Anda di halaman 1dari 26

BED SITE TEACHING

*KepaniteraanKlinik Senior
**Pembimbing/ dr. Apriyanto, Sp.BS, M. Kes

Pemeriksaan dan Penilaian Neurologis

KM Alkindi, S. Ked*
Fitrah Nurfauziah, S.Ked*
dr. Apriyanto, Sp.BS, M. Kes **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

HALAMAN PENGESAHAN
BED SITE TEACHING
*Kepaniteraan Klinik Senior
**Pembimbing

Pemeriksaan dan Penilaian Neurologis

Fitrah Nurfauziah, S.Ked*


KM Alkindi, S. Ked*
dr. Apriyanto, Sp.BS, M. Kes **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

Jambi, November 2018


Pembimbing,

dr. Apriyanto, Sp. BS, M. Kes


PENILAIAN DAN PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Penialaian neurologis yang baik adalah kunci penanganan yang tepat terhadap
pasien. Tujuan dasar Pemeriksaan neurologi adalah untuk menyelesaikan 4
pertanyaan:
1. Adakah masalah neurologis?
2. Apakah letak lesi berada di sistem nervus?
3. Apakah kondisi patologis yang dapat menyebabkan lesi?
4. Setelah di pastikan letak neuroanatomis dan penyebab patologis
berdasarkan anamnesa, apakah kemungkinan diagnosa?
Setelah menjawab 4 pertanyaan tersebut maka ditentukan investigasi yang
diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosa
Penilaian neurologis melibatkan:
 Riwayat penyakit
 Pemeriksaan fisik
a. Sistem nervus
b. Pemeriksaan generalisata

Anamnesis Neurologis
Seperti dalam pengobatan umum dan pembedahan anamnesis neurologis
adalah kunci untuk diagnosis. Anamnesis mencakup tidak hanya bertanya pada
pasien namun juga observasi teliti. Kebanyakan penyakit neurologis dapat
didagnosa hanya dengan mengobservasi pasien. Sikap pasien secara general,
mood, posture, gait, ekspresi wahah dan berbicara adalah petunjuk vital untuk
diagnosa akhir. Sebagai tambahan, pasien tanpa penyakit organik dapat terlihat
khas, terutama dengan membesar-besarkan keluhan.
Anamnesa dan pemeriksaan dimulai dengan observasi, dan hal ini harus
dimulai saat pemeriksaan pertama kali sambil menganamnesa pasien. Cara pasien
berjalan kedalam kamar pemeriksaan, duduk dikursi, menjawab pertanyaan dan
naik keatas meja periksa akan menjadi petunjuk vital dalam mendiagnosis pasien.
Sangat penting dalam memberikan pasien kesempatan dalam menjelaskan keluhan
meskipun tidak runut dan terstruktur. Harus ditanyakan pertanyaan terbuka.
Pertanyaan yang menyangkut simptom neurologis sangat penting dalam
anamnesa. Bukan hanya jawaban pasien yang penting tapi juga cara pasien
menjawab pertanyaan yang diberikan. Berikut ini klasifikasi umum mengenai
simptom neurologis.
1. Simptom neurologis general :
a. Sakit kepala
b. Penurunan kesadaran
c. Vertigo
d. Kejang dan pingsan
2. Simptom meningismus :
a. Sakit kepala
b. Fotophobia
c. Kaku leher
d. Muntah
3. Simptom yang berhubungan dengan indra :
a. Penglihatan
b. Pendengaran
c. Perasa
d. Penciuman
4. Simptom yang berhubungan dengan cara bicara dan pemahaman
5. Simptom motorik
a. Kekuatan
b. Koordinasi
6. Simptom sensorik
7. Simptom kognitif (Memori)
8. Simptom dari sistem lainnya yang berhubungan dengan sistem saraf
Pertanyaan yang cermat akan menegaskan setiap gejala yang berhubungan
dengan simptom. Meliputi :
- Waktu, Onset, progresi dan durasi dari gejala. Onset merupakan petunjuk
penting dalam proses patologis. Onset yang tiba-tiba dari gangguan
neurologis biasanya disebabkan karena vascular atau epileptiform. Sakit
kepala berat yang tiba-tiba menandakan perdarahn subarachnoid dimana
sakit kepala yang progresif lebih berhubungan dengan tumor cerebri.
Onset yang tiba-tiba pada hemiplegia mungkin disebabkan oleh gangguan
vaskular dan kelemahan yang bersifat progresif dapat disebabkan
sumbatan.
- Faktor yang memperberat dan memperingan gejala? Sakit kepala yang
disebabkan peningkatan tekanan intrakranial biasanya memburuk pada
pagi hari dan pada saat batuk. Pasien dengan nyeri tangan pada carpal
tunnel sindrom seringkali memburuk pada saat malam dan berkurang pada
saat mengibas-ngibaskan tangan.
- Adakah hubungan antara riwayat penyakit dahulu dengan keluhan saat ini?
Keluarga pasien dan saksi mata sangat membantu dalam memberikan
informasi pada anamnesa, ini sangat penting dilakukan jika pasien anak-
anak atau jika terdapat gangguan memori. Anamnesa mengenai kejadian
kejang pada epilepsi harus didapatkan melalui keluarga atau orang yang
melihat kejadiannya.
Anamnesa mengenai perjalanan penyakit dan gejala harus diperoleh
sebelum memulai pemeriksaan.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis harus dilakukan secara sistematik :
1. Status mental
2. Cara bicara
3. Nervus cranialis
4. Pemeriksaan ekstremitas dan trunkus
a. Postur
b. Wasting
c. Tone
d. Kekuatan
e. Refleks
f. Sensasi
g. Keseimbangan dan gait
Status mental
Pemeriksaan status mental meliputi pemeriksaan:
- Status kesadaran
- Orientasi waktu, tempat, dan orang
- Memori
- Status emosional
- Adanya delusi atau halusinasi
Pemeriksaan status mental yang benar penting untuk mengevaluasi tanda
neurologis lainnya. Pemeriksaan neurologis lainnya harus dilakukan sesuai
dengan kondisi kejiwaan pasien. Pemeriksaan yang akurat mengenai status
kesadaran khususnya penting dalam gangguan neurosurgical dan evaluasi dari
tingkat kesadaran menggunakan Glasgow coma scale di deskripsikan pada bab
cedera kepala (bab 4). Pada keadaan seperti stupor harus dihindari dan
pemeriksa harus objektif dalam menilai dan mendeskirpsikan respon pasien
terhadap stimulus spesifik.
‘drowsiness’ merupakan penurunan kesadaran yang penting dalam tanda
neurologis dan indikasi mayor patologi intrakranial. Sama seperti semua tanda
dan gejala neurologis ini penting dalam mendapatkan pemeriksaan dari
progresifitas ‘drowsiness’ dengan bertanya pada teman dan kerabat pasien.
Penurunan kesadaran yang progresif adalah kegawatdaruratan neurosurgical.
Gangguan memori harus di uji jangka panjang dan jangka pendek. Uji
memori jangka pendek dengan meminta pasien mengulang kembali nama,
alamat, dan bunga setelah kita menyebutkannya 5 menit sebelumnya.
Kehilangan memori jangka pendek dengan preservasirelatif dari memori
angka panjang adalah dimensia, seperti penyakit alzheimer’s. Pada psikosis
korsakoff’s gangguan terletak pada memori jangka pendek dan disorientasi
mungkin sangat berat, pasien akan membuat cerita untuk membuat jawaban
yang meyakinkan untuk pertanyaan yang diberikan.Hal ini merupakan
konfabulasi dan biasanya berhubungan dengan pengguna alkohol, meskipun
jarang dijumpai sebagai hasil dari lesi di anterior hipotalamus karena trauma
dan diikuti perdarahan subarachnoid dan vasospasme.
Gangguan Bicara
Terdapat 4 gangguan utama berbicara:
1. Mutisme
Dikarateristikkan sebagai pasien alert, namun tidak ada upaya untuk
berbicara. Hal ini dapat terjadi karena lesi mengenai aspek medical pada
lobus frontal, Terjadi sebagai hasil dari vasospasme diikuti perdarahan
subarachnoid karena ruptur aneurisma arteri comunicans anterior
2. Aphonia
Keadaaan dimana pasien mampu untuk berbicana namun tidak mampu
menghasilkan volume suara. Hal ini dikarenakan gangguan pada pita suara
atau laring. Jika pasien dapat batuk secara normal, hal ini biasanya sebuah
histeria.
3. Disartria
Terjadi karena ketidakcocokan koordinasi antara bibir, palatum, lidah,
laring dan mungkin penaruh dari ekstrapiramidal, batang otak atau lesi
pada cerebellum. Volume dan konten pembicaraan akan normal namun
pengucapannya akan terganggu
Disarthria spastik. Hal ini dikarenakan penyakit UMN bilateral karena
pseudobulbar palsy, penyakit motor neuron atau tumor batang otak
Disarthria ataxic. Hal ini dikarenakan ketidakcocokan koordinasi
antara otot untuk berbicara; kata-kata biasanya meniru dan ritmenya
berulang-ulang. Tipe disartria ini terdapat pada tumor cerebellopontine
angle, lesi pada cerbellum, sklerosis multipel dan toksisitas phenitoin.
Disartria dapat diakibatkan oleh lesi LMN dan otot, seperti yang
terjadi pada palatal palsy atau paralisis lidah.
‘rigid disartria’. Dikarateristikkan pada pasien parkinson. Pada kasus
yang berat fenomena palialia dapat diidentifikasi, yang mana terdapat
pengulangan konstan suku kata partikular
4. Disfasia
Disfasia dapat ekspresif atau reseptif.Pasien dengan disfasia eskpresif
dapat mengerti pembicaraan namun tidak dapat merangkai pembicaraan
mereka sendiri. Pasien dengan disfasia reseptif tidak dapat mengerti
pembicaraan langsung maupun tertulis. Meskipun satu dari tipe disfasia
yang paling mendominasi terdapat kecenderungan gabungan dari dua
ketidakmampuan. Disfasia merupakan akibat dari lesi pada hemisfer
dominan, dimana hemisfer kiri pada pasien yang dominan menggunakan
tangan kanan hemisfer kiri.
Disfasia ekspresif. Hal ini terjadi karena terdapat lesi yang mengenai
gyrus presentralis bagian bawah area broca atau regio temporoparietal
sinistra posterior. Jika regio temporoparietal sinistra posterior yang
terkena, pasien dapat memiliki disfasia nominal, dimana terdapat
ketidakmampuan dalam penamaan benda tetapi kemampuan berbicara
masih ada.
Disfasia repetitif. Hal ini dikarenakan lesi pada area wernicke, dimana
bagian posterior gyrus temporal superior dan lobus parietal.

Alexia
Alexia merupakan ketidakmampuan untuk memahami pembicaraan
tertulis. Alexia dengan agraphia (ketidakmampuan menulis) diakibatkan
lesi pada gyrus angular kiri. Pasien tidak dapat membaca atau menulis
secara spontan dan kondisi ini sering kali disertai dengan disfasia nominal.
Akalkulia, hemianopia dan agnosia visual. Sindroma Gerstmann terdiri
finger agnosia termasuk jari penderita sendiri dan jari pemeriksa,
akalkulia, disorientasi arah, dan agrafia tanpa alexia. Hal ini ditemukan
pada lesi hemisfer dominan di regio gyrus angular.

Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus Olfaktorius
Indera penciuman harus diuji pada pasien dengan mengendus melalui tiap
lubang hidung selagi sisi satunya lagi ditekan. Penyebab tersering anosmia adalah
lesi nervus olfaktorius akibat cidera kepala, dan tumor yang melibatkan dasar
fossa kranialis, terutama meningioma olfactory groove. Penting untuk
menggunakan bahan yang non iritan saat menguji nervus olfaktorius, karena
bahan iritatif (cth. Amonia) dapat menyebabkan iritasi pada mukosa nasal.
Stimulus kemudiandipersepsikanoleh serat sensoris nervus trigeminal.

Nervus Optikus
Nervus optikus harus diuji dengan cara :
 Menilaivisus dan warna
 Menilai lapangan pandang
 Pemeriksaan fundus dengan ophtalmoskop
 Reflek Cahaya Pupil
Menilai visus dan warna
Visus harus diuji dengan snellen chart standa yang berjarak 6 meter. Visus
dicata sebagai pecahan, contoh 6/6 atau 6/12, dimana penyebut mengindikasikan
jarak dalam meer dari chart dan pembilang merupakan baris chart yang dapat
dibaca. Visus 6/6 adalah normal. Refraksi yang eror harus dikoreksi dengan cara
menguji saat pasien menggunakan kacamata atau meminta pasien untuk melihat
chart dari setitik lubang.
Menilai lapangan pandang
Lapangan pandang dapat dilakukan dengan konfrontasi, dimana pasien
menghadap pemeriksa dan obyek dengan beragam variasi ukuran yang digerakkan
perlahan hingga batas lapangan pandang. Pemeriksaan formal menggunakan
perimetri harus dilakukan pada seluruh kasus kegagalan visual, tumor pituitari,
tumor parasellar, atau tumor lain yang mungkin melibatkan jalur visual dan
penyakit demielinisasi, atau jika ada keraguan setelah konfrontasi, lapangan
pandang dapat dibatasi.
Perimetri dapat dilakukan menggunakan baik layar tangent, seperti layar
Bjerrum, atau perimeter Goldmann. Layar Bjerrum mencatat lapangan sentral
pengelihatan. Dengan memperbesar area sentral keluar hingga 30o lebih mudah
untuk mendeteksi skotoma dan untuk mengukur titik buta dan penggunakan target
yang cukup kecil, layar tangent memberikan representasi akurat pada lapangan
perifer. Mesin perimetri otomatis dapat menyediakan uji lapangan pandang yang
akurat dan dapat diulang yang bermanfaat pada pasien kooperatif.
Pola pengurangan lapangan pandang tergantung pada letak anatomis lesi pada
jalur visual:
 Kehilangan pengelihatan total – lesi nervus optikus
 Hemianopia altitud - Lesi parsial nervus optikus akibat trauma atau
serangan vaskular
 Hemianopia homonim – lesi traktus optikus, radiasi atau kalkarin korteks
 Hemianopia bitemporal – lesi chiasma optikus seperti tumor pituitari,
kraniofaringioma atau meningioma superselar
Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop
Fundus harus diuji dengan oftalmoskop dengan perhatian khusus pada:
 Diskus optik
 Pembuluh darah
 Retina
Diskus optik yang pucat diakibatkan atrofi optik yang dapat disebabkan secara
primer, sebagai hasil lesi nervus optik akibat kompresi atau demielinisasi, atau
konsekutif, dimana mengikuti pembengkakan berat dari diskus. Papiloedema
diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan ditandai:
 Margin diskus yang kabur
 Filling in pada optic cup
 Pembengkakak dan engorgement vena retina, dengan kehilangan pulsasi
normal vena
 Perdarahan disekitar margin diskus (jika berat)

Nervus Cranial Ketiga, Keempat dan Keenam


Karena nervus kranial ini semuanya terlibat dalam inervasi otot ekstraokular,
mereka biasanya diuji bersamaan. Pemeriksaan ini melibatkan penilaian:
 Posisi kelopak mata
 Pupil
 Pergerakan ekstraokular
Posisi Kelopak Mata
Ptosis diakibatkan paralisis dari levator palpebra superior akibat dari lesi nervus
kranial 3 atau kelemahan otot tarsal akibat lesi simpatik (Sindroma Horner’s)
Pupil
Penilaian harus dilakukan mengenai ukuran pupil, bentuk dan equalitas. Reaksi
pupil terhadap cahaya harus diuji dengan menggunakan sinar cahaya ke mata dan
mencatat reaksi matanya, begitu juga respon konsensual mata berlawanan. Reaksi
pada kovergensi dan akomodasi untuk pengelihatan jarak dekat harus di uji
dengan meminta pasien untuk tetap memperhatikan suatu objek dan kemudian
meletakkan pena sekitar 12 cm didepan nasal bridge.
Konstriksi pupil unilateral (miosis) sering mengindikasikan lesi pada persarafan
simpatik ke otot dilator pupilaris.
Sindroma Horner, pada tahap komplit, terdiri atas miosis, ptosis, enophtalmos dan
kekeringan serta hangat pada sebagian wajah. Hal ini diakibatkan oleh lesi pada
persarafan simpatik yang diakibatkan aneurisma arteri karotis intrakavernosa,
atau tumor pancoast pada apex paru.
Dilatasi pupil (midriasis) disebabkan oleh paralisis nukleus Edinger-Westphal
pada otak tengah, sehingga dapat terlihat pada palsy nervus III. Kemungkinan
penyebabnya adalah aneurisma arteri komunikans posterior yang menyebabkan
tekanan pada serat ini di nervus kranialis III dan herniasi tentorial akibat tekanan
intrakranial dengan herniasi unkus dari lobus temporal yang menyebabkan
kompresi nervus III.
Pupil myotonik (Holmes-Adie) biasanya terjadi pada wanita muda dan datang
dengan dilatasi unilateral salah satu pupil dengan kegagalan untuk bereaksi
terhadap cahaya. Pupil menunjukkan konstriksi lambat yang terjadi pada
kovergensi yang bertahan selama periode jangka panjang. Pada sindroma komplit,
jerk pada lutut dan tumit tidak ditemukan.
Pergerakan Ekstraokular
Berikut ini adalah fungsi umum otot ekstraokular.
 Rektus lateral (Nervus VI) menggerakkan mata secara horizontal kearah
luar
 Rektus medial (Nerus III) menggerakkan mata secara horizontal kearah
dalam
 Rektus superior (Nervus III) elevasi mata saat digerakkan kearah luar
 Oblik inferior (Nervus III) elevasi mata saat digerakkan kearah dalam
 Rektus inferior (Nervus III) depresi mata saat digerakkan kearah luar
 Oblik superior (Nervus IV) depresi mata saat digerakkan kearah dalam
Pasien harus di uji untuk diplopia, yang mengindikasikan kelemahan otot
okular sebeum dilakukan pemeriksaan. Berikut aturan yang membantu untuk
menilai otot dan saraf kranial mana yang terlibat.
 Peletakkan gambar yang salah dapat berupa horizontal, vertikal atau
keduanya
 Pemisahan gambar adalah yang terbesar pada arah dimana otot yang lemah
digerakkan
 Gambaran yang salah terletak paling jauh pada arah dimana otot
seharusnya bergerak
Gangguan pergerakan mata dapat diakibatkan oleh kelainan konjugasi
pergerakan okular. Pusat kontrol konjugasi pandangan lateral diatur dibagian
posterior lobus frontal, dengan input dari regio oksipital. Jalur akhir tersering
untuk mengontrol pergerakan konjugasi adalah batang otak, khususnya di tengah
bundel longitudinal. Lesi pada lobus frontal menyebabkan paralisis kolateral dari
konjugasi pandangan (contoh mata terdeviasi ke sisi lesi) dan lesi batang otak
menyebabkan paralisis ipsilateral dari konjugasi pandangan (contoh mata
terdeviasi ke sisi berlawanan dari lesi).
Nystagmus harus diuji dengan menanyakan pasien untuk memandang ujung
pointer atau jari. Ini harus dilakukan terlebih dahulu pada garis tengah dan
kemudian digerakkan perlahan kekiri, kekanan dan vertikal kearah atas dan kearah
bawah.
Nystagmus jerk adalah tipe yang paling sering, terdiri dari gerakan lambat ke
satu sisi dan diikuti pergerakan koreksi cepat kearah berlawanan.
Nystagmus jerk horizontal terbentuk akibat lesi di sistem vestibular yang
dapat terjadi di perifer labirin, bagian sentral nuclei, pada batang otak atau di
serebelum. Pada lesi perifer fase cepat menjauhi lesi dan amplitudonya lebih besar
diarah fase cepat. Padalesi serebelar fase cepat pada arah pandangan saat itu
namun amplitudonya lebih besar dari sisi lesi. Sederhananya fase cepat dilihat
untuk mengindikasikan arah nistagmus, jadi jika fase lambat kearah kanan dan
fase cepat kearah kiri pasien didefenisikan pasien mengalami nistagmus ke kiri.
Nistagmus vertikal dakibatkan lesi intrinsik otak seperti sklerosis multipel,
tumor batang otak atau keracunan fenitoin. Nystagmus “downbeat:, yang
dikarakteristikkan sebagai nystagmus vertikal dieksagregasi oleh pandangan
kebawah, merupakan bukti khusus untuk lesi batang otak rendah yang disebabkan
oleh sindroma chiari, dimana batang otak rendah telah terkompresi oleh tonsil
serebelar desecenden (Bab 11).
Nervus Trigeminal
Nervus kranial V (nervus trigeminal) diuji dengan menilai sesani fasial pada
tiga divisi nervus kranial; sensasi korneal harus di uji menggunakan kapas wools
halus. Fungsi motorik nervus kranialis V dapat diuji dengan mempalpasi otot saat
pasien membuka rahangnya, menguji kekuatan rahang saat membuka dan
bergeser ke lateral (Gambar 1.5)

Nervus Fasialis
Nervus fasialis diuji dengan menilai pergerakan wajah. Pada kelemahan fasial
lesi UMN, kelemahan diwajah bagian bawah jauh lebih hebat dibandingkan
bagian atas, dengan kekuatan orbikularis oris relatif baik. Hal ini diakibatkan lesi
diantara korteks dan nukleus fasial pada pons. Kelemahan LMN dapat dilihat dari
kelemahan yang setara pada bagian atas dan bawah wajah serta diakibatkan oleh
lesi di, atau distal dari, nukleus nervus fasialis pada pons.
Korda timpani membawa sensasi pengecapan dari 2/3 anterior dan harus diuji
menggunakan beberapa sensasi rasa yang diletakkan secara hati hati pada anterior
lidah.

Nervus Vestibulokokhlearis
Nervus kranialis VIII terdiri atas:
 Nervus kokhlear-pendengaran
 Nervus vestibularis
Nervus Kokhlearis
Pendengaran dapat diuji secara langsung dengan menggerakkan jari ke
meatus salah satu sisi, untuk menghasilkan suara gesekan, dan mengucapkan kata
berulang pada volume standar dan dari jarak yang sama pada telinga satunya lagi.
Membedakan tuli konduksi dan sensorineural dapat dilakukan dengan uji
menggunakan garpu tala.
Uji Rinne dengan memegang garpu tala yang bergetar di depat meatus
eksternal dan kemudian pada prosesus mastoid. Pada tuli nervus baik konduksi
udara dan tulang berkurang, namun konduksi udara masih lebih baik. Pada tuli
konduktif konduksi tulang lebih baik dibandingkan konduksi udara.
Pada uji weber garpu tala yang bergetar diletakkan ditengah dahi. Pada tulis
nervus suara akan terdengar lebih baik pada telinga normal, namun pada tuli
konduktif suara aka dikonduksi pada telinga yang abnormal.
Audiometri formal harus dilakukan jika terdapat gejala kelainan pendengaran.
Nervus Vestibularis
Uji paling sederhana pada fungsi vestibular adalah tes kalori, yang biasanya
dilakukan pada pasien diduna memiliki tumor cerebellopontine angleatau sebagai
uji fungsi batang otak pada pasien dengan cidera otak berat.
Uji kalori harus dilakukan dengan mengelevasi kepala 30o sehingga kanal
horizontal diposisikan pada bidang vertikal. Irigasi dengan air es menyebabkan
deviasi pandangan tonik ipsilateral.

Nervus Glosofaringeus dan Vagus


Nervus glosofaringeal dan vagus dapat dengan mudah dinilai dengan menguji
pergerakkan palatal dan sensasi dari faring dan palatum mole. Jika diperlukan pita
suara (nervus vagus) dapat diuji dan uji pengecapan pada bagian 1/3 posterior
lidah dapat dilakukan.

Nervus Aksesorius
Nervus aksesorius menyediakan kekuatan motorik pada bagian atas trapezius
dan sternocleidomastoideus. Otot tersebut dapat diuji dengan mengarahkan kepala
pasien ke satu sisi sambil meminta pasien memberi perlawanan kemudian
mempalpasi otot sternokleidomastoideus disisi berlawanan. Otot trapezius paling
bagus diuji dengan meminta pasien mengangkat bahu sambil memberi tahanan
kebawah pada bahu tersebut.

Nervus Hipoglosus
Nervus hipoglosus bertanggungjawab untuk pergerakkan lidah. Lidah harus
diinspeksi untuk mendeteksi wasting dan pergerakkan dari satu sisi ke sisi lain
harus diamati untuk mendeteksi kelemahan. Ujung lidah yang dijulurkan akan
terdeviasi kearah sisi yang mengalami kelemahan.

Pemeriksaan Perifer
Inspeksi Umum dan Postur
Postur pasien dapat mengindikasikan kelainan neurologi yang mendasari, atau
sebuah postur abnormal yang disebabkan nyeri. Pasien dengan sciatica akan
sering berbaring depan posisi berlawanan dengan kaki yang sakit fleksi pada
panggul dan lutut. Postur deserebrasi didiskusikan di Bab 4.
Anggota gerak harus diinspeksi untuk membandingkan ukuran dan bentuk
serta mendeteksi deformitas; lesi neurologis yang lama dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan atau wasting. Lesi LMN pada anak anak, seperti palsi
plexus brakhial atau poliomyelitis, akan menyebabkan gangguan pertumbuhan
anggota gerak yang jelas. Lesi UMN berkepanjangan, seperti himeplegi infentil
akut dan trauma serebral saat persalinan, juga akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan, namun pada derajat yang lebih ringan, dengan postur hemiplegi dan
refleks teragregasi.
Wasting
Sendi tangan dan bahu harus diinspeksi untuk mendeteksi wasting dan
fasikulasi. Begitu juga dengan palpasi untuk wasting otot spesifik pada tiap
anggota gerak , ukuran lingkar anggota gerak harus diukur pada posisi yang dapat
diindetifikasi dengan jelas, seperti 8cm diatas atau dibawah olekranon, 10 cm
diatas patela dan 8 cm dibawah tuberositas tibia.
Pola wasting akan menjadi petunjuk penting pada kelainan neurologi yang
mendasari.
Wasting pada lengan bawah dan otot-otot kecil tangan.
Hal ini disebabkan oleh lesi LMN yang khususnya mengenai setinggi C7,C8
dan T1 serta kemungkinan lesi akibat:
 Medula spinalis – penyakit motor neuron, syringomyelia, tumor medula
spinalis
 Radix nervus servikal – prolaps diskus servikal
 Plexus brachial – trauma, iga servikal, tumor aksila
 Nervus perifer – kompresi nervus ulnaris pada siku, sindroma terowongan
karpal (nervus medianus)
Wasting pada otot tungkai bawah
Hal ini dapat disebabkan oleh kompresi kauda equina atau radiks nervus
lumbosakral akibat prolaps diskus lumbar atau tumor
Distrofi muskular
Hal ini dinilai secara genetik dengan myopati degeneratif turunan dan
menyebabkan pola umum pada wasting otot.
 Distrofi fascioscapulohumeral melibatkan wajah dan sendi bahu
 Distrofi sendi anggota gerak proksimal yang melibatkan sendi bahu dan
panggul
 Distrofi miotonia melibatkan wajah, sternomastoid dan quadrisep femoris.
Terdapat myotonia (kegagalan otot untuk beristirahat setelah kontraksi),
biasanya pada otot perifer dan lidah.
 Atrofi otot peroneal, yang sebagian besar melibatkan anggota gerak
bawah, karena tampilan “botol terbalik” dengan perubahan serupa namun
tidak secepat pada anggota gerak atas.
 Distrofi muskular Duchenne kejadian terutama pada anak laki-laki dan
menyerang lengan dan kaki; otot memiliki tampilan pseudohypertrofik.
Tonus
Tonus pada anggota gerak atas harus diuji pergerakkan fleksi-ekstennsi
tangan, dengan menggenggam ujung jari dan dengan pronasi-supinasi lengan
bawah. Tonus pada anggota gerak bawah harus diuji dengan fleksi panggul, lutut
dan tumit.
Berkurangnya tonus
Hal ini disebabkan oleh:
 Lesi LMN melibatkan radiks spinal atau sel anterior horn medula spinalis
 Lesi radiks sensorid dari reflex arc, contohnya tabes dorsalis
 Lesi cerebellar, menyebabkan hipotonia ipsilateral
 Miopati
 Shock spinal; (fase akut pada lesi spinal berat biasanya akibat trauma)
Peningkatan tonus
Hal ini dapat dihasilkan oleh lesi UMN apapun yang melibatkan traktur
kortikospinal diatas tingkat sel anterior horn pada medula spinalis.
Ada 3 tipe mayor hipertonisitas.
“Clasp knife” spastisitas, dimana resistensi kebanyakan dikatakan saat gerakan
dibuat.Biasanya lebih terlihat di otot fleksor dan anggota gerak atas dan otot
ekstensor pada anggota gerak bawah dan merupakan tanga lesi UMN
“Lead pipe” rigiditas, dimana terdapat resistensi yang setara pada seluruh
pergerakan. Hal ini merupakan karakteristik dari lesi sistem ekstrapiramidal
namun juga tampak pada spastisitas berat dari lesi UMN.
“Cog wheel” rigidita, dimana terdapat resistensi menyentak pada gerakan dan
terjadi pada lesi degeneratif sistem ektrapiramidal, khususnya penyakit parkinson.
“Clonus” paling baik dijelaskan dorsifleksi cepat dan kuat dari kaki dan
mengindikasikan atadanya peningkatan tonus.
Kekuatan
Kekuatan harus diuji pada semua anggota gerak, dibandingkan satu sisi
dengan yang lainnya. Penilaian sistematik dapat memberikan informasi pada pola
kelemahan berupa kelemahan serebral medula spinalis, atau pleksus atau nervus
perifer. Nervus utama dan suplai radiks utama pada otot ditunjukkan pada tabel
1.1.
Tabel 1.1 nervus dan radiks utama otot
Radiks spinal
Ekstremitas superior
Nervus spinal aksesorius
Trapezius C3,C4
Pleksus brachialis
Rhomboids C4, C5
Serratus anterior C5, C6, C7
Pectoralis major
Clavicular C5, C6
Sternal C6, C7, C8
Supraspinatus C5, C6
Infraspinatus C5, C6
Latissimus dorsi C6, C7, C8
Teres major C5, C6, C7
Nervus axilaris
Deltoid C5,C6
Nervus muskulokutaneus
Biceps C5, C6 C5, C6
Brachialis C5, C6 C5, C6
Nervus radialis
Triceps
Long head C6, C7, C8
Lateral head
Medial head C5, C6
Brachioradialis C5, C6
Extensor carpi radialis longus
Nervus interosseus posterior
Supinator C6, C7
Extensor carpi ulnaris C7, C8
Extensor digitorum C7, C8
Abductor pollicis longus C7, C8
Extensor pollicis longus C7, C8
Extensor pollicis brevis C7, C8
Extensor indicis C7, C8
Nervus Medianus
Pronator teres C6, C7
Flexor carpi radialis C6, C7
Flexor digitorum superficialis C7, C8, T1
Abductor pollicis brevis C8, T1
Flexor pollicis brevis* C8, T1
Opponens pollicis C8, T1
Lumbricals I and II C8, T1
Nervus interosessus anterior
Flexor digitorum profundus I and II C7, C8
Flexor pollicis longus C7, C8
Nervus ulnaris
Flexor carpi ulnaris C7, C8, T1
Flexor digitorum profundus III dan IV C7, C8
Hypothenar muscles C8, T1
Adductor pollicis C8, T1
Flexis pollicis brevis C8, T1
Palmar interossei C8, T1
Dorsal interossei C8, T1
Lumbricals III and IV C8, T1
Ekstremitas inferior
Nervus femoralis
Iliopsoas L1, L2, L3
Rectus femoris
Vastus lateralis quadriceps L2, L3, L4
Vastus intermedius femoris
Vastus medialis
Nervus obturator
Adductor longus L2, L3, L4
Adductor magnus
Nervus gluteal superior
Gluteus medius dan minimus L4, L5, S1
Tensor fasciae latae
Nervus gluteal inferior
Gluteus maximus L5, S1, S2
Nervus sciatic dan tibial
Semitendinosus L5, S1, S2
Biceps L5, S1, S2
Semimembranosus L5, S1, S2
Gastrocnemius dan soleus S1, S2
Tibialis posterior L4, L5
Flexor digitorum longus L5, S1, S2
Flexor hallucis longus L5, S1, S2
Otot-otot kecil pada kaki S1, S2
Nervus sciatic dan peroneal communis
Tibialis anterior L4, L5
Extensor digitorum longus Extensor L5, S1
hallucis longus L5, S1
Extensor digitorum brevis L5, S1
Peroneus longus L5, S1
Peroneus brevis L5, S1
*flexor pollicis brevis dipersarafi sebagian atau seluruhnya dengan nervus ulnaris

The Medical Research Council mengklasifikasikan derajat kelemahan dengan


menguji kekuatan, dengan rentang 0 sampai 5 (Tabel 1.2). Tampak adanya
rentang kekuatan yang dipertimbangkan antara derajat 4 dan 5 serta beberapa
dokter membuat subklasifikasi lanjutan sendiri untuk hal ini.
Tabel 1.2 The Medical Research Council Pengklasifikasian derajat kekuatan
0. Paralisis total
1. Terdapat kontraksi otot namun tidak ada pergerakan ekstremitas
2. Apabila terdapat hanya jika gaya tarik bumi tereleminasi
3. Dapat melkukan ROM secara penuh dengan melawan gaya berat
(gravitasi), tetapi tidak dapat melawan tahanan.
4. Dapat melakukan Range Of Motion (ROM) secara penuh dan dapat
melawan tahanan ringan
5. Kekuatan otot normal dimana seluruh gerakan dapat dilakukan otot
dengan tahanan maksimal

Kelemahan akibat lesi traktus kortikospinal paling terlihat pada abduktor dan
ekstensor anggota gerak atas dan fleksor pada anggota gerak bawah. Normalnya
berkaitan dengan peningkatan tonus dan refleks.
Kelemahan akibat lesi LMN biasanya lebih berat dibandingkan saat melibatkan
UMN dann terlihat pada distribusi nervus yang terlibat. Kelemahan berhubungan
dengan wasting, hipotonia dan hilangnya refleks.
Fasikulasi bersifat ireguler, kontraksi non-ritmik pada fasikulasi otot yang dapat
ditemukan dengan mudah pada pada otot deltoid dan betis. Biasanya terjadi pada
UMN namun juga dapat tejadi pada lesi LMN, contoh pada kelainan anggota
gerak bawah akibat kompresi radiks lumbar berkepanjangan.
Refleks
Reflek tendon dalam membutuhkan stimulus, jalur sensoris, motor neuron,
kontraksi otot dan sinap antar neuron untuk menimbulkan respon.
Penurunan atau hilangnya refleks tendon
Hal ini dapat terjadi akibat hambatan pada refleks arc:
 Nervus sensoris – polyneuritis
 Radiks sensoris – tabes dorsalis
 Sel anterior horn – poliomyelitis
 Radiks anterior – kompresi
 Nervus motorik perifer – trauma
 Otot – Myopati
Peningkatan reflek tendon dalam
Akibat lesi sistem piramidalis, peningkatan refleks tendon dalam dapat
berkepanjangan, dengan amplitudo yang lebih besar pada lesi serebelar. Pada
myxoedema fase relaksasi refleks menurun.
Pada tiap refleks tendon dalam berkaitan dengan inervasi segmental dan nervus
perifer yang tercantum pada Tabel 1.3.
Refleks abdomen superfisial memiliki inervasi segmental meluas dari T9 diregio
abdominal atas hingga T12 bagian rendah. Refleks dapat hilang pada lesi
piramidal diatas tingkat inervasi segmental, khususnya pada lesi spinal. Namun,
refleks juga dapat sulit untuk timbul saat otot abdomen diregangkan atau cidera
kibat operasi pembedahan, atau pada pasien obesitas abdominal yang besar.
Refleks plantar
Hal ini ditimbulkan dengan memfleksi ibu jari pada sensi metatarsofalangeal.
Respon babinsky terdiri dari ekstensi ibu jari di sendi metatarsofalangeal, dan
biasanya pada sendi interfalangeal, dan mengindikasikan gangguan pada traktus
piramidal.
Sensasi
Modalitas sensasi yang harus diuji adalah:
Sentuhan ringan
Pinprick (pain)
Posisi (popriosepsi)
Vibrasi
Uji sensoris melibatkan pemahaman yang akurat mengenai jalur anatomis sensasi.
Seluruh modalitas perjalanan nyeri pada nervus perifer dan radiks sensoris medula
spinalis, atau melalui nervus cranial ke batang otak. Serabut nyeri dan suhu masuk
ke bagian posterolateral medula spinalis, berjalan ke kranial ke beberapa segmen
dan bersilangan ke traktus spinotalamikus anterolateral berlawanan. Traktus ini
naik ke batang otak diikuti jalur quinotalamikus (trigeminotalamikus) pada pons.
Ujung serabut biasanya pada nekleus ventrolateral dari thalamus dan dari sini
impuls sensoris melewati limbus posterior kapsula interna ke korteks sensoris
postsentral (lihat bab 19, gambar 19.1) Serabut membawa sensasi sentuhan
ringan, propriosepsi dan getaran naik terutama ke kolumna posterior ipsilateral
dari medula spinalis pada sisi yang sama dari nukleus grasilis dan kuneatus.
Serabut bersilangan di garis tengah kemudian naik ke batang otak di lemniscus
medial, ke sinaps pada thalamus dan kemudian ke korteks sensoris.
Hilangnya sensoris melibatkan stimuli nosiseptif (suhu dan nyeri) harus sesuai
dengan polanya:
 Nervus perifer
 Dermatom (radiks nervus)
 Medula spinalis – sesuai tingkat sensoris
 “Glove and stocking” akibat neuropati perifer
 Hemianalgesia- thalamus atau batang otak atas
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada satu sisi wajah dan sisi berlawanan
tubuh – lesi pada medula yang mempengaruhi radiks descending pada
nervus V dan traktus spinothalamikus ascending dari bagian tubuh.
Koordinasi
Koordinasi harus diuji pada anggota gerak atas dan bawah. Pada anggota
gerak atas paling baik dinilai menggunakan uji “finger-nose” dan pada anggota
gerak bawah dinilai menggunakan uji “heel-knee”. Penting untuk menentukan
apakah kelainan koordinasi diakibatkan defek akibat:
Fungsi serebellar
Propriosepsi
Kelemahan otot
Gait
Bagian penting pemeriksaan ini adalah untuk mengamati gait pasien. Hal ini
paling bagus dilakukan tidak hanya pada pemeriksaan formal namun juga saat
pasien tidak mengetahui jika sedang diobservasi. Tipe gait dikarakteristikkan oleh
gangguan neurologis yang mendasari.
Hemiparesis akan menyebabkan pasien untuk menyeret kaki, dan jika berat,
kaki akan di ayunkan dari panggul, menghasilkan pergerakan yang disebut
sirkumduksi
High stepping gait terjadi dengan foot drop (contoh lesi radiks L5 akibat
prolaps diskus, palsy nervus popliteal lateral, atrofi otot peroneal). Pasien
mengangkat kaki terlalu tinggi untuk melawan foot drop dan jempolnya akan
menyentuh tanah terlebih dahulu. Pada tabes dorsalis high stepping gait
diakibatkan hilangnya sensasi posisional namun gait yang serupa, dengan derajat
lebih rendah, akan diakibatkan oleh ketelibatan kolumna posterior dari medula
spinalis atau neuropati sensorik berat yang mengganggu sensasi posisional. Gait
memburuk pada saat malam dan tumit biasanya menyentuh tanah lebih dahulu.
Pada penyakit parkinson atau penyakit ekstrapiramidal lainnya pada pasien
akan berjalan dengan gait membungkuk dan terseok seok. Pasien dapat
mengalami kesulitan untuk memulai berjalan dan berhentu. Sedikit dorongan
kedepan dapat menyebabkan pergerakan cepat kedepan (protopulsi).
Pada gait ataksik, pasien tidak stabil akibat gangguan serebelar. Tumor garis
tengah vermis akan mengakibatkan pasien terhuyung huyung ke arah manapun.
Jika hemisfer serebelar terlibat, pasien akan cenderung untuk terjatuh ke sisi
ipsilateral.
Waddling gait berhubungan dengan dislokasi kongenital panggul dan distrofi
otot.
Gait histerikal sering aneh dan hilang saat pasien tidak saadar jika sedang
diamati.
Berdasarkan penilaian klinis, diagnosa presumtif dibuat dan pengamatan lebih
lanjut dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosa. Pengamatan laboratoris
ini dan prosedur radiologis dideskripsikan di bab selanjutnya.
Kematian Otak
Penggunaan organ donor untuk transplantasi dan kemajuan pada fasilitas
perawatan intensif menghasilkan kebutuhan akan adanya kriteria kematian otak
yang diterima secara medis dan legal.
Jika terdapat kerusakan batang otak yang tidak dapat dipulihkan dan uji yang
dideskripsikan dibawah tidak menunjukkan bukti adanya fungsi batang otak,
pasien secara medis dan legal dikatakan mati. Jika ventilasi buatan
diteruskanorgan lain dapat terus berfungsi untuk beberapa waktu. Namun,
penggunaan ventilasi berkepanjangan pada pasien setelah diagnosa kematian otak
dibuat merupakan tindakan tidak bermartabat bagi pasien yang telah mati dan
menyebabkan stres untuk keluarganya, serta menyia nyiakan sumber daya medis
(mahal) yang biasanya berjumlah terbatas.
Diagnosa kematian otak bergantung pada :
Prekondisi pasien sebelum uji dilakukan
Uji kematian otak
Prekondisi adalah jika seluruh penyebab reversibel akibat penekanan batang
otak telah disingkirkan. Hal ini berupa :
Obat depresan
Hipotermia (suhu harus diatas 35oC)
Obat neuromuscular blocking
Kelainan endokrin atau metabolik sebagai penyebab kondisi pasien.
Uji kematian otak harus ditunda hingga prekondisi telah dipenuhi secara
absolut.
Uji fugsi batang otak berupa :
Kurangnya respon pupl terhadap cahaya
Kurangnya refleks kornea terhadap stimulasi
Kurangnya refleks okulosefalik
Gagalnya reflek vestibulo-ocular (uji kalori)
Kegagalan refleks menelan atau batuk pada stimulasi bronkial
Tidak ada respon motorik pada wajah atau otot yang dipersarafi nervus kranial
dengan respon terhadap stimulus nyeri
Gagal nafas saat pasien dihentikan penggunaan ventilator dan PaCO2
diperbolehkan untuk ditingkatkan hingga 50 mmHg.
Uji harus diulang setelah interval waktu 30 menit dan penting jika dilakukan
oleh 2 dokter dengan pengalaman yang cukup dan ahli di bidang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai