Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Problematika manusia semakin komplek, himpitan kehidupan telah


menghujam setiap anak manusia di dunia ini, bukan hanya orang tua tetapi remaja
bahkan anak-anak baik laki-laki dan perempuan, kesemuanya mengalami sebuah
problem yang komunal. Berbagai responpun muncul dan kini sudah menjadi
kebiasaan pada Life Style di masyarakat, kertika menghadapi suatu masalah dan
mengalami stress, mereka cenderung untuk lari pada penggunan obat-obatan.1

Sejak dekade 1960-an banyak remaja yang tergolong usia dewasa muda
menderita gangguan penggunaan zat. Mereka menggunakan zat bahan atau obat
psikoaktif dalam jumlah berlebihan sebagai respon mereka terhadap masalah yang
mereka hadapi. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan
tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan semua orang. Kesehatan jiwa adalah
perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat
menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain.2

Masalah zat psikoaktif diawali dari mulainya manusia mengenal tanaman


atau bahan lain yang bila digunakan dapat menimbulkan perubahan pada perilaku,
kesadaran, pikiran, dan perasaan seseorang. Bahan atau zat tersebut dinamakan
bahan atau zat psikoaktif. Sejak itu manusia mulai menggunakan bahan-bahan
psikoaktif tersebut untuk tujuan menikmati karena dapat menimbulkan rasa
nyaman, rasa sejahtera, euforia dan mengakrabkan komunikasi dengan orang lain.
Sebagai contoh, orang menikmati kopi dan (yang mengandung kafein), minuman
beralkohol dan merokok tembakau (yang mengandung nikotin). Selain untuk
dinikmati manusia juga menggunakan zat atau bahan psikoaktif untuk
berkomunikasi transdental dalam upacara kepercayaan.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Gangguan penggunaan zat adalah suatu gangguan jiwa berupa


penyimpangan perilaku yang berhubungan dengan pemakaian zat, yang dapat
mempengaruhi susunan saraf pusat secara kurang lebih teratur sehingga
menimbulkan gangguan fungsi sosial.1

2.2 KLASIFIKASI GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT

2.2.1 Penyalahgunaan Zat

Merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik,


paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan
fungsi sosial atau okupasional. Pola penggunaan zat yang bersifat
patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari, terus menggunakan zat
tersebut walaupun penderita mengetahui bahwa dirinya sedang menderita
sakit fisik berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak
dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut. Gangguan
yang dapat terjadi adalah gangguan fungsi sosial yang berupa
ketidakmampuan memenuhi kewajiban terhadap keluarga kawan-
kawannya karena perilakunya yang tidak wajar, impulsif, atau karena
ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar.3

2.2.2 Ketergantungan Zat


Merupakan suatu bentuk gangguan penggunaan zat yang pada
umumnya lebih berat. Terdapat ketergantungan fisik yang ditandai dengan
adanya toleransi atau sindroma putus zat.4

2
Zat-zat yang sering dipakai yang dapat menyebabkan gangguan
penggunaan zat dapat digolongkan sebagai berikut:4
1. Opioida misalnya, morfin, heroin, oetidin, kodein dan candu
2. Ganja atau kanabis atau mariyuana
3. Kokain dan daun koka
4. Alkohol (Etilkohol) yang terdapat dalam minuman keras
5. Amfetamin
6. Halusinogen, misalnya LSD, meskalin, psilosin, psilosibin
7. Sedativa dan hipnotika
8. Solven dan Inhalansia
9. Nikotin yang terdapat dalam tembakau
10. Kafein yang terdapat dalam kopi, teh dan minuman cola
Semua zat yang disebutkan di atas mempunyai pengaruh pada
susunan saraf pusat sehingga disebut zat psikotropika psikoaktif. Tidak
semua zat psikotropik dapat menimbulkan gangguan penggunaan zat. Zat
psikotropik yang disebutkan di atas dapat menimbulkan adiksi, oleh
karena itu disebut zat adiktif. Obat antipsikosis dan antidepresi hampir
tidak pernah menimbulkan gangguan penggunaan zat.

Dalam buku-buku ilmu kedokteran khususnya psikiatri istilah “adiksi”


dipakai untuk melukiskan “kecanduan”. Tetapi dalam buku-buku baru istilah
adiksi tidak dipakai lagi sebagai gantinya dipakai istilah “ketergantungan obat”.
Ketergantungan obat dibedakan atas ketergantungan fisik dan ketergantungan
psikis. Sementara itu arti adiksi dipersempit menjadi ketergantungan fisik,
sedangkan ketergantungan psikis disebut habituasi. Beberapa ahli memberi arti
adiksi sebagai bentuk ketergantungan yang berat pada hard drug (heroin, morfin),
sedangkan habituasi sebagai bentuk ketergantungan yang ringan yaitu pada soft
drug (ganja, sedativa, dan hipnotika).1

Untuk memperoleh khasiat seperti semula dari zat yang dipakai berulang
kali, diperlukan jumlah yang makin lama makin banyak, keadaan yang demikian
itu disebut “Toleransi”. Toleransi silang merupakan toleransi yang terjadi diantara

3
zat-zat yang khasiat farmakologiknya mirip, misalnya orang yang toleran terhadap
alkohol juga toleran terhadap sedativa dan hipnotika. Gejala ‘putus zat” (gejala
lepas zat, withdrwal syndrome) merupakan gejala yang timbul bila seseorang
yang ketergantungan pada suatu zat, pada suatu saat pemakaiannya dihentikan
atau dikurangi jumlahnya. Intoksifikasi merupakan suatu gangguan mental
organik yang ditandai dengan perubahan psikologis dan perilaku sebagai akibat
pemakaian zat. 2

Menurut Olson (1992) penyakit atau gangguan jiwa adalah penyakit


neurotransmisi atau penyaluran listrik kimiawi-listrik antar neuron. Masyarakat
seringkali tidak dapat membedakan antara obat psikotropika dengan narkotika.
Obat psikotropika adalah obat yang berkerja secara selektif pada susunan saraf
pusat dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas mental dan perilaku. Pada
umumnya obat ini biasa digunakan untuk terapi gangguan psikiatri, sedangkan
obat narkotika adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat
dan mempunyai efek utama terhadap penurunan dan perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri. Yang mana obat
ini biasa digunakan untuk analgesic (anti rasa sakit), antitusif (mengurangi batuk),
antipasmodik (mengurangi rasa mulas dan mual), dan premedikasi anestesi dalam
praktik kedokteran. Obat psikotropika adalah obat yang bekerja secara selektif
pada susunan saraf pusat dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku. Obat ini biasa digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik.3

Mengenai pengaruh zat psikoaktif , dibagi kedalam beberapa bagian sesuai


dengan buku PPDGJ-III diantaranya:5

 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol (F10)


 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida (F11)
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabionida (F12)
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa dan hipnotika
(F13)
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain (F14)

4
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain
termasuk kafein (F15)
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenatika (F16)
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau (F17)
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah
menguap (F18)
 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan
penggunaan zat psikoaktif lainnya (F19)

2.3 ETIOLOGI

Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi


antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor
tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah
sebagian berikut1

1. Faktor individu :

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada


masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik,
psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan
untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri
tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna
NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :

a) Cenderung membrontak dan menolak otoritas

b) Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti


Depresi,Ccemas, Psikotik, keperibadian dissosial

c) Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku

d) Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan


memiliki citra diri negatif (low self-esteem)

5
e) Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif

f) Mudah murung,pemalu, pendiam

g) Mudah mertsa bosan dan jenuh

h) Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran

i) Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)

j) Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai


lambang keperkasaan dan kehidupan modern.

k) Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.

l) Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”

m) Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan


sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran
NAPZA dengan tegas

n) Kemampuan komunikasi rendah

o) Melarikan diri sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan,


ketidak mampuan, kesepianan kegetiran hidup, malu dan lain-lain)

p) Putus sekolah

q) Kurang menghayati iman kepercayaannya

2. Faktor Lingkungan :

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan


pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun
masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi
penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara
lain adalah :

6
a. Lingkungan Keluarga

a) Komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif

b) Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam


keluarga

c) Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi

d) Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh

e) Orang tua otoriter atau serba melarang

f) Orang tua yang serba membolehkan (permisif)

g) Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan

h) Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA

i) Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang


konsisten)

j)Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam


keluarga

k) Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna


NAPZA

b. Lingkungan Sekolah

a) Sekolah yang kurang disiplin

b) Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA

c) Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk


mengembangkan diri secara kreatif dan positif

d) Adanya murid pengguna NAPZA

7
c. Lingkungan Teman Sebaya

a) Berteman dengan penyalahguna

b) Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar

d. Lingkungan masyarakat/sosial

a) Lemahnya penegakan hukum

b) Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung

3. Faktor Napza

a) Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga


“terjangkau”

b) Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik


untuk dicoba

c) Khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan,


menghilangkan nyeri, menidur-kan, membuat euforia/
fly/stone/high/teler dan lain-lain.

2.4 DETEKSI DINI PENYALAHGUNAAN NAPZA


Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi
sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa
keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah :4

2.4.1 Kelompok Risiko Tinggi

Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi


pemakai atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko
untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon
pemakai, golongan rentan). Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya,
namun seseorang dengan ciri tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai
potensi lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan

8
dengan yang tidak mempunyai ciri kelompok risiko tinggi. Mereka
mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1) ANAK :

Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi


menyalahgunakan NAPZA antara lain :

a)Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan


(tidak tekun).

b) Anak yang sering sakit

c) Anak yang mudah kecewa

d) Anak yang mudah murung

e) Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar

e) Anak yang agresif dan destruktif

f) Anak yang sering berbohong, mencari atau melawan tata tertib

g) Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)

2. REMAJA :

Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan


NAPZA :

a) Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri


dan mempunyai citra diri negatif.

b) Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar

c) Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)

d) Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung


risiko tinggi/bahaya

9
e) Remaja yang cenderung memberontak

f) Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang


berlaku

g) Remaja yang kurang taat beragama

h) Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA

i) Remaja dengan motivasi belajar rendah

j) Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler

k)Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam


perkembangan psikoseksual (pemalu,sulit bergaul, sering
masturbasi, suka menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis).

l) Remaja yang mudah menjadi bosan, jenuh, murung.

m) Remaja yang cenderung merusak diri sendiri

3. KELUARGA

Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi, antara lain:

a) Orang tua kurang komunikatif dengan anak

b) Orang tua yang terlalu mengatur anak

c) Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar


berprestasi diluar kemampuannya.

d) Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena


terlalu sibuk

e) Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua


berselingkuh atau ayah menikah lagi

10
f) Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau
benar salah yang jelas.

g) Orang tua yang tidak dapat menjadikan dirinya teladan

h) Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA

2.5 JENIS NAPZA YANG DISALAHGUNAKAN

2.5.1 Narkotika

adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan (menurut Undang-Undang RI Nomor 22
tahun 1997 tentang Narkotika). NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-
golongan :2

a) Narkotika Golongan I :

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,


dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).

b) Narkotika Golongan II :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir


dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : morfin,petidin)

c) Narkotika Golongan III :

11
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh: kodein)

Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan


I : (1) Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain (2)
Ganja atau kanabis, marihuana, hashis (3) Kokain, yaitu serbuk kokain,
pasta kokain, daun koka.

2.5.2 Psikotropika

Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropik. Yang


dimaksud dengan PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

2.5.3 Zat Adiktif Lain

Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar


Narkotika dan Psikotropika, meliputi :

a) Minuman berakohol, Mengandung etanol etil alkohol, yang


berpengaruh menekan susunan syaraf pusat,dan sering menjadi bagian dari
kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat
pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia.

Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :

- Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)

- Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman


anggur)

12
- Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House,Johny Walker, Kamput.)

b) Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah
gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
c) Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas
di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian
dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.
Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai
berikut :
- Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika
GolonganI.

- Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika.

- Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.

- Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.

2.6. PERILAKU KECANDUAN ROKOK (TEMBAKAU), DAN GEJALA


PUTUS ZAT2

Penggunaan kata ‘kecanduan’ dan ‘ketergantungan’ juga sering mengalami


tumpang‐tindih. Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ‐III) dijelaskan bahwa:

“Sindrom ketergantungan adalah suatu kelompok fenomena fisiologis,


perilaku, dan kognitif akibat penggunaan suatu zat atau golongan zat tertentu yang
mendapat prioritas lebih tinggi bagi individu tertentu ketimbang perilaku yang
pernah diunggulkan pada masa lalu. Gambaran utama khas dari sindrom

13
ketergantungan ialah keinginan (sering amat kuat dan bahkan terlalu kuat) untuk
menggunakan obat psikoaktif (baik yang diresepkan atau pun tidak), alkohol, atau
tembakau. Mungkin ada bukti bahwa mereka yang menggunakan kembali zat
setelah suatu periode abstinensia akan lebih cepat kambuh daripada individu yang
sama sekali tidak ketergantungan. Kesadaran subjektif adanya kompulsi untuk
menggunakan zat biasanya ditemukan ketika berusaha untuk menghentikan atau
mengatasi penggunaan zat.”

Sementara keadaan putus zat dijelaskan sebagai:

“Sekelompok gejala dengan aneka bentuk dan keparahan yang terjadi pada
penghentian pemberian zat secara absolut atau relatif sesudah penggunaan zat
yang terus‐menerus dan dalam jangka panjang dan/atau dosis tinggi. Onset dan
perjalanan keadaan putus zat itu biasanya waktunya terbatas dan berkaitan dengan
jenis dan dosis zat yang digunakan sebelumnya. Keadaan putus zat dapat disertai
dengan komplikasi kejang.”

Untuk penegakan keadaan putus zat, beberapa pedoman yang dapat


digunakan adalah sebagai berikut:

 Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom


ketergantungan dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut
dipertimbangkan.
 Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini
merupakan alasan rujukan dan cukup para sehingga memerlukan perhatian
medis secara khusus.
 Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan
psikologis (misalnya kecemasan, depresi, dan gangguan tidur) merupakan
gambaran umum dari keadaan putus zat ini. Yang khas adalah pasien akan
melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan
penggunaan zat.

14
Orang yang mencoba rokok kemudian menjadi tergantung atau kecanduan
dikarenakan zat‐zat kimia yang terkandung dalam rokok. Selain menimbulkan
ketergantungan, zat‐zat tersebut juga berdampak negatif pada organ tubuh. Zat‐zat
kimia yang terkandung di dalam rokok dan asapnya ketika dibakar antara lain
karbon monoksida, tar, dan nikotin. Saat dibakar, nikotin masuk ke dalam sel di
mulut dan hidung, serta sepanjang saluran pernafasan. Paru‐paru dengan cepat
menyerap nikotin dan mengedarkannya ke seluruh tubuh melalui darah. Nikotin di
dalam darah juga turut terbawa ke otak yang memicu pelepasan beberapa zat
(misalnya dopamin) serta mengaktifkan sistem syaraf pusat dan simpatik. Dampak
nyata dari alur tersebut adalah meningkatnya kewaspadaan, detak jantung, dan
tekanan darah pada perokok. Nikotin yang diserap terakumulasi di dalam darah
dan efeknya akan perlahan hilang setelah dua setengah jam [3, 15, 23]. Menyadari
dahsyatnya pengaruh buruk nikotin bagi kesehatan, maka pemerintah telah
mengatur peredaran tembakau sebagai bahan utama pembuatan rokok dalam UU
RI Nomor 36 Tahun 2009 pasal 113 yang berbunyi:
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan
agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan,
keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau,
produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat
adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya
dan/atau masyarakat sekelilingnya (cetak miring dari penulis).

Walau demikian pada nyatanya peredaran rokok masih sangat luas dan
semakin banyak orang yang menjadi konsumen rokok. Mengapa orang sulit
berhenti merokok? Nicotine regulation model menjelaskan bahwa pecandu rokok
mempertahankan tingkat nikotin yang ada di dalam darahnya dan menghindari
efek gejala putus zat. Interaksi dua arah antara pengaruh nikotin pada otak yang
kemudian menimbulkan efek psikologis seperti penurunan kemampuan mengenali
emosi dan cenderung depresi membuat para pecandu rokok terus merokok agar

15
tetap semangat dan lebih tenang. Pengaruh dari lingkungan sosial seperti keluarga
dankelompok sebaya juga mempengaruhi perilaku kecanduan merokok.

Pengaruh Nikotin pada Otak dengan metode fMRI2

Penelitian neurologi atau biopsikologi dengan metode fMRI adalah suatu


hal yang masih jarang dilakukan karena keterbatasan alat, ahli, dan biaya. Untuk
menjembatani kesenjangan perkembangan ilmu pengetahuan yang muncul dari
keterbatasan tersebut, maka rangkuman dari berbagai hasil penelitian ilmiah
terbaru dari jurnal internasional dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran.
Dalam memilih artikel yang akan dibahas, penulis mempertimbangkan tahun
terbit artikel tersebut sebagai faktor utama. Sebagian besar tahun terbit artikel
yang digunakan adalah 2010 dan maksimal terbitan tahun 2007. Sebagai upaya
menjamin kualitas artikel yang digunakan sebagai rujukan, penulis melakukan
pencarian artikel bertema pengaruh nikotin atau rokok pada otak di pangkalan
data jurnal ilmiah seperti EBSCO, Springer, JSTOR, ScienceDirect, dan
ProQuest. Kesimpulan yang diperoleh dari berbagai artikel relevan yang
dikumpulkan dan dirangkum adalah sebagai berikut:

(1) Perilaku kecanduan merokok berkorelasi dengan area precuneus kiri,


angular gyrus kanan, superior parietal/motor cortex kiri, dan occipital
gyrus tengah.
(2) Otak perokok memiliki aktifitas yang berbeda dengan non‐perokok di area
ventral (rostral anterior cingulate cortex, insula, opercular, dan occipital
gyrus), dorsal (dorsal medial/lateral prefrontal cortex dan dorsal anterior
cingulate cortex), serta jaringan mesolimbic (anterior cingulate,
hippocampus, dan medial orbital).
(3) Gangguan pada otak juga terkait dengan gangguan psikologis seperti
cemas, depresi/sedih, marah, gelisah, sulit berkonsentrasi, perilaku
kompulsif.

16
(4) Peningkatan gray matter di insula menimbulkan emosi tertentu dan sensasi
pada tubuh, serta mendorong penurunan kemampuan memverbalisasi
emosi. Sedangkan penurunan white matter (fractional anisotropy [FA]) di
prefrontal cortex kiri berkorelasi dengan patologis otak.
(5) Pengaruh lain nikotin adalah meningkatkan konsentrasi intrasypnaptic
dopamine (DA) di ventral striatum/nucleus accumbens (VST/NAc) dan
serotonim sebagai neurotrasnmiter penahan kantuk sehingga menimbulkan
gangguan tidur.
(6) Pecandu rokok memiliki resiko penurunan prospective memory yang
diduga berada di area prefrontal cortex, hippocampus, dan thalamus.

2.7 PENATALKSANAAN1,3

Tujuan Terapi dan Rehabilitasi

a. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan


NAPZA.

b. Pengurungan frekuensi dan keparahan relaps (kekambuhan).


Sasaran utamanya adalah pencegahan kekambuhan. Pelatihan
relapse prevention programme, program terapi kognitif, opiate
antaginist maintenance therapy dengan naltrexon merupakan
beberapa alternatif untuk mencegah kekambuhan.

c. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial .


Dalam kelompok ini, abstinesia bukan merupakan sasaran utama.
Terapi rumatan (maintenance) metadon merupakan pilihan untuk
mencapai sasaran terapi golongan ini.

• Penanganan gawat darurat :

Pada kondisi overdosis sedativa, stimulansia, opiat atau halusinogen


biasanya akan dibawa keruang gawat darurat. Remaja yang dibawa keruang gawat
darurat dalam keadaan perilaku kacau, Psikosis akut, koma, kolaps saluran
pernafasan atau peredaran darah, biasanya karena overdosis obat-obatan .

17
Keadaan ini dapat menjadi fatal bila salah diagnosis atau mendapat penanganan
yang tidak tepat. Oleh karena itu tenaga medis dan paramedis yang bekerja
diruang gawat darurat haruslah mempunyai pengetahuan tentang obat-obatan yang
sering dipakai oleh penyalahguna NAPZA dan mampu mengatasi intoksikasi yang
disebabkan oleh berbagai macam zat tersebut. Contoh : Naloxone, antagonis
opiat, diberikan pada intoksikasi opiat akut, dengan dosis 0,1 mg/kg i.m. atau i.v.
setiap 2-4 jam selama masih dibutuhkan.

• Terapi dan Referal

Program terapi untuk pasien rawat–inap dan rawat-jalan bagi remaja


dengan penyalahgunaan NAPZA cukup banyak macamnya. Programyang
komprehentif sangat diperlukan untuk remaja dengan ketergantungan zat.
Kebanyakan program ini memberikan konseling atau psikoterapi, disertai dengan
teknik farmakoterapi, misalnya dengan menggunakan methadone, namun ada juga
yang memakai pendekatan bebas-obat (drug–freeapproach).

Keberhasilan berbagai metode pendekatan juga sangat tergantung pada


kondisi remaja itu sendiri, akut – kronis, lamanya pemakaian NAPZA, jenis
NAPZA yang dipakai, juga kondisi keluarga.

Untuk pencegahan terjadinya penyalahgunaan NAPZA sebaiknya


diberikan penyuluhan kepada masyarakat luas tentang NAPZA dan berbagai
persoalan yang ditimbulkannya. Usaha ini juga dapat dipakai sebagai deteksi dini
penyalah gunaan NAPZA oleh anggota keluarga dan masyarakat.

18
BAB III

KESIMPULAN

Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja


adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu
bangsa pada umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi
kesehatan pribadinya, maupun dampak sosial yang ditimbulkannya. Masalah
pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok
orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan
penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya
dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang
tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi
pencegahan penaggulangan terhadap NAPZA. Narkoba memang memiliki banyak
jenis, bahkan ada ratusan jenis Narkoba yang belakangan sudah diracik dengan
sesama jenis narkoba atau obat lain sehingga dampaknya lebih buruk. Tapi,
menurut dokter Hendy, dalam dunia medis obat-obat haram tersebut biasa bisa
dikelompokkan menjadi tiga kategori saja ‘‘Berdasarkan Undang-Undang,
narkoba dapat digolongkan menjadi tiga kategori. Yaitu, narkotika, psikotropika,
dan zat Adiktif (Membuat Ketagihan-Red) lainnya,’’ terang psikiater yang
berpraktek di RSU Dr. Soetomo ini. Berdasarkan UU RI No 22/1997, yang
dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat alamiah ataupun sintetis yang
menyebabkan perubahan atau gangguan kesadaran. Sehingga, dampak yang bisa
langsung terlihat adalah user (pengguna)akan kehilangan kesadarannya.
Sedangkan berdasarkan UU RI No 5/1997, yang dimaksud dengan psikotropika
adalah zat atau obat alamiah atau sintetis dengan khasiat psikoaktif yang
menyebabkan perubahan khas pada mental atau perilaku. Dari pengertian tersebut
diketahui bahwa reaksi tubuh pada zat psikotropika ini sulit terlihat langsung

19
karena berdampak jangka panjang pada mental dan perilaku. Selain itu, masih ada
zat adiktif lainnya seperti alkohol, nikotin, bensin, dan thinner. Obat psikotropik
adalah bahan atau zat (substansi) yang dapat mempengaruhi fungsi berfikir,
perasaan dan tingkah laku pada orang yang memakainya. WHO (1969)
memberikan batasan mengenai “Drug” (Obat), setiap zat (bahan) yang jika masuk
dalam organisme hidup, akan mengadakan perubahan pada satu atau lebih fungsi-
fungsi organisme tersebut. Bahan-bahan yang masuk narkotika, ganja,
psikotropika dan alkohol adalah bahan-bahan yang mempunyai efek tersebut.
Bahan-bahan tersebut seringkali disalahgunakan (drug abuse), sehingga dapat
mengakibatkan ketergantungan (drug dependence).

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, BJ. Sadock, VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed

2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010

2. Liem, Andrian. 2010. Pengaruh Nikotin Terhadap Aktifitas dan Fungsi

Otak Serta Hubungannya dengan Gangguan Psikologis pada Pecandu

Rokok. Fak. Psikologi UGM: Yogyakarta

3. Mardiati, Ratna. 2013. Gangguan Penggunaan Zat Psikoaktif.

Yogyakarta: Klinik Kesehatan pria dan Wanita angsamerah.com

link : angsamerah.com/pdf/Angsamerah-Handout_Kriteria_SUD.pdf

4. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas

dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013

5. Elvira, SD. Hadisukanto, G. Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. Jakarta : Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013

21

Anda mungkin juga menyukai