A.4. Lapkas GBS
A.4. Lapkas GBS
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9
kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical
Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per
100.000 orang 3
Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74
tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah
dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita
sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita
adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada
kelompok ras yang tidak spesifik.5
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak.
Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia
adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita
laki-laki dan wanita hamper sama. Sedangkan penelitian di Bandung
menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia
rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana
terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.3
2.1.4 Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan,
yaitu:5
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
5. Fisher’s syndrome
6. Acute pandysautonomia
3
diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.4
Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus
dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah
menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan
imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen
presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada
limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi
marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa
TNF.4
4
akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping
menghasilkan TNF dan komplemen.4
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran
pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada
saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga
atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung
myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan
makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas.
Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara
progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf
tepi telah hancur.4
Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi
adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada
endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila
peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian.
Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis
dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.3
5
II. Ciri-ciri yang sangat kuat menyokong diagnosis GBS
a. Ciri-ciri klinis
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5%
kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak
lain
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas
berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dangejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat diagnose:
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian:
o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c. Gambaran elektrolit yang mendukung diagnose
o Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80%
kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari
normal
6
Polineuropati post difteri
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara
umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat
sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan
angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan
mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).6
Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.4,6,7
Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktorautoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang
lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml
plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan
saat awal onset gejala (minggu pertama).4,6,7
Pengobaan imunosupresan
1. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari
selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari
tiap 15 hari sampai sembuh.
2. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
6 merkaptopurin (6-MP)
Azathioprine
Cyclophosphamid
7
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah,
mual dan sakitkepala.
2.1.9 Prognosis
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95%
terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan
keadaan antara lain:4
Pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
Mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
Progresifitas penyakit lambat dan pendek
Pada penderita berusia 30-60 tahun7
8
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
Anamnesa Pribadi
Nama : Raja Sahnan
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Batak
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Wiraswata
Alamat : Dusun IV Tanjung Selamat, Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara
Anamnesa Penyakit
Secara autoanamnesa dan alloanamnesa
Keluhan Utama : Lemah pada ekskremitas atas dan bawah
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan muncul
secara tiba-tiba saat os bangun pagi. Keluhan dialami mulai dari ujung-ujung
kedua tangan kaki dan tangan. Rasa yang muncul mulai rasa kebas-kebas pada
ujung-ujung jari. Lalu menjalar hingga ke pangkal tangan dan kaki. Beberapa
minggu sebelumnya os sempat mengalami batuk.
Anamnesa Penyakit Keluarga:
Tidak dijumpai
9
Riwayat penyakit dahulu dan kecelakaan:
Tidak dijumpai
Riwayat alergi:
Tidak dijumpai
Pemeriksaan Jasmani
Status Present
Sensorium : Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/i
Pernapasan : 20x/i
Suhu : 36,5oC
Status Generalis
Kepala
Bentuk : normal, simetris.
Rambut : berwarna hitam, distribusi merata
Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor, anemis (-/-), ikterus (-/-)
Telinga : bentuk dalam batas normal, sekret (-)
Hidung : septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi tidak ada perdarahan
Leher
Trakea : medial
KGB : tidak membesar
TVJ : R-2 cm H2O
Thoraks
10
Inspeksi : simetris, pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler
suara tambahan : tidak dijumpai
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, hepar, renal dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : edema (-/-), sianosis (-)
Inferior : edema (-/-) sianosis (-)
11
Status Neurologis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis, GCS = 15 (E4V5M6)
Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Laseque : (-)
Tanda Brudzinki I : (-)
Tanda Brudzinki II : (-)
N. Opticus (II)
Dextra Sinistra
Refleks ancaman dijumpai dijumpai
Refleks cahaya dijumpai dijumpai
Pupil isokor, bulat, ±3 mm isokor, bulat, ±3 mm
Lapangan pandang dalam batas normal dalam batas normal
Pengenalan warna Baik baik
12
N. Oculomotorius (III)
Dextra Sinistra
Gerakan bola mata ke
baik baik
medial
Gerakan bola mata ke atas baik baik
Gerakan bola mata ke bawah baik baik
Strabismus tidak dijumpai tidak dijumpai
Nistagmus tidak dijumpai tidak dijumpai
Ptosis tidak dijumpai tidak dijumpai
N. Trochlearis (IV)
Dextra Sinistra
Gerakan bola mata ke bawah medial baik baik
N. Trigeminus (V)
Dextra Sinistra
Menggigit baik baik
Membuka mulut simetris simetris
Rasa nyeri dijumpai dijumpai
Rasa suhu dijumpai dijumpai
Rasa raba dijumpai dijumpai
Refleks masseter dijumpai dijumpai
Refleks kornea dijumpai dijumpai
N. Abducens (VI)
Dextra Sinistra
Gerakan bola mata ke lateral baik baik
N. Facialis (VII)
Dextra Sinistra
Mimik wajah simetris simetris
Mengerutkan kening simetris simetris
Menutup mata simetris simetris
Memperlihatkan gigi Simetris, kurang Simetris, kurang
maksimal maksimal
13
Menggembungkan pipi simetris simetris
Pengecapan 2/3 depan tidak dilakukan pemeriksaan
lidah
N. Vestibulocochlearis (VIII)
Dextra Sinistra
Mendengar suara dijumpai dijumpai
Tes rhinne tidak dilakukan pemeriksaan
Tes weber tidak dilakukan pemeriksaan
Tes swabach tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo tidak dijumpai
Nistagmus tidak dijumpai
Tinnitus tidak dijumpai
N. Glossopharingeus (IX)
Hasil pemeriksaan
Posisi uvula medial
Pengecapan 1/3 belakang lidah tidak dilakukan pemeriksaan
Posisi lidah medial
14
N. Vagus (X)
Hasil pemeriksaan
Menelan Mengalami sedikit kesulitan
Refleks muntah dijumpai
N. Asesorius (XI)
Hasil pemeriksaan
Menengadah kepala baik
Memalingkan wajah baik
Mengangkat bahu simetris
Sikap bahu Simetris
N. Hipoglossus (XII)
Hasil pemeriksaan
Menjulurkan lidah simetris
Atrofi lidah tidak dijumpai
Artikulasi jelas
Tremor lidah tidak dijumpai
Sistem Motorik
Trofi
Dextra Sinistra
Ekstremitas superior eutrofi eutrofi
Ekstremitas inferior eutrofi eutrofi
Tonus otot
Dextra Sinistra
Ekstremitas superior normotonus normotonus
Ekstremitas inferior normotonus normotonus
Kekuatan Otot
Dextra Sinistra
Ekstremitas superior 3/3/3/3 3/3/3/3
Ekstremitas inferior 2/2/2/2 2/2/2/2
Sikap
15
Hasil pemeriksaan
Duduk Dijumpai, namun butuh
bantuan
Berdiri sulit dinilai
Berbaring dijumpai
Tes Sensibilitas
Hasil pemeriksaan
Ekstreroseptik
raba dijumpai
nyeri dijumpai
suhu dijumpai
Propioseptik
rasa gerak dijumpai
rasa posisi dijumpai
rasa getar dijumpai
rasa tekan dijumpai
Refleks fisiologis
Dextra Sinistra
Biceps Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Triceps Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Brachioradialis Tidak dijumpai Tidak dijumpai
APR Tidak dijumpai Tidak dijumpai
16
KPR Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Refleks patologis
Dextra Sinistra
Babinsky tidak dijumpai tidak dijumpai
Chaddock tidak dijumpai tidak dijumpai
Oppenheim tidak dijumpai tidak dijumpai
Schaffer tidak dijumpai tidak dijumpai
Gordon tidak dijumpai tidak dijumpai
Gonda tidak dijumpai tidak dijumpai
Hoffman tidak dijumpai tidak dijumpai
Tromner tidak dijumpai tidak dijumpai
Koordinasi
Hasil pemeriksaan
Bicara baik
Menulis baik
Percobaan apraksia tidak dijumpai
Tes telunjuk hidung baik
Tes telunjuk- telunjuk baik
Tes romberg sulit dinilai
Vegetatif
Hasil pemeriksaan
Vasomotorik baik
Sudomotorik baik
Pilo-erektor baik
Miksi baik
Defekasi baik
Potensio dan libido tidak dilakukan pemeriksaan
17
Lhermitte test tidak dilakukan pemeriksaan
Nafziger test tidak dilakukan pemeriksaan
Gejala-gejala serebellar
Hasil pemeriksaan
Ataksia tidak dijumpai
Disartria tidak dijumpai
Tremor tidak dijumpai
Nistagmus tidak dijumpai
Fenomena rebound tidak dijumpai
Gejala-gejala ekstrapiramidal
Hasil pemeriksaan
Tremor tidak dijumpai
Rigiditas tidak dijumpai
Bradikinesia tidak dijumpai
Fungsi luhur
Hasil pemeriksaan
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Orientasi baik
Ingatan lama baik
Ingatan baru baik
Reaksi emosi baik
Daya pertimbangan baik
Agnosia tidak dijumpai
Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 16.0 g/dl 12 - 16
Leukosit 10.98 103 /ul 4.0 - 11.0
18
Hematokrit 48.1 % 36.0 - 48.0
Trombosit 306 103 /ul 150 - 400
Eritrosit 6.01 106 /ul 4.00 – 5.40
Ureum 28.00 mg/dl 10.00 – 50.00
Creatinin 0.74 mg/dl 0.60 – 1.20
Asam urat 6.50 mg/dl 3.50 – 7.00
Glukosa adrandom 95.00 mg/dl < 140
Natrium 145.00 Mmol/dl 136 - 155
Kalium 4.40 Mmol/dl 3.5 – 5.5
Clorida 108.00 Mmol/dl 95 -103
Pemeriksaan Penunjang
-
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Diagnosa
Diagnosa Fungsional : Tetraparese
Diagnosa Etiologi : Autoimunitas
Diagnosa Anatomi :
Diagnosa Kerja : Susp. Gullian Barre Syndrome
Penatalaksanaan
Tirah baring
IVFD NaCl 0,9 % 15 gtt/i
Inj. ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Metylprednisolon 125 mg/6 jam
Inj. Vit. B12/12 Jam dalam 100cc NaCl 0,9%
Inj. Ceftriaxon 2 gr/12 jam
Prognosa
Dubia ad Bonam
19
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN
20
Tanggal S O A P
05 April Lemah Sensorium: CM Tetraparese Tirah
2018 pada TD: 120/80 ec. baring
ekskremita HR: 86 x/i Susp.Guillain IVFD NaCl
Tanggal S O A P
06 April Lemah Sensorium: CM Tetraparese Tirah
2018 pada TD: 120/80 ec. baring
ekskremita HR: 86 x/i Susp.Guillain IVFD NaCl
21
Leher: TVJ R-2 isolon 125
cmH2O, pemb.KGB mg/8 jam
Inj. Vit.
(-)
B12/12 Jam
Thorax:
dalam
SP: vesikuler
100cc NaCl
ST: (-)
0,9%
Abdomen: soepel,
Inj.
hepar, lien, renal tidak
Ceftriaxon
teraba
2 gr/12 jam
Extremitas: edema (-/-)
Tanggal S O A P
07 April Lemah Sensorium: CM Tetraparese Tirah
2018 pada TD: 120/80 ec. baring
ekskremita HR: 86 x/i Susp.Guillain IVFD NaCl
22
Tanggal S O A P
08 April Lemah Sensorium: CM Tetraparese Tirah
2018
pada TD: 120/80 ec. baring
ekskremita HR: 86 x/i Susp.Guillain IVFD NaCl
23
cmH2O, pemb.KGB mg/12 jam
Inj. Vit.
(-)
B12/12 Jam
Thorax:
dalam
SP: vesikuler
100cc NaCl
ST: (-)
0,9%
Abdomen: soepel,
Inj.
hepar, lien, renal tidak
Ceftriaxon
teraba
2 gr/12 jam
Extremitas: edema (-/-)
Tanggal S O A P
10 April Lemah Sensorium: CM Tetraparese Tirah
2018
pada TD: 120/80 ec. baring
ekskremita HR: 86 x/i Susp.Guillain IVFD NaCl
24
RSHAM
(Rumah Sakit
Haji Adam
Malik)
25
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem
kekebalan seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan
otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan
syaraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh
bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf ini menyebabkan sistem ini sulit
menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap
kerja sistem syaraf . Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan
wanita. Pasien yang diduga mengidap GBS diharuskan melakukan tes darah
lengkap, berupa pemeriksaan kimia darah secara komplit, lumbal puncti berfungsi
untuk mengambil cairan otak, electromyogram (EMG) untuk merekam kontraksi
otot dan pemeriksaan kecepatan hantar syaraf.
Pengobatan GBS adalah dengan pemberian imunoglobulin secara intravena
dan plasmapharesis atau pengambilan antibodi yang merusak sistem saraf tepi
dengan jalan mengganti plasma darah. Selain terapi pokok tersebut juga perlu
dilakukan pemberian fisioterapi dan perawatan dengan terapi khusus serta
pemberian obat untuk mengurangi rasa sakit Pencegahan dapat dilakukan dengan
menjaga kesehatan supaya tidak mengalami infeksi dan melakukan pemantauan
keamanan vaksin.
26
DAFTAR PUSTAKA
1) Center for disease control (CDC). 2012. Guillain Barre Syndrome
(GBS) http://www.cdc.gov/flu/protect/vaccine//guillainbarre.htm.
Diakses pada tanggal 15 April 2018 pada pukul 18:16.
27