahami pembedaan Husserl antara menunjukkan arti tunggal, tidak dapat
bentuk dan materi, yakni antara ungkapan dipahami artinya kecuali jika ia dipadukan
yang menunjukkan bentuk dan ungkapan dengan kata yang lain. Contoh kata bantu
yang menunjukkan materi. Di dalam contoh adalah “dari”, “atas” dan sebagainya. 43
kalimat: Rumah ini adalah hijau (The house Al-Farabi juga membahas berbagai
is green) kemungkinan yang berkaitan dengan arti
Kata ini (this) dan adalah (is) tidak kalimat. Menurut al-Farabi, kalimat adalah
memiliki sebuah arti yang independen: kata yang tersusun dan menunjukkan
keduanya merupakan ungkapan seperangkat arti. Masing-masing bagian
sinkategorematik, yakni, ungkapan yang menunjukkan dengan esensinya, bukan
dapat menjadi bermakna hanya setelah dengan sifat, bagian dari arti itu. Ada yang
dipadukan dengan ungkapan lain. Bagi berpendapat bahwa di dalamnya terdapat
Husserl, ungkapan sinkategorematik bagian yang menunjukkan arti bagian itu
menunjukkan bentuk, yang berbanding agar ada pemisahan antara bagian itu dengan
terbalik dengan ungkapan nominal, seperti kata tersusun yang menunjukkan arti
rumah dan ungkapan tentang sifat
42
(adjectival) seperti kata hijau yang Ibid., 9
43
Al-Farabi, Kitâb fi al-Manthiq, (Kairo: al-
Hay‟ah al-Mishriyyah al-„Ammah lil-Kutub, 1976), 7

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


tunggal. Misalnya, kata “Abd al-Malik” DAFTAR PUSTAKA
yang menunjukkan julukan seseorang.
Sesungguhnya bagian kata itu tidaklah Al-Farabi, Ihshâ al-‘Ulûm, Beirut: Dar wa
Maktabah al-Hilal, 1996
menunjukkan bagian dari orang itu.44
Al-Farabi menyebutkan bahwa ilmu --------------, Kitâb fi al-Manthiq, Kairo: al-
bahasa dibagi ke dalam tujuh kategori besar. Hay‟ah al-Mishriyyah al-„Ammah lil-
Yakni, ilmu mengenai kata-kata tunggal Kutub, 1976
(kosakata), ilmu mengenai kata-kata yang --------------, al-Tsamarât al-Mardhiyyah,
tersusun, ilmu mengenai kaidah kata-kata
dalam kedudukannya sebagai kata tunggal Frege, G. (1891), "Function and Concept",
maupun kata tersusun, kaidah penulisan, in Brian McGuiness (ed.) Gottlob
Frege: Collected Papers on
kaidah bacaan, dan kaidah puisi (syair).
Mathematics, Logic, and Philosophy,
Masing-masing ilmu itu menjelaskan fungsi Basil: Basil Blackwell, 1984
kata dalam kalimat yang diucapkan maupun
yang dituliskan.45 Forster, Michael N., Kant’s Philosophy of
Language, Germany: tijdschrift voor
filosofie, 2009
F. Kesimpulan
Dari apa yang diuraikan di atas Hale, Bob and Crispin Wright, A
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa bahasa Companion to the Philosophy of
yang meliputi kalimat maupun kata dapat Language, Oxford: Blackwell
mencerminkan pikiran dan dapat pula Publisher, 1998
mencerminkan realitas. Para filsuf yang Journal of Analytical Psychology, vol. 39,
berpandangan bahwa kata mencerminkan London: Blackwell Publishing Ltd.,
pikiran cenderung memandang kalimat atau 1994
kata sebagai manifestasi pikiran yang tak
Jubien, Michael, “Propositions and the
selalu harus berhubungan dengan realitas. Objects of Thought” in Philosophical
Sedangkan para filsuf yang berpandangan Studies 104 Netherlands: Kluwer
bahwa kata harus mencerminkan realitas Academic Publisher, 2001
menganggap kata sebagai sebuah gambar
Kenny, Anthony, A New History of Western
realitas. Hanya saja mereka berhadapan
Philosophy, Oxford: Oxford
dengan dua persoalan. Pertama, adanya kata
University Press, 2004
bantu seperti dari, di atas dan sebagainya
yang tidak memiliki realitas. Kedua, bagian- --------------, Philosophy in the Modern
bagian dari kalimat yang dianggap sebagai World, Oxford: Clarendon Press, 2007
gambar realitas bukanlah merupakan bagian Lee, Barry (ed), Philosophy of Language:
dari realitas itu sendiri. The Key Thinkers, (London:
Continuum, tanpa tahun.
Lenci, Alessandro and Gabriel Sandu, Logic
and Linguistic in the Twentieth
Century, Helsinki: University of
Helsinki, n.d.

44
Ibid., 16
45
Al-Farabi, Ihshâ al-‘Ulûm, op.cit., 25

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074


Lycan, William G., Philosophy of
Language, New York: Routledge,
2001
Melden, A.I., “Thought and It‟s Objects” in
Roland Houde and Joseph P. Mullally,
Philosophy of Knowledge, New York:
J.B. Lippincott Co., 1960
Miller, Alexander, Philosophy of Language,
New York: Routledge, 2007
Morris, Michael, An Introduction to the
Philosophy of Language, Cambridge:
Cambridge University Press, tanpa tahun
Proops, Ian, Logic and Language in
Wittgenstein’s Tractatus, New York:
Garland Publishing, 2000
Rescher, Nicholas, Epistemology, An
Introduction to the Philosophy of
Knowledge, New York: State
University of New York Press, 2003
Russel, Bertrand, “Introduction” in Ludwig
Wittgenstein, Tractatus Logico-
Philosophicus, New York: Routledge,
1974
Rydenfelt, Henrik, “Meaning and
Pragmatism. James on the Pragmatic
Consequence of Belief” Helsinki:
University of Helsinki, 2008
Sahakian, William S., History of
Philosophy, New York: Barnes and
Noble Books, tanpa tahun
Sharif, MM., History of Muslim Philosophy,
Wiesbaden: Otto Harrasaoit, 1963
Soams, Scott, Philosophy of Language,
Princeton: Princeton University Press,
2010
Vygotsky, Lev, Thought and Language.
London: The MIT Press, 1986

Rausyan Fikr. Vol. 13 No. 1 Maret 2017 ISSN. 1979-0074

Anda mungkin juga menyukai