Anda di halaman 1dari 15

AKAD ISTISHNA PADA PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

RUMAH DI BANK SYARIAH MANDIRI

Disusun Oleh :
Dinayatin Umaroh 041611433028
Ekonomi Islam

Universitas Airlangga
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2018

1
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT. Karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya Saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tapat waktu. Saya memohon maaf apabila kepenulisan
dalam paper Saya masih jauh dari kata sempurna. Saya mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Noven selaku dosen Mata Kuliah Lembaga Keuangan Syariah yang memberi arahan
dalam mengerjakan tugas paper tentang “Akad Istishna Pada Pembiayaan Pembangunan
Rumah Di Bank Syariah Mandiri”. Saya berharap paper ini dapat menambah wawasan Saya
mengenai materi yang diangkat menjadi topik utama dalam paper ini, serta dapat menjadi
referensi yang bermanfaat bagi para pembaca.
Dengan ini Saya mempersembahkan paper ini dengan penuh rasa terima kasih dan
harapan semoga makalah Saya bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Surabaya, 1 Juni 2018

Dinayatin Umaroh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3
1.3 Tujuan Rumusan Masalah ................................................................................................... 3

BAB 2 LITERATUR REVIEW .................................................................................... 4


2.1 Pembiayaan ........................................................................................................................... 4
2.2 Istishna ......................................................................................................................................... 5

BAB 3 PEMBAHASAN .................................................................................................. 7


3.1 Mekanisme Pembiayaan Akad Istishna .................................................................................... 7
3.2 Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah .............................................................................. 8
3.3 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ................................................................................... 10

BAB 4 PENUTUP ......................................................................................................... 11


4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 11
4.2 Saran .................................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lembaga perbankan merupakan sistem keuangan dari setiap negara. Keberadaan
sistem keuangan ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga
perantara keuangan dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani yang berlebihan
dana, dan kekurangan dana serta memperlancar transaksi ekonomi.
Bank adalah suatu lembaga yang mendapat izin untuk mengerahkan dana
masyarakat berupa simpanan dan penyaluran dalam bentuk pinjaman sehingga berfungsi
sebagai lembaga perantara (intermediary institution) antara unit defisit dan unit surplus
(Deni,1999).
Indonesia sebagai negara mayoritas penduduknya beragama Islam, telah lama
mengharapkan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan tidak sebatas finansial namun juga tuntunan moralitasnya. Sistem bank yang
dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktik bunga.
Sistem bank bebas bunga atau disebut pula Bank Islam atau Bank Syari’ah,
memang tidak khusus diperuntukkan sekelompok orang namun sesuai landasan Islam,
didirikan untuk melayani masyarakat banyak tanpa membedakan keyakinan yang dianut.
Sama seperti bank konvensinal, bank syariah juga menawarkan kepada nasabah
dengan berbagai produk perbankan. Salah satu produknya yaitu pembiayaan atau
financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antar bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Setiap orang pasti membutuhkan rumah, untuk memilikinya mereka dapat
membeli atau membuat sendiri rumah yang mereka inginkan. Namun harga rumah dan
biaya untuk membangunnya sendiri sangat mahal pada saat ini, sehingga kebanyakan
orang lebih memilih untuk memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hampir
setiap keluarga memerlukan pembiayaan rumah, dan sebagian besar keluarga di
Indonesia muslim yang tentunya ingin tetap istiqômah dalam memiliki rumah yang

1
sesuai dengan syariah.
Produk pembiayaan ini diantaranya adalah pembiayaan jual-beli istishna yaitu
transaksi jual-beli dengan pesanan, dimana pihak pembeli memesan suatu barang
kepada pihak penjual untuk dibuatkan baginya, dan mengenai pembayarannya dapat
dilakukan dimuka sekaligus, bertahap sesuai dengan progress pengerjaan, atau dicicil
dalam jangka panjang, semua dapat diatur sesuai dengan perjanjian.
Pembiayaan atas dasar pesanan, seperti pembiayaan konstruksi/manufaktur
merupakan salah satu skim pembiayaan bank syariah yang dipergunakan untuk objek
atau barang yang diperjual-belikan belum ada. Kasus ini sering kali ditemui pada proses
pembangunan rumah, atau gedung, usaha konveksi, dan lain-lain.
Pada pembiayaan istishna, nasabah selaku pembeli memesan terlebih dahulu
kepada bank selaku penjual atas pengadaan atau manufaktur obyek tertentu. Setelah
pesanan selesai, bank akan menjualnya kepada pemesan senilai harga awal ditambah
margin keuntungan bank.
Akad istishna yang digunakan pada KPR adalah istishna paralel. Maksudnya,
konsumen yang membutuhkan rumah datang ke Bank dan memesan sebuah rumah
dengan spesifikasi tertentu. Konsumen dan Bank membuat kesepakatan serah-terima
rumah, harga jual, dan mekanisme pembayarannya. Oleh karena bank bukan merupakan
perusahaan pembuat rumah, maka bank memesan lagi ke pangembang agar dibuatkan
rumah yang sama yang dipesan oleh konsumen. Inilah yang dimaksud dengan istishna
paralel, yaitu konsumen memesan rumah pada bank, dan bank memesan lagi ke pembuat
rumah untuk dibuatkan rumah. Dengan akad tersebut jual-beli dapat dilaksanakan
walaupun objeknya belum ada.
Walaupun masih terbatas, sebenarnya sudah ada pembiayaan perumahan dari
bank syariah. Memang belum banyak yang mengetahuinya, namun sudah banyak bank
syariah yang gencar memasarkan produk tersebut, tetapi masih banyak masyarakat yang
belum mengetahui apakah ada dalam bank syariah yang menyediakan Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) yang menggunakan akad istishna.
Di samping masalah tidak mengetahui nasabah akan produk menggunakan akad
istishna. Nasabah yang sudah menggunakan ditemukan adanya pembiayaan bermasalah,
sebagai contoh ditemukannya ada sedikitnya 5 nasabah yang kredit macet yaitu: 1.
Kelemahan Financing initiation, 2. Pemalsuan data, 3. Terkait hukum, 4. PHK, 5. Hilang
ingatan/gila (Indra,2010).
Hampir setiap bank mengalami nasabah yang tidak mampu lagi untuk melunasi

2
pembiayaannya. Pembiayaan bermasalah suatu fasilitas pembiayaan disebababkan
faktor-faktor tertentu, untuk mengatasi pembiayaan bermasalah pihak bank perlu
melakukan penyelamatan, sehinnga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan
dapat dilakukan dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu pembayaran atau
jumlah angsuran terutama bagi pembiayaan terkena musibah atau dengan melakukan
penyitaan bagi pembiayaan yang sengaja tidak membayar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme akad istishna pada pembiayaan rumah pada Bank Syariah
Mandiri?
2. Faktor apa saja yang menjadi penyebab pembiayaan bermasalah pada akad
istishna?
3. Bagaimana penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh Bank Syariah
Mandiri?
1.3 Tujuan Rumusan Masalah
1. Mengetahui mekanisme akad istishna pada pembiayaan rumah.
2. Mengetahui faktor penyebab pembiayaan bermasalah pada akad istishna.
3. Mengetahui penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri.

3
BAB 2

LITERATUR REVIEW

2.1 Pembiayaan

Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan


uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan
atau bagi hasil (Muhammad,2000).
Sedangkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang di biayai dengan imbalan atau bagi
hasil. Perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan
pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada
keuntungan yang diharapkan, bagi bank berdasarkan prinsip konvensional, keuntungan
diperoleh melalui bunga. Sedangkan bagi bank berdasarkan prinsip syariah berupa
imbalan atau bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian pembiayaan
(kredit) beserta persyaratannya (Kashmir,2003).
a. Jenis-Jenis Pembiayaan
Pembiayaan merupkan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian
fasilitas penyediaan barang dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupkan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi
menjadi dua hal berikut:
1. Pembiayaan Produktif
2. Pembiayaaan Konsumtif
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua
hal berikut:
1. Pembiayaan Modal Kerja
2. Pembiayaan Investasi
b. Pembiayaan Syariah
Pembiayaan dalam perbankan syariah menurut Al-Harran dapat dibagi
tiga yaitu:
1. Return bearing financing
2. Return free financing
3. Charity financing

4
Adapun pembiayaan yang biasa dipergunakan dalam pembiayaan pada
bank sayariah sebagai berikut:
1. Mudharabah
2. Musyarakah
3. Murabahah
4. Salam
5. Ijarah
2.2 Istishna
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam istishna adalah akad yang mengandung
tuntunan agar shani membuatkan sesuatu pesanan dengan ciri-ciri khusus dan harga
tertentu (Dahlan,1996). istishna ialah kontrak/ transaksi yang ditandatangani bersama
antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu atau suatu
perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjual-belikan belum ada (Rifai,2002).
Dalam fatwa DSN-MUI, istishna yaitu akad jual-beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli) dan penjual (Shani) (DSN MUI 2003). Akad istishna
merupakan akad yang hampir menyamai akad salam karena istishna juga menjual barang
yang tidak ada, dan barang yang dibuat itu menjadi tanggungan atas pembuat yang
menjual sejak akad disempurnakan. Dengan demikian, ketentuan istishna mengikuti
ketentuan dan aturan akad salam. Biasanya istishna dipergunakan di bidang manufaktur
dan kontruksi.
a. Rukun dan Syarat-syarat istishna
Adapun rukun istihna adalah (Arcarya,2007):
a. Produsen/pembuat (Shani)
b. Pemesan/pembeli (mustashni)
c. Proyek/Usaha/Barang/Jasa (mashnu’)
d. Harga (tsaman)
e. Sighat
Adapun syarat istishna (Sofyan,2005) adalah:
a. Pihak yang berakad
1. Ridha/kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji
2. Punya kekuasaan untuk melakukan jual-beli
3. Pihak yang membuat barang (produsen) menyatakan kesanggupan untuk
mengadakan/membuat barang itu

5
b. Produsen/pembuat
1. Produsen adalah orang atau badan hukum yang ahli di dalam bidangnya
dan bertanggung jawab penuh terhadap hasil produksinya
2. Produsen bisa ditunjuk langsung oleh bank (pihak pertama) atau bisa juga
pilihan dari nasabah (pilihan nasabah)
c. Pemesan/pembeli
1. Pesanan yang sudah selesai wajib dibeli oleh nasabah/pemesan
2. Jika ada perubahan kriteria pesanan dari pihak nasabah, maka harus segera
dilaporkan ke bank dan bank akan menyampailannya kepada produsen
3. Perubahan bisa dilakukan apabila pihak produsen dan bank menyetujui
d. Barang/objek pesanan
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000,
tentang Jual-beli istishna khususnya pada ketetapan kedua mengenai “Ketentuan
Tentang Barang”, maka telah ditetapkan:
1. Harus jelas ciri-cirinya dapat diakui sebagai hutang
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3. Penyerahannya dilakukan kemudian
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan sejenis sesuai kesepakatan
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad.
e. Harga Jual
1. Harga jual kepada nasabah adalah harga beli ditambah keuntugan yang
disepkati oleh penjual dan pembeli.
2. Dilakukan pada awal akad sebelum penyerahan barang.
3. Dilakukan setelah penyerahan barang baik secara keseluruhan atau
diangsur.
4. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama janka waktu
akad.
5. Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.

6
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Mekanisme Pembiayaan Akad Istishna


Kebutuhan nasabah untuk pembiayaan konstruksi, pengadaan barang maupun
pembangunan rumah, selama ini belum terakomodasi sesuai dengan pola transaksi dan
kesyariahannya, untuk itu diperlukan adanya terobosan baru dalam pengembangan
produk yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Skim produk dengan mekanisme
pengakuan pendapatan atas angsuran berdasarkan prosentase penyerahan barang adalah
salah satu alternatif yang dapat dikembangkan.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, serta untuk menambah keragaman produk
khususnya produk pembiayaan yang inovatif, Bank Syariah Mandiri perlu membuat
produk pembiayaan istishna dengan pengakuan pendapatan berdasarkan prosentase
penyerahan barang.
Produk pembiayaan tersebut antara lain dapat mengakomodir kebutuhan
pembiayaan bangun rumah terutama bagi calon nasabah yang melakukan pembelian
rumah secara pesanan di lingkungan developer dalam bentuk tanah kavling. Hal ini
didasari oleh kecenderungan dari pengembang/developer untuk tidak melakukan stock
atas rumah jadi dalam jumlah yang besar, dengan pertimbangan biaya pemeliharaan dan
keterbatasan modal yang dimilikinya (Surat Edaran BSM,2006).
Adapun mekanisme pembayaran angsuran dan pengakuan pendapatan dalam
pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri sebagai berikut :

1. Kewajiban nasabah dalam mengansur pembiayaan terhitung sejak dilakukan


pencairan pembiayaan.

2. Besarnya angsuran ditetapkan sebesar angsuran pokok ditambah margin.

3. Pengakuan pendapatan atas angsuran nasabah dilakukan berdasarkan prosentase


penyelesaian pekerjaan.

4. Pemasok/kontraktor diwajibkan untuk menyerahkan proges penyelesaian


pekerjaannya minimal 1 kali per bulan sebagai sarana untuk pengakuan angsuran
nasabah.

5. Besarnya proges penyelesaian pekerjaan yang disampaikan pemasok/kontraktor ke


Bank setiap bulan berdasar atas realisasi rencana penyelesaian pekerjaan sesuai

7
spesifikasi yang disetujui nasabah.

6. Besarnya proges penyelesaian pekerjaan yang diserahkan Bank kepada nasabah


setiap bulan sebagai dasar pengakuan pendapatan.

Adapun mekanisme pembayaran uang muka dan pencairan pembiayaan ke


pemasok/kontraktor dalam pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri sebagai
berikut :

a. Pembayaran Uang Muka


b. Pencaiaran Pembiayaan ke Pemasok/Kontraktor

3.2 Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah


Sebagaimna diketahui bahwa dalam setiap pemberian pembiayaan diperlukan
adanya pertimbangan serta kehati-hatian agar kepercayaan yang merupakan unsur
utama dalam pembiayaan benar-benar terwujud sehingga pembiayaan yang diberikan
dapat mengenai sasarannya dan terjaminnya pengembalian pembiayaan tersebut tepat
waktunya sesuai dengan akad perjanjian.
Tidak kembalinya pembiayaan yang diberikan oleh suatu Bank berarti secara
langsung mengancam kelangsungan hidup bagi Bank itu sendiri. Jangan dilupa lupakan
bahwa dana pembiayaan yang diberikan tersebut sebagian berasal dari simpanan
masyarakat baik berbentuk giro, tabungan maupun deposito sebagai nasabah Bank
yang tertarik menyimpannya karena antara lain diberikan bagi hasil, yang bagi Bank
sendiri merupakan biaya.
Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah Mandiri yang digunakan sebagai
pembiayaan rumah adakalanya terjadi hambatan pengembalian kewajiban oleh nasabah
sehingga menimbulkan pembiayaan bermasalah yang dapat mengakibatkan terganggunya
kolektibilitas kualitas aktiva produktif Bank Syariah Mandiri tersebut.
Sedangkan secara keseluruhan faktor penyebab dan kendala dalam pembiayaan
pada Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut :
1. Faktor Intern :
a. Petugas, dalam hal ini karakter dan kemampuan petugas (account officer)
dalam menganalisa calon mitra atau nasabah kurang baik dan cermat
dikarenakan kedekatan dengan nasabah atau juga ketidakmampuan account
officer menganalisa secara baik karakter usaha dan karakter nasabah
sehingga yang disajikan tidak akurat.

8
b. Sistem, dalam hal ini system prosedur penyaluran pembiayaan yang
adakalanya dilanggar sehingga memotong jalur prosedur yang telah dibuat,
serta monitoring yang kurang intensif dari account officer sehingga
pembiayaan yang kurang lancar tidak terdeteksi sejak dini.
c. Manajemen, dalam hal ini manajemen pembiayaan adakalanya tidak
bersinergi dengan baik sehingga pengawasan terhadap nasabah menjadi
lemah dan kadang terjadi koneksi yang tidak wajar dari pejabat bank
sehingga ketika terjadi permasalahan terhadap pembiayaan yang diberikan
maka yang terjadi adalah keengganan atau keragu-raguan dalam menindak
nasabah yang bermasalah tersebut (Setiawan,2010)
2. Faktor ekstern :
a. Nasabah beritikad kurang baik seperti :
1) Pemalsuan data
2) Kelemahan financing initiation/tidak mampu membayar
3) Berpura-pura tidak sanggup membayar tetapi nasabah sanggup
membayar
b. Developer
1) Pemasok/kontraktornya tidak benar
2) Pemalsuan data
c. Dari sisi surat tanah
1) Sertifikat/IMB rumah bersengketa
d. Nilai rumah atau harga jual rumahnya tidak realistis
e. Apabila akad atau pengikatan jaminan tidak dilakukan secara sempurna
f. Dalam monitor nasabah
1) Pejabat Bank tidak bisa mengawasi secara keseluruhan dalam masa
progress pekerjaan
2) Letak wilayahnya tidak terjangkau
g. Bangunan berubah fungsi seperti besar bangunan menjadi kecil, awalnya
rumah menjadi gudang dan bermasalah diasuransinya
h. Asuransi
i. Ketika nasabah tidak mempunyai kemampuan membayar
1) PHK
2) Terkait Hukum
3) Hilang ingatan/gila

9
j. Bencana Alam
1) Banjir
2) Kebakaran
3) Tanah Longsor

3.3 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Sebelum Bank melakukan penyelesaian atas pembiayaan rumah yang bermasalah
terlebih dahulu Bank melakukan Restrukturisasi Pembiayaan terhadap masalah yang
dihadapi nasabahnya. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya perbaikan yang dilakukan
Bank dalam kegiatan penyediaan dana terhadap nasabah yang mengalami kesulitan untuk
memenuhi kewajinbannya dengan mengikuti ketentuan yang berlaku yaitu Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN).
Peraturan Bank Indonesia dan Standar akutansi keuangan yang berlaku bagi bank
syariah.
a. Rescheduling (penjadualan ulang) Bank Syariah Mandiri memberikan
keringanan terhadap nasabah menyangkut jadual pembayaran atau jangka
waktu termasuk penundaan masa tenggang dan perubahan besarnya angsuran
pembiayaan rumah (Setiawan,2010).
b. Melakukan pembinaan melalui pendekatan kepada nasabah pembiayaan rumah
yang bermasalah.
c. Collection, yaitu penagihan secara intensif kepada nasabah yang mengalami
pembiayaan rumah bermasalah.
d. Pengurangan tunggakan pokok pembiayaan, ini merupakan salah satu cara
yang dilakukan Bank Syariah Mandiri terhadap nasabah yang mengalami
penunggakan dengan memberikan keringanan untuk membayar tunggakan
pokok pembiayaan kurang dari/lebih kecil dari tunggakan pokok pembiayaan
yang seharusnya dibayar.
e. Eksekusi jaminan aset nasabah atau objek pembiayaan yang dijadikan jaminan
dalam rangka pelunasan pembiayaan rumah.
f. Hapus buku yaitu langkah yang terakhir yang dilakukan Bank Syariah Mandiri
untuk membebaskan nasabah dari beban hutangnya, dikarenakan nasabah
sudah tidak mampu lagi untuk membayar angsuran rumah dan begitu pula
dengan barang jaminan (Setiawan,2010).

10
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Prosedur atau mekanisme pembiayaan akad istishna di Bank Syariah Mandiri
bagi calon nasabah/ mitra/ debitur adalah mengacu pada peraturan atau
persyaratan baku yang berlaku mengenai pembiayaan istishna di Bank Syariah
Mandiri.
2. Bank Syariah Mandiri mengalami pembiayaan bermasalah hal ini disebabkan
oleh karakter nasabah dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah (krisis
moneter). Terkadang muncul dari karakter buruk nasabah untuk menipu Bank
dengan jalan memberikan data dan informasi yang tidak sebenarnya, selain itu
juga kurangnya analisa pada saat memberikan permohonan pembiayaan
rumah. Penyebab faktor luar dari pihak nasabah dan pihak Bank adanya
bencana alam yang tidak terduga seperti banjir atau kebakaran.
3. Persaingan antara lembaga keuangan dimana Bank Syariah lainnya banyak
menawarkan produk pembiayaan yang sama. Tentunya hal ini memerlukan
penanganan dan penyelesaian yang baik.
4.2 Saran
1. Dalam memberikan pembiayaan rumah Bank Syariah Mandiri hendaknya
pihak manajemen pembiayaan Bank Syariah Mandiri lebih memperhatikan
analisa terhadap karakter calon nasabah, hal ini untuk menghindari moral
hazard nasabah. Selain itu untuk mengantisipasi terjadinya pembiayaan
bermasalah.
2. Berupaya untuk mensosialisasikan produk-produk yang sudah ada pada Bank
Syariah Mandiri dan terus melakukan inovasi-inovasi terhadap produknya
sehingga menarik, kompotutif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat tetapi
tetap sesuai prinsip-prinsip syariah.
3. Bank Syariah Mandiri harus mempersiapkan Sumber Daya Insani (SDI) yang
handal dan berkualitas. Untuk bisa menggerakan bisnis islami dengan sukses
diperlukan SDI yang menguasai ilmu bisnis syariah secara baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anshori. Penerapan Prinsip Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.


Antonio, Syafe’I M, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute,
2000.
, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press,
2001,Cet.ke-1.
Ghazali, Ahnad, Serba Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga di Antara kita,
Jakarta: PT EIF X Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2005.
Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT Indonesia,
2003, Edisi Pertama.
Kashmir, Manajemen perbankan Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003 h. 72-73
Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah. Yogyakarta: Unit
Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN
Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait BAMUI dan
Takaful di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta,
Djambatan, 1996.
Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003.
Syakir, Ahmad. Perbankan Syariah. Medan: UIN-SU, 2015. Diunduh pada tanggal 28
Mei 2018, pukul 8.20 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai