Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

Retinoblastoma adalah neoplasma mata yang paling sering pada


masa kanak-kanak, dan mewakili 3% dari semua keganasan masa kanak-
kanak. Ini adalah kanker yang sangat muda; dua pertiga didiagnosis
sebelum usia 2 tahun, dan 95% sebelum 5 tahun. Untuk alasan ini,
pendekatan terapeutik perlu mempertimbangkan tidak hanya
penyembuhan penyakit tetapi juga kebutuhan untuk mempertahankan
penglihatan dengan efek samping jangka panjang yang minimal. Rata-rata
angka kejadian retinoblastoma yang disesuaikan menurut umur di Amerika
Serikat dan Eropa adalah 2-5 / 106 anak (sekitar 1 dalam 14.000 - 18.000
kelahiran hidup). Namun, kejadian retinoblastoma tidak terdistribusi secara
merata di seluruh dunia. Tampaknya lebih tinggi (6-10 / 106 anak-anak) di
Afrika, India, dan di antara anak-anak keturunan asli Amerika di benua
Amerika Utara.1

Perkiraan kejadian retinoblastoma adalah 1 dari 16.000-18.000


kelahiran setiap tahun dengan antara 7000 dan 8000 kasus baru per tahun
di seluruh dunia. Insiden tahunan adalah 3,5 per juta anak-anak lebih muda
dari 15 dan 11,8 per juta anak-anak lebih muda dari 5 tahun. Sementara
tingkat kelangsungan hidup di Amerika Serikat hampir 100%, mereka jauh
lebih rendah di negara berkembang. Tingkat ketahanan hidup berkisar dari
80-89% di negara-negara Amerika Latin yang lebih maju hingga serendah
20-46% di negara-negara Afrika tertentu. Lebih dari 90% anak-anak dengan
retinoblastoma tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah (LMIC), tetapi negara-negara tersebut memiliki 90% kasus yang
mengalami penyakit metastatik, dan hampir semua kasus yang
meninggalkan terapi. Sebagai hasil dari tingkat kelangsungan hidup yang
lebih rendah, ada sekitar 3000 hingga 4000 kematian setiap tahun karena
retinoblastoma. Perbedaan dalam tingkat kelangsungan hidup menekankan
potensi untuk mengurangi retinoblastoma yang disebabkan melalui
diagnosis yang tepat waktu dan perawatan yang tepat 1

Pada kasus ini penderita berjenis kelamin laki-laki dan didiagnosis


dengan retinoblastoma saat berumur 4 tahun 4 bulan, pada kasus ini
penderita datang ke rumah sakit dengan tumor yang sudah sampai di
ekstraokular, hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang mengatakan
bahwa pada negara berkembang, umumnya pasien datang dengan tumor
yang sudah sampai di ekstraokular. 2

Gejala retinoblastoma bervariasi sesuai stadium penyakit saat


datang, Gambaran klinis yang paling sering pada retinoblastoma adalah
leukoria, yang merupakan pupil berwarna putih pada satu atau kedua bola
mata. Gejala kedua yang sering timbul adalah strabismus. Gejala yang lain
adalah heterochromia (warna yang berbeda pada pupil), hyphema (darah
pada kamera okuli anterior), glaukoma dan selulitis orbita. Di Indonesia,
pasien datang pada stadium yang lebih lanjut , di mana gejala klinis yang
sering adalah proptosis, massa orbita atau gejala lain sesuai dengan derajat
invasi ekstraokuler dan metastasis jauh. 3

Gambaran klinis pada retinoblastoma terbagi atas 4 stadium.4

1. Stadium Tenang.
Berlangsung sekitar 6 bulan hingga 1 tahun. Selama stadium ini,
anak dapat memiliki gejala leukokoria atau refleks pupil putih, mata
juling, nistagmus, penurunan visus, tampilan tumor pada pemeriksaan
oftalmoskop yang dapat berupa tumor endofitik atau eksofitik.4

Leukokoria adalah manifestasi klinis yang klasik pada


retinoblastoma. Pada literatur terdahulu, penemuan ini disamakan
dengan adanya pantulan cahaya pada mata kucing (amaurotic cat’s eye
reflex). Refleks pupil menjadi putih karena adanya tumor pada korpus
vitreus (tumor endofitik) atau detachment total pada retina (tumor
eksofitik). Tergantung dari posisi tumor pada mata, leukokoria dapat
muncul pada pasien hampir pada setiap kasus (seperti retinoblastoma
makular) atau ketika anak melihat ke arah tertentu (retinoblastoma
periferal).5

Strabismus adalah gejala lain yang menyertai retinoblastoma, dan


esotropia lebih banyak ditemukan daripada eksotropia. Keduanya
disebabkan oleh adanya tumor atau pelepasan yang mempengaruhi
penglihatan sentral, biasanya dari makula atau keterlibatan nervus
optik. Strabismus adalah gejala paling banyak kedua dari seluruh kasus
(20% dari kasus). Inilah alasan mengapa pemeriksaan fundus pada
pupil yang dilatasi wajib dilakukan pada semua kasus strabismus anak.
Adakalanya, pasien dengan tumor yang kecil memiliki gejala adanya
kesulitan untuk melihat walaupun tidak ditemukan strabismus.
Strabismus yang terjadi adalah non-paralitik sehingga sudut deviasi
sama, terlepas dari arah penglihatan. Mata berdeviasi karena
penglihatan terganggu dan hal ini bisa terjadi pada mata dengan
kelainan pada penglihatan.5

2. Stadium Glaukomatosa.

Stadium ini berkembang jika retinoblastoma tidak diterapi selama


stadium tenang. Stadium ini ditandai oleh adanya rasa nyeri yang
sangat hebat, kemerahan, dan mata berair. Bola mata membesar
dengan adanya proptosis yang menonjol, kornea menjadi keruh,
tekanan intra okular meningkat.4

Inflamasi (uveitis, endoftalmitis, panoftalmitis, hipopion), atau yang


jarang terjadi, hifema, glaukoma, heterokromia, rubeosis, pitiris bulbi,
dan penurunan penglihatan adalah gejala penyerta lain pada tumor ini.
Pseudouveitis, dengan mata merah dan nyeri berhubungan dengan
hipopion dan hifema, adalah kasus yang jarang. Gejala ini terjadi
karena retinoblastoma yang berinfiltrasi dimana sel-sel tumor
menginvasi retina secara difus, tanpa membentuk massa tumor yang
berlainan.6
3. Stadium Ekstensi Ekstraokular

Karena adanya pembesaran yang progresif, tumor pada bola mata


biasanya melewati sklera, biasanya di sekitar limbus atau sekitar
diskus optik. Diikuti oleh terlibatnya jaringan ekstraokular yang
mengakibatkan proptosis.4

Inflamasi pada orbita menunjukkan adanya selulitis orbita yang


dapat terjadi pada mata dengan tumor nekrosis dan tidak meluas ke
area ekstraokular. Proptosis juga dapat terjadi jika orbita telah
terlibat.

4. Stadium Metastasis

Ditandai oleh terlibatnya struktur organ yang lebih jauh, sebagai


berikut:

a. Penyebaran limfatik, yang diawali pada area nodus preaurikular


dan nodus lain di sekitarnya
b. Penyebaran langsung melalui hubungan dari nervus optik dan
otak

c. Metastasis oleh aliran darah yang melibatkan tulang kranial dan


tulang lainnya. Metastasis pada organ lain, seperti hati, biasanya
jarang terjadi.4

Pada kasus ini, saat dilakukan pemeriksaan pada tanggal 15


Oktober 2018, berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan yakni
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran tumor ke arah
ekstraokular, dapat disimpulkan bahwa saat ini pasien sedang berada
dalam stadium metastasis.

Diagnosis retinoblastoma ditegakkan berdasarkan anamnesis,


gejala klinis, dan pemeriksaan penunjang meliputi funduskopi, CT-Scan,
USG, dan MRI. USG, CT dan MRI adalah pilihan utama untuk pencitraan
tumor kepala dan leher pada anak-anak. USG sangat berguna untuk
memeriksa massa superfisial, seperti retinoblastoma, sedangkan CT dan
MRI digunakan untuk menggambarkan lesi yang lebih dalam, terutama
yang melibatkan dasar tengkorak dan sistem saraf pusat. Saat ini, evaluasi
diagnostik retinoblastoma terutama terdiri dari US dan MRI. 13

Dalam retinoblastoma, USG menunjukkan massa tidak teratur, lebih


ekogenik daripada tubuh vitreous, dengan kalsifikasi halus (fokus reflektif
yang tinggi sebagian besar dengan bayangan akustik khas). Secara
histologi, ada kalsifikasi hadir di sekitar 95% dari tumor. Kalsifikasi adalah
kunci untuk membedakan retinoblastoma dari lesi massa lainnya pada anak
kecil. US mendeteksi kalsifikasi pada 92-95% kasus di mana ia berada
secara histopatologis. Pelepasan retina juga dapat diamati, yang
merupakan fitur penting untuk menentukan pola pertumbuhan tumor, baik
endofit atau eksofitik, atau kombinasi keduanya. Tinggi dan diameter tumor
biasanya diukur di USG, karena pengukuran ini digunakan untuk pilihan
pengobatan.15

Pada CT, retinoblastoma biasanya merupakan massa dengan


densitas tinggi dibandingkan dengan tubuh vitreous, biasanya mengalami
kalsifikasi dan peningkatan sedang setelah pemberian media kontras
iodinasi. CT deteksi kalsifikasi di retinoblastoma memiliki sensitivitas 81-
96%, dan spesifisitas yang lebih tinggi. Namun, penggambaran detail
jaringan lunak intraokular terbatas. 14

Pada pencitraan MR, retinoblastoma isointense menjadi


hyperintense relatif terhadap vitreous pada gambar T1-weighted dan
hypointense pada gambar T2-weighted. Pencitraan MR digunakan untuk
mendeteksi peningkatan leptomeningeal dan setiap metastasis parenkim.
Ini juga digunakan untuk mengevaluasi tumor intrakranial midline primer,
yang biasanya isointense relatif terhadap materi abu-abu pada gambar T1-
weighted, dengan peningkatan yang menonjol setelah pemberian bahan
kontras berbasis gadolinium.14

Volume tumor intraokular diperkirakan dengan cara scanning orbital dan /


atau computed tomography (CT) scanning. Pada kesempatan langka, RB
ditemukan selama pemeriksaan bayi. Paling sering, orang tua pertama kali
mendeteksi gejala RB.

de Jong dkk meninjau literatur tentang keakuratan MRI dan CT


dalam menentukan sejauh mana tumor pada retinoblastoma lanjut. Mereka
menyimpulkan gambar MRI menunjukkan akurasi diagnostik yang lebih
tinggi untuk mendeteksi saraf optik prelaminar dan invasi choroidal, tetapi
perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Meskipun teknik MRI masih
perlu ditingkatkan, penilaian CT menunjukkan akurasi rendah.16,17

Anamnesis harus ditanyakan secara detil dan akurat kepada orang


tua atau anggota keluarga lainnya. Informasi yang harus dikumpulkan
adalah jenis dan durasi gejala, waktu muncul dan onset terjadinya
leukokoria atau strabismus masalah pada mata sebelumnya adanya
perubahan berat badan atau nafsu makan. Obat-obatan yang telah
dikonsumsi, operasi sebelumnya, durasi masa gestasi dan komplikasi
kehamilan, jenis persalinan (pervaginam atau cesar), berat badan pasien
saat lahir, kontak dengan kucing atau anjing, dan yang terpenting riwayat
penyakit keganasan pada mata di keluarga. Gejala klinis pada pasien harus
diperhatikan mulai dari leukokoria hingga terjadi pembesaran tumor
ekstraokuler dan metastase sehingga menyebabkan pembesaran kelenjar
getah bening.8

Pada kasus ini, pasien menderita leukokoria sejak bulan Desember


2017, masalah penglihatan tidak ada, namun pada 23 Mei 2018 pasien
dibawa ke Puskesmas Gorontalo dikarenakan ada benjolan dan mata
merah. Diberikan obat tetes mata namun tidak membaik, kemudian pada
Juni sampai Agustus 2018 dibawa ke RS Tombulilato Gorontalo, pasien
diberikan antibiotik dan vitamin. Pada akhir Agustus 2018 pasien dirujuk ke
Manado dengan benjolan di mata sebesar biji kelereng, pasien tiba di
puskesmas Ranomuut, kemudian dirujuk ke RS R. W. Mongisidi pada awal
September 2018. Benjolan di mata pasien sudah sebesar pingpong, dirawat
3 hari di RS. R. W. Mongisidi kemudian dirujuk ke poli mata RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado. Pasien rawat jalan di poli mata selama 3 minggu
kemudian 1 minggu di irina F, kemudian pada 2 Oktober 2018 pasien masuk
ke subbagian hemato-onkologi anak. Jenis persalinan normal, berat badan
lahir 3000 gr, saat hamil ibu tidak pernah sakit dan tidak ada kontak dengan
kucing dan anjing. Riwayat keganasan pada mata di keluarga tidak ada.
Pada pasien ini juga sempat dilakukan pemeriksaan MRI saat berada di poli
mata.

Berikut klasifikasi pada retinoblastoma

Tabel 1. Klasifikasi Reese-Ellsworth untuk retinoblastoma7

Tipe Deskripsi
Grup 1 “very favorable”
A Massa soliter, < 4DD pada atau sisi posterior dari ekuator
B Massa multiple, semuanya < 4 DD, semuanya pada atau sisi
posterior dari ekuator
Grup 2 “favorable”
A Massa soliter, 4-10 DD pada atau sisi posterior dari ekuator
B Massa multiple, semuanya 4 - 10 DD, semuanya pada atau sisi
posterior dari ekuator
Grup 3 “doubtful”
A Lesi apapun di sebelah depan dari ekuator
B Lesi solid > 10 DD pada sisi posterior ekuator
Grup 4 “unfavorable”
A Tumor multipel, beberapa > 10 DD
B Lesi yang meluas dari ora serata
Grup 5 “Very unfavorable”
A Tumor masif yang meliputi setengah dari retina
B Seeding ke vitreous
Tabel 2. International Intraocular Retinoblastoma Classification 8

Grup A: resiko sangat rendah:


Tumor yang tidak mengancam penglihatan (T1a)
 Semua tumor < 3mm, terbatas di retina
 Lokasi paling sedikit 3mm dari foveola dan 1,5 mm dari saraf
optikus
 Tidak dijumpai seeding vitreous atau sub-retina
Grup B: resiko rendah:
Tidak dijumpai seeding vitreous atau sub-retina (T1b)
 Tumor dengan semua ukuran atau lokasi yang tidak tegolongkan
pada grup A
 Tidak dijumpai seeding vitreous atau sub-retina
 Cairan sub retina < 5 mm dari dasar tumor
Grup C: resiko moderate (T2)
Seeding vitreous atau sub-retina fokal dan tumor retina diskret dari semua
ukuran dan lokasi
 Seeding lokal dan terbatas (T3)
 Tumor intra retina diskret dengan semua ukuran dan lokasi (T2b)
 Lebih dari 1 kuadran cairan sub retina (T2a)
Grup D: resiko tinggi
Seeding vitreous atau sub-retina difus
 Penyakit disseminate intra okular difus
 Seeding vitreous ekstensif seperti “minyak”
 Seeding sub retina dapat seperti plak
 Lebih dari 1 kuadran retina yang terlepas
Grup E: Resiko sangat tinggi (T4a)
Resiko sangat tinggi dengan 1 atau lebih kategori berikut
 Glaukoma neurovaskuler ireversibel
 Perdarahan intra okuler masif
 Selulitis orbita aseptik
 Tumor di sisi anterior dari vitreous anterior
 Tumor yang menyentuh permukaan lensa
 Retinoblastoma infiltratif difusa
 Phthisis atau prephthisis

Tabel 3. International staging system untuk retinoblastoma 7

Stadium Deskripsi
0 Mata memungkinkan untuk menjalani terapi konservatif
1 Mata di enukleasi dengan pinggir sayatan bebas tumor
2 Mata di enukleasi dengan pinggir sayatan tidak bebas
tumor
3 Ekstensi regional
 Keterlibatan rongga orbita
 Keterlibatan KGB
4 Metastases
 Penyebaran hematogen
 Keterlibatan susunan saraf pusat (pre-chiasma,
massa otak, penyakit leptomeninges)

Penanganan pada pasien ini diberikan Tatalaksana kuratif dan


suportif. Penatalaksanaan suportif hanya berdasarkan simptomatis atau
penyakit lain yang menyertai retinoblastoma beserta komplikasinya, seperti
transfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi yang baik, dan
aspek psikososial, penatalaksaan kuratif seperti kemoterapi, bertujuan
untuk menyembuhkan retinoblastoma. Pada pasien ini menggunakan
protokol Metronomic Chemotherapy.

Metronomic Chemotherapy didefinisikan sebagai pemberian agen


kemoterapi kronis pada dosis yang relatif rendah, dosis toksik minimal, dan
tanpa jeda obat bebas yang berkepanjangan. Diperkirakan jenis kemoterapi
ini menghambat pertumbuhan tumor terutama melalui mekanisme anti-
angiogenik sementara secara signifikan mengurangi efek samping yang
tidak diinginkan.9 Kemoterapi metronomik dapat menginduksi stabilisasi
tumor atau respon tumor pada pasien dengan kanker yang refrakter
terhadap pengobatan atau kambuh setelah kemoterapi konvensional.
Selain itu, durasi manfaat klinis yang diperoleh dengan kemoterapi
metronomik dapat lebih lama daripada manfaat yang diperoleh dengan
pendekatan yang lebih tradisional. 10

Meskipun peningkatan yang cukup besar dalam tingkat


penyembuhan pasien kanker pediatrik secara keseluruhan selama 50 tahun
terakhir, 25% dari semua anak yang didiagnosis dengan semua bentuk
kanker akan tetap mati sebagai akibat dari penyakit mereka. Strategi
terapeutik baru seperti kemoterapi metronomik mungkin memiliki potensi
untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien kanker
anak dengan mengurangi beban efek samping. Jumlah uji klinis kemoterapi
metronomik pada anak-anak masih sangat terbatas tetapi beberapa
hasilnya sangat menjanjikan. 10

Karakteristik utama kemoterapi metronomik adalah:

 Pemberian kemoterapi yang sering (dosis-padat) tanpa interupsi


 Menggunakan dosis yang dioptimalkan secara biologis bukan MTD
 Tidak ada aplikasi faktor pertumbuhan hematopoietik
 Preferensi untuk obat oral
 Rendahnya insiden efek samping terkait pengobatan
 Potensi untuk perkembangan resistensi yang tertunda. 11
Metronomic Conventional
chemotherapy chemotherapy
Frekuensi Dosis berkelanjutan, Pada interval misalnya,
Dosis misalnya, setiap hari, Tiga mingguan, setiap dua
setiap minggu minggu, setiap minggu
Dosis yang Lebih rendah daripada Dosis intens dan digunakan
digunakan rejimen MTD di MTD
konvensional
Farmakokinetik Konsentrasi plasma obat Bangkit dan jatuhnya
yang berkelanjutan konsentrasi plasma obat
Target Sel-sel endotel di Sel tumor proliferasi
pembuluh darah tumor
yang berkembang
Toksisitas Secara signifikan kurang Toksisitas adalah
beracun dan mengurangi kekhawatiran karena dosis
kebutuhan untuk terapi digunakan secara MTD
suportif
Tujuan Kontrol kanker Pemusnahan kanker
tatalaksana
MTD : Maximally Tolerated Dose

Tabel 4 Ringkasan perbedaan antara kemoterapi metronomik dan kemoterapi


sitotoksik konvensional12

Pada pengobatan metronomic chemotherapy terdapat 4 obat, yaitu


vincristine, Cyclofosfamide, Methotrexate, dan Asam Valproat. Efek toksik
yang paling umum adalah mual ringan dan / atau muntah, anemia ringan
hingga sedang, neutropenia, leukopenia dan limfopenia serta kelelahan
ringan.

Pada pasien ini, tumor pasien ini sudah berada di ekstraorbital. Pengobatan
standar untuk pasien ini termasuk kemoterapi praoperasi lalu tindakan
invasif. 19,20 Pada pasien ini direncanakan kemoterapi selama 3 siklus
kemudian akan dilakukan enukleasi, lalu dilanjutkan dengan kemoterapi
selama 2 siklus lagi untuk menghilangkan sisa-sisa tumor.

Prognosis pada pasien ini bergantung dalam beberapa faktor. Rasio


mortalitas keseluruhan pada penderita tumor berjumlah sekitar 15 %. Di
bawah ini merupakan factor prognostic penting :

1. Keterlibatan nervus optik

Diluar titik operasi dihubungkan dengan rasio mortalitas berjumlah


65%. Jika nervus optic tidak terlibat, rasio mortalitas hanya sekitar 8%,
tetapi jika melibatkan lamina kribrosa maka rasio meningkat menjadi 15%.
Invasi koroid secara massif juga adalah factor prognostic.

2. Ukuran dan lokasi tumor

Merupakan hal yang sangat penting karena tumor kecil yang berada
di posterior memiliki angka keselamatan 70%, tetapi tidak ada perbedaan
signifikan antara tipe endofitik dan eksofitik.

3. Diferensiasi seluler

Tumor yang berdiferensiasi dengan baik, dicirikan oleh Flexner-


Wintersteiner rosettes. Sama dengan The Homer-Wright rosettes kecuali,
sebagai gantinya ia memiliki segitiga dari serat-serat sentral.

4. Usia pasien

Adalah hal yang signifikan karena anak-anak yang lebih tua memiliki
prognosis yang lebih buruk karena adanya keterlambatan diagnosis.

5. Pasien dengan tumor bilateral

Biasanya memiliki angka keselamatan yang tinggi dibandingkan


dengan tumor unilateral, tetapi rasio keselamatan jangka panjang lebih
buruk karena akan terjadi kematian dari tumor midline intracranial atau
keganasan primer kedua.8,18

Untuk kategori pasien Ad Vitam adalah dubia , ad Functionam adalah dubia


ad malam, dan ad Sanationam adalah dubia.

Anda mungkin juga menyukai