MDR TB
Periode:
Oleh :
i
HALAMAN PENGESAHAN
MDR TB
Disusun Oleh:
Dita Triyasa, S.Ked 04054821719092
Dika Dwiyasa, S.Ked 04054821820070
Telah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
drg. Purnamawati
NIP. 19980907 199903 2 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
portofolio ini dengan judul “MDR TB”. Portofolio ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian IKM-IKK FK UNSRI.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. H. M. A. Husnil Farouk, MPH selaku pembimbing
yang telah memberikan pengarahan dan saran yang mendukung sehingga
portofolio ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Pimpinan Puskesmas Sukarami, drg. Purnamawati. Dokter Pembimbing
Puskesmas, dr. Dahlia, beserta staf, teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan portofolio ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan portofolio ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan portofolio ini, semoga bermanfaat, amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………................... i
Halaman Pengesahan………………………………………… ................ ii
Kata Pengantar……………………………………………………… ...... iii
Daftar Isi…………………………………………………………............ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien ..................................................................... 3
2.2 Anamnesis ............................................................................. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................. 4
2.4 Rencana Pemeriksaan Penunjang ......................................... 5
2.5 Diagnosis Kerja .................................................................... 6
2.6 Tatalaksana ........................................................................... 6
2.7 Prognosis ............................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi……………………………………………… .......... 7
3.2 Epidemiologi …….…………………………………………… 8
3.3 Suspek TB MDR ................................................................... 10
3.4 Faktor yang mempengarui Resistensi ................................... 10
3.5 Mekanisme Terjadinya Resistensi ........................................ 14
3.6 Diagnosis …………………….............................................. 17
3.7 Tatalaksana ........................................................................... 18
BAB IV PENCEGAHAN/PEMBINAAN
4.1 Genogram…………………………………… ...................... 26
4.2 Analisis Home Visite……………………………………… . 26
4.3 Upaya Pencegahan dan Pembinaan ..................................... 30
iv
DAFTAR PUSTAKA………………………………… .......................... 31
v
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat Keluhan Serupa : penderita mengalami keluhan yang
sama sejak ± 12 tahun yang lalu dan
berulang ± 6 tahun yang lalu.
b. Riwayat Kencing Manis : sejak tahun 2007.
c. Riwayat Darah Tinggi : disangkal
d. Riwayat Sakit Ginjal : disangkal
e. Alergi Obat dan Makanan : disangkal
f. Riwayat Asma : disangkal
g. Riwayat Operasi : disangkal
KEADAAN SPESIFIK
Kepala :
4
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,
3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada
Telinga : Meatus akustikus eksternus lapang, sekret
(-/-), membran timpani intak
Tenggorokan : arkus faring simetris, faring hiperemis (-),
uvula di tengah
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-).
Thoraks : bentuk simetris
Cor : bunyi jantung I dan II (+) normal, HR= 90
x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal,rhonkhi (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
tympani, bising usus (+) normal, nyeri
tekan (-)
Ekstremitas atas :
Pergerakan motorik normal, tanda-tanda inflamasi (-/-), oedem (-/-),eritem
(-/-), clubbing finger (-/-), kuku nekrosis (-/-), akral hangat (+/+),
deformitas(-/-), nyeri gerak (-/-), krepitasi (-/-).
Ekstremitas bawah :
Pergerakan motorik lutut terbatas (0/0), tanda-tanda inflamasi (-/-), oedem
(-/-), eritem (-/-), akral hangat (+/+), deformitas (-/-), nyeri gerak (-/-),
krepitasi (-/-).
Genitalia eksterna : tidak diperiksa
2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 Non Farmakologis
Edukasi: Edukasi yang diberikan pada penderita ini yaitu,
memberikan pengertian bahwa penatalaksanaan pasien TB
menggunakan kombinasi modalitas non farmakologis dan
farmakologis yang dinilai sebagai cara yang paling efektif. Edukasi
mengenai pengertian, faktor risiko, pengelolaan, tujuan dari
pengelolaan dan komplikasi. Serta faktor lingkungan yang juga
berperan penting dalam menunjang keberhasilan pengobatan.
2.6.2 Farmakologis
OAT kategori untuk MDR TB.
2.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Berdasarkan Guidelines for the programmatic management of drug
resistant tuberculosis: emergency update oleh WHO (2008) resisten terhadap
OAT dinyatakan bila hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
pertumbuhan M. Tuberculosis in vitro saat terdapat satu atau lebih OAT.1
Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu: 5
Total Drug Resistance(TDR) :resisten baik dengan lini pertama maupun lini
kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat
yang bisa dipakai.
7
Mono resisten MDR TB XDR TB
3.2 Epidemiologi
Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR ) merupakan
masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun
2010 WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap merata 2%
pertahun. Prevalens TB diperkirakan WHO meningkat 4,3% di seluruh dunia dan
lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia. Di Negara berkembang prevalens TB-
MDR berkisar antara 4,6%-22,2%.”WHO Report On Tuberculosis Epidemic
1995” menyatakan bahwa resisitensi ganda kini menyebar dengan amat cepat di
berbagai belahan dunia. Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh
kuman tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis
khususunya Rifampisin dan INH, serta kemungkinan pula ditambah obat lainnya.
Laporan menghebohkan pertama tentang resisitensi ganda ini datang dari
Amerika, khususnya pada penderita TB dengan AIDS, ternyata menimbulkan
8
angka kematian yang amat tinggi (70-90%) dalam waktu yang amat singkat
(hanya 4-16 minggu lamanya antara diagnosis sampai terjadinya kematian).
Laporan kemudian berdatangan dari berbagai rumah sakit dan penjara, mula-mula
dari daerah New York dan kemudian di berbagai negara dari Hongkong yang
menyebutkan bahwa setidaknya sekitar 20% infeksi TB terjadi dari kuman yang
telah resisten. Laporan dari Turki menyebutkan bahwa dari 785 kasus
tuberkulosis paru yang telah diteliti detemukan 35% adalah resisten terhadap
setidaknya satu jenis obat, yang resisten terhadap sedikitnya dua macam obat
adalah 11,6%, tiga macam obat 3,9% dan empat macam obat 2,8%. Di Pakistan
resistensi terhadap RM, INH, dan EMB dilaporkan masing-masing adalah 17,7%,
14,7%, dan 8,7%. Di India resisitensi terhadap INH dan SM adalah 13,9% dan
7,4%, sementara resistensi terhadap dua obat atau lebih adalah 41%. Penelitian
dari Saudi Arabia menyebutkan bahwa resistensi terhadap RMP, SM dan INH
adalah 7,2%, 3,3% dan 1,2%.4
Indonesia menduduki rangking ke 8 dari 27 negara-negara yang
mempunyai bebantinggi dan prioritas kegiatan untuk MDR/XDR. Beban TB-
MDR di 27 negara ini menyumbang 85% dari beban TB-MDR global. Di negara-
negara yang termasuk dalam daftar ini minimal diperkirakan terdapat 4000 kasus
TB-MDR atau sekurangkurangnya10% dari seluruh kasus baru TB-MDR.
Laporan WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2008 kasus TB-MDR di
Indonesia sebesar 6.427. Angka tersebut merujuk pada perkiraan angka TB-MDR
sebesar 2% dari kasus TB baru dan 20% dari kasus TB pengobatan ulang.8
9
Gambar 2. Atas: Persentase kasus baru TB-MDR di tahun 2010-2011. Bawah: Persentase TB-
MDR dari pasien TB yang telah di tangani di tahun 2010-2011.13
11
Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah
makan, atau ada diare
Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap
yang mana bioavibiliti rifampisinnya berkurang
Regimen / dosis obat yang tidak tepat
Harga obat yang tidak terjangkau
Pengadaan obat terputus
C. Pasien
Kurangnya informasi atau penyuluhan
Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll
Efek samping obat
Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada
Masalah sosial
Gangguan penyerapan obat
3. FAKTOR PROGRAM
Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan
Amplifier effect
Tidak ada program DOTS-PLUS
Program DOTS belum berjalan dengan baik
Memerlukan biaya yang besar
4. FAKTOR AIDS–HIV
Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
Gangguan penyerapan
Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar
5. FAKTOR KUMAN
Kuman M. tuberculosis super strains
Sangat virulen
Daya tahan hidup lebih tinggi
Berhubungan dengan TB-MDR
12
Lima penyebab terjadinya TB-MDR (“SPIGOTS”):9
1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants
resisten. Hal ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT
lini pertama
2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan
menyebabkanpenyebaran galur resitensi obat. .Penyebaran ini tidak hanya
pada pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama,
penjara dan keluarga pasien
3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan tidak
sembuh danakan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati
serta memerlukanpengobatan jangka panjang dengan biaya mahal
4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang
mendapatpengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan
menyebabkan bertambah banyakOAT yang resisten (’’The amplifier
effect”). Hal ini menyebabkan seleksi mutasiresisten karena penambahan
obat yang tidak multipel dan tidak efektif
5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan
akanmemperpanjang periode infeksious
Sedangkan menurut Aditama dkk ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi
terhadap OAT yaitu: 11
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis.
2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang
kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi terhadap
obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja
pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut.
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau
tiga minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian
bepindah dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu
berhenti lagi, demikian seterusnya.
4. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam
suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi
13
karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka
“penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan menambah
panjangnya daftar obat yang resisten saja.
5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan
secara baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.
6. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti
pengirimannya sampai berbulan-bulan.
14
diperkirakan oleh adanya asam amino yang mengubah gen katalase peroksidase
(katG) atau promotor pada lokus 2 gen yang dikenal sebagai inhA. Mutasi
missense atau delesi katG berkaitan dengan berkurangnya aktivitas katalase dan
peroksidase.14
Tabel 1. Obat Antitbuberkulosis dan Gen yang terlibat dalam resistensi 10
15
yang berada dalam suasana asam pada fagosit atau granuloma kaseosa. Obat
tersebut akan diubah oleh basil tuberkel menjadi bentuk yang aktif asam
pyrazinoat.14
Mekanisme resistensi pyrazinamid berkaitan dengan hilangnya aktivitas
pyrazinamidase sehingga pyrazinamid tidak banyak yang diubah menjadi asam
pyrazinoat. Kebanyakan kasus resistensi pyrazinamide ini berkaitan dengan
mutasi pada gen pncA, yang menyandikan pyrazinamidase.14,15
D. Mekanisme Resistensi Terhadap Ethambutol
Ethambutol merupakan turunan ethylenediamine yang larut air dan aktif
hanya pada mycobakteria. Ethambutol ini bekerja sebagai bakteriostatik pada
dosis standar. Mekanisme utamanya dengan menghambat enzim
arabinosyltransferase yang memperantarai polymerisasi arabinose menjadi
arabinogalactan yang berada di dalam dinding sel.14
Resistensi ethambutol pd M.tuberculosis paling sering berkaitan dengan
mutasi missense pada gen embB yang menjadi sandi untuk arabinosyltransferase.
Mutasi ini telah ditemukan pada 70% strain yang resisten dan keterlibatan
pengganti asam amino pada posisi 306 atau 406 pada sekitar 90% kasus.14
E. Mekanisme Resistensi Terhadap Streptomysin
Streptomysin merupakan golongan aminoglikosida yang diisolasi dari
Streptomyces griseus. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein
dengan menganggu fungsi ribosomal.14
Pada 2/3 strain M.tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin telah
diidentifikasi oleh karena adanya mutasi pada satu dari dua target yaitu pada gen
16S rRNA (rrs) atau gen yang menyandikan protein ribosomal S12 (rpsl). Kedua
target diyakini terlibat pada ikatan streptomysin ribosomal.14 Mutasi yang utama
terjadi pada rpsl. Mutasi pada rpsl telah diindetifikasi sebanyak 50% isolat yang
resisten terhadap streptomysin dan mutasi pada rrs sebanyak 20%.15Pada
sepertiga yang lainnya tidak ditemukan adanya mutasi. Frekuensi resistensi
mutan terjadi pada 1 dari 105 sampai 107 organisme. Strain M.tuberculosis yang
resisten terhadap streptomysin tidak mengalami resistensi silang terhadap
capreomysin maupun amikasin.14
16
3.6 Diagnosis TB-MDR
Tuberkulosis paru dengan resistensi ganda (TB-MDR) dicurigai kuat jika
kultur basil tahan asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur
kembali positif setelah terjadi konversi negatif. Beberapa gambaran demografik
dan riwayat penyakit dahulu dapat memberikan kecurigaan TB paru resisten obat,
yaitu:
1) TB aktif yang sebelumnya mendapat terapi, terutama jika terapi yang diberikan
tidak sesuai standar terapi;
2) Kontak dengan kasus TB-MDR;
3) Gagal terapi atau kambuh;
4) Infeksi human immnodeficiency virus (HIV);
5) Riwayat rawat inap dengan wabah MDR TB12
Diagnosis TB-MDR tergantung pada pengumpulan dan proses kultur
spesimen yang adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika pasien
tidak dapat mengeluarkan sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak
bisa,
dilakukan bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat lini pertama dan kedua
harus dilakukan pada laboratorium rujukan yang memadai.12
Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB.
Deteksi resistensi obat di masa lalu yang disebut dengan metode konvensional
berdasarkan deteksi pertumbuhan M.tuberculosis. Akibat sulitnya beberapa
metode ini dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya,
maka belakangan ini diusulkanlah teknologi baru.Yang termasuk metode terbaru
ini adalah metode fenotipik dan genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik
khususnya telah mendeteksi resistensi rifampisin, sejak saat itu metode ini
dipertimbangkan sebagai petanda TB-MDR khususnya pada suasana dengan
prevalensi TB-MDR yang tinggi. Sementara metode fenotipik, di lain sisi,
merupakan metode yang lebih sederhana dan lebih mudah diimplementasikan
pada laboratorium mikrobakteriologi klinik secara rutin.15
Metode fenotipik Metode fenotipik baru Metode genotipik
17
konvensional
3.7 Tatalaksana
Idealnya regimen pengobatan kasus TB dengan resistensi obat disusun
berdasarkan hasil in vitro drug susceptibility (DST) yang dilakukan pada masing-
masing pasien. Namun yang menjadi kendala adalah hasil pemeriksaan ini baru
dapat diperoleh dalam 1-2 bulan. Oleh karena itu pada beberapa kondisi berikut
ini antara lain pasien dengan riwayat gagal pengobatan sebelumnya, pasien yang
sebelumnya pernah mendapat terapi OAT, pasien yang ada kontak dengan kasus
TB resisten OAT dan pasien yang lahir dan tinggal pada daerah endemis TB,
resistensi obat harus di antisipasi dan terapi harus dimulai tanpa menunggu hasil
DST. Selanjutnya pemilihan regimen pengobatan kasus dengan resistensi OAT
disusun berdasarkan pada pola resistensi obat, regimen pengobatan yang telah
digunakan sebelumnya, penyakit yang menyertai dan efek samping yang
berhubungan dengan obat.5
18
Tabel 3. Pengelompokan OAT16
19
Pilihan paduan baku OAT untuk pasien TB dengan MDR saat ini
adalahpaduan standar (standardized treatment)yaitu:16
Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris dan dapat disesuaikan bila: 16
Etambutol tidak diberikan bila terbukti telah resisten atau riwayat
penggunaan sebelumnya menunjukkan kemungkinan besar terjadinya
resistensi terhadap etambutol.
Panduan OAT disesuaikan paduan atau dosis pada :
o Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid test,
kemudian hasil konfirmasi DST menunjukkan hasil resistensi yang
berbeda.
o Bila ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut diatas
sebelumnya sehingga dicurigai telah ada resistensi.
o Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang dapat
diidentifikasi penyebabnya.
o Terjadi perburukan klinis.
Ting- Obat Dosis Aktiviti Rasio kadar
katan
Harian antibakteri Puncak
Serum
terhadap MIC
atau amikasin
c. Kapreomisin 10-15
20
(etionamid
Protinamid)
21
II. Fase pengobatan lanjutan
Fase setelah pengobatan injeksi dihentikan
Fase lanjutan minimum 18 bulan setelah konversi biakan
Pasien yang memilih menjalani pengobatan di RS Rujukan TB MDR
mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi dengan dokter setiap 1
bulan
22
tanggal konversi (dan tanggal ini digunakan untukmenentukan lamanya
pengobatan fase intensif dan lama pengobatan).
Penyelesaian pengobatan fase intensif
Lama pemberian suntikan atau fase intensif di tentukan oleh hasil
konversikultur
Anjuran minimal untuk obat suntikan harus dilanjutkan paling kurang 6
bulandan sekurang-kurangnya 4 bulan setelah pasien menjadi negatif dan
tetapnegatif untuk pemeriksaan dahak dan kultur
Lama pengobatan
Lama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak
dankultur
Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung
sekurangkurangnya18 bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-
bukti lain untukmemperpendek lama pengobatan
Hasil pengobatan TB-MDR (atau kategori IV)
Sembuh. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai
protokol program dan telah mengalami sekurang-kurangnya 5 kultur
negatif berturut-turut dari sampel dahak yang diambil berselang 30 hari
dalam 12 bulan terakhir pengobatan. Jika hanya satu kultur positif
dilaporkan selama waktu tersebut, dan bersamaan waktu tidak ada bukti
klinis memburuknya keadaan pasien, pasien masih dianggap sembuh,
asalkan kultur yang positif tersebut diikuti dengan paling kurang 3 hasil
kultur negatif berturut-turut yang diambil sampelnya berselang
sekurangnya 30 hari
Pengobatan lengkap. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan
pengobatan sesuai protokol program tetapi tidak memenuhi definisi
sembuh karena tidak ada hasil pemeriksaan bakteriologis
Meninggal. Pasien kategori IV meninggal karena sebab apapun selama
masa pengobatan TB MDR.
Gagal. Pengobatan dianggap gagal jika 2 atau lebih dari 5 kultur yang
dicatat dalam 12 bulan terakhir masa pengobatan adalah positif, atau jika
23
salah satu dari 3 kultur terakhir hasilnya positif. Pengobatan juga dapat
dikatakan gagal apabila tim ahli klinis memutuskan untuk menghentikan
pengobatan secara dini karena perburukan respons klinis, radiologis atau
efek samping.
Lalai/Defaulted. Pasien kategori IV yang pengobatannya terputus selama
berturut-turut dua bulan atau lebih dengan alasan apapun tanpa persetujuan
medik
Pindah. Pasien kategori IV yang pindah ke unit pencatatan dan pelaporan
lain dan hasil pengobatan tidak diketahui
3.9 Prognosis
Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis
pada penderita TB-MDR. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan bahwa
adanya keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutris, infeksi HIV, riwayat
mengunakan OAT dengan jumlah cukup banyak sebelumnya, terapi yang tidak
adekuat (<2 macam obat yang aktif) dapat menjadi petanda prognosis buruk pada
penderita tersebut.18
Dengan mengetahui beberapa petanda diatas dapat membantu klinisi intuk
mengamati penderita lebih seksama dan dapat memperbaiki hal yang menjadi
penyebab seperti malnutrisi.18
25
BAB IV
PENCEGAHAN DAN PEMBINAAN
Anak 1 Anak 2
27
e. Resolve
Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang sangat tinggi dan
selalu menghabiskan waktu bersama-sama dengan anggota keluarga
lainnya. Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 9,5 dengan
interpretasi Baik. (Data terlampir).
29
4.3. Upaya Pencegahan dan Pembinaan
Upaya pencegahan dan pembinaan yang saya ajukan selaku pembina
kesehatan keluarga Tn. SS adalah:
Diseased-oriented point of view
Penatalaksanaan yang diberikan berupa non farmakologis dan non
farmakologis. Edukasi yang diberikan pada penderita ini yaitu, memberikan
pengertian bahwa penatalaksanaan pasien TB menggunakan kombinasi
modalitas non farmakologis dan farmakologis yang dinilai sebagai cara yang
paling efektif. Kepatuhan dalam minum OAT sangat penting dalam
keberhasilan pengobatan. Maka diperlukan pula partisipasi keluarga untuk
memotivasi pengobatan pasien dan juga karena TB paru dapat menular
terutama yang sering kontak. Oleh karena itu pada kasus ini, dilakukan
pendekatan kedokteran keluarga dan berdasarkan bukti sehingga
penatalaksaan pasien dapat tepat dan sesuai. Edukasi mengenai pengertian,
faktor risiko, pengelolaan, tujuan dari pengelolaan dan komplikasi.
Dari hasil pengamatan terhadap lingkungan rumah pada saat
kunjungan pertama didapatkan kondisi dalam rumah cukup terang dengan
pencahayaan sinar matahari yang cukup. Kebersihan dalam rumah cukup
bersih tetapi peletakan barang masih berantakan. Rumah berada di
lingkungan pemukima yang tidak terlalu padat. Kemudian kepada keluarga
dijelaskan bahwa selain gagal pengobatan, lingkungan juga sangat
mempengaruhi semakin buruknya sakit yang diderita pasien. Menjaga
kebersihan dalam dan luar rumah dapat mencegah semakin buruknya
penyakit pasien. Pasien dan keluarga pasien juga diajarkan cara batuk yang
baik serta memakai penutup mulut seperti masker jika pasien mau keluar
rumah.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
15. Fatimah, Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang berhubungan
dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap Tahun 2008. Universitas
Diponegoro: Semarang.
16. Martiana, T., Isfandiari, M.A., Sulistyowati, M., Nurmala, I. 2007. Analisis
Risiko Penularan Tuberculosis Paru Akibat Faktor Perilaku dan Faktor
Lingkungan pada Tenaga Kerja di Industri. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
17. Alfin SK. 2012. Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB); Sebuah
Tinjauan Kepustakaan. FK: Universitas Syiah Kuala.
18. Syahrini H. 2008. Tuberkulosis Paru Resistensi Ganda. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSUP Adam Malik Medan FK USU.
32
LAMPIRAN 1
Foto Rumah
33
34
LAMPIRAN 2
APGAR SCORE
35
LAMPIRAN 3
SCREEM SCORE
36