Anda di halaman 1dari 2

Satanisme dan perilaku yang tercakup didalamnya, adalah hal yang selalu dikaitkan dengan

musik Black Metal hingga saat ini. Entah siapa yang memulai, namun masyarakat bawah
tanah seolah percaya saja tentang pengultusan itu. Seolah terjadi penyeragaman ide, bahwa
menjadi musisi Black Metal itu haruslah seseorang yang Anti Tuhan.
Ujung-ujungnya, banyak masyarakat awam mencibir dan menganak-tirikan musik Black
Metal hingga seolah tidak layak di dengar dan di kemukakan pada khalayak. Singkatnya,
apakah semua musisi Black Metal haruslah manusia yang satanis, atau haruskah semua
penganut satanis memainkan musik Black Metal?
Keberadaan Black Metal (sebagai genre) tak lepas dari nama VENOM, band Heavy Metal
yang berdiri di Newcastle Inggris pada awal tahun 80. Awalnya band ini banyak terpengaruh
oleh konsep musik band-band macam LED ZEPPELIN, BLACK SABBATH dan DEEP
PURPLE.
Seiring perjalanan waktu, merekapun melakukan pendewasaan dalam konsep musiknya
melalui penambahan tempo yang lebih cepat, distorsi gitar yang lebih bising dan perubahan
pada karakter vokal.
Band yang digawangi Cronos, Mantas dan Abaddon inilah, yang nantinya dipercaya oleh
kebanyakan musisi Black Metal maupun musisi Non Metal, sebagai band New Wave Of
British Heavy Metal. Melalui album Black Metal yang dirilis pada tahun 1982, mereka
diamini sebagai gelombang pertama dari lahirnya genre Black Metal.
Pada saat yang hampir bersamaan, para kampiun Metal di tempat lain juga mulai
bermunculan. Sebut saja BATHORY dari Swedia yang memulai debut albumnya di tahun
1984, HELLHAMMER dan CELTIC FROST dari Switzerland, MERCYFUL FATE dari
Denmark, SODOM dari Jerman dan banyak lagi.
Kelak bergemanya Black Metal ditandai pula dengan lahirnya band-band Black Metal di
Norwegia seperti MAYHEM, BURZUM, DARK THRONE, IMMORTAL dan EMPEROR.
Mereka juga kerap disebut sebagai band Black Metal gelombang kedua.
Sejarah panjang Satanisme di wilayah Black Metal Indonesia, tidak terlepas dari catatan
pergerakan “Inner Circle” yang dipelopori Oystein Aarseth a.k.a Euronymous (Mayhem)
sebagai orang nomor satu, dan Varg Vikernes a.k.a Count Grishnackh (Burzum) sebagai
tangan kanannya. Bersama ke 12 anggotanya, termasuk Ihsahn, Samoth dan Faust (Emperor),
juga Fenriz (Darkthrone), mereka memimpin komunitas Black Metal Norwegia melalui
kelompok “Inner Circle”.
Ide mereka sederhana. Menyatakan perang terhadap Kristenisasi yang terjadi di wilayah
Norwegia. Ini karena Kristen, yang notabene merupakan agama mayoritas di Eropa, dinilai
berbanding terbalik dengan semangat mereka sebagai anak-anak Odin (Dewa Bangsa
Viking). Kristen dianggap sebagai agama yang lemah, sementara mereka sebagai keturunan
Viking, adalah bangsa yang menjunjung tinggi kekuatan.
Gagasan mereka kemudian diwujudkan melalui serangkaian aksi anarkis. Diantaranya
tindakan pembakaran terhadap belasan gereja kuno yang menjadi simbol kebanggaan Kristen
di Norwegia. Aksi tersebut, sontak mendapat kecaman internasional. Maka dari sanalah,
mereka mendapat label sebagai penganut “Satanis”.
Kenyataannya, ideologi “Satanisme” yang dikembangkan di genre musik Black Metal di
Norwegia, lebih mengacu pada semangat untuk mengembalikan budaya Pagan Kuno,
termasuk kebangkitan budaya Viking. Artinya, Satanisme dalam konteks para prajurit logam
hitam asal Norwegia ini, TIDAK SAMA dengan paham Satanisme ajaran Anton LaVey
melalui “Church of Satan”-nya.
perlu dicatat, mereka (grup band di atas), pada dasarnya menganut paham Satanisme sebagai
ideologi dalam bermusik. Tidak salah jika akhirnya muncul stigma sempit bahwa musik
Black Metal identik dengan Satanisme, atau perlawanan terhadap kepercayaan tertentu.
Mari bergeser ke Swedia. Di Negara ini, tidak sedikit grup band terinspirasi scenes di
Norwegia macam MARDUK, DISSECTION, DARK FUNERAL, LORD BELIAL,
NIFELHEIM dan ABRUPTUM yang memiliki kharakter dan konsep bermusik yang sedikit
berbeda satu sama lain. Tak jauh berbeda kondisinya di Finlandia, banyak bermunculan pula
band-band yang mengusung Black Metal seperti BEHERIT dan IMPALED NAZARENE.
Jika diperhatikan, para musisi dari negara-negara yang berlainan tersebut memiliki ideologi
berbeda satu sama lain. Kecuali Mayhem dan Marduk yang menancapkan satanisme sebagai
ideologi bermusik, ternyata banyak group band Black Metal yang tidak melulu berkutat di
satanisme.
Ideologi Nihilisme, Paganisme, Nasional Sosialis dan pemujaan terhadap dewa-dewa ala
bangsa Viking juga mewarnai kancah musik Black Metal sepanjang perjalanannya. Hal inilah
yang menjadi salah satu faktor referensi yang cukup kuat yang membuktikan bahwa Tidak
Semua Musisi Black Metal menganut paham maupun gaya hidup Satanisme ataupun
sebaliknya.
Sampai di sini, dapat kita tarik sebuah kesimpulan awal, bahwa sebenarnya genre adalah satu
hal yang terpisah dari ideologi. Artinya, konsep musik sebuah band itu tidak mesti sama
dengan konsep yang dipunyai band lain.
Sederhananya, Satanisme dan Black Metal adalah satu kesatuan terpisah yang berdiri sendiri-
sendiri. Musisi Black Metal tidak secara keseluruhan mengusung konsep satanisme seperti
yang acap kali kita dengar dalam pembicaraan masyarakat umum di warung-warung kopi,
toserba, restoran, kios majalah, yang menganggap bahwa Black Metal adalah musik sesat,
asal bunyi, tak layak dengar dan setumpuk cibiran bahkan cacian dan hujatan keras lainnya
terhadap musik ini.
Ambil contoh band yang mengusung konsep Pagan Black Metal. Bisa dikatakan bahwa band
tersebut adalah orang-orang penganut Paganisme yang memainkan musik Black Metal, atau
bisa juga dikatakan sebagai musisi Black Metal yang membawakan ideologi Paganisme

Anda mungkin juga menyukai