KANKER SERVIKS
Oleh:
Qonita Farah Faadhilah, S.Ked 04054821719162
Filia Nurul Dasti, S.Ked 04054821719166
Thalia Viotama, S.Ked 04054821820078
Maya Fitriani., S.Ked 04054821820079
Fachrezi Khatami, S.Ked 04054821820007
Nyimas Badrya Ulfa, S.Ked 04054821820017
Pembimbing:
dr. H. Patiyus Agustiansyah, Sp.OG(K) MARS
i
HALAMAN PENGESAHAN
Telaah Jurnal
KANKER SERVIKS
Oleh
Qonita Farah Faadhilah, S.Ked 04054821719162
Filia Nurul Dasti, S.Ked 04054821719166
Thalia Viotama, S.Ked 04054821820078
Maya Fitriani., S.Ked 04054821820079
Fachrezi Khatami, S.Ked 04054821820007
Nyimas Badrya Ulfa, S.Ked 04054821820017
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya periode 13 Agustus – 22 Oktober 2018.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat
rahmat yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul
“Kanker Serviks” ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini, serta berbagai sumber yang telah penulis
gunakan sebagai data dan fakta pada makalah ini. Penulis juga berterima kasih
kepada dr. H. Patiyus Agustiansyah, Sp.OG(K) MARS, selaku pembimbing dalam
referat ini yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan,
kemudahan, dan perbaikan sehingga referat ini terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka
dari itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
mengembangkan isi dari makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca, serta penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan
dalam makalah ini. Akhir kata, apabila ada kesalahan kata-kata, penulis meminta
maaf dan diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... I
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3
Definisi ......................................................................................................... 3
Epidemiologi ................................................................................................ 3
Faktor Risiko ................................................................................................ 3
Virologi HPV ............................................................................................... 6
Patogenesis ................................................................................................... 7
Manifestasi Klinik ........................................................................................ 12
Diagnosis ...................................................................................................... 14
Tatalaksana .................................................................................................. 24
Vaksin .......................................................................................................... 27
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Mekanisme Molekular dari Infeksi HPV Onkogenik……………………… 9
2. Model Perkembangan Kanker Serviks……………………………………..11
3. ThinPrep Pap Smear menunjukkan sel skuamosa abnormal dengan efek
sitopatik HPV (panah), konsisten dengan LSIL .......................................... 18
4. Modalitas pengobatan dengan menggunakan berbagai jenis obat untuk
pengobatan kanker serviks yang terinfeksi HPV 16 dan 18……………... 25
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tipe HPV dan Penyakit yang Berhubungan ................................................ 13
2. Sistem Klasifikasi Bethesda untuk Dysplasia Sel Skuamosa Serviks……. 16
3. Berbagai jenis vaksinasi terhadap HPV 16 & 18 yang terinfeksi kanker
serviks…………………………………………………………………… 30
vi
BAB I
PENDAHULUAN
7
HPV memberikan perlindungan 60% -70% lebih besar terhadap invasif kanker
dibandingkan dengan skrining berbasis sitologi. Karya tulis ini disusun untuk
membahas mengenai patogenesis dari kanker serviks yang berhubungan dengan
infeksi HPV, panduan skirining dan tatalaksana kanker serviks saat ini.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks adalah kanker paling umum kedua yang terjadi pada wanita
di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat kasus baru 527.624 dan
265,672 kematian akibat kanker serviks. Tingkat kejadian tertinggi kanker serviks
berada di Negara Afrika Timur (termasuk Zimbabwe) dan tingkat kejadian
terendah di Negara Asia Barat. Peningkatan kejadian kanker serviks akibat
perilaku seksual usia dini meningkatkan insiden infeksi human papillomavirus
(HPV) sebagai penyebab kanker serviks
Menurut Ineternational Agency for Research on Cancer tahun 2012
menunjukkan bahwa kanker serviks menjadi permasalahan pada kesehatan
masyarakat, tingkat kejadian hampir setengah juta kematian dan lebih dari
seperempat juta setiap tahunnya. Kaus terbanyak terjadinya kanker serviks pada
negara berkembang dimana sistem skrinig yang tidak memadai atau tidak efektif.4
9
Gambar 1. Perkembangan kanker serviks yang saling mempengaruhi genetika dan
faktor lingkungan
Faktor risiko utama kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV).
Terdapat beberapa jenis HPV yang memiliki kemampuan untuk mengubah epitel
serviks. 5 Jenis HPV genital dapat dibagi berdasarkan tipe risiko tinggi dan rendah
tergantung dengan potensi onkogeniknya.6Infeksi dengan risiko tinggi (HR-HPV)
penting, akan tetapi tidak cukup untuk faktor terjadinya kanker serviks. HR-HPV
terdeteksi pada 99.7% dari semua kasus dan juga di sebagian besar neoplasia
tingkat tinggi. 7
Merokok
10
serviks belum sepenuhnya di mengerti, merokok dapat menyebabkan penurunan
jumlah sel imun langerhans di epitel serviks.
Kontrasepsi Oral
Wanita dengan HVP positif dan menggunakan kontrasepsi oral lebih dari
lima tahun akan meningkatkan risiko berkembangnnya karsinoma sel skuamosa
invasif. 9 Upstream Regulatory Region (URR) pada HPV 16 mengandung unsur
regulator glukokortikoid yang memungkin melakukan transkripsi gen awal E2
secara bebas. Akibatnya hormon steroid dapat meningkatkan traskripsi virus dan
menstimulasi perkembangan malignan.
Perilaku Seksual
Wanita yang aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun dan memiliki
riwayat memiliki banyak pasangan seksual memiliki risiko lebih tinggi terkena
kanker serviks hal ini memungkinkan lebih tinggi untuk mendapatkan infeksi
HPV yang merupakan penyebab utama karsinogenesis serviks.10
Satus ekonomi yang rendah merupakan salah satu risiko untuk terjadinya
masalah kesehatan. Terdapat fakta yang menyebutkan bahwa perempuan dengan
status ekonomi rendah sering mendapatkan penghasilan rendah, gizi buruk,
kurang kesadaran tentang maslah kesehatan, dan perilaku preventif, serta tingkat
kesadaran melakukukan skrining kanker serviks, akibatnya banyak mereka lebih
rentan terkena kanker serviks.11
11
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Stadium 1: Penyakit hanya terbatas pada serviks (termasuk staging IA1, IA2,
IB1, IB2 tergantung pada kedalaman penetrasi kedalam jaringan).
Stadium 2: Kanker telah menyebar di luar serviks masuk ke dalam vagina bagian
atas atau ke jaringan di samping serviks (parametrium), tetapi tidak ke
dinding samping pelvis (termasuk sub tahap IIa1, IIA2, dan IIB).
Stadium 3: kanker telah menyebar kebagian bawah vagina atau sepanjang jalan
melalui parametrium ke dinding samping pelvis (termasuk sub
stadium IIIA dan IIIB)
Stadium 4: Kanker telah menyebar ke organ sekitar atau jaringan yang letaknya
jauh seperti paru-paru, dan lymphnode (termasuk substadium IVA dan
IVB). 13
12
Gambar 1. Stadium Kanker Serviks International Federation of Gynecology and
Obstertric (FIGO).
Struktur Virus
13
Susunan Genom
E6 dan E7 dapat diatur tingkat transkripsinya oleh E2, dan berperan penting
Dalam siklus masuknya sel in semua tipe HVP yang memungkinkan terjadinya
amplifikasi genom pada lapisan themid epitelium dan menghambat aspek dari
imunitas bawaan.
Karsinogenesis Serviks
14
keratin, dan tidak ada pemisah sel yang dihilangkan kettikatelah mencapai
kepermukaan.
Pada lesi tingkat rendah, sel-sel yang membelah tidak lagi terbatas pada
lapisan basal, tetapi menempati sepertiga bawah epitel, namun sekitar 10 persen
mungkin berkembang menjadi lesi tingkat tinggi. Sebagian besar lapisan sel
epithelial akan terisi oleh sel pemisah yang tidak berdeferensiasi yang biasanya
bervariasi dalam ukuran dan bentuk sel. Apabila tidak diobati, maka jaringan yang
abnormal dapat menetap dan berhenti berkembang.4
15
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan Kanker Serviks
HPV adalah salah satu penyebab paling umum penyakit menular seksual baik
pada laki-laki ataupn perempuan di dunia. Hal ini dikaitkan dengan kondisi klinis
dari lesi yang tidak berbahaya sampai timbulnya kanker. HPV adalah virus
doublestrand DNA yang melingkar dengan ukuran 8kb (gambar). Genom HPV
terdiri dari 3 wilayah umum yaitu upstream regulatory region (URR)
mengandung urutan yang mengontrol transkripsi dan replikasi virus. Mengandung
juga daerah open reading frames (ORFs) seperti E1, E2, E3, E4, E5, E6, dam
E7mengkode protein yang terlibat dalam berbagai fungsi seperti trans-aktivasi,
transkripsi, transformasi, replikasi dan adaptasi virus ke lingkung seluler yang
berbeda. Terdapat wilayah ketiga yang mengkoding protein kapsid L1 dan L2
yang membentuk struktur viriion dan membuat DNA virus matang.
16
Gambar . Gambaran umum kejadian molekular terkait HPV pada
karsinogenesis serviks
Agar HPV dapat menginfeksi host diperlukan kehadiran sel epidermal dan sel
epitel mukosa yang masih dapat berfoliperasi. Pada lapisan bawah sel basal virus
hanya dapat mengekspresikan gen awal (E5, E6, dan E7) yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel yang terinfeksi dan ekspansi pada lateral. Langkah
selanjutnya adalah menginfeksi lapisan suprabasal, dimana virus mengeskpresikan
gen dengan lambat, menginisiasi replikasi genom virum melingkar dan protein
struktural. Ketika virus mencapai lapisan bagian atasa epidermis, atau mukosa,
partikel virus yang lengkap dikumpulkan dan dilepaskan. Gen E6 dan E7 secara
konsisten diekspresikan pada pada jaringan malignan dan menghambat ekspresi
17
dari fenotipe malignan pada sel kanker serviks. Hal ini sebagian dapat dicapai
dengan interaksi antara E6 dengan P53 dan E7 dengan RB yang mengarah pada
jalur supresi tumor.4
18
dalam kanker tetapi sering terlihat pada SIL (9, 10, 15, 38, 42, 65, 66, 67,
68, 69, 70, 71, 72, 76, 79, 80, 82, 90, 91, 105, 122). Infeksi ini dapat
menyebabkan kanker serviks. Penelitian prospektif telah menunjukkan
bahwa 15 hingga 28% wanita di mana DNA HPV terdeteksi
mengembangkan SIL dalam 2 tahun, dibandingkan dengan hanya 1 hingga
3% wanita yang tidak terdeteksi DNA HPV. Khususnya, risiko
pengembangan untuk HPV-16 dan -18 lebih besar (sekitar 40%)
dibandingkan jenis HPV lainnya.
Karena banyak wanita yang diskrining secara rutin, temuan yang paling
umum adalah hasil tes Papanicolaou (Pap) yang abnormal. Biasanya, pasien ini
tidak menunjukkan gejala.
Secara klinis, gejala pertama kanker serviks adalah perdarahan vagina
abnormal, biasanya postcoital. Ketidaknyamanan vagina, cairan berbau busuk
(malodorous discharge), dan disuria tidak jarang.
Tumor tumbuh dengan memanjang di sepanjang permukaan epitel, baik
skuamosa dan kelenjar, ke atas ke rongga endometrium, sepanjang epitel vagina,
dan lateral ke dinding panggul. Dapat menyerang kandung kemih dan rektum
secara langsung, menyebabkan sembelit, hematuria, fistula, dan obstruksi ureter,
dengan atau tanpa hydroureter atau hidronefrosis. Tiga serangkai edema tungkai,
nyeri, dan hidronefrosis menunjukkan keterlibatan dinding panggul. Situs umum
19
untuk metastasis jauh termasuk kelenjar getah bening ekstrapelvis, hati, paru-paru,
dan tulang.
Pemeriksaan fisik
Pada pasien dengan kanker serviks stadium awal, temuan pemeriksaan fisik
bisa relatif normal. Ketika penyakit berkembang, serviks dapat menjadi abnormal
dalam penampilan, dengan erosi kasar, ulkus, atau massa. Kelainan ini dapat
meluas ke vagina. Pemeriksaan rektum dapat mengungkapkan massa eksternal
atau darah kotor dari erosi tumor.
Temuan pemeriksaan panggul bimanual sering mengungkapkan metastasis
panggul atau parametrium. Jika penyakit melibatkan hati, hepatomegali dapat
berkembang. Metastasis pulmonal biasanya sulit untuk dideteksi pada
pemeriksaan fisik kecuali jika efusi pleura atau obstruksi bronkus menjadi jelas.
Leg edema menunjukkan obstruksi limfatik atau vaskular yang disebabkan oleh
tumor.
2.4 DIAGNOSIS
Beberapa studi telah mengkonfirmasi bahwa infeksi serviks oleh tipe HPV
risiko tinggi adalah prekursor untuk kanker serviks. Kanker serviks sebagai proses
penyakit yang terus menerus berkembang secara bertahap dari neoplasia
intraepitel serviks ringan (CIN1) ke tingkat yang lebih parah dari neoplasia dan
lesi microinvasive (CIN2 atau CIN3).11 Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
CIN1 dan CIN2-CIN3 memiliki proses yang berbeda, dengan CIN1 menunjukkan
infeksi HPV menular seksual terbatas dan CIN2 atau CIN3 menjadi satu-satunya
prekursor kanker serviks.12 Risiko pengembangan displasia ringan hingga
displasia berat hanya 1% per tahun, sedangkan risiko pengembangan displasia
sedang hingga displasia berat adalah 16% dalam 2 tahun dan 25% dalam 5 tahun.
Meskipun demikian, deteksi dini dan pengobatan dini HPV pada lesi prakanker
dapat mencegah perkembangan kanker.13 HPV tidak dapat dikultur di
laboratorium dari spesimen klinis dan tes imunologi untuk mendeteksi infeksi
HPV. Alat diagnostik utama adalah sitologi dan histologi. Baru-baru ini, metode
20
molekuler untuk mendeteksi sekuens DNA HPV pada spesimen klinis telah
diperkenalkan.
a. Sitologi Konvensional
Metode utama untuk mendeteksi HPV risiko tinggi masih berupa
Papanicolaou-staines (Pap smear). Metode ini dinamai oleh patolog George
Papanicolaou tahun 1949 sebelum penyebab kanker serviks diketahui.14 Pap
smear telah membantu mengurangi insiden kanker serviks dan angka kematian
sekitar setengah hingga dua pertiga. Pap smear adalah alat skrining yang mencari
perubahan dalam sel-sel zona transformasi serviks. Seringkali perubahan ini
disebabkan oleh HPV.
Klasifikasi Pap smear telah berevolusi dan telah disempurnakan seiring
waktu. Klasifikasi saat ini adalah Sistem Bethesda (Tabel 2) yang diperkenalkan
pada tahun 1988 diubah pada tahun 1991 untuk menggantikan Sistem CIN, dan
diperbarui lagi pada tahun 1999.15 Sistem CIN didasarkan pada jaringan dan
diperkenalkan pada tahun 1973 untuk melihat konsep kontinum penyakit dari lesi
prekursor ke kanker invasif.16 Sistem Bethesda dikembangkan untuk
mencerminkan pemahaman lanjutan dari neoplasia servikal dan untuk
memperkenalkan terminologi diagnostik histologis deskriptif yang seragam.
Sistem Bethesda dimodifikasi pada tahun 1991 untuk mencerminkan laboratorium
aktual dan pengalaman klinis. Lalu dimodifikasi lagi pada tahun 2001, dengan
mempertimbangkan peningkatan pemanfaatan teknologi skrining serviks, tes
molekuler adjuvan, pelajaran dari litigasi, dan pemahaman dari biologi neoplasia
serviks.17
21
HSIL (lesi intraepitel skuamosa derajat tinggi),
Karsinoma sel skuamos.
b. Sitologi Monolayer
22
Metode pengumpulan dan pemrosesan spesimen baru untuk Pap smear baru-
baru ini telah dikembangkan untuk membantu mengurangi jumlah hasil negatif
palsu. Dalam metode ini, spesimen dikumpulkan dalam larutan pengawet daripada
menyebar langsung pada slide mikroskop. Struktur sel lebih baik diawetkan
karena sel-sel segera diperbaiki.19 Monolayer yang dibuat dengan metode ini lebih
mudah bagi teknisi untuk membaca dan proses ini mencegah pengeringan artefak
serta menghilangkan sebagian besar lendir, protein, sel darah merah, bakteri, dan
ragi yang mengkontaminasi (Gambar 3). Saat ini ada dua metode sitologi
monolayer cair berbasis FDA yang disetujui oleh FDA:
Sistem PrepStain
Dalam sistem PrepStain, sampel serviks dikumpulkan dalam larutan
pengawet berbasis etanol. Sampel yang diawetkan menggunakan
sentrifugasi gradien densitas untuk menghilangkan sel-sel inflamasi dan
debris nondiagnostik. Sampel seluler yang diendapkan oleh dispersi
gravitasi ke slide mikroskop berlapis-lapis dalam lingkaran berdiameter 13-
mm. Slide secara otomatis diwarnai dengan pewarnaan Papanicolaou yang
dimodifikasi, menggunakan pewarnaan terpisah untuk setiap slide, dengan
demikian menghilangkan sisa potensial dan memberikan pewarnaan yang
konsisten.
23
Gambar 3. ThinPrep Pap Smear menunjukkan sel skuamosa abnormal dengan
efek sitopatik HPV (panah), konsisten dengan LSIL.
24
spesifik. Infeksi HPV ditandai dengan warna biru pucat menjadi warna biru-hitam
yang menunjukkan nukleus sel yang terinfeksi.
c. Histopatologi
Pasien dengan temuan Pap smear abnormal yang tidak memiliki lesi serviks
yang berat biasanya dievaluasi dengan kolposkopi dan biopsi kolposkopi
langsung. Kolposkopi dapat mendeteksi displasia derajat rendah dan tingkat tinggi
tetapi tidak mendeteksi penyakit mikroinvasive. Jika tidak ada kelainan yang
ditemukan atau jika seluruh sambungan squamocolumnar tidak dapat
divisualisasikan, biopsi kerucut serviks dilakukan. Biopsi dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi sebagian besar diagnosis dengan mengamati ciri patologis
karakteristik infeksi HPV seperti hiperplasia epitel (acanthosis) dan vakuolisasi
sitoplasma degeneratif (koilocytosis) pada keratinosit yang terdiferensiasi dengan
nuklei atipikal. Selain itu, stain dapat digunakan yang mendeteksi antigen HPV
atau asam nukleat HPV. Antibodi monoklonal dan poliklonal untuk mendeteksi
antigen umum HPV. epitop linear di tengah-tengah protein kapsid utama secara
luas diekspresikan di antara subtipe HPV yang berbeda. Antibodi bound dideteksi
oleh pewarnaan immunocytochemical peroxidase-antiperoxidase. Pewarnaan
biasanya terbatas pada inti sel yang terinfeksi tetapi kadang-kadang juga terlihat
pada sitoplasma sel koilositik.
DNA HPV atau RNA dapat ditunjukkan dalam jaringan biopsi dengan
hibridisasi in situ dengan probe yang dilabeli dengan radioisotop atau ligan
kimiawi reaktif yang dideteksi oleh autoradiografi, fluoresensi, atau deteksi reaksi
warna. Hibridisasi in situ dapat melokalisasi urutan asam nukleat HPV sel
individual sambil mempertahankan morfologi sel dan jaringan untuk
memungkinkan penilaian simultan dari perubahan morfologis yang terkait dengan
lesi. Untuk deteksi HPV, probe nonisotop direkomendasikan dan metode
enzimatik lebih disukai daripada metode fluoresensi untuk memudahkan
interpretasi. Karakteristik sinyal dapat mencerminkan bentuk episomal atau
terintegrasi dari DNA target viral. Intensitas sinyal dapat mencerminkan nomor
salinan. Target amplikasi atau teknik in situ sinyal amflikasi telah dikembangkan
25
untuk mendeteksi secara imunogenesis sejumlah kecil rangkaian asam nukleat
HPV dengan sensitivitas tinggi dengan menggunakan mikroskopi medan terang.
Sistem Gen-Point adalah sistem amplifikasi sinyal terkatalisasi otomatis
menggunakan probe biotinilasi untuk deteksi imunohistokimia HPV di bagian-
bagian jaringan biopsi yang terstruktur. Pemrosesan otomatis termasuk baking,
deparaffinization, pengkondisian sel, pewarnaan, dan counterstaining. Pengujian
ini mampu mendeteksi sedikitnya 1-2 salinan urutan target per inti dan lebih
sensitif daripada satu langkah (mendeteksi 20-50 salinan HPV) atau prosedur
immunoenzimatik tiga langkah (10-15 salinan) yang tidak diamplifikasi yang
lebih sering digunakan.22
26
atau hasil PCR yang salah akibat integrasi DNA HPV pada karsinoma
serviks yang mungkin telah mengganggu urutan target primer PCR atau
mengakibatkan hilangnya ORF L1.
Berbagai metode telah digunakan untuk mengidentifikasi genotipe HPV
setelah amplifikasi dengan primer umum dan konsensus. Diantaranya adalah
analisis urutan, polimorfisme panjang fragmen restriksi, dan hibridisasi
dengan probe jeinis khusus menggunakan format dot blot atau microtiter
plate.25
Sistem pendeteksian berbasis PCR baru-baru ini telah dikembangkan
yang menggunakan set primer umum, yang ditetapkan SPF10 yang
memperkuat segmen 65-bp dari wilayah L1 pada genom HPV. Amplikons
terdeteksi dalam tes immunosorbent enzim-linked menggunakan campuran
probe HPV-spesifik yang mengenali berbagai genotipe. Genotipe spesifik
dari sampel positif kemudian ditentukan dengan menggunakan uji garis blot,
dimana probe oligonukleotida diimobilisasikan dalam garis paralel pada
strip nitrocellulose. Amplikons hibridisasi ke probe pada strip dan terdeteksi
dalam reaksi kolorimetri, yang menghasilkan endapan ungu pada garis
probe positif.26
Hibridisasi cair.
Pengambilan Hybrid Capture adalah satu-satunya kit yang saat ini
disetujui oleh FDA untuk mendeteksi DNA HPV pada sampel serviks. Uji
Hybrid Capture telah digunakan dalam banyak penelitian, dan versi
generasi kedua Hybrid Capture II dari uji ini sekarang banyak digunakan di
laboratorium diagnostik klinis. Ini adalah antibodi capture / solusi
hibridisasi / penguatan sinyal pengujian yang menggunakan deteksi
chemiluminescence untuk mendeteksi keberadaan HPV secara kualitatif.
Dalam pengujian ini, DNA dalam sampel pasien pertama didenaturasi dan
dicampur dengan pemeriksaan RNA dalam larutan buffer dalam tabung.
Dua kolam pemeriksaan RNA digunakan. Uji ini dapat dilakukan
menggunakan kedua probe bersama-sama atau secara terpisah. Probe A
mengenali HPV-6 risiko rendah, -11, -42, -43, dan -44, dan probe B
27
mengenali HPV-16 berisiko tinggi, -18, -31, -33, -35, -39, -45, -51, -52, -56,
-58, -59, dan -68. Uji ini tidak membedakan antara jenis HPV dalam
kelompok-kelompok ini. Reaksi hibridisasi antara spesimen DNA target dan
probe RNA menghasilkan kompleks DNA-RNA. Kompleks DNA-RNA
diimobilisasi ke dalam sumur dari plat mikrotiter yang telah dilapisi dengan
antibodi yang ditujukan terhadap DNA-RNA hibrida. Hibrid yang
diimobilisasikan diakui oleh kedua antibodi DNA-RNA yang terkonjugasi
ke alkalin fosfatase. Beberapa molekul alkalin fosfatase terkonjugasi untuk
setiap antibodi, dan beberapa antibodi terkonjugasi mengikat setiap hibrida
yang ditangkap, menghasilkan amplifikasi substansial dari sinyal. Cahaya
dipancarkan sebagai substrat chemiluminescent yang dibelah oleh alkalin
fosfatase terikat. Cahaya diukur sebagai unit cahaya relatif pada
luminometer. Unit cahaya relatif yang diperoleh untuk setiap sampel
dibandingkan dengan nilai cutoff. Sensitivitas analitis dari pengujian ini
berkisar dari 6,6 hingga 17,6 pg / ml tergantung pada jenis HPV. Format
microwell plate memungkinkan pengujian dilakukan secara otomatis.
Beberapa jenis spesimen dapat digunakan dalam uji Hybrid Capture.
Serviks swab dan spesimen biopsi serviks diangkut dalam media transpor
spesimen Digene. Sampel serviks yang dikumpulkan dalam larutan Cytyc
ThinPrep PreservCyt untuk membuat ThinPrep Pap smear juga dapat
digunakan.
Uji Hybrid Capture tidak dimaksudkan sebagai pemeriksaan skrining
untuk populasi umum. Indikasi untuk melakukan uji Hybrid Capture
meliputi:
untuk membantu diagnosis infeksi HPV menular seksual dan untuk
membedakan antara infeksi dengan tipe HPV risiko rendah dan risiko
tinggi,
untuk menyaring pasien dengan hasil Pap smear ASCUS sehingga untuk
menentukan kebutuhan rujukan untuk kolposkopi,
untuk melengkapi Pap smear pada wanita dengan hasil LSIL atau
HSILdan untuk membantu menilai risiko pengembangan kanker serviks.
28
Tes HPV tidak boleh digunakan secara terpisah dari Pap smear. Hasil
HPV positif saja tidak mengkonfirmasi adanya penyakit prakanker atau
keganasan dan berpotensi menghasilkan hasil positif palsu jika digunakan
sendiri.27
Ada beberapa batasan pada uji Hybrid Capture. Reaktivitas silang dapat
diamati dalam kasus yang jarang dan dapat menyebabkan hasil positif palsu
dengan kolam penyelidikan berisiko tinggi. Reaktivitas silang dapat terjadi
di hadapan HPV-13 karena kedua probe bereaksi silang dengan HPV-13.
Temuan ini tidak relevan secara klinis untuk spesimen serviks karena HPV-
13 dikaitkan dengan lesi serviks pada kelompok etnis tertentu dan jarang,
jika pernah, terdeteksi pada saluran anogenital. Sejumlah kecil hibridisasi
silang dapat terjadi antara HPV-6 dan HPV-42 (berisiko rendah) dan kolam
pemeriksaan Risiko Tinggi. Spesimen dengan tingkat tinggi HPV-6 atau
HPV-42 DNA (4 ng / ml atau lebih tinggi) mungkin positif ketika diuji
dengan kedua probe. Reaktivitas silang antara kedua probe HPV dan tingkat
tinggi plasmid bakteri pBR322 mungkin ditemukan dalam sampel serviks
adalah mungkin. Tingkat negatif palsu diperkirakan 1,1 hingga 7,5%. Hasil
negatif palsu dapat terjadi karena tingkat infeksi yang rendah, kesalahan
sampling, atau adanya zat yang mengganggu seperti krim antijamur, jeli
kontrasepsi, atau douche.
29
Pap smear. Hasil positif palsu ini mungkin sebenarnya tidak salah tetapi mungkin
disebabkan oleh peningkatan regulasi awal dari gen E6 dan E7.
2.5 TATALAKSANA
Saat ini, perawatan terbaik kanker serviks melalui kombinasi kemoterapi
berbasis cisplatin dengan radiasi. Bersamaan dengan kemoterapi / perawatan obat
kombinasional, ada banyak pilihan molekuler untuk mengendalikan kanker
serviks dengan menggunakan inhibitor proteasome, NSAID dan modalitas
pengobatan gabungan lainnya (Gambar 4).
a. Penargetan protein kinase ERBB
EGFR dan banyak reseptor pertumbuhan yang ditularkan dalam keluarga
ERBB membentuk domain tyrosine kinase (TKD), mengatur transkripsi,
apoptosis, pengembangan siklus sel, penyusunan kembali sitoskeletal dan
diferensiasi. Secara umum, ekspresi EGFR lebih tinggi pada neoplasia
intraepithelial serviks dan kanker serviks untuk mengaktifkan jalur kinase protein
aktif-mitogen. Ini juga menginduksi fosforilasi sekuens faktor transkripsi untuk
menyebabkan proliferasi. Oleh karena itu, dengan bermacam-macam
menggunakan antibodi spesifik atau molekul kecil (gefitinib dan erlotinib) yang
ditemukan dalam studi praklinis diberikan sifat anti-EGFR dan juga menunjukkan
perbaikan ketika dikombinasikan dengan radioterapi.28
30
cisplatin.20 Investigasi terbaru juga termasuk komponen aktif emodin (1,3,8 -
trihidroksi-6-methylanthraquinone) yang diisolasi dari herba. Polygonum
cuspidatum secara tradisional digunakan di Cina, memberikan efek antiproliferatif
pada kanker serviks manusia.
HPV sangat prevalen dan jenis onkogenik yang tinggi, terutama HPV 16,
berhubungan dengan perubahan displastik pada serviks. Meskipun demikian,
individu yang imunokompeten biasanya membersihkan sebagian besar infeksi
HPV dan sebagian besar lesi tingkat rendah mengalami regresi spontan pada
wanita yang lebih muda; kemungkinan regresi normal adalah 60% dengan lesi
31
CIN 1, dan 40% dengan CIN 2.21 Sementara kanker serviks jarang terjadi pada
wanita kurang dari 25 tahun, kelompok usia ini diketahui hadir dengan temuan
sitologi yang mungkin memprovokasi tes dan intervensi yang tidak perlu.
Secara umum, di antara pasien dengan LSIL pada Pap smear, frekuensi
tinggi tes HPV positif menghasilkan tingkat rujukan yang tidak efisien untuk
kolposkopi. Selain itu, penggunaan evaluasi kolposkopi di LSIL tampaknya
meningkatkan biaya tanpa harus memberikan manfaat dalam meningkatkan
deteksi lesi tingkat tinggi. Sebaliknya, tes HPV pada wanita dengan ASC-US Pap
smear serviks berguna dalam membuat keputusan klinis untuk merujuk evaluasi
kolposkopi serviks lebih lanjut. Tes HPV memiliki tingkat deteksi yang dapat
diterima untuk lesi tingkat tinggi sambil menghindari biaya yang tidak perlu untuk
merujuk setiap pasien untuk kolposkopi.22 Manajemen konservatif lesi ASC-US
memiliki tingkat rujukan kolposkopi yang rendah, dan ini menyulitkan untuk
tingkat deteksi rendah dan kesempatan lebih tinggi untuk kehilangan lesi persisten
bermutu tinggi. Berdasarkan sebagian pada data klinis yang ditinjau di atas, 40-42
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), dan American
Society for Colposcopy and Cervical Pathology (ASCCP) telah mendukung revisi
untuk pemeriksaan dan manajemen pap smear serviks sebagai berikut:
Interval waktu untuk tes Pap smear dianggap berisiko rendah (menggunakan
skrining faktor risiko dan hasil Pap smear sebelumnya) telah diperpanjang dari
satu sampai dua tahunan. Wanita di atas usia 30 tahun yang memiliki tes HPV
negatif, didahului oleh setidaknya dua Pap smear negatif berturut-turut dapat
diputar setiap tiga tahun sekali. Di antara wanita dalam kelompok ini, risiko 10
tahun CIN 2 adalah 2-5%, dan CIN 3 adalah <2%. Wanita yang berusia antara 65-
70 tahun, dengan profil risiko rendah, dapat menghentikan pemeriksaan Pap
smear sama sekali.
Displasia derajat rendah sekarang dikelola secara konservatif dengan
observasi (pada remaja perempuan) dan pengawasan untuk memastikan bahwa
lesi telah mengalami kemunduran. Pada wanita usia reproduksi yang lebih tua,
LSIL dikelola dengan melakukan kolposkopi (27% memiliki CIN 2 pada evaluasi
32
kolposkopi). Tes HPV biasanya tidak dilakukan, dan hasil tes HPV sebelumnya
tidak mempengaruhi manajemen.
ASC-US (atypical, tidak diketahui signifikansi) Pap smear, kategori yang
paling umum sekarang diprioritaskan dengan melakukan tes HPV risiko tinggi
untuk menentukan kebutuhan pemeriksaan kolposkopi dan biopsi pada pasien
yang dites positif untuk HPV. Wanita yang dites negatif untuk HPV dikelola
secara konservatif dengan Pap smear ulang. Sebaliknya, ASC-H (atipikal,
menduga tingkat tinggi) dikelola oleh pemeriksaan kolposkopi dan biopsi untuk
mengecualikan lesi displastik tingkat tinggi di serviks atau kanal endoserviks (67-
85% adalah HPV positif, dan memiliki kesempatan lebih tinggi secara signifikan
untuk menyimpan CIN 2, 3 pada evaluasi kolposkopi).
Lesi displastik tingkat tinggi pada Pap smear (HSIL) dievaluasi dengan
pemeriksaan kolposkopik langsung dan biopsi (data telah menunjukkan bahwa
53-66% wanita dengan HSIL pelabuhan CIN 2, 3 pada evaluasi kolposkopi). Tes
HPV untuk tipe HPV risiko tinggi juga berguna pada pasien ini. Pada wanita yang
melewati masa reproduksinya, HSIL dapat dikelola dengan operasi eksisi seperti
konisasi pisau dingin atau eksisi loop electrosurgical. Pada wanita yang lebih
muda, prosedur eksisi dihindari karena komplikasi potensial konisasi servikal
seperti infertilitas, inkompetensi serviks dan persalinan prematur dan persalinan.
2.6 VAKSIN
Vaksin HPV sebagai pilihan paling efektif untuk mencegah kanker serviks
yang direkomendasikan untuk 11 dan 12 tahun anak perempuan, karena, tidak ada
bukti yang jelas dalam metode kontrasepsi untuk memberikan perlindungan.
Kemunculan saat ini dari dua yaitu vaksin quadrivalent (Gardasil) dan vaksin
bivalen (Cervarix) telah merumuskan VLP non-infeksi yang paling spesifik untuk
HPV 16 dan 18, dicapai melalui teknologi DNA rekombinan, memperoleh
perlindungan dan secara substansial mengurangi insidensi kanker serviks.23 Dari
perspektif teknis, vaksinasi ini telah dikategorikan berdasarkan sifat mereka
sendiri (Tabel 3).
33
a. Vaksin profilaksis
Protein L1 yang dikodekan di antara spesies virus Papilloma yang berbeda
untuk mengidentifikasi protein kapsid HPV. Oleh karena itu, jenis vaksin ini
diproduksi oleh protein kapsid virus L1 untuk membentuk partikel mirip virus
(VLPs) dan untuk menginduksi tingkat tinggi antibodi penetralisir ketika
diekspresikan dalam sistem rekombinan.24 Dalam uji klinis fase I / II, vaksinasi
intramuskular dari VLPs ini ditemukan untuk menginduksi titer antibodi yang
signifikan dalam sekresi serviks HPV 16 yang terinfeksi.25
b. Vaksin terapeutik
Berbeda dengan profilaksis, determinan antigenik ini berasal dari protein
HPV awal (misalnya, E2, E6, dan E7) daripada protein akhir. Karena protein virus
asing, E6 dan E7 memiliki peptida / epitop antigenik lengkap dari protein seluler
mutan. Dengan demikian, itu menjadi target yang baik untuk mengembangkan
vaksin antigen spesifik untuk HPV 16 dan selain E6, E7 telah menunjukkan
karakterisasi imunologi yang berlimpah.26 Vaksin ini pada dasarnya
diklasifikasikan menurut vektor berikut.
Vaksin vektor virus dan bakteri
Dalam uji klinis fase II, virus Vaccinia rekombinan hidup yang
dikodekan E6 dan E7 dari HPV 16, 18 dikonjugasi dengan molekul MHC
kelas I dengan menggunakan vektor Vaccinia. Ini telah diberikan pada tahap
awal pasien kanker serviks untuk menghasilkan aktivitas CTL yang kuat
[84]. Dengan menggunakan bakteri yang dilemahkan (misalnya, Listeria
monocytogenes, Escherichia coli) berfungsi sebagai pembawa untuk
mengantarkan plasmid yang menyandikan gen atau protein yang menarik
bagi antigen presenting cells (APCs). Setelah fagositosis, produksi
listeriolisin O dari L. monocytogenes pindah ke sitoplasma dan
memfasilitasi pengiriman antigen ke jalur MHC-I dan MHC-II. Salmonella
yang dilemahkan dan Bacillus Calmette–Guerin (Mycobacterium bovis)
disebut sebagai vektor vaksin bakteri yang aman, menyandikan protein HPV
16- L1 dan E7 untuk menginduksi antibosi spesifik E7 dan respon imun
34
sitotoksik.27 Seperti vaksin viral, ia juga memiliki kekebalan yang sudah ada
yang menghambat batas imunisasi ulang.
Protein, vaksin dendritik dan DNA
Produksi HPV 16 menyandikan E7 peptida berbasis vaksin dapat lebih
ditingkatkan dengan menggunakan adjuvant, protein fusi atau epitop peptida
anchor-modified. Vaksin DNA memungkinkan ekspresi antigen yang
berkelanjutan pada kompleks MHC-peptida. Ini melewati vaksin berbasis
peptida dengan langsung ditransduksi pengkodean DNA untuk antigen di
APC dan peptida yang disintesis dapat disajikan pada molekul HLA pasien
sendiri.28 Penggabungan DCs adalah mediator utama vaksin DNA,
meningkatkan potensi intrinsik lemah dari vaksin DNA. Ini juga
menginduksi respon imun dengan memodifikasi gerakan antigen intraseluler
atau interseluler untuk meningkatkan potensi vaksin DNA. Karena DC
memiliki rentang hidup yang terbatas, administrasi dari DNA yang
mengandung E7 dengan protein anti-apoptosis meningkatkan kelangsungan
hidup DC dan tanggapan imun spesifik E7 untuk pengobatan tumor.29
Strategi lain untuk meningkatkan persalinan dan antigenisitas vaksin HPV
DNA adalah penggunaan enkapsulasi, menunjukkan rekombinan, full-
length, E7-pulsed, autologous DC, dapat menimbulkan tanggapan CD8 +
CTL spesifik terhadap HPV 16 atau 18 kanker serviks yang terinfeks.
Kesimpulannya, ini menghadapi lebih banyak tantangan bila dibandingkan
dengan vaksin profilaksis dalam merangsang sistem kekebalan dan keadaan
pasien kanker yang immunocompromised.30
35
Pada bulan Juni 2006, United States and Drug Administration (FDA)
menyetujui vaksin HPV quadrivalent profilaksis (GARDASIL), untuk digunakan
pada wanita berusia 9–26 tahun.31 Pada bulan Oktober 2009, vaksin HPV bivalen
profilaksis (CERVARIX) dilisensikan untuk digunakan pada wanita berusia 10-25
tahun.32 Vaksin quadrivalent tersusun atas partikel-partikel mirip virus berbasis
protein rekombinan dari HPV 6, 11, 16 dan 18. Fase II dan studi fase III telah
menunjukkan kemanjuran 100% dalam mencegah lesi displastik serviks pada
wanita berusia 16-26 tahun, yang tidak terinfeksi oleh salah satu jenis vaksin
HPV.33 Khasiat pada wanita dengan tipe vaksin simultan DNA HPV positif dan
seropositifitas adalah 25%. Efek samping yang paling umum dengan nyeri tempat
suntikan (masing-masing 84 vs 48,6% pada kelompok perlakuan dan plasebo).
Diharapkan bahwa vaksin akan mencapai pengurangan risiko seumur hidup 20-
70% untuk kanker serviks, pada pasien berusia 12 tahun. Vaksin biasanya
diberikan dalam tiga dosis 0,5 ml pada 0, 2 dan 6 bulan. Vaksin bivalen
mengandung protein L1 rekombinan dari HPV 16 dan 18, dan studi fase III dari
18, 644 wanita yang diikuti selama 35 bulan menunjukkan kemanjuran hingga
93% dalam pencegahan lesi CIN 2 karena HPV 16 dan 18.32 Mirip dengan vaksin
quadrivalent, ada tingkat komplikasi yang lebih tinggi di tempat suntikan. Jadwal
dosis adalah 0,5 ml pada 0, 1–2, dan 6 bulan untuk total tiga dosis. Penggunaan
vaksin profilaksis berbasis-L2 rekombinan serta pengembangan target obat
terhadap aktivitas protein awal (E6 dan E7) adalah beberapa contoh.34
36
BAB III
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38
14. John, D., Nagayasu E, Heather G, Christian K., Isao M. 2916. Human Papillomavirus
Molecular Biology and Disease Association. 25. 2-23.
15. Li, H. C. (1993). [Mutation and expression of Rb gene in human esophageal cancer].
Zhonghua Zhong Liu Za Zhi, 15(6), 412-414.
39