Anda di halaman 1dari 19

ALZEIMER

A. TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Demensia tipe Alzheimer (DAT) adalah proses degenerative yang terjadi
pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar dari otak depan yang mengirim
informasi ke korteks serebral dan hipokampus (Doengoes).
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan
daya ingat, intelektual, dan kepribadian.
Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf
otak yang kompleks dan progresif. Penyakit Alzheimer bukannya sejenis penyakit
menular. Penyakit Alzheimer adalah keadaan di mana daya ingatan seseorang
merosot dengan parahnya sehingga pengidapnya tidak mampu mengurus diri sendiri.
Penyakit Alzheimer bukannya 'kekanak-kanakan karena usia tua' yang sekadar suatu
proses penuaan. Sebaliknya, adalah sejenis masalah kesehatan yang amat menyiksa
dan perlu diberikan perhatian.
Alzheimer digolongkan ke dalam salah satu dari jenis demensia yang dicirikan
dengan melemahnya percakapan, kewarasan, ingatan, pertimbangan, perubahan
kepribadian dan tingkah laku yang tidak terkendali. Keadaan ini amat membebani
bukan saja kepada pengidapnya, malah anggota keluarga yang menjaga. Penyakit
Alzheimer yang menurunkan fungsi memori ini juga menjejaskan fungsi intelektual
dan sosial penghidapnya.
Penyakit yang pertama kalinya, ditemukan oleh Dr. Alois Alzheimer pada 1907
ini, dinamakan Alzheimer, menurut namanya.
Meskipun penyakit ini yang semula ditemukan hampir satu abad yang lalu, ia
tidak seterkenal penyakit yang lainnya seperti sakit jantung, hipertensi, Sindrom
Pernafasan Akut Parah (SARS) atau sebagainya.
Kemungkinan ini disebabkan oleh penyakit ini tidak dapat dilihat gejalanya
langsung seperti penyakit hipertensi yang dapat dilihat melalui pemeriksaan tekanan
darah secara berkala.
Penelitian klinis terbaru menunjukkan suplementasi dengan asam lemak omega-
3 dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif pada penderita alzheimer ringan.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Penyebab pasti tidak diketahui.
Beberapa penelitian menunjukkan faktor predisposisi sebagai berikut :
1. Faktor genetik.
Diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis
pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita
demensia 6 kali lebih besar.
2. Riwayat keluarga.
Factor resiko yg sudah terbukti untuk penyakit Alzheimer. Bila anggota
keluarga paling tidak satu famili lain ada yg menderita penyakit ini, maka di
klasifikasikan “familial”. Komponen familial yg nonspesifik meliputi
pencetus lingkungan dan determinan genetic.
3. Faktor lingkungan.
Aluminium merupakan neurotoksik potencial pada susunan saraf pusat yg di
temukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Pada
penderita alzheimer juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium. Asam amino glutamat akan menyebabkan
depolarisasi melalui receptor N-methy D-Aspartat sehingga kalsium akan
masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan akan menyebabkan kerusakan
metabolismo energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis.
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60 % pasien yang menderita
Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan
peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli
5. Trauma kepala
Trauma pada kepala akan menimbulkan banyak neurofibrillary tangles pada
susunan saraf pusat.
6. Faktor neurotransmiter pada jaringan otak.
Dimana terjadi penurunan neurotransmitter asetilkolin, noradrenalin,
dopamin dan peningkatan neurotransmitter MAO A dan MAO B.
b. Proses terjadinya
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yg di jumpai pada
penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yg kusut (masa kusut neuron yg
tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein precursor amiloid (APP)). Amiloid protein yang
membentuk sel-sel plak protein, dipercaya menyebabkan perubahan kimia otak.
Musnahnya sel-sel saraf ini menyebabkan syaraf otak yang berfungsi
menyampaikan pesan dari satu neuron ke neuron lain terganggu.

c. Manifestasi klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari
secara pasti kapan timbulnya penyakit.
Terjadi pada usia 40-90 tahun.
Tidak ada kelainan sistemik atau penyakit otak lainnya.
Tidak ada gangguan kesadaran.
Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar
tiroid.
Manifestasi klinis dapat terlihat sebagai berikut :
1. Hilangnya ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi, lupa akan alamat
rumah, istri, anak, sahabat, dll.
2. Menaruh barang-barang ditempat yang tidak seharusnya, misalnya
meletakkan sepatu di meja makan, atau menaruh makanan di kamar mandi.
3. Kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti melakukan personal
hygiene, berpakaian, nyisir, dll
4. Gangguan kejiwaan seperti depresi, cemas serta halusinasi.
5. Penderita biasanya menjadi tidak senang melakukan hobinya dan
berkurangnya interaksi sosial.
6. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
7. Sulit belajar terhadap hal yang baru dan sering mengajukan pertanyaan
secara berulang-ulang.
8. Bila penyakit berlanjut penderita mengalami kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.

d. Komplikasi
 Amnesia
 Gangguan kejiwaan
 Malnutrisi
 Gangguan interaksi sosial
 Gangguan ADL

3. Pemeriksaan penunjang
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan:
• atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
• berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
a) Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal
yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT
berkolerasi dengan beratnya demensia.
b) Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending
yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,
mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat
berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada
neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan
pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan
auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile
plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik.
Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
c) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama
didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga
ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus
serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik
terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama
pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus
tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron
kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit alzheimer.
d) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna
dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks
temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks
frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada
korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama
dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada
gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy
body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

b. Pemeriksaan neuropsikologik
• Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit
yang terjadi.
• Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang
penting karena:
a) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui
bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan
kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan
oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
c) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab.

c. CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT scan:
• menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain
alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang
sangat spesifik pada penyakit ini
• Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI:
• peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping
anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk
demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga
terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta
pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
• MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

d. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik
e. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
• penurunan aliran darah
• metabolisma O2
• dan glukosa didaerah serebral
• Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi
dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi

f. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

g. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE,
fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang
dilakukan secara selektif.

h. EKG mungkin tampak normal, perlu untuk menemukan adanya insufisiensi


jantung.

4. Penatalaksaan medis
Saat ini terdapat beberapa pilihan terapi farmakologis untuk menangani
memburuknya gejala kepikunan, antara lain obat golongan asetilkolinesterase
inhibitor, golongan vitamin, serta obat psikotropik untuk mengatasi gangguan mood.
"Obat-obatan ini hanya diberikan jika kondisi pasien sudah memburuk, sebagai
intervensi awal disarankan untuk melakukan terapi psikososial
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas.
Pengobatan simptomatik:
1. Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept),
galantamin (Razadyne), & rivastigmin
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2. Thiamin
pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent
enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan
kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
• contoh: thiamin hydrochlorida
• dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
• tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.
3. Nootropik
• Nootropik merupakan obat psikotropik.
• Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg
pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal.
• Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
• Dosis:maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
• Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi:
• gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiod
1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
• depresi : tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan
bantuan enzym ALC transferase.
• Tujuan: meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
• Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,
• Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

5. Penatalaksanaan keperawatan
Hingga saat ini penatalaksaan Alzheimer masih bersifat pengalaman, supportif dan
simptomatik mengingat belum diketahuinya secara pasti penyebab dan Patofisiologi
Alzheimer. Diagnosa dini dapat memberikan hasil yang pengobatan yang optimal.
Pengobatan supportif seperti :
a. Mengawasan secara ketat.
b. Membantu aktivitas sehari-hari.
c. Menciptakan lingkungan yang aman bagi penderita.
d. Memberikan perasaan nyaman dengan tidak merubah warna dan tata ruang.
Penderita Alzheimer tidak dapat beradaptasi dengan perubahan.
Terapi sosial untuk penderita Alzheimer demensia terdiri intervensi keluarga dan
caregiver (orang yang merawat) mengenai cara menghadapi perilaku pasien.
Keluarga atau caregiver harus menyiapkan mentalnya jika ingin merawat orang
demensia karena sangat melelahkan dan menekan perasaan. Selain itu perlu pula
dilakukan modifikasi lingkungan yang meliputi mengatur interior yang sesuai agar
perasaan penderita lebih stabil. Misalnya menggunakan warna dinding yang lembut,
sinar matahari secukupnya, dan menata ruang dengan sederhana. Hindari menggonta
ganti warna cat dinding atau alat makan karena itu akan membingungkan pasien
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lelah
Tanda : Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur.
Letargi : penurunan minat/perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang
dibaca/mengikuti acara program televise.
Gangguan ketrampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan
hal yang telah biasa dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
Sirkulasi
Gejala : riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik, hipertensi, episode
emboli (merupakan faktor predisposisi)
Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan.
Kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi
terhadap objek dan orang, penimbunan objek; meyakini bahwa objek
yang salah penempatannya telah dicuri.
Kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang
dirasakan.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak mapu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun
tanpa membacanya)
Duduk dan menonton yang lain.
Akivitas utama mungkin menumpuk benda tidak bergerak, gerakan
berulang (melipat-membuka lipatan,melipat kembali kain),
menyembunyikan barang-barang, atau berjalan-jalan.
Emosi labil: mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya;
perubahan alam perasaan (apatis, letargi, gelisah, lapang pandang
sempit, peka rangsang); marah yang tiba-tiba diungkapkan (reaksi
katastrofik); depresif yang kuat; delusi; paranoia lengket pada
seseorang.
Eliminasi
Gejala : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus otot).
Tanda : Inkontinensia urine/feses; cenderung konstipasi/impaksi dengan
diare.
Makanan/Cairan
Gejala : riwayat episode hipoglikemia (merupakan faktor predisposisi).
Perubahan dalam pengecapan, napsu makan, mengingkari terhadap
rasa lapar/kebutuhan untuk makan.
Kehilangan berat badan.
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah.
Menghindari/menolak makan.
Tampak semakin kurus.
Higiene
Gejala : perlu bantuan/tergantung pada orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk.
Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk buang air, atau tidak dapat menemukan kamar
mandi.
Kurang berminat pada/lupa tentang waktu makan; ketergantungan
pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya de
meja, makan, menggunakan alat makan.
Neorosensori
Gejala : pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondrial tentang
kelelahan, diarea, pusing atau kadang-kadang sakit kepala.
Adanya keluhan dalam penurunan kemapuan kognitif, mengambil
keputusan, mengingat yang baru berlalu, penurunan tingkah laku
Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh/bagian tubuh dalam
ruang tertentu)
Adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli/hipoksia
yang berlangsung secara periodik.
Aktivitas kejang
Tanda : kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata-kata yang benar (kecuali kata benda); bertanya
berulang-ulang atau percakapan dengan substansia kata yang tidak
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
Kehilangan kemapuan untuk membaca atau menulis bertahap
(kehilangan ketrampilan motorik halus)
Status neurologis:
(mungkin menertawai atau merasa terancam oleh pemeriksaan ini,
mungkin mengganti jawaban selama wawancara).
Kesulitan dalam berfikir kompleks dan abstrak.
Biasanya orientasi pada orang tetap baik hingga fase akhir dari
penyakit ini.
Gangguan daya ingat pada orang baru berlalu, memorinya cukup
baik (pada fase awal dari DAT ini)
Tidak mampu untuk menghitung sederhana atau mengulang nama-
nama untuk tiga objek secara berurutan.
Adanya refleks primitive (seperti refleks menghisap)
Halusinasi, delusi, depresi berat, mania (pada fase lanjut)
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius (mungkin menjadi faktor
predisposisi/faktor akselerasinya)
Trauma kecelakaan (jatuh, luka bakar)
Tanda : Ekimosis, laserasi
Rasa bermusuhan/menyerang orang lain.
Interaksi sosial
Gejala : merasa kehilangan kekuatan.
Faktor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang
muncul mengubah pola tingkah laku.
Tanda : kehilangan control sosial.
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan proses pikir b/d degenerasi neuron.
b. Resiko tinggi mencederai diri dan orang lain b/d amnesia.
c. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d malnutrisi.
d. Perubahan pola tidur b/d depresi.
e. Kerusakan komunikasi verbal b/d alzheimer.
f. Kerusakan interaksi sosial (menarik diri) b/d gangguan interaksi sosial.
g. Ansietas b/d penurunan dalam konsep diri.
h. Defisit perawatan diri b/d kehilangan kognitif.

3. Intervensi
a. Perubahan proses pikir b/d degenerasi neuron.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan
perubahan proses pikir pasien dapat diatasi dengan kriteria hasil :
- Mampu mengenali perubahan dalam berfikir/tingkah laku dan faktor-
faktor penyebab jika memungkinkan.
- Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak
diinginkan, ancaman kebingungan.
Intervensi
1. Berikan isyarat lingkungan untuk orientasi terhadap waktu, tempat dan
orang (gambar, foto, jam, kalender dengan penanda silang untuk hari yg telah
di lewati, lorong dan pintu yg menggunakan kode warna).
Rasional : isyarat lingkungan akan meningkatkan orientasi terhadap waktu,
tempat dan individu akan mengisi kesenjangan ingatan dan berfungsi sebagai
pengingat.
2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
Rasional : Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori
yang meningkatkan gangguan neuron.
3. Bantu menemukan atau membetulkan hal-hal yang salah dalam
penempatannya. Berikan label gambar-gambar/hal yang dimiliki pasien.
Jangan melawan/menantang pasien.
Rasional : dapat menurunkan defensive pasien jika pasien mempercayai ia
sedang ada dalam tempat yang salah, tersimpan atau tersembunyi. Membantah
hal yang keliru dari pasien tidak akan mengubah kepercayaan dan mungkin
juga akan menimbulkan kemarahan.
4. Evaluasi pola dan kecukupan tidur/istirahat. Catat adanya letargi,
peningkatan peka rangsang, sering ”menguap”, adanya garis hitam di bawah
mata.
Rasional : kekurangan tidur dapat mengganggu proses pikir dan kemampuan
koping pasien

b. Resiko tinggi mencederai diri dan orang lain b/d amnesia


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri dan orang lain
dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan keselamatan pasien
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Ekspresi wajah bersahabat
- Klien tampak tenang
- Mau berjabat tangan
Intervensi :
1. Singkirkan bahaya yg tampak jelas dan kurangi potensial cedera akibat
jatuh ketika tidur. Misalnya : jaga agar tempat tidur dalam posisi rendah,
gunakan lampu di malam hari.
Rasional : lingkungan yg bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan
membebaskan keluarga dari kekhawatiran yg konstan.
2. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan
menggunakan/komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik
secara verbal maupun nonverbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama
lengkap klien dan panggil yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan
menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional : hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dengan
klien.
3. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaananya.
Rasional : mengetahui masalah yang dialami klien.
4. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional : agar klien merasa diperhatikan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d malnutrisi


Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam di harapkan nutrisi
pasien terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
- Mempertahankan/mendapat kembali berat badan yang sesuai.
Intervensi :
1. Berikan jadwal waktu makan yg teratur.
Rasional : pengingatan untuk makan akan menolong pasien makan dengan
adekuat dan teratur.
2. Berikan bantuan dalam memilih menu.
Rasional : pasien mungkin tidak mampu menentukan pilihannya atau tidak
menyadari akan kebutuhan untuk mempertahankan elemen dari nutrisi.
3. Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam
sesuai kebutuhan.
Rasional : makanan dengan jumlah yang besar mungkin terlalu banyak untuk
pasien, yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan secara lengkap.
4. Berikan waktu yang leluasa untuk makan.
Rasional : pendekatan yang santai akan membantu pencernaan makanan dan
menurunkan kemungkinan untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian.
5. Bantu dalam perawatan gusi dan gigi setiap habis makan.
Rasional : gigi yg sehat dan gigi palsu yg terpasang dengan pas penting untuk
mempertahankan kesehatan nutrisi.
6. Bantu keikutsertaan pasien dalam perawatan mulut.
Rasional : pengingatan dapat dilakukan jika pasien lupa.
d. Perubahan pola tidur b/d depresi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
perubahan pola tidur dapat di atasi dengan kriteria hasil :
- Mendapatkan istirahat dan pola tidur pada jadwal yg teratur.
- Mengurangi perilaku melamun pada malam hari.
- Mengungkapkan rasa nyaman saat tidur.
- Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yg teratur.

Intervensi :
1. Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Katakan pada pasien
bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
Rasional : Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kesetabilan
lingkungan.
2. Berikan makanan kecil pada sore hari, mandi masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
3. Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum
tidur.
Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke ke kamar
mandi/berkemih selama malam hari.
4. Putarkan musik yang lembut.
Rasional : Menurunkan stimulus sensori dengan menghambat suara-suara lain
dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.

e. Kerusakan komunikasi verbal b/d alzheimer


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan
kerusakan komunikasi verbal dapat di atasi dengan kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk mengekspresikan diri.
- Menunjukkan peningkatan kemampuan untuk mengekspresikan diri
secara verbal.
- Menggunakan metoda komunikasi alternatif, seperti : tulisan.
Intervensi :
1. Gunakan kertas dan pensil, huruf-huruf alfabet, isyarat tangan, kedipan
mata, anggukan kepala, isyarat bel.
Rasional : untuk dapat memperbaiki tekhnik komunikasi verbal maupun
nonverbal.
2. Identifikasi metode alternatif yang dapat digunakan orang tersebut
untuk mengkomunikasikan kebutuhan dasar.
Rasional : mengetahui kemampuan klien dalam berkomunikasi.
3. Beri metode komunikasi alternatif.
Rasional : meningkatkan pengetahun klien.
4. Amati ekspresi pasien terhadap tanda yg dapat ia mengerti
Rasional : pendengar yg baik harus responsif terhadap umpan balik.

f. Kerusakan interaksi sosial (menarik diri) b/d gangguan interaksi sosial


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam di harapkan
kerusakan interaksi sosial dapat teratasi dengan kriteria hasil :
- Ekspresi wajah bersahabat
- Klien nampak tenang
- Mau berjabat tangan
- Membalas salam
- Dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal
maupun nonverbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien
dan panggil yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji,
bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional : hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dengan
klien
2. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaananya.
Rasional : mengetahui masalah yang dialami klien.
3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional : agar klien merasa diperhatikan

g. Ansietas b/d penurunan dalam konsep diri.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
cemas pasien menurun dengan criteria hasil :
- Pasien tampak rileks
- Konsep diri membaik
- Menunjukkan tingkat ketenangan diri.
Intervensi :
1. Jangan perlakukan pasien seperti anak kecil dengan menggunakan
gaya bicara seperti anak-anak.
Rasional : perlakuan seperti anak kecil akan meningkatkan ansietas.
2. Bantu pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : mengetahui tingkat kecemasan pasien.
3. Bantu klien dalam penggunaan manajemen stress. Misalnya : napas
dalam, visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan
relaksasi

h. Defisit perawatan diri b/d kehilangan kognitif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
deficit perawatan diri dapan diatasi dengan criteria hasil :
- Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan diri sendiri.
- Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber
pribadi/komunitas yang dapat memberi bantuan.
Intervensi :
1. Beri kemudahan akses ke kamar mandi. Jika di perlukan berikan tanda
berwarna pada pintu kamar mandi.
Rasional : stimulasi visual dapat menguatkan pengenalan.
2. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/kulit, dan gosok gigi.
Rasional : sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan
dasar mungkin dilupakan.
3. Gunakan pakaian yg mudah untuk di lepaskan.
Rasional : memudahkan pasien untuk melakukan aktivitas dalam kebersihan
dirinya.
4. Gabungkan kegiatan sehari-hari ke dalam jadwal aktivitas perawatan
diri.
Rasional : mempertahankan kebutuhan rutin dapat mencegah kebingungan
yang semakin memburuk dan meningkatkan partisipasi klien
5. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional : meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. EGC : Jakarta
Doenges, marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta.
Capernito, lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.EGC : Jakarta.
www.google.com . Kumpulan Asuhan Keperawatan Alzheimer.

Anda mungkin juga menyukai