Anda di halaman 1dari 13

Resume Kuliah-9

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE


Corporate Ethics Rights, Privileges, problems and
Protection

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Business Ethic And Good Governance”
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Oleh:

Arfin Jaya Saputra: 55117120094

Program Studi Magister Manajemen


Universitas Mercu Buana
Jakarta
2018
Corporate Ethics Rights

Etik korporat adalah bentuk etika terapan atau etika profesional, yang meneliti prinsip-
prinsip etika dan masalah moral atau etika yang dapat timbul dalam lingkungan bisnis.
Ini berlaku untuk semua aspek perilaku bisnis dan relevan dengan perilaku individu
dan seluruh organisasi. Etika ini berasal dari individu, pernyataan organisasi atau dari
sistem hukum.
Sejak disadarinya pentingnya aktivitas bisnis dilakukan dengan bermoral, maka
banyak perusahaan maupun organisasi menyusun kode etik organisasi atau korporasi
(Corporate Code of Conduct, Code of Ethics or Organization’s Code of Ethical
Conduct). Aturan-aturan disusun untuk membantu semua pegawai dan anggota
organisasi untuk berperilaku yang bermoral dengan menjelaskan bagaimana prinsip-
prinsip moral seharusnya diterapkan dalam kerja atau memberikan pedoman yang
lebih spesifik atau perilaku yang diperbolehkan dan yang dilarang (permitted and
prohibited behavior).
Manfaat dari kode etik korporasi adalah sebagai berikut:
1) Untuk mendorong banyak orang dalam organisasi untuk berpikir, mendiskusikan
visi, misi mereka dan tanggung jawab yang penting sebagai kelompok dan individu
terhadap perusahaan, pihak-pihak lain dalam perusahaan, dan
terhadap stakeholders lainnya.
2) Suatu kode etik yang telah disusun dapat digunakan untuk menghasilkan diskusi
yang positif bagi penyempurnaan dan kemungkinan untuk modifikasi.
3) Dapat membantu karyawan baru dalam rangka penyesuaian diri, menanamkan
perlunya berpikir atas aspek-aspek moral dalam tindakan mereka, serta menanamkan
pentingnya mengembangkan sifat-sifat luhur yang sesuai dengan posisi mereka
dalam organisasi.
4) Digunakan sebagai dokumen untuk referensi bila mereka meragukan tindakan
atau perintah yang harus dilakukannya.
5) Digunakan untuk meyakinkan pihak luar atas fakta bahwa perusahaan berpegang
pada prinsip-prinsip moral, dan memberikan mereka kriteria untuk mengukur tindakan
perusahaan.

Aspek-aspek atau unsur-unsur penting dalam etika perusahaan atau korporasi yang
diatur dalam kode etik adalah sebagai berikut:
1) Perilaku Dewan Direksi, Komisaris, dan Karyawan:
 suap, hadiah, dan komisi;
 entertainment;
 penyalahgunaan informasi;
 konflik kepentingan;
 kecurangan penggunaan aset dan sumber daya korporasi;
 utang/pinjaman; dan
 perilaku individu, termasuk pekerjaannya di luar korporasi.

2) Hubungan dengan supplier dan kontraktor


 kompetisi yang adil dan terbuka;
 pemenuhan kepentingan umum dan akuntabiitas;
 prosedur lelang dan tender;
 praktik suap dan KKN; dan
 prosedur pembayaran.

3) Tanggung jawab kepada pemilik/pemegang saham


 perkembangan yang berkelanjutan;
 jujur dan transparan dalam informasi;
 prosedur dan kebijakan akuntansi yang benar dan adil; dan
 insider trading.

4) Hubungan dengan pelanggan dan konsumen


 pelayanan;
 produk yang berkualitas dan harga yang wajar;
 keamanan, kesehatan dan kejelasan dalam penggunaan instruksi; dan
 kebijakan produk dan harga.

5) Hubungan dengan karyawan


 jaminan keamanan dan kesehatan;
 kesempatan kerja yang sama;
 kebebasan berkreasi bagi individu dan hak pribadi;
 komunikasi;
 pengembangan dan remunerasi; dan
 kebijakan berkaitan dengan rokok, narkoba, dan obat terlarang.

6) Tanggung jawab sosial


 kebijakan lingkungan;
 partisipasi dalam komunitas;
 kebijakan dan praktik pemberian sumbangan;
 kegiatan politik; dan
 pelanggaran dan sanksi atas code of conduct serta rehabilitasi bagi yang
dikenakan sanksi.

Pendapat lain (AICPA, “CPA’s Handbook of Fraud and Commercial Crime


Prevention.”) menyatakan bahwa unsur-unsur pokok dari sebuah code of
conduct yang efektif sebagai berikut:
1) Organizational Code of Conduct
The organization and employee must at all times comply with applicable laws and
regulations, with all business conduct well above the minimum standards required by
law.
2) General Employee Conduct
The organization expects its employee to conduct themselves in a business like
manner and prohibits unprofessional activities, such as drinking, fighting, and
swearing, while on the job.
3) Conflict of Interest
The organization expects that employees will perform their duties conscientiously,
honestly, and in accordance with best interests of the organization and will not use
their positions or knowledge gained for private or personal advantage.
4) Outside Activities, Employment, and Directorships
All employees share a responsibility for the organization’s good public relations.
Employees should avoid activities outside the organization that create an excessive
demand on their times or create a conflict of interest.
5) Relationships with Clients and Suppliers
Employees should avoid investing in or acquiring a financial interest in any business
organization that has contractual relationships with the organization.
6) Gifts, entertainment, and Favors
Employees must not accept entertainment, gifts, or personal favors that could
influence or appear to influence business decisions in favor of any person with whom
the organization has business dealings.
7) Kickbacks and Secret Commissions
Employees may not receive payment or compensation of any kind, except as
authorized under organizational remuneration policies.
8) Organization Funds, and Other Assets
Employees who have access to organization fund must follow prescribed for
recording, handling, and protecting money.
9) Organization Records and Communications
Employees responsible for accounting and record keeping must not make or engage
in any false record or communication of any kind, whether external or internal.
10) Dealings with Outside People and Organizations
Employees must take care to separate their personal roles from their organizational
positions when communicating on matters not involving the organization’s business.
11) Prompts Communications
All employees must take every effort to achieve complete, accurate, and timely
communication all matters relevant to customers, suppliers, government authorities,
the public, and others within the organization.
12) Privacy and Confidentiality
When handling financial and personal information about customers and others with
whom the organization has dealings, employees should collect, use, and retain only
the information necessary for the organization’s business, internal access to
information should be limited to those with legitimate business reason for seeking that
information.
[1] Professionalism in accounting involves adhering to national and international
accounting standards, such as Generally Accepted Accounting Principles, or GAAP,
in the United States and standards set by the International Accounting Standards
Board, or IASB. Ethical business practices are an inseparable component of
professionalism in accounting.
[2] Sikap profesionalisme auditor independen terwujud dalam kompetensi,
independensi dan integritasnya. Gambaran tentang profesionalisme seorang auditor
tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial,
kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan rekan
seprofesi.
[3] As an accountant you have the commitment to each customer to demonstrate
competence, confidentiality, integrity, and credibility.Accountants are known and
respected for their honesty; by showing their integrity and competence. This is why it
is important for all accountants and their firms to show and practice a good ethical
practice. The primary ethical principles that apply to accountants are integrity,
objectivity, independence, and competence
[4] A professional body or professional organization, also known as a professional
association or professional society, is an organization, usually non-profit, that exists to
further a particular profession, to protect both the public interest and the interests
of professionals.
[5] Prinsip dasar etika profesi akuntan publik adalah prinsip integritas, prinsip
objektivitas, prinsip kompetensi serta kecermatan dan kehati-hatian
profesional, prinsip kerahasian, dan prinsip perilaku profesional (Kode Etik Profesi
Akuntan Publik, IAPI-Dewan Standar Profesional Akuntan Publik).

Rights
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada
sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki
pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan,
kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang,
aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu,
derajat atau martabat

Macam-Macam Hak
Hak Legal dan Hak Moral
Hak legal merupakan hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk. Hak
legal ini lebih banyak berbicara tentang hukum atau sosial. Contoh
kasus,mengeluarkan peraturan bahwa veteran perang memperoleh tunjangan setiap
bulan, maka setiap veteran yang telah memenuhi syarat yang ditentukan berhak untuk
mendapat tunjangan tersebut.
Hak moral adalah didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Hak moral lebih
bersifat soliderisasi atau individu. Contoh kasus, jika seorang majikan memberikan
gaji yang rendah kepada wanita yang bekerja di perusahaannya padahal prestasi
kerjanya sama dengan pria yang bekeja di perusahaannya. Dengan demikain majikan
ini melaksanakan hak legal yang dimilikinya tetapi dengan melnggar hak moral para
wanita yang bekerja di perusahaannya. Dari contoh ini jelas sudah bahwa hak legal
tidak sama dengan hak moral.
T.L. Beauchamp berpendapat bahwa memang ada hak yang bersifat legal maupun
moral, hak ini disebut hak-hak konvensional. Contoh jika saya menjadi anggota klub
futsal Indonesia, maka saya memperoleh beberapa hak. Pada umumnya hak–hak ini
muncul karena manusia tunduk pada aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang
disepakati bersama. Hak konvensional berbeda dengan hak moral karena hak
tersebut tergantung pada aturan yang telah disepakati bersama anggota yang lainnya.
Dan hak ini berbeda dengan hak Legal karena tidak tercantum dalam sistem hukum.
Hak Positif dan Hak Negatif
Hak Negatif adalah suatu hak bersifat negatif , jika saya bebas untuk melakukan
sesuatu atau memiliki sesuatu dalam arti orang lain tidak boleh menghindari saya
untuk melakukan atau memilki hal itu. Contoh: hak atas kehidupan, hak
mengemukakan pendapat.
Hak positif adalah suatu hak bersifat postif, jika saya berhak bahwa orang lain berbuat
sesuatu untuk saya. Contoh: hak atas pendidikan, pelayanan, dan kesehatan. Hak
negatif haruslah kita simak karena hak ini terbagi lagi menjadi 2 yaitu: hak aktif dan
pasif. Hak negatif aktif adalah hak untuk berbuat atau tidak berbuat sperti orang
kehendaki. Contoh, saya mempunyai hak untuk pergi kemana saja yang saya suka
atau mengatakan apa yang saya inginkan. Hak-hak aktif ini bisa disebut hak
kebebasan. Hak negatif pasif adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan
cara tertentu. Contoh, saya mempunyai hak orang lain tidak mencampuri urasan
pribadi saya, bahwa rahasia saya tidak dibongkar, bahwa nama baik saya tidak
dicemarkan. Hak-hak pasif ini bisa disebut hak keamanaan.
Hak Khusus dan Hak Umum
Hak khusus timbul dalam suatu relasi khusus antara beberapa manusia atau karena
fungsi khusus yang dimilki orang satu terhadap orang lain. Contoh: jika kita meminjam
Rp. 10.000 dari orang lain dengan janji akan saya akan kembalikan dalam dua hari,
maka orang lain mendapat hak yang dimiliki orang lain.
Hak Umum dimiliki manusia bukan karena hubungan atau fungsi tertentu, melainkan
semata-mata karena ia manusia. Hak ini dimilki oleh semua manusia tanpa kecuali.
Di dalam Negara kita Indonesia ini disebut dengan “ hak asasi manusia”.
Hak Individual dan Hak Sosial
Hak individual disini menyangkut pertama-tama adalah hak yang dimiliki individu-
individu terhadap Negara. Negara tidak boleh menghindari atau mengganggu individu
dalam mewujudkan hak-hak yang ia milki. Contoh: hak beragama, hak mengikuti hati
nurani, hak mengemukakan pendapat, perlu kita ingat hak-hak individual ini
semuanya termasuk yang tadi telah kita bahas hak-hak negative.
Hak Sosial disini bukan hanya hak kepentingan terhadap Negara saja, akan tetapi
sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain. Inilah yang
disebut dengan hak sosial. Contoh: hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, hak ata
pelayanan kesehatan. Hak-hak ini bersifat positif.
Hak Absolut
Hak yang bersifat absolut adalah suatu hak yang bersifat mutlak tanpa pengecualian,
berlaku di mana saja dengan tidak dipengaruhi oleh situasi dan keadaan. Namun
ternyata hak tidak ada yang absolut. Menurut ahli etika, kebanyakan hak adalah hak
prima facie atau hak pada pandangan pertama yang artinya hak itu berlaku sampai
dikalahkan oleh hak lain yang lebih kuat. Setiap manusia memiliki hak untuk hidup
dan merupakan hak yang sangat penting. Manusia mempunyai hak untuk tidak
dibunuh namun ini tidak berlaku dalam segala keadaan tanpa alasan yang cukup kuat.
Seseorang yang membela diri akan penyerangan terhadap dirinya memiliki hak untuk
membunuh jika tidak ada cara lain yang harus dilakukan. Salah satu contoh lain
adalah warga masyarakat yang mendapat tugas membela tanah air dalam keadaan
perang. Kedua contoh tersebut adalah contoh di mana hak atas kehidupan yang
seharusnya penting dan dapat dianggap sebagai hak absolut namun ternyata kalah
oleh situasi, keadaan, alasan yang cukup.
Kebebasan juga merupakan salah satu hak yang sangat penting namun hak ini tidak
dapat dikatakan hak absolut karena hak ini juga dapat dikalahkan oleh hak lain.
Seseorang yang mengalami gangguan jiwa dan membahayakan masyarakat
sekitarnya dipaksa untuk dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa meskipun ia
menolak. Kebebasan yang dimiliki orang tersebut merupakannya namun hak tersebut
akhirnya kalah oleh hak masyarakat yang merasa terancam jiwanya.
Hak tidak selalu bersifat absolut karena sesuatu hak akan kalah oleh alasan atau
keadaan tertentu lain yang dapat menggugurkan posisi hak tersebut.

Privilege
Hak privilege merupakan jaminan khusus yang didasarkan pada undang-undang. Hak
privilege atau hak istimewa adalah hak yang didahulukan. Mengenai hak privilege
dapat Anda lihat dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (“KUHPer”), yaitu suatu hal yang oleh undang-undang diberikan kepada
seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang
lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
Menurut J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan Hak Jaminan
Kebendaan, mengatakan bahwa dari perumusan dalam Pasal 1134 KUHPer, tampak
bahwa hak istimewa diberikan oleh undang-undang, artinya: piutang-piutang tertentu,
yang disebutkan oleh undang-undang, secara otomatis mempunyai kedudukan yang
didahulukan. Hak privilege ini bersifat accesoir dan tidak dapat berdiri sendiri.
Lebih lanjut J. Satrio (ibid, hal. 28-29) mengatakan bahwa para pihak tidak dapat
memperjanjikan suatu privilege, artinya memperjanjikan bahwa tagihan yang timbul
dari perjanjian yang mereka tutup mengandung privilege; semua privilege adanya
ditentukan secara limitatif oleh undang-undang dan bahkan orang tidak
diperkenankan untuk memperluasnya dengan jalan penafsiran terhadap perikatan-
perikatan (tagihan-tagihan), yang tidak secara tegas di dalam undang-undang,
dinyatakan sebagai hak tagihan yang diistimewakan.
Menurut J. Satrio (ibid, hal. 29-30) privilege harus dituntut, harus dimajukan, artinya
kalau pemilik tagihan yang diistimewakan tinggal diam saja, maka tagihannya
dianggap sebagai tagihan biasa (konkuren). Pemilik tagihan tersebut harus menuntut
agar ia dimasukkan dalam daftar tingkatan menurut tingkat yang diberikan kepadanya
menurut undang-undang dan dengan demikian mendapat pelunasan menurut urutan
tingkatnya dalam daftar.
Privilege lain daripada gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia, ia bukan
merupakan hak kebendaan. Pemilik hak tagih yang diistimewakan pada asasnya tidak
mempunyai hak-hak yang lebih dari orang lain. Ia tidak mempunyai hak untuk menjual
sendiri benda-benda atas mana ia mempunyai hak yang didahulukan untuk
mengambil pelunasan, ia tidak mempunyai hak yang mengikuti bendanya kalau benda
itu ada di tangan pihak ketiga (droit de suite). Kelebihannya hanya bahwa atas hasil
penjualan benda tertentu/semua benda milik debitur, ia didahulukan di dalam
mengambil pelunasannya. Mengenai apa saja yang termasuk ke dalam hak privilege
ini dapat dilihat dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPer.

Problems and Protection


Konsumen ialah orang yang memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi
keperluan dan kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada
golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK),
dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP
Menurut Pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menentukan bahwa “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hokum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah diartikan
sebagai ”orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan
jasa tertentu ” atau ”sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan
atau sejumlah barang”. Amerika Serikat mengemukakan pengertian ”konsumen” yang
berasal dari consumer berarti ”pemakai”, namun dapat juga diartikan lebih luas lagi
sebagai ”korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan
pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai, karena perlindungan
hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan pemakai

Azas Perlindungan Konsumen


Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan
konsumen adalah diselenggarakan sebagai usahs bersama 5 (lima) asas yang
relevan dalam pembagunan nasional, yaitu:
1. Asas manfaat yaitu mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
2. Keadilan yaitu agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Keseimbangan yaitu untuk memberikan keseimbangan antra kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
4. Keamanan dan keselamatan konsumen yaitu untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Kepastian hukum yaitu agar pelaku usaha mampu konsumen menaati hokum dan
memperoleh keadilan dalam menyelenggarakn perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
Dari kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan
substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian asas yaitu:
1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan
konsumen.
2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan.
3. Asas Kepastian Hukum

Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam pasal 3 Undang-Undang


Perlindungan Konsumen yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negative pemakaian barang atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menunntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure
kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumsen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan
konsumen.

Menurut Janus Sidabalok dalam bukunya "Hukum Perlingdungan Konsumen di


Indonesia" menyebutkan ada tiga macam hak konsumen, meliputi :
a. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang diperoleh sejak lahir. Seperti hak
untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh
negara bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.
b. Hak ang lahir dari hukum, merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada
rakyatnya. Hal tersebut disebut hak hukum.
c. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak tersebut berdasarkan pada
perjanjian atau kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya :
pada peristiwa jual beli. Hak seorang pembeli adalah menerima barang, sementara
hak seorang penjual adalah menerima uang.
Adapun hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 UUPK, yakni :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang atau jasa. Tujuan konsumen dalam mengkonsumsi barang adalah untuk
mendapatkan manfaat dari barang tersebut. Serta perolehan manfaat pada barang
tidak mengancam keselamatan dan harus menjamin kenyamanan dan kemanan
konsumen.
b. Hak untuk memilih barang dan mendapatkan baang sesuai dengan nilai tukar
serta maupun jaminan yag dijanjikan. Maka dari itu, konsumen haarus diberi
kebebasan dalam memilih barang yang akan di konsumsi. Kebebasan dalam memilih
barang menunjukkan tidak ada unsru paksaan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi serta jaminan
barang. Tindakan sebelum konsumen memilih barang, tentunya telebih dahulu
mendapatkan informasi yang jelas akan barang yang akan di konsumsi. Karena
informasi tersebut menjadi landasan konsumen dalam memilih barang.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang yang digunakan.
Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang.
Hal tersebut menunjukkan ada suatu kelemahan pada barang diproduksi atau
disediakan oleh pelaku usaha.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pelaku usaha tentu sangat
memahami mengenai barang. Sedangkan di sisi lain, konsumen sama sekali tidak
memahami apa saja proses yang dilakukan oleh pelaku usaha guna menyediakan
barang yang dikonsumsi. Sehingga posisi konsumen lebih lemah dibanding pelaku
usaha. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa yang patut bagi konsumen.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Pada umumnya
posisi konsumen lebih lemah dibanding posisi pelaku usaha. Untuk itu pelaku usaha
harus memberikan pembinaan dan pendidikan yang baik dan benar kepada
konsumen. Pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai bagaimana cara
mengkonsumsi yang bermanfaat bagi konsumen, bukannya berupaya untuk
mengeksploitasi konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama. Pelaku
usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya, tanpa
memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan, maupun status sosial.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Inilah
inti dari hukum perlindungan konsumen. tujuan dari pemberian kompensasi, ganti rugi,
atau penggantian adalah untuk mengembalikan keadaan konsumen ke keadaan
semula, seolah-olah peristiwa yang merugikan konsumen itu tidak terjadi.
h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Hak
konsumen sebenarnya sangat banyak dan bisa terus bertambah. Adanya ketentuan
ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak konsumen
yang tidak diatur pada ketentuan diatas.

Kewajiban-kewajiban konsumen yang diatur dalam Pasal 5 UU PK adalah:


a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Tidak
bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang
maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun
setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku usaha.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa Tak
jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi atau mengkonsumsi
barang. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak langsung
konsumen telah merampas hak-hak orang lain.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Ketentuan ini sudah jelas,
ada uang, ada barang.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat
sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK sebagai berikut :
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK meliputi
:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang
yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Perbuatan yang dilarang oleh Pelaku Usaha


Sesuai Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
secara khusus mengatur mengenai perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku
usaha,seperti larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam
menawarkan, larangan-larangan dalam penjualan secara obral/ lelang, dan
dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan.
1. Larangan dalam memproduksi/ memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa,
misalnya :
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d) Tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan
dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
e) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
f) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
g) Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang,
ukuran , berat isi atau neto.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.

Tanggung jawab pelaku usaha tercantum dalam Pasal 19 UUPK 8/1999, yaitu:
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen.

Daft Pustaka;
Rezwan,2013.http://rezwan-rizki.blogspot.com/2013/11/etika-profesi-dan-kode-etik-
korporasi.html ( 9 November 2018 Jam 12.02)
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak ( 9 November 2018 Jam 12.07)
2013. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51584b636a944/hak-privilege-
dan-hak-retensi ( 9 November 12.13)
Siti,2018.http://amishare2301.blogspot.com/2018/05/konsep-perlindungan-
konsumen.html ( 9 November 2018 Jam 12.20)
Ali,Hapzi,2018.Business Ethics and Good Governance Corporate Ethics Rights,
Privileges, problems and Protection Modul. Universitas Mercu Buana

Anda mungkin juga menyukai