Anda di halaman 1dari 3

4.

Diskusi
Studi kultur sebelumnya dari aspirasi abses peritonsillar menunjukkan serangkaian luas
patogen, termasuk aerob dan anaerob. Anaerob itu dipisahkan dari 72% aspirasi yang
diperiksa dalam studi ini. Akan tetapi, bagian anaerob bervariasi diantara studi-studi
(33% - 88%) (3, 6-9). Suatu alasan untuk variasi adalah perbedaan penanganan
mikrobiologis dan teknik kultur yang digunakan. Bakteri anaerobik itu dengan mudah
dibunuh oleh paparan singkat pada udara selama contoh, pemindahan, atau pemrosesan.
Oleh karena itu, aspirasi seharusnya dipindahkan dibawah kondisi anaerobik dan segera
melesat di piring untuk kultur. Akan tetapi, pemrosesan segera itu kadang-kadang sulit,
terutama diluar jam normal laboratorium. Kita mulai menyuntik aspirasi kedalam wadah
anaerob untuk transportasi dan penyimpanan dari 2008. Sebelum 2008, kita
menggunakan jarum suntik untuk tusukan dan aspirasi, sebagai wadah. Oleh karena itu,
kita mungkin telah melewatkan bagian tertentu dari anaerob sebelum 2008, meskipun
metode penyimpanan dan penanganan tidak ada perbedaan yang jelas terlihat (Gambar
1). Alasan lain untuk variasi studi bakteriologis adalah bahwa flora bakteri oral itu
berbeda dari laboratorium yang berbeda. Aspirasi biasanya berisi patogen dan flora oral.
Beberapa laboratorium tidak memisahkan atau melaporkan flora bakteri oral, berasumsi
bahwa bakteri-bakteri ini bukanlah patogen abses peritonsillar. Laboratorium lainnya
memisahkan, mengidentifikasi, dan melaporkan flora bakteri oral, berasumsi bahwa
bakteri-bakteri ini berkemungkinan adalah patogen. Akan tetapi, kita tidak memiliki ide
yang pasti mengenai bakteri mana yang seharusnya dipelajari, dipisahkan, dan
diidentifikasi, karena tidak hanya bakteri yang sangat patogen, seperti Streptococcus
pyogenes, tetapi bakteri flora oral juga mungkin menyebabkan abses peritonsillar. Kita
tidak tahu apakah H. Influenzae mungkin menjadi patogen dari abses peritonsillar.

Fagositosis adalah mekanisme utama yang digunakan untuk menghilangkan


patogen. Fagositosis mengeliminasi patogen-patogen dengan menelannya. Bakteri
fagositosis dapat diidentifikasi sebagai bakteri intraseluler dalam patogen pada
pewarnaan gram. Ketika spesimen untuk studi bakterial itu diperoleh dari tempat dimana
patogen yang berpotensial itu menjajah, kultur atau pemeriksaan mikroskopis menilai
nilai terbatas karena patogen dan juga bakteri dideteksi. Dalam kondisi serupa,
pewarnaan gram bisa jadi dari nilai diagnosis karena bakteri fagositosis pada pewarnaan
gram dapat dianggap sebagai patogen. Dengan memeriksa fagositosis pada pewarnaan
gram dan membandingkannya dengan hasil kultur, kita menjelaskan disini bahwa S.
Pyogenes, streptococci lain, dan GNR anaerob (prevotella, bacteroides, fusobacterium,
dan porpiromonas) adalah patogen kausatif dari abses peritonsillar. Masalahnya disini
adalah bahwa persentase kasus fagositosis positif itu serendah 20% (9 kasus dari 45
kasus). Salah satu alasan mungkin adalah kriteria untuk definisi bakteri fagositosis itu
terlalu ketat dalam studi ini. Tidak ada definisi umum fagositosis pada pewarnaan gram,
dan, dalam kebanyakan laporan, gambaran kualitatif itu digunakan untuk definisinya.
Alasan lainnya adalah bahwa bagian substansial pasien (21 pasien dari 57 pasien) telah
menerima terapi antibiotik sebelum aspirasi jarum. Pengobatan antibiotik memiliki
pengaruh signifikan pada hasil pewarnaan gram.

Meskipun lebih dari setengah jumlah Dokter Spesialis THT-KL


merekomendasikan pemeriksaan mikrobiologi dari hasil aspirasi abses peritonsil, banyak
hasil pemeriksaan yang tidak dievaluasi lebih lanjut. Cherukuri dan Benninger dalam
studinya mengindikasikan bahwa pemeriksaan mikrobiologi tidak terlalu berguna untuk
manajemen abses peritonsil pada tahap awal. Repanos et al. melaporkan di dalam
studinya bahwa pengobatan untuk pasien dengan abses peritonsil tidak berubah meskipun
hasil pemeriksaan mikrobiologi telah keluar. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan
bakteri anaerob sangatlah lambat sehingga hasil kultur bakteri belum keluar ketika pasien
masih dalam perawatan di rumah sakit. Karena itu, peneliti memutuskan untuk memakai
metode pewarnaan Gram. Walaupun metode pewarnaan Gram hanya dapat membagi
bakteri menjadi 4 jenis, tetapi pemeriksaannya mudah dan cepat. Hasil pemeriksaan dapat
keluar dalam waktu satu jam. Lebih lanjutnya, pewarnaan Gram juga dapat memprediksi
tipe bakteri dengan baik.
Antibiotik Penicillin merupakan antibiotik lini pertama untuk abses peritonsil.
Snow et al. menunjukkan bahwa Penicillin terbukti efektif untuk sebagian besar kasus
dan dapat dijadikan antibiotik lini pertama untuk pasien yang tidak memiliki alergi
terhadap Penicillin. Dalam studinya di tahun 1998, Opthir et al. berasumsi bahwa
pengeluaran pus yang mengandung kadar beta-laktamase yang tinggi dapat
memungkinkan Penicillin yang diberikan terus-menerus untuk membasmi bakteri yang
rentan. Akan tetapi, saat ini keadaan telah berbeda. Penggunaan Penicillin telah
berkurang dikarenakan peningkatan organisme penghasil beta-laktamase. Mengingat
banyak variasi organisme yang dapat menyebabkan abses peritonsil dan peningkatan
jumlah mikroorganisme yang memproduksi beta-laktamase, saat ini penggunaan
antibiotik yang bekerja melawan beta-laktamase lebih sering digunakan pada praktik
klinis. Oleh karena itu, antibiotik untuk tatalaksana abses peritonsil yang
direkomendasikan saat ini adalah Clindamycin, Penicillin yang telah diaugmentasikan,
Penicillin, dan Cephalosporin dan Metronidazole.
Namun, jika klinisi dapat membedakan organisme yang sensitif dan resisten
terhadap penicillin dari awal, penicillin masih merupakan pilihan yang baik untuk
tatalaksana dari abses peritonsil. Kuncinya adalah sifat bakteri dari pewarnaan Gram.
Megalamani et al. dalam studinya melaporkan penggunaan antibiotik selain penicillin
direkomendasikan untuk bakteri gram negatif. Sebagian besar bakteri anaerob gram
negatif merupakan penghasil beta-laktamase, khususnya Bacteroides, Provotella, dan
beberapa spesies Fusobacterium. Penicillin bekerja dengan buruk melawan Bacteroides
dan Provotella, serta bekerja dengan moderate melawan Fusobacterium dan bekerja
dengan baik melawan Porphyromonas. Oleh karena itu, secara umum bakteri anaerob
gram negatif resisten dengan penicillin.
Namun, Streptococcus dan bakteri gram positif terbukti rentan terhadap penicillin.
Penelitian ini juga membuktikan hal yang sama. Oleh karena itu, klinisi harus memeriksa
apakah abses peritonsil tersebut mengandung bakteri dengan gram negatif atau positif.
Pewarnaan Gram adalah metode yang mudah dan cepat dalam mengkonfirmasi hal
tersebut. Sehingga peneliti juga menggunakan metode tersebut (dapat dilihat di Table 5).
Peneliti mengirimkan abses peritonsil yang telah diaspirasi ke laboratorium mikrobiologi
untuk pewarnaan Gram. Jika pada pewarnaan dihasilkan bakteri gram positif, pengobatan
lini pertama adalah Penicillin. Namun, jika pada pewarnaan dihasilkan bakteri gram
negatif, antibiotik yang dapat digunakan adalah Clindamycin, Penicillin yang telah
diaugmentasikan, Penicillin, dan Cephalosporin dan Metronidazole.

Anda mungkin juga menyukai