Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

PENYEBAB DAN PENAMPILAN KLINIS HERNIASI


TRANSTENTORIAL

Disusun oleh :
Humaerah
NPM 1102014122

Pembimbing :
Dr. Tri Wahyu Pamungkas, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU NEUROLOGI


RSUD ARJAWINANGUN
2018

BAB I

0
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Otak merupakan organ yang kompleks dan sangat penting dalam kehidupan
seseorang. Dalam cranium, refleksidural dan tulang-tulang memisahkan otak kepada
regio-regio tertentu.
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia. Jaringan otak mendapatkan kebutuhan oksigen dan
glukosa melalui aliran darah yang secara konstan. Metabolisme otak merupakan
proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Aktivitas otak yang tak pernah
berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai pusat integrasi dan
koordinasi organ- organ sensorik dan system efektor perifer tubuh. Otak terdiri dari
batang otak, serebelum, diensefalon, sistim limbik dan serebrum. Peningkatan volume
salah satu diantara ketiga unsur utama ini dapat mengakibatkan desakan pada
ruangan yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan intrakranial.
Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menghasilkan suatu tekanan intrakranial yang
normalnya berkisar antara 5 dan 15 mmHg. Peningkatan TIK adalah komplikasi
serius yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta
kematian.
Sebagai aturan umum, tidak fleksibelnya tengkorak adalah hal yang baik
karena dapat mencegah kerusakan otak dan menyimpannya dengan
melindunginya dengan aman. Namun, ketika tekanan intrakranial
meningkat,jaringan otak dipaksa ke daerah-daerah yang tidak biasanya sebagai upaya
untuk mengatasi tekanan tersebut. Hernia otak merupakan dislokasi secara mekanik
organ otak ke regio yang lain akibat dari adanya massa, trauma, neoplastik, iskemik
atau pun penyebab infeksi. Hernia otak , juga dikenali sebagai ‘cistern obliteration’,
merupakan akibat dari tekanan intracranial yang terlalu tinggi.

1
Herniasi otak dapat menyebabkan kerusakan sel dan kematian sel sehingga
persediaan oksigen dan nutrisi terputus. Hal ini tidak hanya dapat menyebabkan
kerusakan otak tetapi juga dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius
apabila sel-sel yang mengatur fungsi biologis (seperti respirasi) rusak.
Hernia ini terjadi apabila otak menggeser kebeberapa struktur dalam otak.
Otak bias bergeser ke mana- mana struktur otak seperti falx serebri, tentorium
serebella dan bisa sampai kedalam lubang yang dinamakan foramen magnum pada
basis cranii( tempat lewatnya corda spinalis dan berhubung dengan otak). Herniasi
bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan efek massa dan peningkatan
tekanan intracranial. Hal ini termasuklah trauma otak, stroke, maupun tumor otak.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar
wilayah ke tempat lain karena efek massa. Biasanya ini komplikasi dari efek massa
baik dari tumor, trauma, atau infeksi.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidens terjadinya hernia otak adalah berdasarkan insidens dari penyebab
hernia itu sendiri. Di Amerika, sebanyak 42% kasus dilaporkan pada tahun 2000-
2003. Di Asia, insidensi terjadinya hernia otak malah lebih tinggi yaitu 76,3% pada
tahun 2002. Tingginya angka kejadian ini disebabkan oleh tingginya insidens trauma
kapitis dan tumor otak di Asia. Malah dari salah satu sumber penelitian pada tahun
1999, mendapatkan bahwa tingginya angka kejadian hernia otak disebabkan oleh
penanganan peningkatan tekanan intracranial yang lambat dan kurang adekuat.

2.3 ETIOLOGI
Hernia otak terjadi apabila ada sesuatu di dalam otak yang mendorong
jaringan otak. Termasuk edema otak akibat dari trauma kapitis. Hernia otak sering
disebabkan adanya tumor dalam otak termasuk tumor otak yang bermetastasis dan
tumor otak primer. Selain itu, hernia otak juga bisa terjadi akibat dari abses otak,
adanya perdarahan dalam otak dan hidrosefalus (akumulasi cairan dalam otak) serta
strok yang menyebabkan edema otak. Hernia otak sendiri juga sering menyebabkn
strok masif. Hal ini menyebabkan suplai darah yang berkurang pada bagian otak
tertentu dan kompresi pada struktur vital yang mengontrol pernapasan dan sirkulasi.
Hal ini akan menyebabkan kematian atau kematian otak. Walau bagaimanapun
penyebab tersering dari hernia otak adalah akibat adanya tekanan massa dalam otak
yang mendorong otak itu sendiri.
2.4 KLASIFIKASI

3
Anatomi
Cerebrum, yang benar-benar merupakan bagian terbesar dari otak manusia,
dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer cerebrum kiri dan kanan. Keduanya
dihubungkan satu sama lain oleh korpus kalosum, yaitu pita tebal yang mengandung
sekitar 300 juta akson saraf melintang di antara kedua hemisfer.

cerebrum

hemisfer kanan dan kiri dari otak


Setiap hemisfer terdiri dari sebuah lapisan luar yang tipis yaitu substansi agrisea atau
korteks serebrum, menutupi bagian tengah yang lebih tebal yaitu substansia alba.
Jauh di sebelah dalam substansia alba terdapat substansia grisea lain, yaitu nukleus-
nukleus basal. Di seluruh system saraf pusat, substansia grisea terdiri dari badan-

4
badan sel yang terkemas rapat dengan dendrit-dendrit mereka dan sel-sel glia.
Perlu diketahui bahwa walaupun aktivitas tertentu pada akhirnya dikaitkan
dengan daerah tertentu di otak, tidak ada bagian otak yang berfungsi sendirian. Setiap
bagian bergantung pada hubungan kompleks di antara banyak bagian lain baik untuk
pesan-pesan yang masuk maupun keluar. Patokan-patokan anatomis yang digunakan
dalam pemetaan korteks adalah lipatan-lipatan dalam tertentu yang membagi setiap
belahan korteks menjadi empat lobusutama: lobus-lobus oksipital, temporalis,
parietalis, danfrontalis.

lobus utama pada otak


Lobus oksipitalis yang terletak di sebelah posterior bertanggung jawab untuk
pengolahan awal masukan penglihatan. Sensasi suara mula-mula diterima oleh lobus
temporalis, yang terletak di sebelah lateral. Lobus parietalis dan lobus frontalis, yang
terletak di puncak kepala, dipisahkan oleh sebuah lipatan dalam, sulkus sentralis,
yang berjalan ke bawah di bagian tengah permukaan lateral tiap-tiap hemisfer. Lobus
parietalis terletak di belakang sulkus sentralis pada kedua sisi, dan lobus frontalis
terletak di depan sulkus.

5
Lobus parietalis terutama bertanggung jawab untuk menerima dan mengolah
masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin dan nyeri dari permukaan
tubuh. Sensasi-sensasi ini secara kolektif dikenal sebagai sensasi somestetik. Lobus
parietalis juga merasakan kesadaran mengenai posisi tubuh, suatu fenomen yang
disebut sebagai propriosepsi. Korteks somatosensorik, tempat pengolahan kortikal
awal masukan somestetik dan proprioseptif ini, terletak di bagian depan tiap-tiap
lobus parietalis tepat di belakang sulkus sentralis. Setiap daerah di dalam korteks
somatosensorik menerima masukan sensorik dari daerah tertentu di tubuh. Pada apa
yang disebutkan homunkulus sensorik, tubuh digambarkan terbalik di korteks
somatosensorik dan yang lebih penting lagi, bagian-bagian tubuh yang berbeda tidak
direpresentasikan setara.

Korteks somatosensorik tiap-tiap sisi otak sebagian besar menerima masukan


sensorik dari sisi tubuh yang berlawanan, karena sebagian besar jalur asendens
membawa informasi sensorik naik dari korda spinalis menyilang ke sisi yang
berlawanan sebelum akhirnya berakhir di korteks. Dengan demikian kerosakan
belahan kiri korteks somatosensorik menghasilkan defisit sensorik pada sisi kanan
tubuh, sementara kehilangan sensorik pada sisi kiri berkaitan dengan kerosakan
belahan kanan korteks.

Kesadaran sederhana mengenai sentuhan, tekanan, atau suhu dideteksi oleh


talamus, tingkat otak yang lebih rendah, tetapi korteks somatosensorik berfungsi lebih
jauh daripada sekedar pengenalan murni sensasi menjadi persepsi sensorik yang lebih
utuh. Talamus membuat kita sadar bahwa sesuatu yang panas versus sesuatu yang
dingin sedang menyentuh badan kita tetapi tidak memberitahu di mana atau seberapa
besar intensitasnya. Korteks somatosensorik menentukan lokasi sumber masukan
sensorik dan merasakan tingkat intensitas ransangan. Korteks ini juga mampu
melakukan diskriminasi spatial, sehingga korteks mampu mengetahui bentuk suatu
benda yang sedang dipegang dan dapat membedakan perbedaan ringan antara benda-
benda serupa yang berkontak dengan kulit.

6
Lobus frontalis, yang terletak di korteks bagian depan, bertanggung jawab
terhadap tiga fungsi utama: (1) aktivitas motorik volunter, (2) kemampuan berbicara,
dan (3) elaborasi pikiran. Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan sulkus
sentralis dan dekat dengan korteks somatosensorik adalah korteks motorik primer.
Daerah ini memberi kontrol volunter atas gerakan yang dihasilkan otot-otot rangka.
Seperti pada pengolahan sensorik, korteks motorik di tiap-tiap sisi otak terutama
mengontrol otot di sisi tubuh yang berlawanan. Jaras-jaras saraf yang berasal dari
korteks motorik hemisfer kiri menyilang sebelum turun ke korda spinalis untuk
berakhir di neuron-neuron eferen yang mencetuskan kontraksi otot rangka di sisi
kanan tubuh. Dengan demikian, kerusakan di korteks motorik di sisi kiri otak akan
menimbulkan paralisis di sisi kanan tubuh dan demikian sebaliknya.

Daerah-daerah subkorteks otak berinteraksi secara luas dengan korteks dalam


melaksanakan fungsi mereka. Daerah-daerah ini mencakup nukleus basal yang
terletak di serebrum serta talamus dan hipotalamus yang terletak diensefalon. Nukleus
basal terdiri dari beberapa massa substansia grisea yang terletak jauh di dalam
substansia alba serebrum. Nukleus basal memiliki peran kompleks dalam mengontrol
gerakan selain memiliki fungsi-fungsi nonmotorik yang mash belum begitu diketahui.
Secara khusus, nukleus basal penting dalam (1) menghambat tonus otot di seluruh
tubuh; (2) memilih dan mempertahankan aktivitas motorik bertujuan sementara
menekan pola gerakan yang tidak berguna atau tidak diinginkan; dan (3) membantu
memantau dan mengkoordinasi kontraksi-kontraksi menetap yang lambat, terutama
kontraksi yang berkaitan dengan postur dan penunjang.
Jauh di dalam otak dekat dengan nukleus basal terdapat diensefalon, suatu
struktur garis tengah yang membentuk dinding-dinding rongga ventrikel ketiga, salah
satu ruang tempat lewatnya cairan serebrospinalis. Diensefalon terdiri dari dua bagian
utama, talamus dan hipotalamus. Talamus brfungsi sebagai ”stasiun penyambung”
dan pusat integrasi sinaps untuk pengolahan pendahuluan semua masukan sensorik

7
dalam perjalanannya ke korteks. Hipotalamus adalah kumpulan nukleus spesifik dan
serat-serat terkait yang terletak di bawah talamus. Secara spesifik, hipotalamus (1)
mengontrol suhu tubuh; (2) mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin; (3)
mengontrol asupan makanan; (4) mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis
anterior; (5) menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior; (6) mengontrol
kontraksi uterus dan pengeluaran susu; (7) berfungsi sebagai pusat koordinasi sistem
saraf otonom utama, yang kemudian mempengaruhi semua otot polos, otot jantung,
dan kelenjar eksokrin; dan (8) berperan dalam pola perilaku dan emosi.
Serebelum, yang melekat ke belakang bagian atas batang otak, terletak di bawah
lobus oksipitalis korteks. Serebelum terdiri dari tiga bagian yang secara fungsional
berbeda, yang diperkirakan terbentuk secara berurutan selama evolusi.
 Vestibuloserebelum penting untuk mempertahankan keseimbangan dan
mengontrol gerakan mata.
 Spinoserebelum mengatur tonus otot dan gerakan volunter yang terampil dan
terkoordinasi.
 Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter
dengan memberikan masukan kee daerah-daerah motorik korteks. Bagian ini
juga merupakan daerah serebelum yang terlibat dalam ingatan prosedural.
Batang otak yang terdiri dari medulla, pons dan otak tengah, adalah penghubung
penting antara bagian otak lainnya dengan korda spinalis. Semua serat-serat yang
datang dan pergi antara pusat-pusat di otak dan perifer harus melewati batang otak,
dengan serat-serat yang datang memancarkan informasi sensorik ke otak dan serat-
serat yang keluar membawa sinyal perintah dari otak untuk keluaran eferen. Fungsi
batang otak mencakup hal berikut:
 Sebagian besar dari kedua belas pasang saraf kranialis berasal dari batang
otak. Dengan satu pengecualian besar, saraf-saraf ini mempersarafi struktur-
struktur di kepala dan leher dengan serat sensorik dan motorik. Saraf-saraf
tersebut penting untuk penglihatan, pendengaran, pengecapan, sensasi wajah,

8
dan salivasi. Pengecualian yang utama adalah saraf kranialis X, saraf vagus.
Saraf ini tidak hanya mempersarafi daerah-daerah di kepala, namun sebagian
besar cabang saraf vagus mempersarafi organ-organ di rongga toraks dan
abdomen. Vagus adalah saraf utama dalam sistem saraf parasimpatis.
 Di dalam batang otak terdapat kumpulan saraf atau ’pusat-pusat’ yang
mengontrol fungsi jantung dan pembuluh darah, respirasi dan banyak aktiviti
pencernaan.
 Daerah ini juga berperan dalam memodulasi sensasi nyeri.
 Batang otak berperan dalam mengatur refleks-refleks otot yang terlibat dalam
keseimbangan dan postur.
 Di seluruh batang otak dan ke dalam talamus berjalan suatu jaringan luas
neuron yang saling berhubungan yang disebut formasio retikularis. Jaringan
ini menerima dan mengintegrasikan semua masukan sinaps. Serat-serat
asendens yang berasal dari formasio retikularis membawa sinyal ke atas untuk
membangunkan dan mengaktifkan korteks serebrum. Serat-serat ini menyusun
sistem aktivasi retikuler, yang mengontrol seluruh derajat kewaspadaan
korteks dan penting dalam kemampuan mengarahkan perhatian.

9
Terdapat 2 kelompok mayor dari hernia otak; supratentorial dan infratentorial.
Herniasi supratentorial adalah hernia yang terjadi di atas notch tentorium dan
infratentorial pula merupakan hernia yang terjadi di bawahnya. Dalam 2 kelompok
besar ini, hernia otak dinamakan berdasarkan struktur atau lokasi lewatnya dan
bergesernya otak; termasuk transtentorial, bergeser ke atas, tonsilar, sentral, singulata,
dan herniasi transcalvaria. Herniasi uncal, transtentorial, singulata, dan transcalvaria
termasuk dalam kelompok hernia supratentorium. Manakala transtentorium ke atas
dan tosillar termasuk dalam kelompok herniasi infratentorial.
Herniasi sentral
Pada herniasi sentral (juga dikenali sebagai hernia transtentorial), diensefalon
dan lobus temporal pada kedua hemisfer cerebrii ditekan oleh notch pada tentorium
cerebral. Hernia transtentorium bisa terjadi apabila otak bergeser ke atas maupun ke
bawah melewati batas tentorium yang dikenali sebagai hernia transtentorium
asendens dan desendens. Namun hernia ini bisa menyebabkan robeknya arteri basilar
atau nama lainnya arteri paramedian sehingga berlaku perdarahan yang disebut
‘Duret Hemorrhage’. Herniasi ini selanjutnya berakhir dengan kematian. Secara
gambaran radiografi, hernia yang mengarah ke bawah berkarakteristik sebagai

10
obliterasi sisterna suprasellar dari hernia lobus temporal ke dalam hiatus tentorium
dengan kompresi pada pedunkulus cerebral. Hernia yang mengarah ke atas secara
radiografi berkarakteristik sebagai obliterasi sisterna quadrigeminal. Didapatkan
bahwa sindroma hipotensi intracranial adalah sangat mirip dengan hernia
transtentorium yang mengarah ke bawah.
Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal, yaitu hernia transtentorium yang sering, bagian paling dalam
pada lobus temporal yaitu uncus bisa sangat terhimpit sehingga melewati tentorium
dan menyebabkan tekanan yang tinggi pada batang otak terutama midbrain.
Tentorium merupakan struktur dalam tengkorak kepala yang terbentuk dari lapisan
meningea yaitu dura mater. Jaringan bisa terkelupas dari korteks cerebral dimana
proses ini dinamakan sebagai dekortikasi. Uncus ini akan menekan nervus kranialis
ke-3 yang berfungsi mengontrol input parasimpatis pada organ mata. Keadaan ini
akan mengganggu transmisi neural parasimpatis sehingga menyebabkan pupil pada
mata terkait akan berdilatasi dan gagal untuk berkonstriksi apabila adanya respon
cahaya seperti mana seharusnya. Maka dengan adanya gejala dilatasi pupil yang tidak
berespon dengan cahaya, itu merupakan tanda penting adanya peningkatan tekanan
intracranial. Dilatasi pupil sering diikuti dengan beberapa gejala lain kompresi nervus
kranialis ke-3 yaitu deviasi bola mata kearah atas dan bawah akibat dari hilangnya
innervasi ke semua otot motilitas kecuali otot rektus lateralis yang diinervasikan oleh
nervus kranialis ke-6 dan otot obliqus superior yang diinervasikan oleh nervus
kranialis ke-4. Gejala ini muncul karena fiber esentrik parasimpatik mengelilingi fiber
motorik dari nervus kranialis ke-3 dan makanya ia pertama yang terkompresi. Arteri
kranialis juga akan tertekan semasa herniasi. Kompresi terhadap arteri serebral
posterior akan menyebabkan gangguan pada fungsi penglihatan kontralateral yang
dikenali sebagai homonimus kontralateral hemianopia. Kemudian diikuti dengan
symptom yang juga penting yaitu ‘false localizing sign’ yang berakibat dari kompresi
pada krus serebral kontralateral yang mengandung fiber kortikospinal dan
kortikobulbar desendens. Ini diikuti dengan hemiparesis ipsilateral. Berhubung

11
traktus kortikospinalis secara predominan menginnervasi otot flexor, maka kaki akan
terlihat dalam keadaan ekstensi. Dengan peningkatan tekanan intracranial, postur
dekortikasi akan terlihat. Herniasi tipe ini juga akan menyebabkan kerusakan pada
batang otak, yang berefek letargi, bradikardi, kelainan respiratori dan dilatasi pupil.
Herniasi uncal akan berlanjut dengan herniasi sentral sekiranya tidak ditangani.
Herniasi serebral
Peningkatan tekanan dalam fossa posterior akan menyebabkan serebelum
bergeser ke atas mendorong tentorium kearah atas atau dikenali sebagai herniasi
serebral. Midbrain akan terdorong ke tentorium. Keadaan ini juga akan menyebabkan
midbrain terdorong ke bawah.
Herniasi tonsillar
Pada herniasi tonsillar, yang juga dikenali sebagai herniasi serebral kearah bawah,
tonsil serebral akan bergeser ke bawah masuk ke foramen magnum dan menyebabkan
kompresi pada distal batang otak dan proksimal dari korda spinalis servikal.
Peningkatan tekanan pada batang otak akan menyebabkan disfungsi dari system saraf
pusat yang berperan dalam mengontrol fungsi respiratori dan fungsi jantung. Herniasi
tonsillar juga dikenali sebagai malformasi Chiari, atau Malformasi Arnold Chiari
(ACM). Sekurang-kurangnya terdapat tiga tipe malformasi Chiari yang ditemukan
yang mana masing-masing menimbulkan proses penyakit yang berbeda dengan
symptom dan prognosis yang berbeda. Kondisi ini bisa ditemukan dengan adanya
pasien yang bersifat asimptomatik dan ada pula yang bersifat berat sehingga
mengancam nyawa. Makanya hernia ini lebih sering didiagnosa berdasarkan
gambaran radiologi dari pemeriksaan MRI kepala. Ektopik Serebral merupakan suatu
istilah yang digunakan oleh ahli radiologi untuk mendiskripsikan tonsil serebral
namun tidak secara khusus mendiskripsikan suatu malformasi Chiari. Menurut
definisi malformasi Chiari terdahulu menyatakan bahwa adanya gambaran radiologi
tonsillar serebral dengan penonjolan pada terdorongnya jaringan masuk ke dalam
foramen magnum sekurang-kurangnya 5mm di bawah foramen magnum. Namun
beberapa kasus melaporkan bahwa ada pasien yang datang hanya dengan symptom

12
malformasi Chiari tanpa gambaran radiografi herniasi tonsillar. Pasien- pasien ini
didiagnosa dengan ‘Chiari type 0’.
Terdapat beberapa penyebab yang dihubungkan dengan kejadian herniasi tipe
ini. Antaranya berupa korda spinalis yang menonjol, filum terminalis yang
menyempit secara mendadak (menarik turun batang otak dan struktur di sekitarnya),
penurunan atau malformasi dari fossa posterior (bagian caudal dan dorsal dari
tengkorak) sehingga tidak memberikan ruang yang cukup untuk serebelum,
hidrosefalus atau volume cairan serebrospinal yang tidak normal sehingga mendorong
tonsil keluar. Kelainan jaringan ikat seperti Sindroma Ehlers Danlos, juga merupakan
antara factor penyebab.
Untuk evaluasi herniasi tonsillar yang lebih lanjut, pemeriksaan CINE flow
digunakan. Pemeriksaan MRI tipe ini memeriksa pengaliran cairan serebrospinal
pada sendi kranio-servikal. Bagi pasien yang datang dengan symptom hernia dimana
dirasakan berkurang pada posisi supine dan memburuk pada posisi berdiri, maka
pemeriksaan MRI ini haruslah dilakukan dalam posisi berdiri.
Herniasi Singulata
Pada herniasi singulata atau subfalcine, yaitu hernia yang paling sering,
bagian paling dalam pada lobus frontalis akan terdorong ke falx serebri. Walaupun
keadaan ini tidak terlalu menekan batang otak seperti tipe-tipe hernia yang lain,
namun bisa memberikan efek pada pembuluh darah yang berdekatan dengan lobus
frontalis tempat trauma yaitu arteri serebral anterior atau bisa berprogresif ke hernia
sentral. Kesan terhadap pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial yang berbahaya sehingga bisa memburuk membentuk herniasi yang lebih
berat. Gejala khas pada hernia singulata tidak jelas. Namun seperti yang terjadi pada
hernia uncal, hernia singulata juga akan menyebabkan kelainan pada postur tubuh dan
koma. Hernia singulata dipercayai sering menjadi precursor terhadap tipe hernia yang
lain.

13
Hernia Transcalvarial
Pada hernia transcalvarial, otak akan tertekan pada daerah fraktur atau bekas
operasi. Hernia ini juga dikenali sebagai hernia eksternal di mana ia terjadi sewaktu
kranektomi atau pada apa saja operasi yang melibatkan pengangkatan bagian tertentu
tengkorak.

2.5 PATOFISIOLOGI
Herniasi transtentorial
Herniasi transtentorial merupakan pergeseran otak dari lokasi yang sebenar
kearah bawah maupun atas melewati tentorium pada batas insisura. Herniasi
transtentorial desendens terjadi apabila otak yang terletak supratentorial berherniasi
kearah bawah dari batas insisura. Manakala herniasi transtentorial asendens terjadi
apabila otak yang terletak infratentorial berherniasi ke atas dari insisura.
Hernia transtentorial asendens selalunya disebabkan adanya tumor pada fossa
posterior sehingga mendorong otak yang terletak di infratentorial kearah insisura.
Akibatnya terjadilah distorsi midbrain, penekanan pada lempeng quadrigeminal
posterior dan penyempitan sisterna ambient bilateral. Hematoma ekstra-axial dan
intra-axial pada fossa posterior adalah penyebab yang paling jarang.

14
Herniasi Subfalcine/Singulata
Herniasi subfalcine terjadi apabila otak terdorong di bawah falx serebri akibat dari
massa.

Gambar 9 :Kejadian hernia tentorial dan singulata.

Herniasi Foramen Magnum/Tonsillar


Herniasi foramen magnum terjadi apabila otak yang terletak di infratentorial
terdorong ke foramen magnum akibat dari massa.

Herniasi Sphenoid/Alar
Herniasi Sphenoid atau alar terjadi akibat dari otak yang terletak supratentorial
tergelincir secara anterior maupun posterior di atas tulang sphenoid. Herniasi anterior
terjadi apabila lobus temporal mengalami herniasi secara anterior maupun superior di
atas tulang sphenoid. Manakala herniasi posterior terjadi apabila lobus frontalis
berherniasi secara posterior dan inferior di atas tulang sphenoid.

15
Herniasi Ekstrakranial
Herniais ekstrakranial terjadi apabila otak mengalami dislokasi akibat dari defek pada
cranium.

2.6 TANDA DAN GEJALA

Gambar 5: Postur dekortikasi dengan siku, pergelangan tangan dan jari dalam
keadaan flexi serta kaki yang ekstensi dan berotasi kearah medial.

Tanda yang sering pada hernia otak adalah postur tubuh yang abnormal
dengan karakteristik posisi ekstremitas bawah yang menjadi tanda khas terjadinya
kerusakan otak yang berat. Pasien ini akan mengalami penurunan kesadaran dengan
‘Glasgow Coma Scale’ antara 3 sampai 5. Satu atau kedua-dua pupil akan berdilatasi
dan reflex cahaya negative atau tidak berespon terhadap cahaya.
Pada pemeriksaan neurologi, didapatkan penurunan derajat kesadaran.
Tergantung dari beratnya herniasi, gangguan pada satu atau beberapa refleks batang
otak serta fungsi dari nervus kranialis bias terjadi. Pasien juga akan menunjukkan
ketidak mampuan untuk bernapas secara konsisten dan didapatkan denyut jantung
yang irreguler.
Herniasi transtentorial
Herniasi transtentorial desendens akan menyebabkan symptom yang
bervariasi. Kompresi terhadap nervus kranialis ke-3 ipsilateral akan menyebabkan
dilatasi pupil ipsilateral dan pergerakan ekstraokuler yang abnormal. Kompresi
traktus kortikospinal ipsilateral pada batang otak akan menyebabkan hemiparesis

16
kontralateral karena traktus menyilang pada batas medulla. Hemiparesis ipsilateral
juga bisa terjadi apabila terdapat massa yang cukup besar sehingga menekan
pedunkulus serebral kontralateral ke arah insisura.
Komplikasi lain termasuklah terjadinya infark pada lobus occipitalis baik
unilateral maupun bilateral akibat dari penekanan terhadap arteri serebral posterior.
Perdarahan batang otak juga antara komplikasi lain yang timbul akibat dari
penekanan pada daerah pembuluh darah sehingga menyebabkan perforasi. Kompresi
pada midbrain bisa berkomplikasi ke hidrosefalus.

Herniasi Trantentorial Asendens.


Herniasi transtentorial asendens akan menyebabkan kompresi pada batang
otak yang akan menimbulkan symptom berupa mual, muntah yang mana bisa
berprogressif sampai koma sekiranya terjadi kerusakan yang mendadak pada
intracranial. Pertumbuhan massa yang perlahan pada fossa posterior akan
menyebabkan perubahan pada anatomy intracranial secara perlahan. Namun ini
bukanlah termasuk kasus gawat darurat.

Herniasi Subfalkin/Singulata
Herniasi subfalkin tidak selalu menunjukkan gejala klinis yang berat. Tipe
herniasi ini akan menimbulkan gejala klinis seperti nyeri kepala, dan bisa berlanjut
menjadi kelemahan pada tungkai bawah yang kontralateral atau gejala infark pada
lobus frontalis akibat dari penekanan pada arteri serebral anterior.

Herniasi Foramen Magnum/Tonsillar


Penekanan yang mendadak pada batang otak akan menyebabkan kecacatan
dan kematian. Walau bagaimanapun pasien yang datang dengan malformasi Arnold-
Chiari 1 akan menunujukkan gambaran symptom yang lebih sedikit dan bisa dengan
gambaran disethesia pada ekstremitas dengan fleksi servikal. Gambaran ini dikenali
sebagai fenomena Lhermitte

17
Herniasi Sphenoid/Alar
Gejala klinis dari herniasi ini adalah sangat minimal dan walaupun tipe hernia
ini adalah yang paling sering terjadi, namun pasien sering datang dengan disertai tipe
herniasi yang lain.

Herniasi Ekstrakranial
Hernia ini sering didapatkan post trauma dan operasi. Region otak yang mengalami
herniasi sering akan menjadi iskemik dan seterusnya infark.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Bagi herniasi transtentorial, ‘computed tomography scanning’ (CT scan) atau
‘magnetic resonance imaging’ (MRI) adalah sangat berperan untuk evaluasi penyakit.
MRI akan memberikan gambaran mengikut potongan aksial, sagital dan koronal.
Bagi herniasi subfalkin/singulata pula, pemeriksaan CT scan maupun MRI kedua-
duanya sangat membantu dalam mengevaluasi penyakit. Herniasi foramen
magnum/tonsillar, MRI merupakan pilihan terbaik oleh karena pemeriksaan ini
memberikan gambaran potongan sagital dan koronal. Namun begitu, oleh karena
pasien yang datang kebanyakannya bersifat akut, maka pemeriksaan CT scan
potongan aksial juga bisa membantu dalam mendiagnosa penyakit. Pada herniasi
sphenoid/alar, pemeriksaan MRI bisa memberikan gambaran terbaik tempat kelainan
berdasarkan foto pada potongan parasagital. Namun begitu baik MRI maupun CT
scan bisa menunjukkan gambaran terdorongnya arteri serebral mediana ipsilateral
yang mana merupakan tanda tidak langsung suatu herniasi sphenoid. Untuk herniasi
ekstrakranial, MRI maupun CT scan adalah pilihan terbaik.
Gambaran radiologi pada herniasi transtentorial desendens termasuk perluasan
sisterna ambient ipsilateral dan sisterna prepontin ipsilateral. ujung temporal
kontralateral juga mengalami perluasan. Penemuan ini adalah bersifat ipsilateral,

18
ventrikel lateralis terkompresi dengan dilatasi subsequent pada ventrikel kontralateral
untuk mengekalkan volume yang sama. Perluasan sisterna ipsilateral terjadi karena
letaknya inferior batang otak yang begitu dekat dengan korda spinalis sehingga
menunjukkan struktur yang rigid pada foto CT scan potongan koronal.

Perdarahan intraventrikuler bilateral dan dilatasi ventrikel

Sisterna ipsilateral melebar oleh disebabkan batang otak terletak di inferior


berdekatan dengan korda spinalis membentuk struktur rigid yang panjang seperti
yang digambarkan pada foto CT scan potongan koronal. Massa pada foto sebelah
kanan menyebabkan pelebaran sisterna ipsilateral. Apabila otak supratentorial
terdorong ke kanan, maka semua aspek yang terdapat di superior otak tengah
(midbrain) dan korda spinalis juga akan terdorong ke kanan. Hal ini akan
menyempitkan sisterna kontralateral dan menyebabkan pelebaran sisterna ipsilateral
pada anterolateral batang otak.

19
2.8 PENATALAKSANAAN

Hernia otak merupakan suatu kasus gawat darurat. Penanganan utama


haruslah menyelamatkan nyawa pasien. Untuk mencegah dari terjadinya kekambuhan
dari hernia otak, maka penanganan haruslah bertujuan untuk menurunkan
peningkatan tekanan intrakranial dan menurunkan edema otak. Hal ini dapat
ditangani dengan cara berikut:
Penatalaksanaan Awal Sindroma Herniasi
 Tujuan : menjaga TIK <20 mmHg, CPP >60-70 mmHg
Segera:
 Elevasi kepala di tempat tidur (15-30 derajat, atau 30-45 derajat –> guna
meningkatkan aliran keluar vena dari intrakranial
 Cegah hipotensi dengan cairan, Normal saline (0.9%) dengan kecepatan 80–
100 cc/jam (hindari cairan hipotonis) Intubasi (jika memungkinkan) dan
lakukan ventilasi sehingga terjadi normocarbia (PC02 35-40 mmHg) atau

kalau bisa PCO2 = 28–32 mm Hg –> cegah vasodilatasi serebri (cat: jika

kadar CO2 lebih besar dari 45 mm Hg, maka akan timbul cerebral
vasodilation.)
 Berikan oxygen prn untuk mempertahankan p02 >60 mmHg –> mencegah
hypoxic brain injury
 Berikan Mannitol 20% 1–1.5 g/kg melalui infus IV secara cepat, pertahankan
Tekanan Darah >90 mmHg dan pemberian diuretik lain.
 Pasang Foley catheter
 Segera konsul ke bedah saraf
Hal lain yang bisa dilakukan
 Sedasi (“ringan” misal dengan codeine hingga “berat” misal dengan
fentanyl/MgS04 ± muscle relaksan dengan vecuronium –> dapat mengurangi

20
tonus simpatis dan hipertensi akibat kontraksi otot)
 Kortikosteroid
 Mengurangi edema, setelah beberapa hari, disekitar tumor otak, abses,
darah
 Pemberian kortikosteroid pada kasus cedera kepala dan stroke belum
dapat dibuktikan menguntungkan secara klinis.
 Kortikosteroid seperti deksametason, terutama untuk menurunkan udem otak.
 Drainase pada otak dengan tujuan untuk mengeluarkan cairan berlebihan dari
otak, terutama pada kasus obstruksi mekanikal yag menyebabkan hernia.
 Pengaliran darah keluar pada kasus perdarahan masif yang menyebabkan
herniasi, walaupun prognosis pada kasus begini jelek.
 Pemasangan intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilasi untuk
menurunkan kadar karbon dioksida dalam darah.
 Operasi dengan mengangkat massa tumor yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial atau drain kateter ventrikuler eksterna dengan tujuan
untuk pengaliran LCS keluar pada kasus akut atau dengan cara VP-shunt
 Pungsi lumbar adalah suatu kontraindikasi sekiranya curiga adanya kelainan
massa yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

2.9 PROGNOSIS
Sekiranya hernia otak terjadi pada daerah lobus temporalis atau serebellum, maka
prognosisnya adalah jelek yaitu kematian. Namun pada hernia otak di daerah lain
memberikan prognosis yang berbagai tergantung derajat beratnya dan penyebab
hernia.

2.10 KOMPLIKASI
• Gangguan neurologi yang persisten
• Kematian otak

21
2.11 PENCEGAHAN
Penanganan segera terhadap peningkatan tekanan intracranial dan factor
penyebab lain bisa mengurangi risiko terjadinya hernia otak. Mengenali lebih awal
peningkatan tekanan intracranial melalui gejala klinis dan gambaran radiografi adalah
sangat penting untuk langkah pencegahan terjadinya herniasi.

Gejala klinis dan tanda-tanda dari peningkatan tekanan intracranial akut


termasuk nyeri kepala, muntah, distorsi penglihatan, hilangnya reflek sensoris,
disfungsi pupil, hipertensi, bradikardi, posturtubuh yang fleksi atau ekstensidan lain-
lain. Edema papilla tidak terjadi pada peningkatan tekanan intracranial akut.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Anindhita, T., Wiratman, W. 2017 Buku Ajar Neurologi. Penerbit Kedokteran


Indonesia: Tangerang. Cetakan pertama. Edisi 1.
2. Gruen P.2002.”Surgical management of head trauma” Neuroimaging clinics of
North America (2):339-43
3. Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma supratentorial diensefalik.
Dalam:Neurologi Klinis Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 193-195.
4. Neuebauer, H., Fiss, I., etc. 2016. Large size Hemicraniectomy Reduces Early
Herniation in Malignant Middle Cerebral Artery Infarction. Cerebrovasc Dis.
41:283-290.
5. Papangelou, A., Zink, E.K., etc. 2018. Automated Pupillometry and Detection of
Clinical Transtentorial Brain Herniation. Military Medicine. Vol. 183.
6. Romero, R.D., Avendalio, P., Coloma, G. 2015. Life threatening paradoxical brain
herniation rapidly reversed by emergency cranioplasty repair. Acta Neurochir.
157:2031-2032.
7. Wilkinson, I., Lennox, G., 2005. Tentorial Herniation. In: EssentialNeurology.
Wilkinson, I., ed. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 42-43

23

Anda mungkin juga menyukai